A little too much

A little too much
Please Subscribe to read the full chapter

Park Chaeyoung baru saja pindah ke Seoul untuk melanjutkan sekolah nya dari Australia. Sebenarnya dia terpaksa kembali ke Seoul karena permintaan ibu nya, dia tidak bisa menolak walaupun tidak suka.

Hari pertama Chaeyoung sudah datang terlambat ke sekolah. Dengan cuek nya dia masuk dengan earphone di kupingnya dan rambut di kuncir kuda, dia tidak menghiraukan orang orang yang sedang baris untuk upacara dan berdoa bersama. Guru pun memanggil nya, tetapi dia tidak menoleh karena musik nya yang terlalu keras.

"Murid baru." Panggil seorang guru dengan menepuk pundak Chaeyoung. Dia pun melepas earphone nya dan memperlihatkan wajah bingungnya.
"Kamu harus ikut upacara dan doa bersama." Ucap guru itu dengan mengisyaratkan Chaeyoung untuk mengikutinya ke dalam barisan.
Chaeyoung pun ikut ke dalam barisan paling belakang. Ikut doa bersama dan mendengarkan pengumuman dari kepala sekolah karena hari ini adalah hari awal masuk sekolah setelah libur panjang. Pengumuman nya tentang pemilihan osis, sama sekali tidak menarik perhatian Chaeyoung. Dia kembali memakai earphone nya.
Setelah upacara selesai, semua bubar dan kembali ke kelas masing masing.
Chaeyoung masuk ke kelas nya dan duduk di barisan paling belakang. Hari ini adalah kedua kali nya Chaeyeoung sekolah di Seoul, karena sebelumnya dia sekolah di Australia.
Guru pun masuk ke kelas, tetapi bangku di seberang kanannya nya masih kosong. Ketika guru masuk, kapten kelas mengisyaratkan untuk berdiri dan memberi salam pada guru, Chaeyoung pun ikut berdiri dan memberi salam. Semasa kecil nya Chaeyoung home schooling dan belum pernah sekolah umum di Seoul, dan ini hal yang baru untuk dia. Semua murid kembali duduk. Tiba-tiba ada 3 laki-laki berdiri di depan pintu dengan nafas yang memburu.
"Maaf bu, kita terlambat." Laki-laki dengan postur tubuh paling tinggi bicara pada guru di depan kelas dengan sangat hati-hati. Pelan pelan mereka mengangkat kepala untuk melihat reaksi sang guru. "Hari pertama sudah terlambat." Hanya dibalas senyuman terpaksa oleh mereka dan berkata 'maaf' tanpa bersuara, lalu mere

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet