Guardian Angel

Description

Guardian Angel

 

 

"when i realized that ypu're my only one GUARDIAN ANGEL"

 

 

Kim Taehyung x Kim Seok Jin

Park Jimin

 

BTS

Foreword

Guardian Angel

 

 

Cast       : Kim Taehyung, Kim Seok Jin, Park Jimin

Rate       : T+

Length  : one shot

Genre   : romance

Author  : VJin

Cover    : VJin

DISC.     : THIS FANFICT IS BELONG TO ME! DO NOT CO-PAS WITHOUT MY PERMISSION! DO NOT PLAGIARISM, PLEASE!

NB          : WARNING! FICTION! BOY X BOY LOVE STORY! OOC! GAJE! ABAL! TYPO IS LOVE!

 

HAPPY READING!

 

Author’s POV

 

                Wajah tertekuk sebal, bibir terlihat dimajukan, cukup imut bagi siapapun yang melihat, tanpa terkecuali.

                “kau terlambat dua puluh menit.” Ketus si Manis, masih dengan wajah tertekuknya.

                “mian, Baby. A-aku..tadi itu macet sekali. Jadi –“

                “gotjimal!” potong si Manis, membuat si Tampan di hadapannya menghela nafas.

                “arraseo.. aku mengaku, tadi itu rapatnya lama sekali. Jadi –“

                “tsk! Dasar tiang listrik tukang bohong!” ketusnya, membuat si Tampan sekali lagi menghela nafasnya panjang.

                “ne-ne. kau bisa memarahiku sepuasmu, Baby. Aku mengaku salah.”

                “dwaesseo! Aku lapar!”

                Si Manis terlihat jalan mendaului si Tampan dengan menghentakkan setiap langkahnya, hingga ia menghilang di balik pintu penumpang mobil sedan hitam itu. si Tampan hanya bisa mengacak rambutnya, sesekali ia terdengar mengumpat dirinya sendiri dan segala kesibukannya.

**

                “Baby, sudah lama kita tidak ke bioskop, bukan? Bagaimana jika kita menonton film besok sore? Aku akan menjemputmu di Kampus, lalu kita –“

                “shireo, besok aku ada kerja kelompok. Dengan Jimin.”

                “ah..” si Tampan terlihat sedikit kecewa.

                “bagaimana kalau lusa?” lanjutnya.

                Si Manis memainkan sedotannya, seraya memasang pose berpikir imutnya –meletakkan jari telunjuk di bibir, kemudian mengetuk-ketukannya.

                “lusa.. ah, Jimin meminta ku untuk menemani nya melakukan percobaan untuk tugas ilmiah nya.”

                Bedecak sebal, sebelum kembali bernegosiasi dengan sang Kekasih. “akhir pekan?”

                “aku sudah janji pada Jimin untuk menemani nya membeli kado untuk Eomma nya yang berulang tahun.”

                Sungguh, ingin rasanya meledak kala mendengar satu nama itu terus diulang berkali-kali oleh sang Kekasih. Namun, alih-alih meledak seperti yang ia inginkan, ia memilih untuk menghela nafas panjang, kemudian menatap lurus sang Kekasih.

                “siapa Jimin itu sebenarnya?” tanya nya tegas, namun sang Kekasih malah mengedikkan bahu nya acuh.

                “teman sekelas ku di Kampus. Kenapa?” sahut si Manis santai.

                “mengapa kau sering sekali menyebutkan nama itu akhir-akhir ini, eum?”

                “benarkah? Aku? kapan?” si Manis terlihat kaget seraya menuding hidung nya sendiri.

                Jin, Kim Seok Jin –si Tampan itu- menghela nafas panjang, sebelum kembali menatap sang Kekasih, hingga akhirnya memilih menyeruput kembali Froze Cappuccino nya kala sang Kekasih masih mempertahankan ekspresi nya.

                “lupakan.”

                Kini giliran Taehyung, Kim Taehyung –si Manis itu- menghela nafas, kemudian ia menggenggam jemari sang Kekasih.

                “jangan cemburu, Hyung. Aku dan Jimin hanya berteman.” Ujarnya lembut, seraya menatap yakin sang Kekasih.

                “bukan begitu, Baby. Hanya saja –mm.. aneh saja mendengar nama lain setiap kita sedang bersama.”

                “arra.. sekarang dengar, Hyung. Aku sudah merasa nyaman berteman dengan Jimin. kami memiliki hobi yang sama, anime. Kami juga memiliki pandangan yang sama mengenai beberapa hal. Itu yang membuatku merasa cocok berteman dengannya.”

                “tapi, Tae.. bukankah sebelumnya kau juga memiliki teman satu hobi mu –siapa itu? SungJong? SongJu?”

                “Sungjae, Hyung. Tapi, akhir-akhir ini dia sudah sibuk dengan Kekasihnya. Entahlah, hubungan kami jadi sedikit renggang.”

                “lalu, sepertinya sebelumnya ada Junior mu yang memiliki tubuh seperti tiang listrik –“

                “Choi Junhong maksudmu, Hyung?”

                “mm.. mungkin. Aku lupa namanya.”

                “well, dia juga satu hobi denganku. Tapi, bulan lalu dia baru saja pindah kampus. So, aku hanya bisa bermain dengan Jimin.”

                Jin menghela nafasnya kembali, sebelum berkata. “arraseo, kau bebas bermain dengan siapapun. Aku tidak akan melarangmu. Tapi..”

                “tapi?”

                “kau tidak boleh jatuh cinta pada mereka, dan kau hanya boleh mencintaiku. Arrachi?”

                Taehyung terkekeh geli, hingga kemudian ia sedikit bangkit dari duduknya, hanya untuk mengecup kilat bibir sang Kekasih.

                “arrata, Hyung.” Ujarnya seraya memasang senyum termanis nya, membuat Jin tak berkutik.

                “tsk, dasar curang! Jangan tersenyum seperti itu pada orang lain!”

                “wae?”

                “kau akan membuat mereka jatuh cinta. Wajahmu terlihat semakin cantik jika tersenyum seperti itu.”

                Blush.

                Kini giliran Taehyung yang tak berkutik. Jin dan mulut manis nya.

                “cih. Dasar Mr. cheesy pick-up line!”

                Jin terkekeh, kemudian mencubit gemas pipi Taehyung.

                “aku hanya mengatakan ini padamu, Baby.”

                “well, I try to believe you, Hyung.”

                “you must to.” Setelahnya Jin terkekeh, sementara Taehyung masih mencebik sebal.

**

                Di ujung koridor sana, terlihat sesosok Pria tampan dengan mata kecilnya tengah bersandar pada dinding kelas, sementara tangannya sedari tadi memainkan layar ponselnya, sibuk berbalas pesan. Hingga..

                “haruskah kau mengirimi pesan sebanyak itu, Jim? Aku hanya ke toilet selama lima menit.” Gerutu Taehyung seraya membenarkan letak tali ransel di bahu nya.

                Jimin, Park Jimin –Pria tampan dengan mata kecil itu- tersenyum sampai menyentuh matanya seraya mengeluarkan cengiran khas nya.

                “hehe. Aku ‘kan hanya khawatir kau langsung pulang, dan kita tidak jadi mengerjakan tugas kelompok.”

                “cih, memangnya aku ini terlihat seperti tukang kabur, eoh? Kkumkkae!”

                “anniey. Kau terlihat seperti pencuri.”

                “MWO!?”

                “pencuri hatiku.” Tambah Jimin, membuat Taehyung mencebik sebal.

                “jangan membuatku muntah, Park Jim!”

                Jimin sudah tertawa keras, hingga Taehyung menjentikkan jarinya di kening Jimin, membuat sang empu beralih mengaduh kesakitan.

                “jangan tertawa seperti orang gila, Bodoh. Ayo kita ke Café.Aku tidak ingin pulang larut hanya karena tugas sialan ini!”

                “hahaha.. mana ada orang gila setampan diriku, Tae. Dan berhenti mengejekku ‘Bodoh’.”

                “cih, terserah!”

                “cha, jangan menekuk wajah cantikmu terus. Kajja, kita naik motorku.”

                “eum.”

**

                “haaahhh.. aku benci kalkulus!” keluhan lainnya keluar dari bibir tipis Taehyung. Ini sudah menjadi keluhannya untuk kesekian kalinya malam ini.

                Jimin kembali terkekeh mendengarnya, hingga ia menyumpal mulut Taehyung yang ingin mengumpat tugas mereka beserta Dosen mereka lagi dengan sepotong biscuit kopi kesukaan mereka.

                “berhenti mengumpat, Tae. Aku takut Yoon saem akan datang kemari dan pada akhirnya menambah ‘siksaannya’.”

                “habisnya, Jim. Kita sudah mencoba beberapa metode untuk memecahkan dua soal terakhir ini, namun hasilnya tetap tidak menemukan jawaban yang benar. Benar-benar sial! Aku sudah lelah, aku mengantuk, dan aku lapar.”

                “tsk, kau itu bodoh atau idiot sih, Taetae ku yang cantik? Kau masih berada di sebuah Café, dan di Café pasti tersedia banyak makanan. Pesan saja makanan apapun yang kau mau, nanti aku yang akan bayar. Tenang saja.”

                “bukan itu, Bodoh. Sejujurnya aku malas berlama-lama di Café ini. Apa kau tidak merasa jika sedari tadi para pegawai nya berlalu-lalang memperhatikan kita, eoh!?”

                “anniey. Biarkan saja mereka.Kita disini juga pelanggan, dan kita sudah memesan banyak makanan mereka. Apa salahnya jika berlama-lama disini, eum?”

                “tsk, dasar kau ini! Sudah, pokoknya aku akan menelepon Kekasihku, kita suruh dia ke sini, dan membantu kita menyelesaikan soal sialan ini.”

                “jangan.”

                Gerakan tangan Taehyung terhenti kala hendak membuka kunci layar ponselnya, setelahnya ia menatap heran sang Sahabat.

                “apanya yang jangan, eoh?”

                “jangan mengganggunya, Manis. Kau ingin membuat dia semakin lelah setelah bekerja sampai malam, eoh? Lagi pula, aku hampir menyelesaikan metode yang ini.”

                “ah.. ne, kau benar. Seokie hyung pasti lelah setelah seharian ini bekerja. Aaahh.. awas saja Yoon saem! Aku akan menggunduli kepala nya!”

                Jimin terkekeh, kemudian menjentikkan jemarinya di kening Taehyung, membuat sang empu kontan mengusapi area kening nya yang terlihat memerah.

                “Yoon saem sudah botak, Cantik.”

                “biar saja! Aku akan membuat kepala nya habis!” Taehyung masih menggebu, kemudian kembali melahap biscuit nya, membuat Jimin kembali terkekeh seraya menggelengkan kepala nya.

                “cepat selesaikan metode mu, Jim. Aku ingin pulang!”

                “kau tidak membantuku, Honey?”

                “aku sudah mual melihat angka-angka sialan itu!”

                “hahaha.. baiklah, tunggu sebentar ya.”

 

 

**

                “tolong kau campurkan bahan ini ke pipa itu, Honey.”

                “tsk, ini ‘kan tugasmu, Jim. Mengapa harus aku yang mengerjakannya?” gerutu Taehyung. Namun, ia tetap saja melangkah menghampiri sang Sahabat.

                “kekeke. Biarpun menggerutu, tetap saja kau lakukan.” Jimin mencubit gemas pipi kiri Taehyung.

                “ekhem.. permisi.” Sebuah dehaman menginterupsi Jimin yang hendak mengusak rambut sang Sahabat.

                Keduanya menoleh, hingga tatapan Taehyung menjadi secerah mentari.

                “Hyung! Kau datang?”

                “eum. Kau sudah selesai, Baby?” tanya Jin yang sudah melangkah memasuki ruang laboratorium.

                “belum.”

                Tatapan Taehyung beralih pada Jimin yang masih menatap datar Jin yang balas menatapnya dingin.

