final

What is Your Name?
Please Subscribe to read the full chapter

Minggu sore. Waktu yang tepat untuk pergi ke taman kota. Taman yang sejuk dan hijau di tengah-tengah perkotaan yang sesak, padat, dan penuh dengan macet. Bukankah itu hal menyenangkan untuk dilakukan setelah seminggu penuh dengan kesibukan kerja? Sebagian besar sepertinya setuju, karena taman ini tak pernah sepi dari kunjungan orang di waktu weekend. Kebanyakan dari mereka menghabiskan waktunya di sana bersama orang tercinta. Namun tak sedikit juga yang datang sendirian hanya untuk melepas penat. Seperti yang dilakukan gadis itu.

Angin yang meniup rambut panjangnya tak mengganggu konsentrasi. Tangannya sibuk. Pensil yang sedari tadi ia genggam menari dengan lihai di atas sketchbook-nya. Telapak kakinya juga asyik menghentakan bumi, mengiringi suara merdu yang dikeluarkan dari handphone-nya. Sesekali ia menggumam mengikuti.

Sejak tiga minggu yang lalu, ia tidak pernah lupa datang ke taman ini. Sabtu dan Minggu. Ia selalu duduk di tempat yang sama –kursi taman sebelah barat, jika kau menatap ke depan akan terlihat restoran ayam di seberang taman. Ia juga selalu membawa barang yang sama. Melakukan hal yang sama dengan objek yang sama pula. Aneh? Tidak juga.

Gadis itu masih asyik dengan gambarnya . Ia selalu bersungguh-sungguh dalam melakukan hobinya. Apa lagi ini ada sangkutannya dengan boneka besar yang sedang membagi-bagikan selebaran di depan restoran seberang taman itu. Kenapa, kau tanya? Coba kau tebak saja apa yang terjadi dengan gadis cantik ini dan si boneka besar? Tidak. Ia belum sampai fase mencintainya. Gila saja. Ia baru melihat si boneka besar itu tiga minggu yang lalu. Berkenalan pun tidak pernah. Tahu namanya saja tidak.

Awalnya Yein –nama gadis itu, hanya penasaran dengan orang yang ada di dalam kostum besar dan pengap itu. Ia membayangkan seorang bapak menggunakan kostum tesebut, membagikan selebaran untuk restoran tempat ia bekerja, dan tidak dihargai oleh beberapa orang yang lewat, demi membayar hutang-hutangnya dan menafkahi istri dan anaknya di rumah. Ia sempat merasa kasihan. Namun, ternyata imajinasi liarnya salah.

Hari itu, malam sudah tiba. Ia sudah ditelepon Ibunya untuk segera pulang. Bergegas membereskan barang-barangnya, tanpa sengaja ia melihat restoran di seberang dan terdiam. Apa yang ia bayangkan sedari tadi salah. Di balik boneka besar yang lucu itu adalah seorang pemuda. Walaupun rambut pemuda itu basah karena keringat, malam yang sedikit mengaburkan penglihatannya, dan jarak mereka yang juga cukup jauh, tapi Yein yakin bahwa pemuda itu sangat tampan. Bahkan menurut Yein, pemuda itu cocok menjadi seorang idol –visual wise.

Sejak saat itulah Yein tertarik untuk lebih tahu tentang pemuda itu. Entah kenapa ia ingin sekali berkenalan, bahkan berteman dengannya. Oleh karena itu, keesokan harinya ia datang kembali. Sayangnya ia tak seberani apa yang diharapkannya. Ia hanya bisa duduk di bangku taman hari itu dan menggambar si boneka besar. Menunggu

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet