The Pearl

Description

Joshua berkunjung ke dunia manusia. Disana ada seorang manusia yang ia rasa butuh pertolongan darinya. Akankah ia menolong manusia itu? Apakah rasanya dunia bagi Joshua?

Foreword

Fanfiction ini merupakan versi author dari versi aslinya "Forest Big Tree" dari webtoon "Winter Woods" karya Cosmos dan Van Ji. Selamat menikmati~

***

Dunia yang penuh awan dan cahaya matahari. Ya, dunia ini berbeda dengan dunia manusia pada umumnya. Hanya terdapat kumpulan awan dan pantulan-pantulan cahaya matahari di dunia itu. Tidak ada daratan. Namun terdapat pohon besar yang tumbuh entah dari mana. Pohon itu tinggi menjulang menembus beberapa awan. Di dunia itu juga terdapat sebuah perahu terbang yang berisikan sesosok anak laki-laki. Joshua namanya. Hanya Joshua yang hidup di dunia itu, entah ia seorang manusia atau bukan. Ia berteman dengan sang pohon besar. Pohon besar itu dapat berbicara dengan Joshua. Begitu pula dengan Joshua yang dapat berbicara juga kepada pohon besar itu.

Suatu hari sang pohon besar berbicara tentang dunia. Ia menceritakan apa dan bagaimana dunia itu. Joshua yang biasanya hanya tertarik dengan pembicaraan sang pohon kini bertambah menjadi penasaran. Sang pohon belum pernah membuatnya seperti ini. Menurut sang pohon, dunia itu banyak sekali manusia yang hidup bersama di beberapa kota. Dunia itu berisik sekali, tidak setenang dunia mereka.

“Benarkah seperti itu? Wah, aku ingin melihat dunia itu seperti apa.”

Ucapan polos dari Joshua membuat sang pohon terdiam sejenak. Kemudian ia mulai berbicara kembali dengan sedikit tawa.

“Suatu saat mungkin kau bisa melihat dunia.”

Joshua terlihat selalu ceria sepanjang waktu. Namun sebenarnya di dalam dirinya ia merasa kesepian walaupun selama ini ia berteman dengan sang pohon. Karena cerita dari sang pohon tadi, ia ingin merasakan bagaimana berinteraksi dengan makhluk seperti dirinya. Setelah bercerita tentang dunia tadi, Joshua hanya merenung di perahunya sambil menggambarkan ‘dunia’ di dalam otaknya. Joshua ingin sekali melihat dunia.

Beberapa waktu kemudian ketika Joshua hendak mengunjungi sang pohon, ia dikejutkan dengan kemunculan sebuah batu kecil. Batu itu melayang-layang di udara. Kemudian datang lagi sebuah batu kecil dari atas. Batu itu melayang-layang pula seperti batu yang pertama. Joshua yang belum melihat benda itu sebelumnya berusaha memungut batu-batu itu. Posisi batu itu melampaui tinggi badannya sehingga ia harus berusaha untuk mengambil batu-batu itu. Sang pohon yang menyadari kegiatan Joshua itu langsung mematahkan salah satu dahannya dan terbang ke arah perahu Joshua. Dahan tersebut segera diambil oleh Joshua dan ia kembali mengambil batu-batu dengan dahan tadi. Dengan susah payah ia berjinjit, akhirnya ia berhasil mengambil batu-batu itu. Ia pun segera ke sang pohon untuk menanyakan benda apa yang kini ia pegang.

“Itu adalah batu."

“Hmmm,” Joshua mengangguk sambil memandang kembali batu-batu di tangannya.

“Tapi, dari mana batu ini berasal?”

Sang pohon terdiam. Ia sepertinya bingung harus menjawab apa karena Joshua kembali penasaran.

“Kenapa kau tak menjawab?”

“Suatu saat kau akan tahu dari mana batu-batu itu berasal.”

“Huh padahal aku ingin tahu dari mana datangnya batu-batu ini,” ucap Joshua yang kemudian memeluk batu-batu itu. Sambil memejamkan matanya, ia merasakan sesuatu dari batu-batu itu. Sesuatu seperti kesedihan dan harapan dari batu-batu itu meresap ke dalam hatinya. Ia pun menangis. Ia baru pertama kali merasakan sesuatu seperti itu.

Tak lama kemudian batu-batu kecil kembali berdatangan dan melayang-layang seperti sebelumnya. Joshua selalu mengambil dan mengumpulkan batu-batu kecil itu dan merasakan sesuatu lagi tiap kali ia memeluk batu-batu itu. Tapi semua batu-batu kecil yang ia kumpulan rasanya hanya kesedihan dan harapan. Ia semakin penasaran dan ingin pergi ke tempat batu-batu kecil itu berasal.