                “ah.. ini Kekasihku, Jim. Namanya Kim Seok Jin. Hyung, ini Jimin, Park Jimin.dia sahabatku.”

                “ah.. SAHABAT yang selalu kau ceritakan itu, Baby?”Jin menekankan kata ‘Sahabat’ nya, membuat Jimin mengernyit tak suka.

                “ne, Hyung.”

                “Jimin, Park Jimin.” Jimin menyodorkan tangan kanannya.

                Jin melirik sejenak tangan Jimin sebelum menyambutnya, bersalaman.

                “Kim Seok Jin. Aku KEKASIH Taehyung.”Jin menekankan kata Kekasihnya, membuat Jimin mendengus.

                “apa kau masih lama, Baby?” tak mengindahkan dengusan Jimin yang sesungguhnya membuat Jin kesal setengah mati, Jin kini kembali menatap sayang sang Kekasih yang berdiri di sampingnya.

                “entahlah, kau bisa menanyakan pada si Pendek ini, Hyung.” Taehyung mengedikkan dagunya ke arah Jimin.

                “sepertinya masih sangat lama. Tenang saja, Tae. Aku akan mengantarmu pulang nanti, dan.. Jin-ssi, sepertinya kau tak perlu menunggu nya. kau akan bosan jika menunggu terlalu lama, bukan?” ujar Jimin seraya menatap lurus Jin yang menatapnya tajam.

                “mengapa harus kau yang mengantarnya sementara aku sudah disini untuk menjemputnya, Jimin-ssi. Ah, dan lagi.. mengapa Taehyung harus berlama-lama di sini menemanimu? Setahuku, ini ‘kan tugas ilmiah mu, dan sebenarnya Taehyung tak perlu ikut andil dan menemanimu sampai malam hari, bukan?”

                “ini memang tugasku, tapi aku membutuhkan bantuannya sesekali untuk memeriksa reaksi senyawa nya, Jin-ssi.”

                “kau bisa meminta bantuan pada yang lain, bukan? Mengapa tidak meminta yang lain saja untuk menemanimu, eum? Apa kau tidak memiliki satu pun teman selain Taehyung?”

                Jimin terdiam, ia kini hanya menatap tajam Jin yang sudah melingkarkan lengannya di pinggang Taehyung.

                “tsk-tsk, Jimin-ssi. Sepertinya kau harus belajar bagaimana cara bersosialisasi yang baik, sehingga kau akan memiliki banyak teman.” Sindir Jin, membuat tatapan Jimin semakin menajam.

                “Baby, kau masih ingin menemaninya, atau merealisasikan janjimu untuk makan malam bersamaku malam ini, eum? Jika kau mengingkari janji kita, aku akan sangat marah.” Tanya Jin seraya menatap sang Kekasih yang sudah menggigit bibir bawahnya sangsi.

                “eum.. mi-mianhae, Jim.. aku.. sudah janji akan menemaninya makan malam, dan aku tidak bisa mengingkari janjiku padanya terus-menerus. Maaf, ya. Ah, aku akan menelepon Jongup untuk menemanimu.”

                “tidak usah, Tae. Aku akan menyelesaikan ini sendiri. Kau bisa pergi. Hati-hati di jalan, ya.”

                Taehyung dibuat terpaku kala Jimin tanpa ragu menjatuhkan tangannya di puncak kepalanya, mengusap kepalanya lembut, sementara Jin menatap tajam kejadian itu.

                “ekhem.. Tae, kajja.” Jin segera menarik tangan Taehyung kala Jimin masih saja mengusap kepala sang Kekasih.

                Jin sempat menoleh ke belakang, menatap Jimin tajam kala sudah berada di ambang pintu, sementara Jimin hanya menatapnya remeh, sebelum memutar tubuhnya menghadap bahan-bahan kimia itu.

                ‘sial kau, Park Jimin. mulai sekarang, kau harus kujauhkan dari Taehyung.’Batin Jin.

**

                “jangan berteman dengannya lagi, aku tidak suka.” Titah bernada tegas itu membuat Taehyung menghentikan acara makannya.

                “siapa? Kau melarang ku berteman dengan siapa?” tanya Taehyung jengah. Sungguh, ia paling tidak suka diatur-atur. Ia memegang teguh prinsip ‘my life is my own!’.

                “Jimin, Park Jimin. aku tidak suka melihatmu berteman dengannya.” Sahut Jin dingin.

                Taehyung mendengus, kemudian berkata. “kau hanya cemburu, Hyung. Mengakulah.”

                “ini bukan hanya sekedar rasa cemburu, Kim Taehyung. Aku merasa bahwa dia tidak baik untukmu. Berhenti bergaul dengannya, dan carilah teman yang lain.”

                Taehyung meletakkan garpunya kesal, nafsu makannya telah berkurang.

                “lagi? Kau lagi-lagi melarangku berteman dengan orang tertentu.Kenapa? Kenapa kau suka sekali mengatur hidupku?”

                Jin menatap lurus Taehyung, kemudian berkata. “karena kau adalah Kekasihku, dan aku sama sekali tak pernah berniat mengatur hidupmu, Tae. Aku hanya melakukan sesuatu untuk melindungimu.”

                Taehyung mendengus, “melindungiku? Melindungiku dari apa? Monster? Penjahat? Apa Jimin dan beberapa teman ku sebelumnya terlihat seperti Monster dan penjahat, eoh?”

                Jin masih menatap lurus Taehyung, kemudian memilih untuk meneguk habis air putihnya. Sepertinya perbincangan ini akan terasa alot.

                “memang bukan Monster dan penjahat. Tapi, aku tidak bodoh untuk melihat bahwa Jimin menyukaimu.”

                Taehyung berdecih, “jadi benar bukan, kau cemburu! Konyol! Kau kekanakan sekali, Hyung. melarang ku berteman dengan Jimin hanya karena rasa cemburumu yang berlebihan itu.”

                “AKU BILANG AKU TIDAK CEMBURU!” bentak Jin tak sadar, membuat Taehyung tersentak kaget, hatinya mencelos. Baru kali ini Jin membentaknya.

