las rosas

Rosinante (what even a title idk)

im so not very good with title eh :(



Hari itu adalah hari minggu yang ceria. Dengan sinar mentari bersinar terik, manusia manusia bersembunyi dibawah awan yang lewat, burung-burung berkicau di dahan pohon.

Jangfanny Immanuella sangat gembira. Hari ini pesta pernikahan termegah se Spanyol akan diadakan di halaman istana King Jongwan--sang ayah tercinta. Bunga bunga mawar segar yang dipilih langsung dari ladang mawar perkebunan Bangsawan Jung Arleanyeop dipajang dan tertata dengan rapi disetiap sudut. Jangfanny hanya ingin pesta pernikahan terbaik yang bisa membuat semua gadis diseluruh Spanyol menggigit jari. 

King Jongwan tentu hanya menginginkan yang terbaik untuk pernikahan putri pertamanya tersebut. Tapi sepertinya ada yang menghembuskan napas dengan sedikit kentara.

“ Sayang... “ Jangfanny maju dan meletakkan tangannya diatas pundak adiknya tercinta.

“ Kau menghela napas. Ada apa? “ Jangfanny memijat dengan lembut pundak adiknya tersebut.

Gyullathrix, putri kedua dari King Jongwan, menatap pada kakaknya dengan ekspresi sedih. Namun sebuah senyuman tipis menghiasi sudut bibirnya.

“ Tidak kakak. Aku hanya merasa... “ Gyullathrix tidak melanjutkan perkataanya.

“ Kau gugup? Yang akan menikah adalah aku tapi kenapa kau yang gugup? “ Jangfanny terkekeh sambil kembali memijat pundaknya.

Gyullathrix menggeleng sambil meletakkan jemarinya yang lentik diatas tangan kakaknya.

“ Bukan, Kakak. Aku hanya membayangkan akan bagaimana hidupku kedepannya tanpamu... “
 

Jangfanny dilamar oleh seorang pria tampan dari Prancis. Seorang bangsawan bernama Hoya Alfonso Fernandes yang sudah ia kenal dua tahun terakhir melamarnya saat ia sedang melakukan jalan-jalan rutin dengan sang bangsawan. Di antara petak-petak bunga dan wangi lavender yang menguar dilangit, sang bangsawan berlutut dihadapannya dengan sebelah tangan terulur.

Jangfanny tak dapat menahan gejolak dalam dada yang menggebu-gebu saat mendengar kalimat penuh cinta mengalun dengan indahnya keluar dari bibir sang bangsawan yang sangat menggoda.

Dengan airmata yang mengalir turun dari pipinya yang halus, Jangfanny mengangguk dan sang bangsawan kembali berdiri di atas kakinya dan merengkuh tuan putri dalam dekapan hangatnya.

Mereka berdua seolah menyatu. Terbekukan oleh waktu, dibuai oleh takdir.
 

“ ...kak... Kakak... ”

Jangfanny tersadar dari lamunannya. Ia menundukkan kepalanya dengan keanggunan luar biasa menyembunyikan rona merah muda yang merambat perlahan di pipinya. Ia terlalu lama mengenang kembali masa dimana ia dibuai oleh cinta sang bangsawan Prancis sehingga lupa sang adik tercinta telah sejak lama memanggilnya.

Gyullathrix tersenyum penuh arti. Ia mengangkat tangannya, menyapukannya perlahan pada wajah kakaknya yang masih merona.

“ Sebentar lagi kau harus keluar menuju altar. Ayahanda sudah menunggu, ” ia mencubit manja pada pipinya dan tertawa kecil.

Jangfanny mengerutkan wajahnya tanda tak suka akan perlakuan adiknya barusan, tapi ia tetap mengambil tangannya dengan lembut menggenggamnya.

“ Aku akan segera menikah, tapi kau tak perlu khawatir, adikku... ” Jangfanny tersenyum, meremas lembut tangan tersebut kemudian kembali melanjutkan, “ Hoya bilang padaku bahwa dia mengundang beberapa temannya ke pesta pernikahan. Kau mungkin bisa menemukan satu yang kau sukai. ”

Jangfanny tertawa saat melihat rona merah menawan merambat perlahan dipipi sang adik tercinta. Ia sangat suka menggoda adiknya. Toh, cepat atau lambat Gyullathrix juga akan segera menemukan belahan jiwanya. Ia tidak akan sendirian lagi. Dan Jangfanny tidak perlu khawatir lagi.

“ Hei hei para bidadari yang cantik jelita, apakah ini sudah waktunya untuk mengantar sang pengantin ke altar? ” 

Sebuah suara merdu mengagetkan kedua tuan putri tersebut. Mereka menoleh dan melihat sang pengiring pengantin, Jongsicca muncul dari balik pintu dan dengan anggun melangkah kedalam ruangan. Jongsicca tertawa riang saat melihat kedua saudari tersebut sedang menghabiskan waktu bercengkrama berdua.

“ Apa yang kulewatkan disini? ” Jongsicca mengangkat gaunnya dan menempatkan dirinya disamping Jangfanny. 

“ Oh Sungjong, apa yang kau lakukan disini? Kau harusnya membawaku ke altar! ” seru Jangfanny.

“ Maaf, tapi kedua tuan putri sedang menghabiskan waktu bersama, aku tidak bisa tidak ikut mendengarkan apa yang kalian tengah bicarakan. Kalian tahu, percakapan menjelang pernikahan itu, ” kata Jongsicca sambil merapikan poni kecoklatannya dengan santai.

“ Apalagi, aku dengar apa yang Jangfanny bicarakan tadi tentang beberapa pangeran tampan yang turut diundang ke pesta oleh bangsawan Hoya, ” Jongsicca terkekeh pelan kemudian mencolek pipi Gyullathrix yang kembali bersemu merah.

“ Aku tadi sudah melihat para tamu berdatangan, kau mungkin akan kaget saat melihat para pangeran tampan memenuhi taman, ” Jongsicca berkata dengan nada riang sambil terus menggoda Gyullathrix.

“ Sudahlah, hentikan menggoda adikku Jongie. Ayo cepat antar aku segera, ayah sudah menunggu! ” Jangfanny dengan panik berdiri dan merapikan gaunnya. Gyullathrix ikut membantu merapikan gaun dan rambutnya.

Jongsicca berdiri dan merapikan surai kecoklatannya dengan anggun kemudian berjalan ke pintu.

