do raven

Cave Canem

Soojung selalu ada di dalam rumah setiap saat Jongin melihat.

Seperti sore ini, rasanya seperti sedang melihat seekor kucing yang sedang tidur di dalam rumah.

Jongin seorang pegawai kantoran dan pulang malam jelas hal yang biasa dalam hidupnya. Akhir-akhir ini Jongin baru saja menjabat sebagai chief kepala divisi di kantornya dan orang-orang terlihat senang akan hal itu. Kim Jongin, pegawai tampan pekerja keras yang terkenal itu, akhirnya dipromosikan! Sebagai akibatnya, setiap orang pasti akan mengajak Jongin untuk minum-minum setiap saat Jongin selesai pulang. Malam ini Jongin benar-benar tidak memiliki alasan untuk menolak, lagipula dia sudah lama tidak minum.

Ketika dia pulang dan menyalakan lampu, dia hampir menjerit melihat tubuh familiar di atas sofanya.

“Soo—?” Jongin mendekati Soojung yang secara mencurigakan tidak bereaksi ketika pintu rumah Jongin terbuka. Jongin melihat kaca rumah yang pecah dan ketika diinspeksi lebih lanjut, ternyata terdapat bekas selotip di pecahan kaca tersebut. Soojung menggunakan selotip sebelum memecahkan kaca untuk meredam suara pecahan kaca.

“Yang benar aja, Soo? Kamu mau ganti biaya jendela lagi, ya?”

“…Dingin.”

Jongin menghela napas, mabuk dan ngantuknya hilang sudah.

“Ya iyalah dingin. Orang kacanya pecah, udara masuk. Kenapa nggak ngambil selimut aja sendiri di lantai atas? Kamu udah makan, belum? Ya ampun—pecahannya bener-bener banyak banget! Kaki kamu berdarah, nggak?” Jongin berhenti ngomel sedikit untuk mengecek kaki mulus Soojung. Tidak ada baretan apapun. “Harusnya sebagai gadis dewasa kamu tau—ah sudahlah… aku ngomong gini pun nggak ada gunanya.” Jongin mengomel terus menerus tidak ada juntrungannya sementara dia membereskan bekas kaca dengan sapu dan vacuum cleaner, menutup kaca yang pecah dengan triplek bekas, menyalakan heater (yang tidak dinyalakan oleh Soojung sama sekali) dan mengambil selimut.

“Udah makan?” ulang Jongin.

Soojung hanya bangun, wajahnya tanpa ekspresi. “Hmm.”

“Apa tuh, ‘hmm’? Ngomong pakai bahasa korea dong!”

“…belum.”

“Tuh kan!” omel Jongin lagi, dan dia mulai mengomel lagi tentang betapa kurusnya Soojung, dan memberi beribu alasan kenapa Soojung harus makan dengan baik, sementara dia mengambil daun bawang dan nasi untuk membuat nasi goreng. Dua puluh menit kemudian sepiring nasi goreng pattaya pun jadi.

“Ada puding di kulkas, kamu makan aja. Lain kali kalau masuk heater-nya nyalain…” Jongin berhenti sebelum menghela napas. “…Aku ngelakuin hal ini lagi…”

Soojung diam duduk di depan piringnya.

“Soojung.” Jongin mulai bicara serius. “Kamu bener-bener harus pergi ke psikiater, Soojung.”

Soojung cuma diam.

(Jongin selalu tahu kalau Soojung tersenyum sedikit saja, semua lelaki akan bertekuk lutut padanya.)

(atau tidak. Karena untuk Jongin, walaupun Soojung tidak senyum sedikitpun, Jongin akan selalu menekukkan lutut untuk Soojung.)

“Aku nggak tahu kamu dari mana, siapa orang tua kamu, dan kenapa kamu ngelakuin ini terus ke aku. Udah dua tahun. Kamu nggak bisa hidup seperti ini terus, Soo.” Jongin berkata. Ini bukan pertama kalinya Jongin memperingatkan Soojung. Ini bukan pertama kalinya Jongin bersikap seperti seorang Dewasa dalam hubungan… hubungan… entah hubungan apa yang dia punya dengan Soojung sekarang.  “Kamu nggak bisa terus menerus lari ke aku setiap saat kamu mau dan hilang setiap saat yang kamu mau. Kamu nggak butuh uang, kamu bilang. Kamu nggak mau bikin aku susah, kamu bilang. Tapi selain itu, kamu nggak cerita apa-apa lagi ke aku.”

Soojung tidak menatap mata Jongin.

“Soo.” Jongin bilang.

Soojung segera menaikkan wajahnya dan menatap mata Jongin.

(seperti kucing yang patuh.)

“Boleh aku makan?” tanya Soojung.

“Hah?” Jongin mengerutkan dahi.

“Boleh aku makan.” Ulang Soojung, lebih keras.

“Boleh kamu ma—“ Jongin hampir menaikan suaranya lagi kalau saja dia tidak segera menghela napas lebih keras, “Terserah kamuuu!”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sori kalau agak nggak jelas—menurut gue untuk drabble satu ini, interaksi yang KAYAK ginilah yang bagus buat kaistal. Mereka bukan pacar, tapi jelas mereka lebih dari sekedar temenan. Ada sesuatu yang disembunyiin sama Krystal disini, dan itu bukan hal yang baik.
Sori kalau pada bingung—kok nggak jelas gini sih kaistal fic yang ini? Maaf ya, fanfic ini lebih ke kayak kumpulan drabble yang muncul di kepala gue gitu aja dan kadang nggak jelas gitu, fear not, gue bakal sering bikin romance juga kok! xD
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
weirdoren
#1
Chapter 2: “Apa tuh, ‘hmm’? Ngomong pakai bahasa korea dong!”

HAH. Ciri khasnya masih ada. *love sign*