                Jin yang menyadari apa yang baru saja dilakukannya pun mengusap wajahnya kasar, kemudian menatap Taehyung melembut.

                “maaf, aku –“

                “sudahlah, Hyung. aku malas membicarakan masalah ini. Satu hal yang jelas, aku tak bisa menuruti rasa cemburu mu itu. aku akan tetap berteman dengan siapapun yang ku mau. Jika kau tidak suka.. kita akhiri saja ini semua.” Lirih Taehyung seraya tertunduk, sementara bahu nya bergetar. Hatinya masih sakit lantaran dibentak oleh sang Kekasih.

                Jin membelalak tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan sang Kekasih.

                “T-Tae, jangan berkata seperti itu. aku –“

                Sret.

                Taehyung bangkit dari duduknya, masih dengan kepala tertunduk. “aku pulang. Silahkan nikmati makan malammu, Jin-ssi.”

                “Tae..”

                Jin tak mampu berbuat banyak saat Taehyung sudah berlalu meninggalkannya. Menghilang di balik pintu kaca Cafe yang semula mereka datangi untuk menikmati makan malam romantis berdua. Miris, lagi-lagi manusia hanya bisa berencana, Tuhan lah yang memegang kendali sepenuhnya.

                Mengusap wajahnya kasar, Jin sadar kesalahannya sudah terlampaui parah. Pertama, mengatur-atur hidup Taehyung, sementara ia sadar bahwa sang Kekasih tak suka hidup dibawah kekangan dan aturan menyebalkan. Kedua, ia sudah membentak sang Kekasih. Makhluk rapuh yang manis. Membuat bahu mungil itu bergetar ringan.

                Sial.

                Sial.

                Sial.

                Ia sangat meyakini bahwa Park Jimin lah penyebab semua kekacauan ini selain dirinya. Jika saja Pria bermata kecil tak pernah hadir dalam hidup Taehyung, maka semua ini takkan pernah terjadi, dan mungkin saja mereka sudah hidup berbahagia. Ya, lagi-lagi manusia hanya bisa berencana.

                Brengsek.

                Ini tidak bisa dibiarkan. Park Jimin tak boleh diabaikan begitu saja.

                Jin tidak bodoh, Jin tidak tolol, dan ia tidak buta dan tuli.

                Ia juga pernah merasakan jatuh cinta. Dan ia yakin sekali jika Jimin –Pria yang digadang-gadang Taehyung sebagai Sahabat satu hobi nya itu juga merasakan hal yang sama pada Taehyung. Ia mermiliki cinta untuk Taehyung. Cinta seorang PRIA, bukan seorang SAHABAT. Dan mirisnya, Taehyung sama sekali tak menyadari hal itu. tapi, Jin sedikit bersyukur bahwa sang Kekasih tak menyadarinya, setidaknya ia tidak perlu khawatir Taehyung akan berpindah ke lain hati. Namun, siapa yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya, bukan?

                Lagi-lagi mengusap wajahnya kasar, setelahnya mengetukkan jemari nya pada meja, berpikir keras, mencari cara terbaik agar ia bisa melindungi Taehyung nya. Melindungi Kekasihnya dari cinta yang lain.

                Tidak, Taehyung hanya miliknya. Dan hanya boleh menjadi miliknya, tidak yang lain.

                Egois? Ya, memang. Jika kalian pernah merasakan cinta, kalian akan mengerti bagaimana cinta merubahmu menjadi makhluk super egois.

                ‘Park Jimin, mati kau!’ batin Jin.

                Satu janji telah dijatuhkan tanpa terucap. Ya, Jin selalu bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Jika ia mengatakan mati, maka.. bukan hal mustahil kalian akan mendapati Jimin tergolek tanpa nyawa di tangannya.

 

**

                Akhir pekan. Itu berarti ini sudah memasuki hari ketiga Taehyung dan Jin tak saling berkomunikasi. Tidak, tepatnya Taehyung yang menghindari sang Kekasih. Sungguh, hatinya masih sangat kesal. tingkah Jin terlalu kekanakan menurutnya. Hanya karena cemburu, cemburu buta tepatnya. Huh, mengapa Jin bisa berubah seperti itu? pikirannya melayang memikirkan perubahan sikap sang Kekasih.

                “memikirkan apa, eum?” suara itu membuatnya tersentak kala terdengar terlalu nyaring. Tentu saja, sosok yang baru saja bertanya itu kini sudah berada tepat di sebelahnya.

                Taehyung mengusap dadanya, meredakan degup jantung nya yang berpacu cepat, karena kaget tentunya, bukan yang lain.

                “YA! PARK BODOH! BERHENTI MENGAGETKANKU!” semburnya ketus, sementara sosok itu hanya terkekeh geli memperhatikan wajah tertekuk sang SAHABAT.

                “siapa suruh melamun di siang terik, eoh?

                “tsk, siapa yang menyuruhmu datang terlambat, eoh!? Dasar tidak tahu terima kasih, sudah bersyukur aku mau menemanimu membeli kado untuk Eomma mu, kau malah berani-berani nya terlambat dari waktu yang sudah kau janjikan sendiri.” Celoteh Taehyung ketus, membuat Jimin mengulum senyum gemas nya.

                “mian.. mian.. jangan cemberut seperti itu, dong. Wajahmu terlihat semakin menggemaskan, kau tahu?” Jimin dengan gemas mencubit kedua pipi Taehyung, membuat sang empu hanya menatap sebal sang sahabat.

                “sudahlah, cepat berangkat! Kulitku bisa tambah tan jika naik motormu siang terik terus.” Oceh Taehyung dengan wajah tertekuk, membuat Jimin semakin gemas. Hingga rasanya ia ingin mengecup bibir merajuk itu.

                “kau tahu, dengan kulit tan, kau akan terlihat semakin seksi, Taetae-ah.”

                “cih, rayuan macam apa itu, membuatku kesal saja. Bilang saja kau senang melihatku tan, jadi kau bisa mengejekku terus-menerus, ‘kan? Huh, dasar musuh dalam selimut.”

                “hahaha.. aku serius dengan ucapanku, Cantik. Cha, ayo kita berangkat sekarang.”