“ Kau mungkin tidak ingin keluar dengan penampilan seperti itu, ” katanya sambil menunjuk kearah Gyullathrix. Jangfanny mengikuti arah pandangan Jongsicca dan mengamati adiknya itu untuk sesaat. 

“ Dia benar. Sayangku, aku ingin kau memoles bibirmu sedikit lagi. Aku tidak ingin melihatmu dengan bibir pink pucat tersebut, tidak di hari pernikahanku. Kau lihat bibirku? Kau harus semenawan ini Gyu! ” Jangfanny menelusurkan jemarinya diatas bibir ranum Gyullathrix yang tampak hanya dipoles sedikit dengan lipgloss pink.

Gyullathrix dengan panik dan takut mengganggukkan kepalanya sedikit. Jika Jangfanny sudah berkata, maka itu artinya Gyullathrix harus menuruti apa yang ia katakan.

“ Kau lupa bungamu, sayang, ” Jongsicca menyerahkan sebuket mawar merah ketangan Jangfanny saat gadis itu sudah berdiri didepan pintu. Jangfanny berbalik menatap adiknya yang masih tampak bingung.

“ Aku tunggu kau diluar, Gyu, ” Jangfanny tersenyum dengan menawan kemudian berbalik dan mengangguk pada Jongsicca. 

Gyullathrix hanya bisa diam melihat mereka berdua meninggalkan ruangan. Seiring pintu yang menutup dihadapannya, ia bisa mendengar dentang lonceng dikejauhan.

 

 

 

Sang pangeran meletakkan gelas anggurnya diatas meja kemudian mengambil sebuah biskuit yang ada didekatnya. Ia mengunyah biskuit tersebut kemudian mengangguk kecil akan rasanya yang ia sukai. Seorang pria lainnya datang mendekatinya dan menarik lengan bajunya dengan sedikit gugup, membuat sang pangeran menoleh kearahnya.

“ A...aku tidak tahu apa ini akan berhasil, ” katanya gugup. Wajahnya menunjukkan ekspresi takut dan gugup, membuat sang pangeran dari Itali tersebut mengangguk paham dan membersihkan tangannya dari remah biskuit.

“ Dengar, Myung... Kau tampak hebat. Tampan, seperti biasa. Tak ada yang kurang darimu. Aku yakin kau akan baik-baik saja. Lagipula siapa disini yang bisa menyakitimu, ” sang bangsawan menoleh kesekeliling untuk menegaskan maksud perkataannya, kemudian menoleh kembali kearah temannya dan menautkan sebelah alisnya.

Tapi ekspresi yang ia lihat pada wajah sahabatnya itu membuatnya yakin perkataannya barusan tidak membantu menenangkan hatinya yang sedang gundah.

“ Dengar, Hoya mengundangmu. Hoya temanku dan temanku juga adalah temanmu, Myung. Meskipun dia tidak mengatakannya secara langsung padamu tapi menurutku dia tidak akan keberatan dengan kehadiranmu disini. Kau tidak melakukan sesuatu yang buruk sampai kau harus mengurung dirimu terus-menerus. Dia justru akan senang melihat teman-temannya disini, ” ia menepuk pundak bangsawan itu dengan maksud menenangkan. Dan ia sedikit lega melihat raut tenang pada wajah sahabatnya tersebut.

Meskipun harus dia akui Hoya tidak secara langsung mengundangnya, tapi ia hanya ingin sahabatnya itu ikut dengannya merayakan pesta kegembiraan dari bangsawan Prancis tersebut. Sudah cukup lama sahabatnya itu mengurung diri di istananya dan tidak melakukan apapun untuk mengubah kebiasaan buruknya itu.

Namdimir merasa tindakan yang ia lakukan itu sangat benar. Ini juga ia lakukan agar sahabatnya, Myungskofic, pangeran dari Napoli, bisa sedikit melupakan bebannya dan bersenang-senang disini.

“ Ayolah, bersenang-senanglah disini, itu tujuannya kau datang kesini bukan? Lihat, banyak para gadis yang menunggu untuk kau hampiri, ” bangsawan dari Itali tersebut menelusurkan pandanganya ke seluruh penjuru taman untuk menegaskan maksud kalimatnya pada sahabatnya.

Dia benar. Banyak gadis yang sejak pertama mereka turun dari kereta yang membawa mereka dari Napoli, dan menginjakkan kaki di taman tersebut, banyak mata yang memandang kearah mereka berdua, terlebih sahabatnya Myungskofic. Para putri disana tentu saja merasa bahwa Myungskofic dengan paras yang rupawan, ditambah titlenya sebagai seorang pangeran, membuat para gadis seketika dimabuk asmara.

Tapi Namdimir Martin Hyunzchotte tidak berkecil hati. Dia juga punya keunikan dan nilai tersendiri yang ia yakin bisa membuat para gadis jatuh hati padanya. Lagipula, ia juga seorang pangeran. Ia hanya bisa menunggu sampai matanya menemukan sosok yang tepat.

“ Hei, kawan, ” Ia menoleh dan melihat sang mempelai pria, sahabatnya, berjalan kearahnya. Ia membalas lambaiannya dan tertawa singkat.

“ Kau tampak luar biasa, ” puji sang mempelai pada Namdimir.

“ Hei, jangan memujiku. Yang harusnya tampak luar biasa itu kau, kau akan menikah hari ini, ” Namdimir tertawa sambil memukul lengan sahabatnya dengan main-main.

“ Ah halo, pangeran Myungskofic, ” Hoya menyadari kehadiran pangeran dari Napoli tersebut dan mengangguk sopan kearahnya. Myungskofic tersenyum gugup dan membalasnya dengan anggukan singkat.

“ Hyun... Aku gugup, ” Hoya berkata.

Namdimir mendecakkan lidahnya dan tangannya bergerak merapikan kerah tuxedo dari sang mempelai pria tersebut.

“ Beraninya kau berbicara seperti itu dihadapanku. Harusnya aku yang gugup, kau sebentar lagi akan menikah sedangkan aku? ” katanya tanpa sedikitpun bermaksud melukai perasaan sahabatnya tersebut.

“ Ahaha. Aku tahu. Karena itu makanya aku mengundangmu ke pesta pernikahanku. Siapa tahu kau bisa menemukan seseorang yang cocok denganmu disini. Aku kenal dengan adiknya Jangfanny, dia manis seperti Jangfanny tentu saja. Aku rasa kau akan cocok dengannya, ” balas Hoya sambil melempar tatapan menggoda kearah sahabatnya.

