One shot

24 hours switch
Please Subscribe to read the full chapter

Seulgi terbangun jam enam tepat. Hari ini gilirannya untuk memasak makan pagi. Kak Kyungsoo suka bibimbap di pagi hari dan Yerim akan kubuatkan bekal untuk makan siangnya dari sisa nasi bibimbap, pikirnya setengah sadar. Tapi begitu ia menapakkan kaki ke lantai, ia merasa ada yang berbeda.

Perasaan kemarin malam ia dan saudara-saudaranya menggelar kasur lipat di depan televisi karena Yerim ingin nonton film bersama. Tapi kenapa sekarang ia ada di kasur? Dan baju tidurnya pun berbeda. Kaus belel bergambar Pororo dan celana training yang ia gunakan berubah jadi sepasang piyama sutra berwarna pink. Dan Seulgi membenci warna pink.

Ada apa ini?

Dan Ya Tuhan, ini bukan rumahnya! Kamar ini bahkan lebih besar daripada rumahnya! Di mana ia sekarang?

Sebuah ketukan pelan di pintu membuat Seulgi terlonjak kaget.

“Nona Soojung, makan pagi anda sudah siap.” Kata seseorang di balik pintu.

Nona Soojung? Seulgi buru-buru mencari kaca dan terperangah melihat sosok di kaca tersebut.

Ia bukan lagi Do Seulgi, ia adalah Jung Soojung!

 

Wangi enak menyapa indera penciumannya. Sudah lama Soojung tidak mencium wangi masakan seenak ini. Bahkan masakan koki di rumahnya pun tidak.

Soojung bangun dengan pegal di seluruh badan. Ingatkan dia untuk bilang pada Paman Hong untuk mengganti kasurnya ini. Kerasnya seperti tidur di lantai saja!

“Selamat pagi, Tuan Putri.”

“Pagi.” Soojung membalasnya enteng.

“Cih, kau ini. Bukannya bangun lebih pagi hari ini. Bukannya ini giliranmu membuatkan sarapan? Bahkan Yerim pun sudah berangkat duluan ke sekolah tanpa membawa bekal.” Gerutu orang tadi. Sejak kapan Soojung harus memasak sarapan? Biasanya sarapan sudah tersedia saat ia bangun pagi. Dan siapa pula Yerim?

“Yah, Do Seulgi! Mau bermalas-malasan sampai kapan? Bantu aku membereskan kasur dan lipat yang rapi di gudang ya.”

Do Seulgi? Siapa itu Do Seulgi? Dan dia ada di mana? Sebuah rumah kecil dan Soojung mengalihkan pandangannya, ternyata benar ia tidur di lantai selama ini. Pantas saja badannya sakit semua. Loh? Sejak kapan lantai kamarnya berubah kayu seperti ini?

“Yah, Do Seulgi!” Seorang pria dengan muka sedikit kesal menjitak kepalanya. “Kau dengar aku tidak?”

Loh pria itu kan, kasir di coffee shop yang sering ia datangi bersama Jongin? Nanti dulu, rasanya ia ingat namanya. Namanya...

“Do Kyungsoo, kan?”

“Kau kenapa sih? Aneh sekali hari ini? Apa kau sakit, Seulgi-ah?” Pria itu menatapnya khawatir, dan menaruh telapak tangannya di dahi Soojung. “Tapi kau tidak panas.”

“Sebentar,” Soojung mendorongnya pelan. “Kau ini siapa? Aku ini siapa?”

Kyungsoo menatapnya aneh lalu terkekeh, “Kau bercanda ya. Mana ada orang amnesia saat tidur? Apa kau membentur kepala Yerim saat tidur kemarin, Seulgi-ah?”

“Aku bukan Seulgi.” Kyungsoo terdiam, dahinya berkerut dalam. Kenapa adiknya berubah menjadi aneh seperti ini?

“Aku Jung Soojung.”

 

Saat ini Seulgi tengah memandang meja makan yang sudah tersaji rapi di hadapannya. Ya Tuhan, apakah perut Jung Soojung dapat menampung ini semua? Dan semuanya tampak enak, Seulgi ingin mencicipi semuanya!

Ia lalu menarik kursinya lalu duduk. Tapi Paman di sebelahnya masih berdiri tegak tanpa bergerak.

“Mari makan, Paman!”

Sang paman hanya mengrenyitkan dahinya aneh sebelum membungkuk sopan, “Silahkan, Nona. Selamat menikmati sarapannya.”

“Paman tidak makan bersamaku?”