                “terserah.”

 

**

 

                “ampun, Mr. Park! Kita sudah memasuki hampir seluruh toko di mall ini, dan kau belum juga menemukan apa yang kau inginkan sebagai kado? Kkumkkae! Kaki ku rasanya ingin lepas! Menyebalkan!” keluh Taehyung akhirnya. Ia sudah tak tahan memaklumi tabiat sang Sahabat yang ternyata labil, tidak memiliki pendirian yang kuat untuk menentukan barang apa yang akan ia hadiahkan pada Eomma nya.

                “mian.. mian, Tae. Cha, kita istirahat sebentar, ya. Kau mau ice cream? Aku akan membelikan untukmu.”

                “vanilla mint chocolate, dengan choco chips di atasnya.” Sahut Taehyung ketus, membuat senyum Jimin mengembang.

                “pesanan akan segera datang, mohon menunggu sebentar, Pelanggan yang manis.” Ujar Jimin lembut seraya mengusap sayang puncak kepala Taehyung yang masih menekuk wajahnya sebal.

                Sepeninggal Jimin, Taehyung memilih mendudukkan dirinya di salah satu kursi. Hingga pertanyaan seseorang di samping nya membuatnya menoleh.

                “tadi itu Kekasihmu ya, Hyung?”

                “eh? Bu-bukan.. kenapa?”

                Sosok itu mencibir, “eiy.. tidak perlu bohong, Hyung. mana mungkin itu bukan Kekasihmu, sementara perlakuannya kepadamu manis sekali. Aku saja sampai iri.”

                “eung? Untuk apa aku berbohong padamu. Dia hanya teman satu kelasku di Kampus.”

                “jinjja? Ah.. berarti kalian sedang dalam masa pendekatan, ya? Wah, kuharap kalian akan segera menjadi sepasang Kekasih.” Komentar Pemuda yang terlihat dua tahun lebih muda dari Taehyung.

                “a-apa maksudmu? Pendekatan apanya?” Taehyung tak mampu memungkiri bahwa wajahnya kini memerah. Memang harus ia akui, perlakuan Jimin untuknya terlalu manis bagaikan perlakuan seorang Kekasih.

                Kekasih, ya? Uh, dia jadi merindukan Seok Jin hyung nya. Huft, apa kabarnya ya si bahu lebar itu?

                “Hyung yang tadi itu terlihat begitu mencintaimu, Hyung. kau tidak boleh menyia-nyiakan perasaan tulus seperti itu, Hyung.”

                “eh? Ci-cinta?”

                “eoh. Eiy.. apa kau sama sekali tidak menyadarinya? Bahkan aku saja dapat melihatnya dengan sangat jelas.”

                “j-jinjja?”

                “ne. Percaya padaku. Hyung tadi itu mencintaimu.”

                Taehyung terdiam sejenak, hingga suara nada dering ponselnya membuatnya tersentak kecil.

                Seokie hyung.

                Menimbang sejenak, hingga akhirnya ia menggeser ikon hijau di layar ponsel nya.

                “yoboseo.”

                “akhirnya.. astaga, Tae. Kenapa kau tak pernah mengangkat teleponku?”

                “kau menelepon? Maaf, aku tidak tahu.”

                Bohong. Orang buta pun tahu jika Taehyung sedang berbohong. Tidak mungkin ia tidak mengetahui panggilan-panggilan telepon sang Kekasih, jika selalu ada catatan panggilan setelah panggilan itu terputus.

                Terdengar helaan nafas dari seberang sana, hingga. “kau masih marah padaku, Baby?”

                “siapa yang marah?” terlalu ketus, dan itu membuat Jin di seberang line sana semakin yakin jika sang Kekasih masih sangat marah padanya.

                “maafkan aku, Tae. Aku.. menyesal.”

                “apa yang harus kumaafkan?” masih ketus, membuat Jin kembali menghela nafasnya berat.

                “aku merindukanmu. Kau dimana, eum? Bisakah kita bertemu sebentar. Aku sangat merindukanmu.” Ujar Jin dengan nada lembutnya.

                “aku sedang di Mall, menemani Jimin membeli kado untuk Eomma nya yang berulang tahun. Bukankah aku sudah pernah mengatakannya padamu?”

                “APA?” seru Jin di ujung sana, membuat Taehyung sedikit mengernyit seraya menjauhkan jarak ponsel nya.

                “kau mau marah lagi? Kau mau cemburu lagi? Terserah kau saja, Hyung.”

                “ti-tidak, Tae. Bukan seperti itu. aku –di mall mana kalian berada?”

                “eum.. apa ya nama nya tadi? –“

                “Baby Taetae, ice cream mu datang!” seru Jimin seraya menghampiri Taehyung dengan kedua tangan memegang dua cup ice cream.

                Taehyung menggigit bibir bawahnya sangsi. Bisa mati dia jika Jin hyung nya mendengar panggilan Jimin untuknya tadi. Huft, sepertinya pertengkaran mereka akan berlangsung sangat lama. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Jujur, ia tidak ingin bertengkar lagi dengan sang Kekasih.

                Beep.

                Taehyung memilih memutuskan sepihak panggilan Jin. ia tak sanggup menjawab semua desakkan Jin nanti, terlebih ia yakin jika percakapan mereka nanti akan berujung dengan pertengkaran yang lebih besar, dan ia tak ingin hal itu terjadi.

                Sementara itu, di saat yang bersamaan Jin menatap nanar layar ponsel nya. Taehyung –Kekasih nya- baru saja memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak. Terlebih saat.. panggilan itu didengarnya. Baby Taetae.

                Trek.

                Dapat terdengar suara remuk dari ponsel dalam genggaman –remasan tangannya. Cukup sudah, hatinya sesak. Tidak bisa dibiarkan lagi, ia harus mendapatkan kembali Kekasihnya sebelum semuanya terlambat.

                “Park Jimin, mati kau!” geram nya.