“ Ah, aku akan menemukan pasanganku sendiri, terima kasih, ” kata Namdimir tegas. “ Kurasa kau harus segera ke altar, pernikahannya akan segera dimulai, ” ia menunjuk kearah kerumunan undangan yang memasuki taman dan mencari tempat duduk mereka.

Hoya mengangguk kemudian menoleh singkat kearah dua pangeran didepannya tersebut.

“ Aku pergi dulu, doakan aku ya, ” 

Bangsawan Namdimir dan Myungskofic mengangguk pada sang mempelai. Kemudian saat Hoya sudah beranjak menuju altar, Namdimir menyikut sahabatnya didada.

“ Hei, Kurasa kita juga harus segera mencari tempat. Ayo, ”

Myungskofic mengangguk dan berjalan terlebih dahulu. Sedangkan Namdimir, seolah membeku, matanya tak lepas memandang sesosok bidadari yang baru keluar dari dalam gedung dan berbaur dengan kerumunan orang. Surai merahnya yang semerah api, bibirnya yang membara, kulitnya yang putih dan sehalus porselen. Langkahnya yang halus dan lembut layaknya angin...

Jika bukan karena Myungskofic yang membuyarkan lamunannya, Namdimir pasti sudah mengejar bidadari tersebut. Kemanapun bidadari itu pergi...

Dan saat ia berhasil mendapatkan tempat disamping seorang pangeran dari Armenia, dia tidak bisa menghilangkan sosok bidadari tersebut dari benaknya.

Meskipun suasana sangat syahdu, dengan isakan lembut Jangfanny saat menjawab sang pendeta, tangis dari kedua wanita yang ia yakini sebagai Ibu dari kedua mempelai, Namdimir masih tenggelam dalam lamunannya.

Dan bahkan saat kedua mempelai tersebut telah menyatu, diantara sorakan dan tepuk tangan para undangan, Namdimir tahu bahwa ia jatuh cinta.

Hatinya telah dicuri oleh sesosok bidadari dengan surai api dan sayap angin.

“ Hei, kita harus segera berdiri, mempelai wanita akan melemparkan buket bunganya, ” Myungskofic menyikut lengan sahabatnya tersebut. Dan Namdimir seperti tersadar dari lamunannya segera berdiri dan mengikuti sahabatnya beranjak dari area tersebut menuju tempat dimana kerumunan pangeran dan putri yang menunggu untuk menangkap buket bunga yang dilempar oleh mempelai wanita.

Dan saat itulah ia melihatnya. Berdiri didekat pilar, tersenyum pada seorang gadis berambut biru gelap yang sedang tertawa. Namdimir merasa jantungnya berhenti berdetak saat itu juga. Senyum dan tawa dari bidadari itu seolah telah menarik jiwa sang pangeran tersebut keluar dari tubuhnya.

Ia ingin beranjak menuju kesana, tersenyum dan menghirup aromanya yang pastinya memabukkan, dan mungkin jika ia beruntung bisa mendapatkan sebuah nama...

“ Hei, Hyun! Awas! ”

Namdimir lagi-lagi tersadar dari lamunannya dan segera mendongak begitu mendengar jeritan Myungskofic. Tangannya terangkat dan sebuah benda meluncur dengan mulus kedalam telapak tangannya.

Dengan bingung ia menatap benda yang ia tangkap barusan. 

Tepukan tangan dan sorakan riang terdengar menggema ditelinganya. Myungskofic menepuk pundaknya dengan semangat dan mengatakan sesuatu tentang “selamat,” “beruntung” dan lainnya yang tidak begitu ditangkap oleh sang pangeran.

Ia mengangkat kepalanya dan melihat kearah pilar sekali lagi untuk dirundung oleh rasa kecewa yang sangat menyesakkan. Melihat bahwa bidadarinya tak lagi berada disana. Menghilang entah kemana.

Ia tidak lagi mempedulikan puluhan ucapan selamat dari orang-orang disekitarnya saat hatinya tengah merasakan kekecewaan yang menyakitkan dan hanya menatap dengan pilu kearah buket mawar yang berada dalam genggamannya tersebut.
 

 

 

 

Gyullathrix segera keluar dari ruangan tempat Jangfanny dirias sebelumnya untuk mencari sosok sahabatnya diantara puluhan undangan. Ia sedikit gugup dengan bibirnya yang terasa aneh saat dipoles dengan lipstik merah pekat oleh perias sebelumnya.

Matanya mencari kesekeliling dan melihat ayahnya tengah mengiringi Jangfanny menuju altar dengan Jongsicca tepat dibelakangnya memegang ekor gaunnya. Di altar, ia melihat sang pangeran dari Prancis telah berdiri dengan gugup disamping pendeta.

Ia hanya bisa mengulum senyum kecil.

Ia kembali meneruskan langkahnya menuju deretan kursi depan tempat dimana ibunya telah menunggu dan tiba-tiba menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya.

“ Gyu! Hei, Gyu! ”

Gyullathrix merasa beban berat menggelayuti lengan kirinya dan melihat bahwa itu ternyata sahabatnya yang sedang bergelayut manja padanya.

“ Hei, tuan putri, ” sapanya pada gadis yang menggelayuti lengan kurusnya itu. Gadis itu mengangkat wajahnya dan merapikan poni biru gelap miliknya dari depan matanya.

“ Hei, Gyu. Aku senang sekali hari ini. Pernikahan kakakmu sungguh luar biasa, ” kata gadis itu sambil kembali meluruskan tubuhnya. Gyullathrix hanya tertawa ringan. 

“ Pernikahannya bahkan belum dimulai, Yeol, ” katanya sambil menurunkan tubuhnya diatas kursi disamping Ibunya. Gadis itu, Yeolanna mengikuti dengan duduk disampingnya. Mereka berdua menatap kearah altar dan melihat Jangfanny berdiri disamping calon suaminya.

“ Kau tahu, Jangfanny kelihatan saaaangat cantik, ” terdengar gumamam setuju dari sampingnya, “ Tapi tentu saja tidak ada yang secantik dirimu, Gyu~ ” Yeolanna kembali bergelayut manja pada Gyullathrix.

“ Kalian berdua benar-benar cantik, tapi kurasa kau lebih cantik dari siapapun Gyu, aku serius, ” Gyullathrix hanya tersenyum mendengar perkataan sahabatnya barusan. Terserah apa yang sahabatnya itu katakan, tapi menurutnya yang harus tampil paling cantik tentu saja adalah sang mempelai wanita itu sendiri karena dialah inti dari acara pernikahan tersebut.

Gyullathrix pun merasa putri dari bangsawan Kwangsoote, pemilik kebun anggur dan pabrik pengolah wine terbesar ini, hari ini tampil luar biasa cantik. Tak kalah cantik dari mempelai wanita yang saat ini tengah membacakan sumpah setianya di atas altar.

Dengan kulitnya yang seperti susu, surai biru gelapnya yang diikat dikedua sisi kepala yang melingkar jatuh melewati leher jenjangnya, gaun hitamnya yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, bahu, serta tulang dadanya. Harus ia akui ia sangat menyukai penampilan gothic dari sang putri bangsawan ini.

Ia yakin bangsawan mana yang tidak akan tergila-gila pada sosoknya yang luar biasa menawan.

Tapi Gyullathrix tidak berkecil hati. Meskipun ia sedikit tidak percaya diri, tapi demi pernikahan kakaknya dihari ini, ia tidak keberatan untuk sehari saja membanggakan dirinya.

Ia juga merasa sudah tampil cukup cantik hari ini. Hanya saja ia tidak cukup yakin dengan penampilannya yang akan menarik perhatian bangsawan manapun. Surainya yang berwarna merah pekat, turunan dari sang Ibu tercinta, kulitnya yang bening dan halus, dan gaun yang berwarna putih gading dengan renda-renda emas yang melintang dibagian rok (sengaja dipilih langsung oleh Jangfanny untuk dikenakan oleh Gyullathrix) membuat penampilannya menjadi lebih menonjol dari sebelumnya.

Ia tidak berkecil hati. Karena Jangfanny dan Jongsicca tidak henti-hentinya memuji penampilannya sedari awal ia mengenakan gaun tersebut. Ditambah Ibunya yang menggodanya pagi ini dan Yeolanna yang terus-menerus memujinya membuat rasa percaya dirinya semakin bertambah. Setidaknya ia berharap apa yang Jongsicca katakan diruangan rias tadi setidaknya menjadi kenyataan dihari ini.

Ia ingin bertemu dengan belahan jiwanya. Jika tidak sekarang, kapan lagi?

“ Hei Gyu, ini waktunya bagi mempelai wanita untuk melemparkan buket bunganya, ayolah. Aku ingin mendapatkan bunga tersebut, ” Yeolanna menariknya berdiri.

“ Untuk apa kau menginginkan bunga tersebut, Yeol? ” tanya Gyullathrix sambil tertawa kecil. Ia dan Yeolanna berjalan kedekat pilar dimana ia bisa melihat Jangfanny mulai memberi aba-aba untuk melempar bunganya.

“ Hmm.. Aku hanya menginginkannya. Kau tahu, aku juga ingin segera naik ke altar seperti Jangfanny, ” Yeolanna tersenyum malu-malu dan membuat sahabatnya itu tertawa.

“ Jadi kau ingin mendahuluiku, huh? ”

Yeolanna tertawa dan itu membuat Gyullathrix tersenyum. Ya, ia hanya bisa berharap semoga keinginan sahabatnya itu bisa terkabul.

“ Ah, dia hendak melemparnya! Aku harus mendapatkannya! ” Gyullathrix terkejut saat tiba-tiba saja Yeolanna berteriak dan berlari meninggalkannya saat Jangfanny melempar buket bunga tersebut.

Gyullathrix lagi-lagi hanya tersenyum meskipun ditinggal sendiri. Tapi kemudian matanya menangkap sesuatu yang ada diatas meja, ia pun menelan liurnya dengan gugup dan saat tidak ada orang yang melihat ia segera beranjak menuju meja tersebut.

Ia mengambil sebuah tart stroberi mini yang tersusun rapi diatas meja dan memasukkannya ke mulut saat ia mendengar suara sorakan dan tepukan dari arah kerumunan undangan. Ia tidak melihat siapa yang berhasil mengangkap buket mawar tersebut, tapi kue tart dihadapannya membuatnya tidak bisa memikirkan hal apapun. Ia pun hanya bisa berharap semoga Yeolanna mendapatkan apa yang ia harapkan.

 

Ia yakin kue tart stroberi yang hendak ia lahap itu adalah yang ketiga belas saat ia melihat Jongsicca menghampirinya. Wajahnya terlihat seolah menahan sesuatu dan itu membuatnya bertanya-tanya.

“ Yeolie tidak mendapatkan bunganya, ” Jongsicca seolah bisa menebak apa yang Gyullathrix pikirkan dalam benaknya. Dan sesaat kemudian tawanya pun pecah. 

“ Kau harus lihat bagaimana ekspresinya saat dia melihat orang lain yang mendapatkan bunga tersebut, ” Gyullathrix hanya tersenyum, ia tahu hal itu lucu tapi Jongsicca harus menghentikan tawanya karena itu terlihat tidak sopan.

“ Jangan tertawa, kau tahu bagaimana Yeol menantikan hari ini untuk mendapatkan buket bunga tersebut, ” Gyullathrix dengan cepat mengulurkan tangannya mengambil segelas anggur yang sedang dibawa oleh pelayan.

“ Ya.. Aku tahu. Aku jadi sedikit kasihan padanya, ” gumam Jongsicca sambil mengambil sebuah muffin dari atas meja. Gyullathrix meminum anggurnya dengan tenang dan mengangguk perlahan.

“ Sekarang, ada dimana dia? ” ia bertanya pada Jongsicca.

Gadis berambut kecoklatan itu menunjuk kearah sisi lain dari taman, dimana Yeolanna tampak sedang berdiri bersama seorang dayangnya didekat meja penuh makanan. Wajahnya tampak kesal dan mungkin sedikit sedih, tapi Gyullathrix sedikit lega saat tahu bahwa sahabatnya tidak sendirian disana merutuki kemalangannya.

“ Kau harusnya kesana dan menghiburnya, Gyu. Dia bisa saja mengutuk seseorang nanti, ” Jongsicca bergumam dengan nada candaan dalam kalimatnya barusan. Gyullathrix bermaksud akan melakukannya nanti saat ia selesai mengisi perutnya dengan makanan kesukaannya, tart stroberi, yang tampaknya tidak akan pernah habis.