“Aku ingin sekali ke tempat batu-batu kecil ini berasal.”

“Kenapa? Apa yang membuat kau begitu penasaran?”

“Setiap aku menemukan batu-batu kecil ini dan memeluknya, aku merasakan sebuah kesedihan dan harapan. Aku berpikir mungkin ini adalah perasaan dari manusia.”

Sang pohon terdiam.

“Semua perasaan sedih dan harapan dari batu-batu ini mungkin merupakan sebuah permintaan tolong. Aku harus menolong manusia yang menyampaikan perasaan ini.”

 “Baiklah, aku akan menuruti kemauanmu. Tetapi dengan satu syarat. Kau tidak boleh pergi jauh dari tempat kau mendarat ke dunia. Mengerti?”

Mendengar ucapan dari sang pohon membuat Joshua tersenyum sumringah. “Baik! Aku akan berjanji untuk hal itu.”

Setelah persetujuan Joshua dan sang pohon tadi, perahu terbang Joshua mulai terbang keatas meninggalkan sang pohon. Ia melesat jauh hingga yang tampak di sekelilingnya hanyalah awan putih tebal. Ia memejamkan matanya, merasakan seperti dirinya terpisah dari perahunya dan melayang-layang di udara. Tak lama kemudian ia merasakan sesuatu. Sentuhan seperti medarat di suatu tempat. Ia pun membuka matanya dan…

“WAH! AKU DI DUNIA!” Joshua tercengang melihat pemandangan dunia yang penuh warna. Ia juga sangat takjub dengan sentuhan daratan penuh rumput segar beserta tiupan udara yang sejuk. Ia memejamkan mata, tersenyum karena indahnya dunia. Tepat di samping kirinya ada pohon besar tinggi menjulang mirip dengan sang pohong di dunianya.

“Pohon, itu kah kau?”

“Ya, ini aku,” sang Pohon segera menjawab.

Tiba-tiba sebuah batu kecil mendarat di kepala Joshua. “Aw!” Ia meringis kesakitan sambil mengelus jidat lebarnya. Di dekat ia duduk terdapat seorang manusia yang sedang menangis sambil menengadah kepalanya. Manusia itu sepertinya sedang berdoa mengharapkan sesuatu.

“Sepertinya batu ini ia yang lempar,” ujar Joshua dan langsung menghampiri manusia berambut panjang itu.

“Hei, kau yang melemparkan batu ini kan?”

“D-darimana kau tahu? Batunya mengenaimu ya? Ah, maafkan aku.”

“Tidak apa-apa. Nih, batu nya ku kembalikan,” ucap Joshua sambil menyodorkan batu ke arah wajah si manusia.

Joshua melihat menusia di depannya meraba-raba sesuatu. Bahkan di depan Joshua, dari kakinya hingga lututnya ia raba pula (bukan daerah ‘itu’ ya). Joshua yang bingung dengan kegiatan manusia ini melambai-lambaikan tangannya ke depan wajah si manusia. Namun tak ada respon dari mata manusia itu.

“Kau tidak bisa melihat ya?”

“I-iya. Aku buta.”

“Hmm, batunya dari tadi aku sodorkan di depan wajahmu,” ujar Joshua sambil tersenyum dan mengambil tangan si manusia untuk menaruh batu di genggamannya. “Siapa namamu?”

“Aku Junghan. Kau?”

“Aku Joshua. Apa selama ini kau yang melemparkan batu-batu ini?” tanya Joshua sambil meraih tangan Junghan agar ia bisa meraba batu yang ia genggam.

“Benar. Ini batu yang selama ini aku lempar. Apa selama ini kau yang memungut batu-batu ini.”

“Iya,” jawab Joshua sambil mengangguk.

“Apa kau penyelamatku?”

“Penyelamat apa?”

“Selama ini aku berdoa, memohon untuk kesembuhan mataku. Batu-batu itu aku lempar ke arah sana setelah selesai berdoa,” ucap Junghan sambil menunjuk ke arah sang pohon.

“Jadi, kau dulu pernah melihat dunia?” Junghan hanya mengangguk.