                Setelahnya ia raih kasar kunci mobilnya, berlari secepatnya menuju bagasi rumahnya. Ia harus mencari Taehyung. Tak perduli jika harus ke ujung dunia pun. Ia harus menemukan mereka, melindungi Kekasihnya, dan.. menghabisi Park Jimin.

**

                Keduanya terdiam, sibuk dengan argumen masing-masing. Memilih mengamati air hujan yang turun dengan deras di hadapan mereka, sementara tubuh mereka terlindung –berteduh pada salah satu atap bangunan yang tak terpakai.

                “maaf, aku lupa membawa jas hujan.” Celetuk Jimin memecah keheningan.

                “anniey, seharusnya aku yang minta maaf, jika aku tidak meminta mu membantuku mencari dasi yang cocok untuk Seokie hyung, mungkin kita tidak akan terjebak hujan seperti ini, dan kau bisa memberikan kadonya untuk Eomma mu. Maaf, ya.” Sesal Taehyung, sementara Jimin hanya mengulum senyum tipisnya.

                “apa kau begitu mencintainya?” tanya Jimin dengan mata menerawang ke langit gelap.

                Taehyung tersenyum simpul, seakan wajah sang Kekasih yang sangat ia rindukan berada di hadapannya saat ini.

                “aku selalu mencintainya. Dulu dia adalah tetangga ku, aku selalu mengaguminya diam-diam, hingga tanpa terduga ia menyapaku, dan sejak saat itu kita jadi dekat, namun dia beserta keluarga nya pindah tepat setelah ia menyatakan cinta nya padaku. kukira dia akan menghilang dari hidupku untuk selama nya dengan cara tak bertanggung-jawab. Ternyata dia tetap datang, menemuiku, meminta restu dan izin pada kedua Orang tuaku untuk menjalin hubungan denganku yang saat itu sudah duduk di tingkat akhir Sekolah Menengah Atas. Hingga sampai detik ini hubungan kami masih terjalin baik, dan tak terasa sudah hampir memasuki tahun ketiga.” Cerita Taehyung, masih mengulum senyumnya, mengingat kembali kisah nostalgia nya bersama sang Kekasih.

                Jimin tersenyum pahit, hingga menghela nafasnya berat. “andai kisah cintaku berjalan semanis itu.”

                Taehyung menoleh, menatap Jimin yang ternyata sudah menatapnya terlebih dahulu.

                “matta, kau tidak pernah menceritakan kisah cintamu padaku, Jim. Ayolah, cerita padaku. aku sedikit penasaran, mengapa tidak ada yang mau pada bocah kecil bermata kecil sepertimu.”

                “eiy.. kau ini memang berniat mengejek sejak awal, bukan?” Jimin membawa tawa Taehyung, hingga Pria manis itu meredakan tawanya.

                “haha.. mian.. mian.. jangan merajuk seperti itu, nanti kau semakin terlihat jelek, Jim.”

                “ish..”

                “hahaha.. baiklah.. baiklah, ayo cerita.”

                Jimin mengulum senyum tipisnya, kini tatapannya kembali fokus pada Taehyung yang juga menatapnya.

                “aku.. menyukai seseorang yang sudah memiliki Kekasih. Dia sangat mencintai Kekasihnya. Dulu, kekasihnya itu adalah tetangga nya, diam-diam ia menjadi pengagum dari Kekasihnya itu, hingga akhirnya mereka menjadi dekat, dan menjalin hubungan. Lalu –“

                “tu-tunggu, i-itu.. bukankah itu ceritaku tadi?”

                Jimin menatap lembut Taehyung, kemudian berkata. “eum, karena orang yang kucintai itu adalah kau, Tae. Aku mencintaimu. aku jatuh cinta pada pandangan pertama sejak aku pindah ke Kampus itu.”

                Deg.

                Taehyung membelalak tak percaya, hingga tanpa sadar ia bawa langkahnya mundur satu langkah, membuat senyum Jimin memudar.

                “kau.. mengapa kau menjauh? Kau.. jijik padaku? kau benci padaku? eoh?”

                “t-tidak.. i-itu..”

                “kenapa? Kenapa kau tak pernah menyadarinya, Tae? Apa kau sengaja bertingkah bodoh, berpura-pura tidak mengetahui perasaanku untukmu, hah?! Kau ingin mempermainkanku? Ingin menertawakanku bersama Kekasihmu yang brengsek itu, hah!?” entah kenapa nada bicara Jimin semakin meninggi, membuat Taehyung semakin mundur teratur.

                “a-aku tidak pernah seperti itu, Jim. Aku.. aku benar-benar tidak mengetahui perasaanmu untukku. Ma-maafkan aku, Jim. Tapi, aku –“

                “ya, aku juga tahu, Kim Taehyung. Kau tak mungkin meninggalkan Kekasihmu yang payah itu. tapi, kenapa? Apa yang kau harapkan darinya? Aku bisa saja membuat Perusahaan tempatnya bekerja memberhentikan dia dari pekerjaannya jika aku mau, aku jauh lebih kaya darinya. Apa yang membuatmu menempel pada Pria payah seperti itu, Tae?” desis Jimin. Jika Taehyung mundur satu langkah, ia akan maju dua langkah mendekati Pria manis itu, membuat Taehyung semakin bergetar takut.

                “ti-tidak, Jim. Jangan seperti ini. K-kau.. Jimin yang kukenal tidak akan seperti ini. Be-berhenti, dan jangan mendekat!” pekik Taehyung. Sungguh, ia takut sekali saat ini. Terlebih ruang lindung nya semakin kecil, hingga sebagian bahunya sudah terkena tetesan air hujan.

                Jimin mendengus geli, dan semakin mendekat padanya. “kenapa, Tae? Kau takut? Sekarang kau takut padaku sementara aku semakin terobsesi padamu? Lucu sekali. Aku bahkan belum sempat memilikimu, kau sudah takut padaku. sedikit menyebalkan.”

                “J-Jim, kumohon.. kumohon sadarlah.”

                Jimin terkekeh geli, “sadar? Akulah yang seharusnya berkata seperti itu, Cantik. Wake up, Babe. Tinggalkan si payah itu, dan tinggallah di sisiku. Aku akan memberikanmu segalanya yang kau mau.”