Tapi yang pertama harus ia lakukan tentu saja menemui kakaknya dan memberinya ucapan selamat yang pantas ia terima dihari yang bersejarah ini.

“ Aku ingin menemui kakakku dulu, aku ingin memberinya ucapan selamat. Kau ikut Jongie? ”

Gadis itu mengangguk dan mereka berdua hendak menuju kearah kedua mempelai yang sedang melayani para tamu undangan saat Gyullathrix mendengar keributan disalah satu sudut taman.
 

 

 

 

Myungskofic masih tertawa dan membuat beberapa orang menatap dengan aneh kearahnya. Namdimir mulai merasa kepribadian lain dari pangeran satu ini akan segera keluar dan ia sedikit khawatir kalau-kalau hal itu terjadi dan menyebabkan pangeran dari Napoli ini akan kembali mengurung dirinya untuk selamanya di istananya.

“ Myung, hentikan tawamu. Orang-orang mulai melihatmu dengan aneh, ” bangsawan dari Itali tersebut membisikkan kalimatnya sepelan mungkin, memastikan bahwa hanya sahabatnya yang mendengarnya. Tapi pangeran satu itu masih tidak berhenti tertawa dan semakin tertawa kencang dan mulai menepukkan kedua telapak tangannya entah untuk apa.

Namdimir melihat kesekeliling dan merasa orang-orang mulai menyadari keberadaan pangeran dari Napoli tersebut. Ia menelan ludahnya, meletakkan buket bunganya dengan hati-hati diatas meja dan menggenggam kedua tangan sahabatnya itu untuk menghentikan tindakan autisnya barusan sekaligus menyelamatkannya dari rasa malu yang akan membuatnya semakin menutup diri.

“ Myung! Sudah, hentikan! ” bisik Namdimir. Myungskofic tersedak dan seketika berhenti tertawa. Ia mengusap air yang keluar dari matanya dan bergumam ‘maaf’ pada sahabatnya namun kemudian badannya kembali bergetar dan ia bersusah payah menahan tawanya.

” Tolong... Hentikan aku.. Hyun... ” 

Namdimir bisa melihat sahabatnya itu sudah berusaha menahan dirinya. Ia pun melihat keatas meja. Mencari apa yang bisa menghentikan penyakit aneh sahabatnya itu. Ia melihat sepiring besar kue tart kecil yang terhidang dan ia pun mengambilkan satu untuk pangeran tersebut.

“ Ini, makan ini dan berhentilah tertawa. Ataupun terkekeh. Ingat, kau tidak ingin mempermalukan dirimu disini dan membuatmu kembali mengurung diri untuk seribu tahun kedepan di kamarmu. Aku tidak ingin mendengar ibumu memohon-mohon padaku lagi Myung, aku lelah mendengarnya, ” katanya sambil menyerahkan tart tersebut pada sahabatnya.

Myungskofic dengan gemetar mengambil tart tersebut dan melahapnya. Namdimir melihat para pelayan yang membawakan anggur berjalan hilir mudik dihadapannya. Ia memanggil seorang pelayan dan mengambilkan dua gelas anggur masing-masing untuknya dan untuk sahabatnya.

“ Sudah lebih baik? ” ia mengulurkan segelas anggur padanya.

Myungskofic menggangguk pelan dan menerima gelas anggur tersebut.

“ Terima kasih... ” ia menghembuskan napas panjang.

Pangeran dari Itali tersebut hanya membalasnya dengan anggukan kemudian meneguk minumannya.

“ Omong-omong, selamat. Kau mendapatkan bunganya, ” kata Myungskofic pelan.

Namdimir menoleh kearah buket bunganya yang terletak diatas meja dan ia kembali teringat akan bidadari yang sudah mencuri hatinya tersebut.

Andai bidadari itu tidak beranjak dari tempatnya.

Andai ia tahu nama dari bidadari tersebut.

Ia ingin tahu apakah bidadari tersebut melihatnya menangkap buket mawar tersebut.

Ia hanya bisa menghembuskan napasnya dengan pilu. Ia ingin bertemu dengan bidadari itu lagi. Tapi diantara ramainya tamu undangan, ia sudah melayangkan pandangannya ke setiap orang tapi tidak menemukan bidadarinya. Ia bertanya-tanya ada dimana bidadarinya...

Apa gadis itu bahkan benar-benar bidadari?

Karena ia menghilang begitu saja dari hadapan sang pangeran disaat ia jatuh dalam kubangan cinta dan berlumur asmara.

Ia kembali larut dalam lamunannya dan tidak menyadari bahwa sahabatnya ingin memakan kue tart lagi.

Myungskofic menoleh dan melihat bahwa sahabatnya kembali melamun. Ia bertanya-tanya kenapa hari ini sahabatnya itu terlihat banyak melamun. Apa ia sedang tidak enak badan?

Bangsawan itu memutuskan untuk menanyakan hal itu nanti. Ia meletakkan gelas anggurnya diatas meja dan mencari diantara puluhan jenis makanan yang terhidang kue tart yang sahabatnya ambilkan untuknya tadi.

“ Semuanya kelihatan enak, aku jadi bingung ingin makan yang mana, ” gumam Myungskofic. Saat ia hendak mengambil sebuah makanan ringan diatas meja ia tidak sengaja menyenggol gelas anggurnya. Ia terkejut dan berusaha menghentikan tumpahan cairan berwarna merah tersebut yang mengalir disepanjang meja. Saat mencoba menghentikan aliran minuman tersebut ia juga tidak sengaja menarik taplak meja dengan keras. Menyebabkan seorang gadis yang sedang menyandarkan tubuhnya ke meja terkejut dan menoleh kebelakang.

“ Ma... Maaf! Awas! ” Myungskofic berteriak panik menyebabkan orang-orang kembali melirik kearahnya. Aliran anggur tersebut tidak berhenti begitu saja, malah semakin mengalir dengan kencang menuju kearah gadis tersebut.

Myungskofic takut cairan anggur tersebut akan mengenai gadis itu sehingga ia pun memilih melakukan tindakan yang seharusnya tidak ia lakukan.

Ia menarik rok dari gaun gadis tersebut dengan maksud untuk menjauhkannya dari aliran anggur yang mengalir turun layaknya air terjun dan membasahi lantai. Sesaat Myungskofic bernapas lega tapi saat mendengar jeritan seorang gadis ia sadar ia telah melakukan tindakan yang tidak pantas.

“ Ah! Kyaa! APA YANG KAU LAKUKAN?! ”

Myungskofic mengangkat gaun gadis tersebut terlalu tinggi menyebabkan kaki jenjangnya terlihat. Gadis berambut biru gelap itu dengan muka merah berusaha menutupi kakinya dari puluhan mata yang melihat.

Myungskofic tersadar akan tindakannya barusan dan segera melepaskan genggamannya pada gaun gadis tersebut.

“ APA YANG KAU LAKUKAN? DASAR MESUM! ” gadis itu meneriakinya dengan muka merah dan menarik kembali gaunnya. Myungskofic berusaha meminta maaf dan menjelaskan apa yang baru saja terjadi saat ia merasakan ada yang menyengat di pipinya. Rasanya seperti ada yang membakar pipi kanannya dan panasnya begitu menyengat.

Ia baru saja menyadari bahwa gadis itu menamparnya dengan sangat keras.

 

Namdimir mendengar adanya suara teriakan dan sebuah suara tamparan membuatnya menoleh dan melihat sahabatnya dengan ekspresi tegang menatap seorang gadis dengan wajah merah padam dihadapannya. Ia menyadari semua mata tengah menatap kearah sahabatnya, dan yang ia takutkan dan ia harapkan tidak akan terjadi ternyata baru saja terjadi.

 

Jangfanny mendengar adanya keributan dan suara jeritan penuh amarah dari seseorang yang sangat ia kenal. Ia pun menoleh kearah sumber suara dan menemukan Yeolanna dengan eskpresi marah sedang menatap seseorang dihadapannya layaknya ia ingin membunuh orang tersebut.

“ Ada apa? ” ia mendengar Hoya disampingnya bertanya. Ia juga berpikir hal yang sama.

Apa yang terjadi?

 

Namdimir bisa melihat bagaimana sahabatnya itu mulai gemetar. Ini tidak bagus, pikirnya. Ia melihat sekilas pada meja yang berantakan dan gelas anggur yang tergolek. Sekilas ia bisa menangkap apa yang baru saja terjadi. Ia pun maju mendekati sahabatnya tersebut dan menjelaskan apa yang terjadi.

Milady, maafkan temanku. Ia tidak sengaja melakukannya, milady, ” suara tenang dan dalam dari Namdimir membuat suasana tegang sedikit mencair. Raut muka gadis itu menjadi sedikit lebih normal, tapi Myungskofic masih gemetar di tempatnya. 

Benaknya dipenuhi oleh puluhan kata dan kalimat maaf untuk gadis tersebut. Ia benar-benar tidak sengaja. Tapi puluhan mata yang melihat kearahnya membuatnya seolah membeku ditempatnya berdiri. Bahkan suara tenang dari sahabatnya pun tak mampu melelehkan pijakannya.

 

Yeolanna terlihat menahan emosinya, ia menggigit bibirnya. Ia baru saja dipermalukan oleh orang yang tidak ia kenal. Bangsawan yang maju dan berdiri dihadapannya itu membuatnya tidak bisa berpikir dengan baik. Ia tidak tahu apakah ia harus menjerit marah atau menuntut permintaan maaf pada pria yang tidak ia kenal tersebut. Bangsawan itu bahkan sudah meminta maaf atas nama temannya tapi kenapa ia menjadi tidak tahu harus bersikap bagaimana. Ia bingung.

Gyullathrix tahu sahabatnya tengah terlibat masalah. Dan ia merasa harus ada disana untuk menenangkan sahabatnya yang terlihat sewaktu-waktu bisa meledak karena emosi.

“ Jongie, aku rasa kita harus kesana. Yeolie butuh bantuan, ” 

Jongsicca mengangguk dan mengikuti gadis yang lebih tua darinya itu.

 

“ Yeolie! ”

 

Yeolanna terkejut mendengar suara itu.

Namdimir merasa mendengar suara malaikat.

Keduanya menoleh dan melihat Gyullathrix tengah berlari menuju kearah mereka.

Yeolanna merasa ingin menghambur memeluk sahabatnya tersebut dan menceritakan semuanya pada sahabatnya agar ia merasa sedikit lebih baik.

Namdimir merasa waktu seolah membeku saat ia melihat bidadarinya, malaikat yang telah mencuri hatinya berlari kearahnya (atau begitulah yang ia kira)

Gyullathrix dengan susah payah mengangkat gaunnya sedikit untuk mempermudahnya berlari menuju sahabatnya. Tapi Jongsicca berlari terlalu dekat dibelakangnya sehingga gadis muda itu tidak sengaja menginjak ekor gaun gadis didepannya.

Gyullathrix dengan ekspresi penuh ketakutan dan horror merasa ia akan membuat dirinya sendiri dipermalukan didepan khalayak ramai. Ia tidak siap untuk itu tapi apa daya tubuhnya sudah melayang turun siap menghantam lantai.

Suara tarikan napas tertahan sontak terdengar dan gadis bangsawan itu sudah siap untuk yang terburuk.

 

Tapi lama ia menunggu. Ia bertanya-tanya kenapa ia tak juga menghantam lantai batu dibawahnya? Kenapa ia tidak mendengar jeritan Yeolanna ataupun Jongsicca? Kenapa semuanya terdengar hening?

 

“ Kau tidak apa-apa? ”

 

Sampai ketika ia mendengar suara itu, perlahan membuka matanya yang tidak sadar telah ia pejamkan, dan menatap langsung pada sepasang manik coklat pekat yang menusuk ke jiwanya.

Ia tidak tahu kenapa ia merasa wajahnya panas dan tiba-tiba saja ia merasa seluruh darah ditubuhnya bergerak dan berkumpul diwajahnya. Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk berdiri.

“ A...aku... ”

Ia berada dalam dekapan lengan kokoh yang menahan tubuhnya agar tidak jatuh ke lantai. Dan entah kenapa ia merasa hangat. Dekapan sosok itu, yang menahan tubuhnya, terasa hangat.

Perlahan bangsawan itu mengangkatnya dan membantunya berdiri. Gyullathrix masih terlihat kaget dan gugup.

“ Kau tidak apa-apa? ” suara itu terdengar lagi dan Gyullathrix entah kenapa lagi-lagi merasa ia ingin mendengar suara tersebut memenuhi gendang telinganya setiap pagi.

Jongsicca mendekat perlahan dengan raut wajah seperti menahan sesuatu. Ia tersenyum pada bangsawan tersebut kemudian melirik sekilas pada gadis dihadapannya.

“ Aku rasa dia tidak apa-apa, milord. Benar begitu, Gyu? ” 

Gyu ?

Gyullathrix seperti tersadar dari lamunannya dan menyadari bahwa kedua tangannya sedari tadi mencengkeram kedua lengan bangsawan itu dengan kuat. Ia segera menarik kedua tangannya dan menyembunyikan wajahnya dari hadapan bangsawan didepannya.

“ Hei, ” Namdimir menyentuh dagu gadis itu dan menarik wajahnya perlahan agar ia bisa melihat wajah bidadarinya itu dengan lebih dekat dan lebih jelas.

Jongsicca mengulum bibirnya, mencoba untuk tidak mengeluarkan senyum liciknya yang akan menggoda sahabatnya itu. Ia tahu Gyullathrix benar-benar tidak berani menatap sosok pangeran tampan dihadapannya yang Jongsicca yakini telah mencuri hatinya.

Yeolanna yang merasa masalah sekarang bukan lagi tertuju padanya tapi pada sahabatnya bergerak mendekat. Ia mengkhawatirkan sahabatnya yang sedari tadi diam dan terus menyembunyikan wajahnya.

“ Gyu, kau tidak apa-apa? ”

Gyu...

Mendengar suara itu membuat Myungskofic menoleh kearah gadis yang menamparnya tadi dan saat itu barulah ia menyadari sahabatnya tengah menatap seorang gadis cantik berambut merah.

“ A...aku...tidak...-- ”

“ Gyu! Kau tidak apa-apa sayangku? ” Jangfanny tiba-tiba saja muncul dan menarik adik kecilnya itu kedalam pelukannya.

Melihat kemunculan sang mempelai wanita dihadapannya membuat Namdimir, dan Myungskofic, bertanya-tanya.

Gadis itu menyembunyikan wajahnya dalam dekapan saudarinya dan menggumam dengan pelan.

“ Aku...tidak apa-apa, ”

“ Syukurlah kau tidak apa-apa. Aku khawatir kau akan jatuh dan menghantam lantai, sayangku, ” Jangfanny mengusap surai api milik adiknya tersebut, surai yang sama dengan miliknya, hanya warnanya lebih gelap dibanding miliknya.

“ Ah.. Kupikir akan terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan, ” Hoya muncul disamping Jangfanny dan menatap kearah gadis yang berada dalam dekapan istrinya itu.

“ Syukurlah adikmu tidak apa-apa, ” katanya membuat Namdimir seketika bergeming.

Ia menatap kearah gadis itu dan kearah mempelai wanita secara bergantian dan barulah ia menyadari maksud perkataan Hoya barusan.

Adik...?

Gyullathrix menolehkan kepalanya untuk menatap kearah bangsawan tersebut disaat yang tidak tepat. Ia melihat wajah bangsawan itu bersemu merah dan semakin merona merah saat mereka bertemu pandang.

Waktu terasa seolah membeku, tidak ada yang berani bersuara, tidak ada yang berani bergerak. Mereka yang melihat seolah menunggu sesuatu akan terjadi terhadap dua insan yang saling menatap satu sama lain dengan tiada lain selain cinta dimata mereka.

 

“ Ehem... Ada yang bisa menjelaskan padaku apa yang terjadi disini? ”

 

Semua mata menatap kearah sumber suara yang baru bergabung diantara mereka. Dan lagi-lagi mereka menahan napas saat melihat King Jongwan, bangsawan ternama dari Spanyol, tuan rumah sekaligus ayahanda dari kedua saudari tersebut telah berdiri diantara mereka. Disampinya juga berdiri bangsawan Jung ArleanYeop memegang setangkai mawar, bangsawan Kwangsoote, dan bangsawan lainnya yang menatap dengan penuh ketertarikan pada meraka.

“ Ah...benar... ” seperti tersadar, Namdimir segera berbalik menghadap Yeolanna dan seketika membungkukkan badannya dengan sikap bangsawan sambil meletakkan sebelah tangannya diatas dada.

“ Aku mohon maaf atas nama temanku, pangeran dari Napoli, Brayen Myungskofic. Mohon maafkan kesalahannya yang tidak sengaja menarik gaun anda. Myung hanya berusaha untuk menyingkirkan gaun anda agar tidak terkena tumpahan anggur, milady, ”

Myungskofic seperti menemukan kekuatannya kembali, seolah es yang membekukan tubuhnya telah meleleh. Ia merasa terharu atas tindakan sahabatnya yang memohon maaf atas dirinya. Ia merasa mungkin inilah akhir dari segalanya. Ia tidak akan pernah keluar lagi dari kamarnya. Ia tidak akan mempermalukan sahabatnya lagi, ia tidak akan merepotkan orang banyak lagi. Tapi ia tahu itu percuma saja karena Namdimir sahabatnya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

“ Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja, tuan putri, ” suaranya terdengar bergetar tapi ia bersungguh-sungguh. Namdimir menatap sahabatnya itu dalam diam.

Yeolanna tidak tahu apa yang harus ia lakukan disaat seperti ini. Tapi yang pasti, saat melihat pipi bangsawan itu yang masih memerah setelah ia tampar beberapa menit yang lalu, ia merasa sangat menyesal.

“ Maafkan aku karena sudah menamparmu, ”

Semua mata kembali tertuju kearah mereka berdua dan suara tarikan napas pun kembali terdengar saat gadis itu menyentuhkan jemarinya ke luka bekas tamparan di pipi bangsawan tersebut.

“ Dan biarkan aku merawat lukamu, wahai pangeran dari Napoli, Myungskofic, ”
 

 

 

 

 

 

Namdimir tak henti-hentinya menatap wajah dihadapannya yang sejak tadi tidak berani untuk menatap balik kearahnya. Perlahan bangsawan tersebut mengangkat tangannya dan merapikan surai api yang sedikit berantakan oleh angin. Tangannya seolah bergerak dengan sendirinya menuruni kontur wajah itu dengan perlahan dan berhenti dibawah dagunya. Dengan lembut ia memijit dagu itu dan membawa wajah gadis itu mendekat kearahnya.

