1. Mini market

Androphobia

Pria itu melangkahkan kaki jenjangnya di lantai yang berdominasi warna putih. Tekel-tekel itu terlihat sedikit kotor karena sepertinya pagi ini belum di bersihkan. Ia menatap sekelilingnya dan mendapati banyak wanita-wanita berpakaian putih dan menggunakan cap tanda kebesaran dan pengabdian mereka. Ada pula lelaki lelaki yang hampir sama dengan wanita wanita tersebut yang tidak memakai cap. Mereka menunduk menandakan orang yang lebih di atas mereka terhormat. Pria bertinggi 181 cm itu membalasnya dengan membungkuk setengah dari mereka.

"Psikiater Kim, hari ini pasien kamar nomer 21 akan menjalani Hypnotheraphy pukul 7 malam." Seorang suster berkata pada pria itu sambil tersenyum.

"Ya." Jawaban yang cukup singkat terlontar dari mulut sang dokter yang bername tag -Kim Jongin, Psikiater-

Walaupun terkenal tampan, aura dingin dan ketus menbanjiri seluruh tubuh dan sifat psikiater tersebut. Di umurnya yang masih muda- 28 tahun, ia sudah bisa menjadi psikiater terpercaya di Seoul. Ayahnya adalah seorang pebisnis swasta yang menekuni bidang kontraktor, sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-harinya menghabiskan waktu untuk memasak dan kadang bertemu dengan teman-temannya. 

16.00

Masih ada 3 jam lagi sebelum jadwalnya di mulai. Ia keluar dari Rumah Sakit Hyungwon- tempatnya bekerja dan menuju parkiran basement, di bawah. Jongin memencet tombol otomatis di kontaknya, lalu suara *netnot* terdengar dari mobilnya disertai menyalanya 2 lampu depan mobil Lamborghini hitam tersebut. Ia berencana untuk pulang ke apartemen yang letaknya sekitar 3 km dari tempat kerjanya untuk sekedar berbaring sebentar. 

.

Dengan perlahan wanita itu mengintip dari pembesar kaca yang ada di dalam apartemennya. Kosong. Ia tak sengaja membuat sedikit senyuman karena mengetahui tidak ada orang di sekitar lorong apartemennya. Tangga kecil ia pijaki menuju ke bawah untuk segera bekerja.

Tas mungil yang ia gunakan tergenggam erat oleh tangan pucatnya. Tas itu berwarna hitam yang berisi dompet, catatan kecil dan handphonenya. Kewaspadaan mendominasi perasaannya setiap hari. Ia terkadang melirak lirik kanan kiri memastikan tak ada lawan jenis yang berdekatan dengannya. Kira-kira berjalan sekitar 20 menit wanita itu telah sampai di tempat kerjanya. Ia melepas jaket tebalnya lalu berganti seragam bermayoritas warna merah dan hitam. Ia berjalan menuju kasir, dan memulai pekerjaan yang menurutnya lumayan berat, disana.

.

"Nona, Mild Seven yang blue 3 pack." 
Bibir merah sedikit kehitaman berkata, beriringan dengan mata yang sayu sengaja menjelajah dompet kusut yang ia telah rogoh di saku pantatnya. 

Dengan cepat kasir berambut hitam itu mengambilkan pesanan pembeli di hadapannya.

"Berapa?"
"₩4500 tuan."

Ia mengambil 1 lembar uang senilai ₩5000 yang masih baru. Nampaknya ia baru mengambil uang di bank hari ini. Jongin melangkah kearah teras dalam minimarket tempat biasanya orang-orang memakan makanan instan. Ia mengeluarkan batang rokok berwarna putih itu lalu mengunci dalam bibirnya. Wajah lesu menghiasi lekuk wajah berkelahiran asli ibukota tersebut. Dari dalam sakunya ia menarik keluar korek api elektrik yang minggu lalu ia beli. 

*jek* Api mulai berkobar kecil menunjukkan sudah terciptanya zat berwarna merah tersebut. 

"Maaf pelanggan, merokok di dalam mini market tidak boleh, anda bisa merokok di teras luar." 

Kata terpanjang yang Soojung ucap hari ini, masih tetap dengan menunduk. Wajah cantiknya tertutup oleh rambut lebat hitam.

Jongin menarik sebelah kiri alisnya mengejek.

"Oh." Singkat, padat dan kurang ajar.

Untung dia adalah pelanggan, dan untung dia adalah laki-laki. Setidaknya Soojung harus menjaga jarak.

Setelah mendengar perkataan kasir minimarket tadi Jongin keluar dengan santai, tetapi kali ini rokok sudah terbakar dan mengepulkan asapnya disekitar pintu keluar. 

.