                Taehyung mengernyit mendengarnya.

                “kau sudah gila, Jim.” Desis Taehyung tajam, membuat Jimin menatapnya datar sejenak, sebelum tatapan itu menjadi semakin menyeramkan.

                “gila? Oh, ya. Memang. Memang aku sudah gila, kau benar, Cantik.”

                Deg.

                Langkah Taehyung terhenti oleh sebuah dinding pembatas. Sial, ia terkepung.

                “mau kemana, Cantik? Ayolah, terima tawaranku agar aku tidak gila lagi karenamu.” Jimin mengusap lembut pipi kanan Taehyung, membuat sang empu memejamkan matanya erat –takut. Tubuh Taehyung sudah bergetar takut, sementara air matanya hampir meluruh.

                ‘Seokie hyung, tolong aku..’

                “berhenti memikirkan si payah menyebalkan itu, Sayang. Aku jauh lebih baik darinya.” Desis Jimin, berbisik tepat di depan bibir Taehyung.

                “kau.. kau tidak akan pernah menjadi lebih baik dari Seokie, Jimin! Jangan gila! Dia jauh lebih baik darimu, beribu kali lipat lebih baik darimu! Kau sudah gila!” Taehyung berusaha menekan rasa takutnya. Ia kini sudah mendorong bahu Jimin dengan keras, hingga Pria itu tersungkur ke bawah.

                Taehyung memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri, berlari secepat yang ia bisa untuk menjauhi Pria gila yang semula ia kira adalah Sahabat baiknya. Air matanya turun, ketakutan yang memaksa air itu berpadu dengan air hujan yang kini sudah menyiram seluruh tubuhnya.

                Menoleh ke belakang, Jimin masih belum terlihat. Dalam hati tak henti berharap semoga akan ada penolong yang menyelamatkan jiwa nya.

                ‘Seokie hyung, kumohon.. dimana kau?’

 

**

 

                Sementara itu, di saat yang bersamaan, sosok tampan dengan bahu lebar nya terlihat mengacak rambutnya yang sudah jauh dari kata rapih lantaran seharian ini terlalu sering ia jambak dan ia acak. Kepala nya berpikir keras, mencoba menemukan tempat dimana ia bisa menemukan Kekasihnya. Dan sialnya, hujan turun deras sekali, dan ini sudah malam hari.

                Pukul setengah sembilan malam. Sial, tak terasa sudah lebih dari lima jam ia mengemudikan mobilnya, mencari dari satu Mall ke Mall yang lain, namun dua orang itu tak kunjung ia temukan.

                “ARGH, sial kau, Park Jimin!”

                Sial.

                Mengapa di saat menegangkan seperti ini firasatnya tak bersahabat? Mengapa hatinya gelisah tak menentu? Dan rasa khawatir nya pada sang Kekasih semakin membesar. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa sang Kekasih.

                “Taetae-ah, dimana kau, Sayang?” gumamnya lirih.

                Sekali lagi, ia coba menelepon sang Kekasih, namun lagi-lagi jawaban yang ia terima tetap sama ‘di luar jangkauan’.

                “Tuhan, lindungi Taehyung. Kumohon.. bantu aku menemukannya.”

**

                “ARGH!” pekik Taehyung saat kaki nya yang sudah lelah berlari membuatnya tersandung kakinya sendiri, hingga kini ia berakhir dengan tersungkur di jalan.

                “hah..hah.. hah.. mau lari kemana lagi, Sayang?” suara itu membuat Taehyung menegang. Sungguh, Jimin terlihat jauh lebih menyeramkan dari Monster sekalipun.

                Grep.

                Sret.

                Jimin menarik kerah baju Taehyung, membuat Pria manis yang sudah kehabisan tenaga itu berdiri tepat di hadapannya.

                “aku lelah, Cantik. Mengapa kau selalu membuatku mengejarmu, eum?”

                “hiks.. kumohon, Jim.. kumohon, lepaskan aku. Kau Sahabatku, Jim.. hiks..”

                “ouwh.. cutie, jangan menangis, Sayang. Air mata tak cocok denganmu. Tenang saja, jika kau tidak melawan, aku takkan menyakitimu.” Bisik Jimin.

                “hiks.. kumohon.. hiks.. kumohon lepaskan aku.. hiks.. kau.. hiks.. pasti bisa mendapatkan yang jauh .. hiks.. jauh lebih baik dariku..”

                “eum.. a-a-a.. aku tidak ingin yang lain, Sayang. Aku hanya ingin kau.” Jimin kembali mengusap kedua pipi Taehyung bergantian, membuat Taehyung hanya bisa memejamkam matanya takut.

                “hiks.. Seokie.. hiks.. Seokie hyung..”    

                Mendengar isakkan Taehyung, membuat tatapan Jimin menjadi sedingin kutub es.

                Grep.

                Ia mencengkram rahang Taehyung, membuat sang empu meringis kesakitan.

                “kau tahu, seharusnya kau tak mengucapkan nama menjijikkan itu di depanku. Sekarang, aku takkan berbaik hati lagi padamu, Tae. Kau membuat ku kesal.”

                Grep.

                “AKH!” pekik Taehyung kesakitan kala Jimin menjambak surai nya dari belakang, membuat kepala nya tersentak ke belakang.

                “ti-tidak, Jim! Jangan!”

                Tanpa memperdulikan jeritan Taehyung, Jimin terus saja mencumbu leher Taehyung, menggigit di beberapa bagian, menciptakan kissmark yang tercetak jelas.

                “hiks.. lepaas!! Tolooonggg! Hiks.. tolong aku!”

                “to –“

                Sret..

                Buugghh..

                Taehyung terbebelak kaget saat Jimin tiba-tiba tertarik ke belakang, lalu terjerembap di jalanan.

                “Taehyung-ah, gwaenchana?”

                Tes..

                Tess..

                Taehyung menitikkan air matanya semakin deras, hingga.. “hiks.. Seokie hyung.. hiks.. aku takut.. hiks..”