Tindakannya tersebut menyebabkan Gyullathrix akhirnya menatap bangsawan itu secara langsung. Tiada yang membatasi pandangan keduanya dan Namdimir entah kenapa merasa sangat senang. Ia dapat menatap bidadarinya selama mungkin yang ia mau dan bidadarinya dapat balas menatap padanya dengan sama.

Keduanya seolah terhanyut dalam waktu yang terbekukan, dalam takdir yang membuai, dalam romansa yang mendekap keduanya. Namdimir tahu bahwa ia telah menemukan sosok yang tepat. Sosok yang tepat mengisi hidupnya, berada disisinya untuk seumur hidupnya. Yang akan membuat hari-harinya menjadi lebih berarti.

Gyullathrix pun ternyata merasa demikian. Apa yang Jangfanny dan Jongsicca katakan padanya ternyata berbuah sekarang. Ia telah menemukan seseorang yang ingin ia lihat setiap kali membuka mata dipagi hari, mengecup keningnya saat ia memejamkan mata dimalam hari. Sosok yang akan membuainya diantara gelap malam, mendekapnya sepanjang waktu, memberinya cinta dan mengisi hidupnya selamanya.
 

“ Hei... ” Namdimir menelusurkan jemarinya dipipi Gyullathrix. Gadis itu dengan tenang memejamkan matanya dan membiarkan sang bangsawan menyentuhnya.

“ Hm? ” senandung halus yang memenuhi gendang telinganya membuat sang pangeran semakin terbuai dan gila.

Sang bangsawan menelusurkan jemarinya di bibir merah itu dan menahan napasnya dengan berat. Ia benar-benar dibuat mabuk oleh bidadari itu. Perlahan ia mendekatkan tubuhnya, menempelkan kepalanya kesisi sang bidadari dan menghirup aroma tubuhnya yang benar-benar membuatnya mabuk kepayang.

“ Gyu... ” bisiknya pelan.

Gyullathrix membuka matanya, tanpa ia sadari tangannya bergerak menyentuh lengan sosok dihadapannya. Ia membawa bola matanya naik, menatap langsung kearah sepasang manik coklat gelap yang balas menatapnya.

Gadis itu seolah terbuai oleh tatapan itu. Ia ingin selamanya menatap pada manik itu dan tidak akan pernah beranjak menatap yang lain. Gyullathrix menyadari bahwa sang pangeran telah menutup matanya dan ia merasa sang pangeran semakin mendekat... dekat... dan dekat...

Gyullathrix dalam hati bersyukur mendengarkan perkataan Jangfanny sebelum ia keluar dari ruangannya. Ia tahu tiada yang mampu menahan godaan dari bibir yang dipoles merah menawan. Dan ia tahu tiada lagi yang mampu menahan gejolak diantara keduanya ketika jarak diantara mereka menghilang dan lidah pun bermain.
 

 

 

 

 

 

“ Ah... ”

Jangfanny menoleh kearah sang bangsawan yang sekarang telah resmi menjadi suaminya. Telah resmi menjadi penerus dari kerajaan ayahnya, dan pemimpin dihatinya. Ia melihat suaminya tampak seolah sedang berpikir.

“ Kau memikirkan sesuatu? ” Jangfanny berkata dengan lembut.

Hoya mengangkat wajahnya dan menelusurkan pandangannya kebawah, kearah taman bunga dihadapannya, dan ladang mawar dikejauhan. Bahkan dari balkon tempat mereka berdua sedang duduk, aroma dari mawar bercampur lavender tidak bisa mereka elakan.

“ Aku berpikir... ” Hoya memulai, tersenyum pada dua sosok di kejauhan yang ia lihat dari tempatnya.

“ Hmm? ” Jangfanny merapikan surai hitam sang pangeran dengan penuh cinta.

“ Apa kau melihat siapa yang berhasil menangkap bunganya? ” Hoya mengalihkan pandangannya pada sang putri disampingnya. Sepenuhnya menyingkirkan dua sosok yang ia lihat dikejauhan tadi dari benaknya.

“ Hm. Menurutmu? ”

“ Menurutku, bunga tersebut jatuh tepat pada orang yang sedang jatuh cinta. Maksudku, mawar-mawar itu seolah tahu siapa yang berikutnya akan menyusul kita. Karena itu, dia bisa mendapatkannya bahkan tanpa berusaha menggapainya seperti yang lain, ” Hoya menarik sang putri mendekat dan mengecup keningnya.

“ Kau benar, ” Jangfanny tertawa ringan. Matanya menangkap dua sosok manusia yang sedang bercengkrama ditepi kolam.

“ Kau tahu kekuatan dari mawar merah bukan? ”

“ Hm, ” Hoya bergumam lembut.

“ Keluarga Immanuella selalu memiliki kepercayaan bahwa merah memiliki sihir tersendiri dan turun-temurun warna merah telah menjadi warna kebanggaan dari keluarga kami, ”

“ Merah, hmm... ” Hoya mengangguk.

“ Tiada yang dapat menahan gejolak dari merah yang menawan, bukan begitu, sayangku? ”

Hoya lagi-lagi mengangguk dan menarik sang putri untuk sekali lagi mengecup keningnya dan mendekapnya dalam pelukannya.

“ Kurasa Jongie harus segera disingkirkan. Dia selalu menemukan kesempatan untuk mengganggu perbincangan orang, ” Hoya menatap di kejauhan pada sosok Jongsicca yang mungil yang terlihat mengendap-endap dibelakang sosok seorang putri yang tampak panik menempelkan plester dan pangeran yang tak berhenti mengaduh kesakitan.

 


 

*throw hearts*

*dance latin into the sunset*

 

lets pukes confetti together~ <3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kyuzizi891
#1
Chapter 1: terlepas dari nama-namanya yang bikin nagakak, cerita sweet lah
kkkk~~~~ nice author-nim :)
moemoecilago
#2
Chapter 1: Omg, lucu banget nama namanya itu loh wakakakak. Gyullathrix reminds me with bellathtix haha
gyugyu89
#3
Chapter 1: Apa-apaan ini? Bhahahak, Namdiri kok sound Indonesia yak? Naise~naise
YeoLalaland
#4
Chapter 1: Nice one! You got me laughing madly. Those names thou, hahahah!
mainstreams
#5
Lucuu banget ini thor!! Wkwkwk~ nama2 nya ngakak semua haha~