Dengan langkah gusar Soojung mulai mengambil barang - barang di penyimpanan. Ada banyak macam barang yang harus ia tata. Mulai dari camilan dalam bentuk makanan dan minuman, perabotan rumah tangga, obat dan lain-lainnya. Hari ini shiftnya berdampingan dengan Park Sunyoung, wanita yang sudah menginjak kepala 3. Wanita itu berkepribadian ramah, hangat dan easy-going. Sangat berbeda dengan Soojung. Wajahnya yang kaku dan dingin membuat siapapun saja yang melihatnya ngeri. Tapi untung saja wajah itu tak sering terlihat karena tertutup oleh rambut hitam lebat sepunggungnya.

"Soojung, sepertinya hari ini aku pulang lebih awal. Aku ingin merayakan ulang tahun pernikahanku yang ke 6 dengan Jongdae." Sunyoung berucap sambil menata camilan bagian minuman yang harus di taruh di kulkas.

"Tidak apa unnie, lagian shiftku akan berakhir 65 menit lagi." Urat wajah lesu dan tak bersemangat menghiasi wajah Soojung.

"Ahh syukurlah. Maafkan aku tidak bisa mendampingimu saat pulang." Walaupun ia lega tetapi lawan bicara Soojung itu merasa bersalah.

"Ya tak apa. Selamat ulang tahun pernikahanmu yang ke 6 dengan Jongdae oppa. Semoga kalian bisa merayakan ulang tahun pernikahanmu seterusnya dan selamanya." Senyum terukir pada bibir merah mudanya tulus.

"Soojung! Terima kasih. Aku akan mentraktirmu makan besok saat kita selesai bekerja. Aku janji."

"Apa kau sudah ijin dengan manajer bahwa kau akan pulang cepat hari ini?" Tanya Soojung masih sambil merapikan kebutuhan alat rumah tangga.

"Sudah. Manajer bilang tidak apa tetapi aku harus menambah jam kerjaku 1 jam untuk hari sabtu."

"Oh begitu. Untuk tawaranmu yang ingin membelikanku makanan, lebih baik simpan saja uangmu untuk membeli susu kaleng anak keduamu. Aku yang akan membelikanmu makanan." Ucap Soojung terkekeh.

"Kau yang paling mengertiku! Kalau begitu sampai jumpa besok! Jongdae sudah menjemputku, bersama kedua anakku." Terdengar gembira kalimat Sunyoung sambil menengok ke arah jendela memberitahukan suaminya untuk menunggu.

Wanita berumur 31 tahun itu dengan cepat bergegas menuju ke lantai atas untuk mengganti seragam dan mengambil tas kecilnya. Bayangan malam terindah akan kembali terulang saat ulang tahun pernikahan mereka yang ke 5. Keluarga itu akan berjalan-jalan ke daerah pasar malam untuk menikmati makanan ringan jalanan seperti odeng, kimbab, dan sundae. Membayangkannya saja sudah membuatnya ngiler. Walaupun hanya jalan-jalan sederhana, memori itu tidak bisa tergantikan oleh apapun.

"Soojung, aku duluan!"
Sunyoung melambaikan tangan sambil membuka pintu kaca minimarket itu. Wanita yang memiliki tinggi 160cm itu dengan gesit memeluk suaminya dan disambut dengan senyum berdekik pria yang dipeluknya. Jongdae menoleh ke arah Soojung lalu membungkuk yang dibalas dengan bungkukan balik 45' oleh wanita di dalam minimarket tersebut. Keluarga itu pergi sambil berpegangan tangan disusul dengan Jongdae yang menaruh anak keduanya di gendongan ibunya. 

Sunyoung adalah orang kedua setelah pemilik penyakit tersebut yang mengerti kelainan yang di derita wanita itu. Ia rela meminta pada manajer untuk diberi shift yang sama dengan wanita yang berbeda 3 tahun dibawahnya itu. Soojung dan Sunyoung mulai akrab saat tahun pertama Soojung menjadi pekerja mini market dan diikuti 3 tahun setelah Sunyoung bekerja disana. Soojung yang awalnya kaku belajar untuk berteman dan mempercayai saat Sunyoung mengulurkan tangan untuk menjadi temannya. Itu pertama kali setelah 10 tahun ia mengidap penyakit aneh tersebut. 

Dan mungkin orang ketiga yang mengetahui penyakitnya lain tak lain adalah Jongdae, suami Sunyoung. Pria bertinggi kira-kira 175cm itu sangat mengerti atas kehendak istrinya apapun yang menyangkut tentang Soojung. Saat bertemu wanita itupun Jongdae selalu menjaga jarak mengingat trauma yang di alami Soojung. Dan pria itu sama sekali tidak sakit hati saat Soojung berusaha memperjelas jarak itu.

Soojung melihat nanar dan iri terhadap pasangan tersebut. Ia kemudian berbalik badan memutar badannya untuk menerawang seluruh minimarket dan teras luar tempat kerjanya. 