Mereka mulai cerita bagaimana Junghan kehilangan penglihatannya dari kecelakaan mobil yang ia alami 6 tahun yang lalu. Ia juga bercerita bahwa sejak ia buta ia tinggal di panti tempat anak-anak cacat dirawat. Ia memiliki teman dekat disana. Ada Jun dan Jihoon yang menderita lumpuh kaki, Soonyoung yang cacat mental, Dokyeom dan Seungkwan yang bisu, Mingyu, Wonwoo, dan Chan yang tuli, serta Hansol dan Minghao yang buta seperti dirinya. Ada satu anak normal yang berteman dekat dengan dirinya. Anak itu bernama Seungcheol. Dia adalah seorang anak dari seorang perawat panti. Ia sangat dekat dengan anak itu dibanding dengan teman-teman dekatnya yang cacat. Seungcheol selalu bercerita tentang perubahan dunia kini. Ia termotivasi untuk sembuh dari cerita-cerita Seungcheol.

Lama mereka berbincang akhirnya Joshua memutuskan untuk kembali ke dunia nya. Di dalam perahu nya ia berdoa agar ia memiliki kekuatan untuk memulihkan penglihatan Junghan. Ia menangis ketika berdoa. Salah satu butir air mata yang jatuh ke pipinya tiba-tiba mengeras. Joshua menyadarinya dan menyentuh air matanya yang mengeras. Lalu ia mengambil butir air mata yang menempel di pipinya itu. Butir air mata itu ternyata berubah menjadi sebuah mutiara. Joshua yang kebingungan menanyakan benda itu kepada sang pohon.

“Itu adalah sebuah mutiara. Mutiara itu adalah bagian dari hidupmu.”

“Apakah mutiara ini dapat menyembuhkan apa yang patut disembuhkan?”

“Iya.”

Joshua tersenyum senang. “Dengan mutiara ini aku bisa menyembuhkan Junghan,” ujarnya dan ia melesat kembali ke dunia manusia.

Ketika ia bertemu kembali dengan Junghan di tempat yang sama, dengan segera ia memberikan mutiara ke dalam genggaman Junghan. Beberapa detik Junghan menggenggam mutiara itu, ia merasakan sesuatu aneh di dalam dirinya. Ia merasakan adanya cahaya yang masuk ke matanya. Perlahan cahaya putih itu berubah menjadi cahaya penuh warna. Junghan berkedip seakan tak percaya apa yang telah terjadi. Kini ia bisa melihat. Melihat kegembiraan Junghan, Joshua juga ikut gembira. Mereka melalui momen berdua bersama dengan sukacita. Bahkan ketika Joshua ingin berpamitan pulang mereka saling bertatap wajah sangat lama.

“Tapi ingat. Kau hanya punya waktu tujuh hari untuk memegang mutiara itu. Sebelum matahari terbenam di hari ke tujuh kau harus mengembalikan mutiara itu. Jika tidak aku akan mati.”

“Baiklah. Aku berjanji,” ucap Junghan sembari memeluk Joshua.

Junghan kembali ke panti dengan riang. Ia mulai mencari teman-teman dekatnya dan melihat wujud mereka. Saat itu lah Junghan baru mengetahui seperti apa wujud teman-teman dekatnya. Tak lupa ia menceritakan ke Seungcheol, teman dekatnya yang normal, bahwa ia dapat melihat kembali. Awalnya Seungcheol tidak percaya, namun dengan berbagai pembuktian akhirnya ia percaya bahwa ada suatu keajaiban yang terjadi pada Junghan. Seungcheol gembira mengetahui hal itu, namun ia juga penasaran kejadian apa yang membuatnya mendapat mukjizat seperti itu.

Setiap hari, di waktu yang sama, Junghan mengunjungi tempat ia dan Joshua bertemu. Di waktu itu lah Joshua yang terduduk di dekat pohon menunggunya untuk bermain dan berbincang bersama. Setiap kali ia pulang ke panti ia selalu tersenyum-senyum, bahkan bergumam sendiri.

Melihat adanya perbedaan dari Junghan membuat Seungcheol, Jihoon, Seungkwan, Mingyu, Wonwoo, Dokyeom, Chan, Jun curiga. Suatu hari mereka berunding untuk mencari tahu ada apa di balik semua ini. Saat itu Soonyoung juga curiga. Namun karena keterbelakangan mental ia tidak begitu mengerti dan tidak dapat mengikuti rencana teman-temannya.

Suatu hari Seungcheol dan Mingyu mengikuti kemana Junghan pergi. Mereka mengawasi dari kejauhan. Disana terlihat Junghan sedang menemui seseorang dan terlihat seperti bermesraan. Di dalam genggaman Junghan ada sebutir mutiara yang sangat berkilau. Melihat mutiara itu membuat Seungcheol mengerti bahwa benda itu lah yang membuat Junghan sembuh dari buta nya. Mingyu yang masih belum mengerti bertanya menggunakan bahasa isyarat. Seungcheol pun menjelaskan bahwa mutiara itu yang membawa mukjizat untuk Junghan. Setelah mereka mengerti mereka segera kembali ke panti dan memberitahu teman-temannya.

Pagi hari di hari ke tujuh, Junghan yang saat itu sedang terduduk tenang di ayunan dihampiri oleh teman-temannya termasuk Seungcheol. Mereka langsung mempertanyakan mutiara itu.

“Bagaimana kau tahu aku punya sebuah mutiara?”

“Aku melihatnya kau menggenggam mutiara itu bersama seorang laki-laki di dekat pohon besar. Benar kan mutiara itu yang menyembuhkanmu?”

Junghan terdiam. Ia mulai cemas. Seungcheol menyadarinya.

“Bisakah kau meminjamkan mutiara itu padaku? Aku juga ingin merasakan mukjizat itu,” ucap Jihoon sedikit memaksa.

“Apa kau punya mutiara itu lagi? Kau bisa membagikannya padaku kan?” Hansol angkat bicara.

“Tidak. Aku hanya punya satu. Ini bukan punyaku. Hari ini juga aku akan mengembalikannya.”

“Kenapa kau tidak mau meminjamkan terlebih dahulu kepada teman-temanmu? Mereka juga ingin sembuh. Lihat Soonyoung. Apa kau tidak kasihan melihat kondisinya?” tanya Seungcheol sambil menunjuk-tunjuk ke arah Soonyoung yang termanggut-manggut dan pandangan tak tentu arah.

“Maaf Seungcheol. Tapi aku harus mengembalikannya ke Joshua.”

Junghan pun langsung lari dari mereka. Seungcheol dan teman-teman yang tidak lumpuh langsung mengejar Junghan dan berusaha merebut mutiara di genggamannya. Dari dunia lain Joshua juga sedang melesat cepat karena ia tidak sabar untuk bertemu dengan Junghan. Setelah mereka berdua bertemu dengan cepat Junghan mengembalikan mutiara ke dalam genggaman Joshua.

“Cepat ambil mutiara ini. Kalau tidak….”

“Kau kenapa? Sepertinya kau sedang ketakutan. Apa yang sedang kau takutkan?”

“CEPAT AMBIL! SEBELUM MEREKA MEREBUTNYA!”

Tak lama kemudian Seungcheol dan teman-temannya datang menyerbu Joshua. Junghan yang berusaha melindungi Joshua ditendang Wonwoo agar menjauh. Seketika pandangan Junghan hilang. Ia kembali buta. Mereka menarik-narik, menekan perut Joshua, dan menendang-nendang tubuhnya dengan kejam. Berharap Joshua mengeluarkan mutiara lagi dari dalam tubuhnya. Mutiara yang tadi ada di genggamannya kini entah kemana. Junghan yang tak bisa bberbuat apa-apa terus berdoa agar Joshua terlindungi.

Tak lama kemudian datanglah hujan. Perlahan menjadi deras. Sangat deras. Butir-butir airnya terasa memukul kulit. Semua yang mengerumuni Joshua perlahan menyebar dan berlarian mencari tempat perlindungan. Namun semua sudah terlambat. Matahari sudah terbenam. Joshua terbujur kaku dengan posisi tangan menjulur ingin menyentuh Junghan. Junghan terisak sambil meraba-raba keberadaan Joshua. Tangisnya semakin menjadi-jadi ketika ia meraba Joshua sudah menjadi kaku tak berdaya. Ia sangat menyesali kelalaiannya. Teramat sangat menyesal. Nasi sudah menjadi bubur.

 

“Joshua, syukurlah kau ternyata masih hidup. Kau masih bernapas di dalam tubuhmu yang sudah kaku. Aku mengugurkan sehelai daun yang ketika menyentuh tubuhmu akan merubah tubuhmu menjadi sebuah awan. Kau akan terus menjadi sebuah awan jika mutiara itu belum kembali kepadamu. Mulai saat ini, kau akan terus hidup sebagai sebuah awan.”

Sejak itulah Joshua terus menunggu mutiaranya kembali. Atau tidak akan pernah kembali lagi.

Comments

You must be logged in to comment
seventeenwoozi #1
can't wait for next chapter:)
xiuhanisreall #2
excited to read this^^
ericnamelove #3
kekekeke update soon
kpoplover38 #4
update soon^^
sugalovere #5
cant wait^^