Satu Juta (taeten)
Tensentrikwarning: ditulis tengah malam jadi mungkin absurd dan banyak typo bertebaran. btw ini oneshot.
Taeyong tidak mengerti kenapa seseorang seperti Ten bisa terlihat begitu sedih.
Taeyong punya alasan untuk mencuri pandang ke luar jendela kelas setiap pagi, setiap jam istirahat, dan setiap jam pulang sekolah karena dia tahu seorang anak laki-laki berambut hitam dengan hidung super mancungnya akan muncul dan Taeyong akan bisa melihat senyuman manis yang selalu merekah di wajah anak itu, sebuah senyuman seperti candu, membuat Taeyong mabuk kepayang. Lagi dan lagi, bahkan jika seumur hidup harus melihatnya, Taeyong tidak akan pernah merasa cukup.
Bahkan sebelum melihatnya pun jantung Taeyong sudah berdegup kencang, bersiap untuk merasakan sesuatu yang lebih hebat. Seperti meledak. Dan anak itu muncul. Tapi jantung Taeyong tidak meledak. Seperti ditarik, jantungnya jatuh. Tenggelam.
Lagi?
Taeyong mengernyitkan dahi, tidak suka dengan apa yang dilihatnya. Anak itu masih lewat di depan kelasnya setiap hari, tapi sudah seminggu wajahnya padam tanpa senyum. Taeyong ingat persis ini adalah hari kedelapan dan dia bersumpah jika dia tidak bisa melihat senyuman itu lagi, dia bisa gila. Entah berapa lama lagi tubuhnya bisa menoleransikan keadaan ini.
Taeyong heran, sebenarnya apa yang bisa membuat seseorang yang selalu tersenyum menjadi bermuram durja selama lebih dari seminggu? Taeyong sudah tidak tahan melihat wajah muram itu lagi.
Kedua kakinya bergerak tanpa perintahnya dan tiba-tiba saja dia sudah berada di depan anak itu dengan posisi menghadang. Sebuah pemandangan aneh di pagi hari dan cukup untuk mengundang perhatian berpasang-pasang mata di koridor itu.
Anak itu membelalakkan matanya, membuatnya menjadi satu juta kali lebih lucu dan membuat Taeyong menelan ludahnya, berkeringat dingin. Karena tadi tubuhnya bergerak tanpa perintahnya, otaknya belum sempat berpikir apa yang harus diilakukannya setelah ini. Berfungsilah otak, karena kalau tidak sudah pasti tubuh Taeyong akan bergerak sendiri lagi dan bukan tidak mungkin hal berikutnya yang akan dilakukannya adalah mencium bibir merah itu atau merengkuh tubuh yang lebih kecil darinya itu kedalam pelukannya.
“M-maaf?” Suara anak itu berhasil mengembalikan Taeyong dari jeratan kebodohannya, membuatnya sadar bahwa sekarang mereka jadi tontonan.
“Ayo bicara di tempat lain!” Tanpa persetujuan, Taeyong menariknya pergi.
“Berhenti, sunbae!” Anak itu berusaha menarik lepas tangannya ketika mereka telah berada di koridor sekolah yang sepi. “Sunbae mau apa?”
Comments