Matanya melotot kaget melihat lelaki yang membeli 3 rokok sekaligus masih berada di teras mini market. Diintipnya lelaki itu dan terlihat bungkus rokok tersebut telah habis 2 dan hendak membuka bungkus ketiga. Tapi ia tak mau banyak berfikir dan segera melanjutkan pekerjannya yang sempat tertunda.

.

Jam menunjukkan jarum panjangnya di angka 12 dan jarum pendeknya di angka 8. Tepat shiftnya hari ini telah usai. Soojung memasuki tempat khusus karyawan dan berganti pakaian tak lupa memakai jaket tebalnya tadi. 

Setelah ia keluar dari minimarket, dilihatnya masih ada lelaki yang membeli rokok tadi bertengger di teras sambil memandang sekeliling mini market yang dipenuhi mobil berlalu lalang. Sudah 3 jam ia disini, batin wanita itu.

Soojung mengabaikan pelanggannya tadi dan pulang menuju apartemen mininya. Ditinggalnya tempat kerja yang sudah berganti shift itu dengan wajah acuh tak acuh. 

.

Malam ini, tak seperti malam biasanya. Tak muncul sama sekali bintang maupun bulan. Langit tak menampakkan keagungannya. Ia hanya memandang kasar jalanan sempit yang ia lalui. Ditemani dengan headset berlagu easy listening favoritenya Soojung mungkin merasa sedikit tak kesepian. Ia merasa gelisah berlebihan saat menuju ke arah apartementnya. Menengok kanan dan kiri berjaga-jaga. Walaupun setiap hari ia telah melakukan kebiasaan ini, tetapi malam itu ia merasa perasaan kali ini berbeda. Ada orang yang mengikutinya. Ia melepas headsetnya kemudian memasukannya ke dalam tas kecil. Di sepanjang jalan ia hanya mendengar suara jangkrik dan langkah kakinya.

Prasangka adalah doa. Mungkin pepatah kali ini sangat tepat menggambarkan Soojung. Ia merasakan bahwa setiap langkah yang dilalui ada langkah selain dirinya. Pelan-pelan tak terasa di belakang tubuhnya yang mungil sudah ada beberapa preman kampung yang mencari mangsa. Wanita itu mengepalkan tangannya dan sekujur tubuhnya bergetar menggigil. Perasaan yang menghantuimya sekarang sama persis dengan 10 tahun lalu. Perasaan yang membuat ia menjadi makhluk seperti ini. Tangan preman berbadan besar secara cepat mendekap bagian bawah dada Soojung, dan mendapat erangan kasar dan gerakan berusaha melarikan diri dari wanita yang didekap. 

"Ahhhh lepaskan aku mohon." Tubuhnya yang lunglai berusaha menolak dengan keras, tetapi hasilnya nihil. Preman berbadan kurus mulai melepas jaket tebal merah yang digunakan Soojung sedangkan preman bertato merobek bagian atas kemeja putih yang wanita itu gunakan.

*tes*
Air mata mulai menetes di pipi wanita berumur 28 tahun ini. Airmata ketakutan bukan hanya saja membanjiri pipi bahkan hidungnya. Dengan sekuat tenaga ia menolak apa yang dilakukan para pria bangsat itu padanya. 

"Lepaskan!" 
Masih tak ada balasan malah baju bagian bawahnya yang mulai terobek dan memperlihatkan perut mulusnya. Soojung terus menangis dan tak terasa pandangan lampu kuning di kanan jalan serta jalan beraspal didepannya memudar.

"Semua lancar Hyungnim!" Preman berbadan besar berucap kepada pimpinannya yang tidak lain adalah preman bertato yang dengan sengaja diiringi tawanya yang terbahak-bahak melucuti kemeja putih mangsanya itu.

"Tidak semudah itu."

dan semua yang dilihat Soojung menjadi hitam.

 

 


----

Jeng jeng jeng.

Sebenernya udh selesai dr lama sih. Tp mls ngaplot wkwkw dan ada perbaikan jg.

Saran dong kalau jongin sm soojung nanti omong2an enaknya pake

"Saya-kamu"
Atau
"Aku-kau"

Hehehehe makasih. Update an selanjutnya sepertinya minggu ini. Nantikan saja 

Jangan lupa subs dan comment agar saya semakin maju !!!^^~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
amber_liu_josephine #1
Chapter 1: Keep updating
kissica #2
HOOO. Gila berani juga ya ngepost bahasa Indonesia ke aff yang dasarnya inggris? Harus sabar with the low appreciation dari penghuninya, ya karena gabanyak yang ngerti hahahah. Tentang ceritanya, ya I'm a little bit bias karena suka fanfic yang berlatarbelakang rumah sakit jiwa, so update this aja dulu.
faraseka #3
Sumpah ya tolong lanjut:( THIS STORY GONNA BE WOW