Tawaran Seulgi mendapat reaksi aneh dari paman dan beberapa pelayan yang berjejer dibelakangnya.

“Kami akan makan nanti di dapur pelayan.”

Ah, jadi begitu. Soojung tidak makan bersama mereka rupanya. Lalu biasanya ia makan bersama siapa? Makan sendirian kan tidak menyenangkan. Duh, Seulgi jadi rindu pada kakak dan Yerim.

“Lalu, di mana ayah dan ibu?”

Dahi si Paman makin berkerut tajam, membuat Seulgi menyadari mungkin ia salah bertanya.

“Tuan Jung berada di New York sampai bulan depan dan Nyonya Jung sedang di Paris bersama kakak anda menghadiri Paris Fashion Week selama dua minggu.”

Oh. Jadi ternyata hidup Soojung tidak seenak yang dibayangkan. Mana ada keluarga yang jarang bertemu seperti ini?

Tapi ternyata ada juga.

“Nona Soojung, Tuan Jongin sudah menunggu di depan.” Seorang pelayan membawa kabar.

Jongin, alasan kenapa semua ini terjadi. Kenapa ia dan Soojung bisa bertukar badan.

“Panggil Jongin kesini.”

 

Jongin memasuki kediaman keluarga Jung dengan bingung. Seorang pelayan memberitahukan bahwa Soojung ingin makan bersamanya. Aneh. Selama ini Soojung tidak pernah mengajaknya sarapan bersama.

“Jongin-ah!” Soojung melambaikan tangannya dengan semangat. Gadis aneh, pikir Jongin, tanpa ia harus melambaikan tangannya, aku juga sudah tahu dimana dia berada.

“Pagi, Soojung-ah.” Jongin menyapa gadisnya dengan ciuman kecil di pipi kirinya. Tak dinyana, pipi Soojung bersemu merah dan gadisnya itu dengan malu-malu membalas sapaannya. Duh, kenapa hari ini Soojung sangat menggemaskan sih?

“Jadi, untuk apa kau memanggilku kesini, Tuan Putri?”

“Apa kau sudah sarapan?” Jongin menggeleng pelan.

“Kalau begitu, temani aku sarapan, ya?” tanya Soojung memelas, memberikan Jongin puppy eyes terbaiknya.

Kalau sudah begini, mana bisa Jongin berkata tidak? Dan melihat senyumnya yang sangat mahal terkembang di bibirnya membuat Jongin merasa bahagia. Hari ini gadisnya sangat menggemaskan, dan kalau hanya masalah ditemani sarapan bisa membuatnya sebahagia itu, Jongin akan menemaninya sarapan setiap hari.

 

“Apa maksudmu?”

“Aku bilang aku ini Jung Soojung!” Seulgi bersikeras.

“Tapi ini raga adikku, Seulgi.” Kyungsoo menatapnya bingung, “Mana bisa kalian bertukar raga dalam semalam?”

“Aku juga tidak tahu.” Seulgi, ah bukan, sebaiknya Kyungsoo menganggapnya Soojung sekarang. Gadis itu tampak frustrasi dengan semua ini. “Tiba-tiba saja pagi ini aku bangun di tubuh Seulgi.”

Dia merosot perlahan, duduk di lantai dan terisak, membuat hati Kyungsoo juga sedih. Seberapapun anehnya situasi mereka, bagi Kyungsoo, gadis yang mendiami badan Seulgi ini tetap penting. Seulgi, adiknya entah dimana dan sekarang gadis yang menjadi impiannya selama ini ada di tubuh Seulgi. Kepala Kyungsoo jadi pusing sekarang.

Nanti dulu. Apa ini akibat dari permintaannya kemarin malam? Dia berdoa untuk bisa mengenal Soojung lebih jauh.

Ya Tuhan, apa ini salahnya? Seharusnya ia tidak berdoa seperti itu. Kyungsoo ingin sekali memotong lidahnya sekarang.

“Dan kau?” Suara lembut Soojung memanggilnya, “Benar Do Kyungsoo kan? Yang bekerja di D’Goods cafe?”

“Betul, aku Do Kyungsoo.”

“Jadi, tuan Kyungsoo.” Soojung menegakkan pandangannya, tidak lagi menangis atas keadaan mereka yang aneh ini. “Bisakah kau membantu aku untuk kembali ke ragaku?”

“Pertama, kita harus cari kenapa ini bisa terjadi kan?” Kyungsoo memijat kepalanya perlahan. Soojung mengangguk pelan.

“Tapi kita tidak akan bisa berpikir kalau kita belum diisi.” Soojung menatapnya bingung.

“Aku belum bisa berpikir jernih kalau belum sarapan.” Kyungsoo nyengir malu dan itu membuat Soojung tersenyum. “Aku membuat sedikit sarapan. Kalau kau mau.”

“Aku mau. Dari wanginya saja membuat aku terbangun tadi.” Soojung menjawab mantap. Kini giliran Kyungsoo yang tersenyum lebar mendengar jawaban Soojung. Itu membuat debaran aneh dalam dadanya.

“Aku akan segera mempersiapkannya.”

“Wah, ini kelihatan enak. Aku sudah lama tidak sarapan makanan Korea.” Soojung bergumam saat Kyungsoo kembali dengan berbagai hidangan yang sudah dipersiapkan.

“Jadi biasanya kau makan apa?” tanya Kyungsoo sambil memberikan nasi pada Soojung.

“Western food, semacam waffle dan pancake. Atau kalau aku ingin yang asin, egg benedict atau American breakfast.” Soojung menjawab.

“Ah maaf, di sini aku tidak biasa masak makanan mewah seperti itu.” Kyungsoo langsung tahu diri. Mana mungkin dia punya kesempatan mendekati sang tuan putri? Bahkan dari lidah saja sudah berbeda.

“Ah bukan begitu, kak. Aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu.” Soojung buru-buru menambahkan. “Lagipula ini terlihat enak dan aku suka kue-kue buatanmu. Makanya hampir tiap hari aku ke cafemu.”

“Benarkah?” Senyum Kyungsoo membuat hatinya berdebar lagi. Seharusnya tidak begini, Jung Soojung. Kau seharusnya fokus pada tujuan awalmu, kembali ke tubuhmu. Bukannya malah flirting dengan kakak Seulgi.

“Tentu saja benar.”

“Kalau begitu makanlah yang banyak.” Balas Kyungsoo sambil mengacak rambutnya dengan sayang. Tapi terluput dari pandangan Kyungsoo, pipi Soojung yang perlahan memerah.

 

“Ada apa denganmu hari ini?” Jongin mengulum senyumnya saat menangkap gadisnya tersenyum manis untuk kesekian kalinya hari ini. Dia sudah terlalu terbiasa dengan Soojung yang pendiam dan lebih tertutup tapi nampaknya hari ini ada yang berbeda.

“Ada yang membuatmu senang?”

“Iya.” Soojung mengangguk senang, secara refleks mengulurkan tangannya untuk menggandeng Jongin. Jongin yang sempat kaget, buru-buru mentautkan jemari mereka. Pandangannya tak luput dari pipi Soojung yang perlahan bersemu lagi.

“Ada apa? Ceritakan padaku.”

“Akhirnya aku bisa bersama denganmu.” Soojung bergumam membuat Jongin terkekeh.

“Gadis aneh, bukankah kita selalu bersama selama ini?”

Bukan. Itu bukan aku selama ini. Kau bersama dengan Soojung, Seulgi membatin. Tapi biarlah, untuk sementara biarkan aku senang bersama Jongin. Meskipun hanya sementara.

Seulgi mengetatkan jemari mereka seakan tak ingin lepas dari Jongin, membuat pria itu bahagia. Akhirnya ia bisa mencairkan hati es sang tuan putri.

“Apa kau mau ke D’Goods cafe?” Mata Soojung membulat, “Hari ini hari Selasa, patisier kesayanganmu itu membuat red velvet cake yang kau sukai itu hari ini.”

Tentu saja Seulgi tahu tentang hal itu. Dia sudah membantu kakaknya selama 3 tahun untuk mempersiapkan setiap kue dan pastry setiap harinya. Dia sudah hafal setiap menunya di luar kepala tapi ia tidak pernah tahu bahwa Soojung adalah penggemar berat cake kakaknya. Pantas saja dia sering sekali mampir ke kafe.

“Bagaimana?” tawar Jongin.

“Tidak.” Jawab Seulgi, agak terlalu cepat.

“Tidak?” Jongin menatapnya bingung. Tidak seperti biasanya Soojung menolak untuk diajak ke kafe kecil itu. Biasanya dia yang memaksa Jongin untuk pergi bersama dirinya.

“Tidak.” Jawab Seulgi mantap. “Aku sudah kenyang. Lagipula kita hampir terlambat kelas. Ayo, kita bergegas.” Katanya seraya menarik lengan Jongin agar ia jalan lebih cepat.

Tumben. Biasanya Soojung tidak pernah peduli mereka terlambat atau tidak. Asalkan ia sudah melihat si patisier pria itu setiap paginya. Apa itu berarti Soojung sudah membuka hatinya untukku? Apa mungkin doaku terkabul?

“Jongin, cepatlah sedikit!”

“I’m coming!”

 

“Yah, Do Seulgi, kau tidak masuk kelas hari ini? Ada apa? Apa kau sakit?”

Soojung terdiam sesaat, menjauhkan handphone Seulgi dari telinganya lalu menatap layarnya. Son Seungwan.

“Oh, Seungwan-ah.” Jawabnya kikuk. “Aku sedikit kurang enak badan hari ini.” Lanjutnya.

“Oh? Apa kau perlu kuantar ke dokter?” Seungwan bertanya, sedikit khawatir.

“Tidak, tidak perlu.” Jawab Soojung cepat. “Kak Kyungsoo sudah memberiku obat anti demam.”

“Oh syukurlah Seulgi-ah. Beri tahu aku tentang keadaanmu, oke?” Tambahnya lagi, membuat Soojung tersenyum getir di sisi lain.

Mungkin ia tahu kenapa ia bertukar peran dengan Do Seulgi. Seulgi memiliki semua yang ia inginkan. Keluarga yang hangat, sahabat karib, dan terlebih kakaknya yang sangat perhatian itu. Berbeda sekali dengan keluarganya. Mungkinkah Tuhan mendengarkan doanya kemarin malam?

“By the way, Seulgi-ah. Aku tadi melihat cowok kesukaanmu itu datang bersama si tuan putri.”

Soojung mendengarkan dengan seksama, “Siapa?”

“Ya ampun, nampaknya sakitmu parah. Tak kusangka kau bisa melupakan Kim Jongin, pujaan hatimu itu.” Seungwan berbicara tanpa henti. “Ia datang bersama dengan Jung Soojung dengan mesra pagi hari ini. Tumben. Kurasa mereka sudah semakin serius, Seulgi-ah. Sebaiknya kau move on sajalah, tidak mungkin kau bisa mengalahkan si tuan putri.”

Aku si tuan putri yang kau sebut, Seungwan-ah, batin Soojung. Ternyata Seulgi menyukai Jongin.

Demi Tuhan, Soojung tidak tahu hal ini. Jongin memang menyukai dirinya, tapi Soojung hanya menganggapnya teman dekat. Mereka telah dekat sedari masih menggunakan pampers, dan bagi Soojung hal itu tidak akan berubah. Karena bagi dia, hatinya sudah tertambat pada seseorang dengan senyum yang manis, yang sekarang sedang sibuk membuat adonan kue di dapur.

Seorang Do Kyungsoo.

“Ada yang bisa kubantu?”

Kyungsoo menoleh mendapatkan Soojung yang menatapnya dengan serius.

“Tidak usah, Soojung-ah.”

“Tapi kata Seungwan biasanya Seulgi membantumu.”

“Iya. Biasanya.” Balas Kyungsoo.

“Kalau begitu, biarkan aku membantumu.”

 

“Kau serius tidak mau mampir ke kafe favoritmu itu?” tanya Jongin untuk kesekian kalinya.

“Iya, aku serius. Memangnya kenapa?”

“Tidak, tidak apa-apa. Tapi,” Jongin melirik Seulgi dengan cengiran jahil, “aku kangen dengan hot chocolate buatan baristanya.”

Jantung Seulgi berdebar kencang. Mungkinkah Jongin juga menyukainya? Menyukai Seulgi yang sebenarnya?

“Memangnya kenapa kau suka sekali sih dengan hot chocolatenya? Padahal di menunya pun tidak ada hot chocolate kan.” Gerutu Seulgi pelan.

“Tapi toh selalu

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
amaharanin #1
Chapter 1: Cinta gak sesederhana itu sih ,sialnya yg 'sempurna' slalu berakhir dengan yg 'sempurna' wkwk tapi namanya juga fantasi jadi iya in aja :D
Sukaaaa happy ending!
fresh-salad
#2
Chapter 1: Indonesian people need to write in Indonesian too, aff need need more Bahasa Indonesia fanfic :')
btw, ini udah bagus kok, cuma iya bener rada kaku soalnya mungkin kamu sering nulis pake english dan juga baca-baca yang english juga (soalnya aku juga gitu, hehe). tetap semangat nulis ake bahasa Indo ya :D
my_vanillalove #3
Omo, r u indonesian? Aku dah pernah tnya apa saya br tau ya? Kyk aga dejavu nih. Hahahahaha