                Memeluk tubuh bergetar itu, sesekali mengusap punggung nya sayang, berusaha menenangkan sang Kekasih.

                Sret..

                Buughh..

                Pelukan itu sontak terlepas bertepatan dengan tubuh Jin yang tertarik, hingga setelahnya ia mendapatkan pukulan yang cukup berarti di wajahnya, hingga membuat sudut bibir bagian kanannya pecah.

                “Seokie hyung!” jerit Taehyung panik.  

                Jin mengusap kasar sudut bibirnya, lalu mulai membalas pukulan Jimin. Ia cengkram kerah kemeja Pria yang sudah mengganggu Kekasihnya, hingga pukulan keras bersarang di perutnya, membuatnya terjerembap ke tanah.

                Bagai kerasukan, Jin segera mendudukki tubuh lemah itu, menghujani wajah dan dada Jimin dengan tinjuan nya, membuat Taehyung menjerit tertahan, berusaha menghentikkan sang Kekasih.

                “BRENGSEK! MATI KAU!” seru Jin kalap, sementara Taehyung masih berusaha menahan tangan Jin yang terus menghujani Jimin dengan pukulannya.

                “sudah, Hyung. hiks.. kumohon hentikan.. kumohon.. kita pulang saja. Kumohon..”

                Tangan Jin tertahan di udara sebelum ia sempat memberikan pukulan lainnya. Menoleh dan mendapati wajah ketakutan sang Kekasih, membuatnya menghela nafas berat, kemudian bangkit dari perut Jimin yang sudah tergolek tak berdaya penuh luka.

                “tunggu sebentar, aku ingin bajingan gila ini mendapatkan ganjarannya, Tae.”

                Jin mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya, hingga mendekatkannya pada telinga nya.

                “yoboseo, kantor polisi. Aku Kim Seok Jin, aku membutuhkan bantuan kalian untuk menangkap seseorang yang baru saja melakukan pelecehan seksual..”

**

                “minumlah.” Jin meletakkan secangkir cokelat hangat kesukaan sang Kekasih di atas meja.

                Menatap sedih wajah sang Kekasih yang masih terlihat memucat, meski tak separah sebelumnya. Ia beranjak dari duduknya, dan memilih mendudukkan dirinya tepat di sebelah sang Kekasih, mengusap sayang punggung sang Kekasih.

                “maafkan aku, Hyung..” suara itu terdengar lirih dan parau.

                Jin menatap sejenak wajah sang Kekasih sebelum ia bawa tubuh ringkih itu ke dalam peluknya.

                “maafkan aku, Tae. Aku yang seharusnya meminta maaf. Maaf, aku datang terlambat. Maafkan aku.. aku tidak bisa melindungimu seperti yang kau harapkan. Maafkan aku, Sayang.” Jin mengecup puncak kepala Taehyung berkali-kali, membuat sang Kekasih hanya memejamkan matanya, merasa nyaman. Kenyamanan yang sangat ia rindukan yang hanya akan ia dapatkan dari Kekasihnya, Kim Seok Jin.

                “aku tidak pernah mendengarkan perkataanmu, Hyung. maafkan aku.” Taehyung mengeratkan pelukannya, mengecup tengkuk Jin lembut.

                “tidak apa, Sayang. Tidak apa. Aku yang salah saat mencoba memberitahumu saat itu, aku hanya terkesan mengekang hidupmu. Maafkan aku.”

                Taehyung menggeleng kecil, “aku yang salah, Hyung. harusnya aku mengerti maksudmu. Kau hanya ingin melindungiku seperti ucapanmu saat itu. maafkan aku yang terlalu keras kepala. Hiks.. maafkan aku, Hyung.”   

                Jin mengusap sayang kepala Taehyung, kembali mengecup kepala itu dengan penuh cinta.

                “sstt.. uljima, Baby.. sekarang tidak ada lagi yang perlu kau khawatirkan, aku akan selalu bersama mu. Aku akan melindungimu dengan nyawa ku sendiri, Tae. Ingatlah itu seumur hidupmu.”

                Taehyung mengangguk kecil dalam peluknya, “eum.. gomawo, Hyung. jeongmal gomawo.. kau memang Malaikat pelindungku. Aku mencintaimu.”

                Jin tersenyum simpul, kini menenggelamkan wajahnya di bahu kecil sang Kekasih, menghirup aroma manis dari tubuh sang Kekasih.

                “syukurlah, Tuhan.. syukurlah kau tidak apa-apa. Aku hampir mati ketakutan saat mencarimu tadi. Syukurlah, Sayang.”

                “hiks.. terima kasih, Hyung.. terima kasih sudah mencariku, sudah mengkhawatirkanku. Aku janji.. hiks.. aku takkan membuatmu khawatir lagi. Aku janji. Aku akan mendengarkan semua ucapanmu mulai saat ini.”

                Jin mengusap sayang kepala sang Kekasih, kemudian mengecup bahu mungil itu.

                “kau harus, Sayang. Jika tidak, aku akan menghukummu.” Guraunya, membuat senyum Taehyung terbentuk di wajahnya.

                “hukum aku kalau begitu.” Sahutnya, membuat Jin meregangkan pelukannya.

                “kau yakin siap menerima hukumanmu, eum?”

                Taehyung terkekeh kecil, sebelum mengecup kecil bibir sang Kekasih.

                “bukankah kau selalu MENGHUKUMKU, Seonsaengnim?”

                Jin terkekeh mendengarnya, setelahnya ia mencubit gemas hidung mancung Taehyung.

                “pastikan kau takkan menyesal kali ini, Sayang.”

                Taehyung mengalungkan lengannya di leher Jin, kemudian berkata. “tidak akan. Hukum muridmu yang nakal ini, Saem.”

                “challange accept.”

                Setelahnya bibir keduanya saling bertemu, saling berpadu dalam lumatan hangat memabukkan yang diciptakan keduanya. Hingga kini lidah yang menjadi pemeran utama nya, saling melilit, saling menjilat, saling menghisap, hingga suara desahan yang menemani suara detak jarum jam.

 

 

 

-FIN-

 

VJin

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet