You Belong With Me

Title                : You Belong With Me

Author            : Ranifa Billy

Cast                 : Luhan, Wu Yifan

Other Cast      : Byun Baekhyun, Song Qian

Genre              : Romance, Friendship, Comedy/Humor

Rate                 : T

Type               : Vignette

Warning         : Genderswitch, typo, gaje

Summary        : Luhan yakin, Yifan adalah miliknya. :D

A/N                : Terinspirasi dari lagu Taylor Swift - You Belong With Me. Sebenarnya ingin aku buat songfic, namun sepertinya gagal, dan jadilah vignette. Selamat membaca! ^^

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Luhan duduk di depan meja belajarnya dengan kedua tangan yang menopang dagunya. Dia tidak bisa konsentrasi belajar, padahal ujian akhir tinggal menghitung hari. Dia butuh suasana yang tenang untuk belajar. Namun, suara di seberang kamarnya membuat konsentrasinya buyar. Dia mencoba menyumpal telinganya dengan earphone, namun itu tidak membantu.

Suara berat yang sangat dikaguminya itu biasanya dapat membuatnya tenang. Namun, untuk kali ini dia tidak merasa tenang. Pasalnya, suara berat milik teman masa kecilnya—Wu Yifan sangat mengganggu. Luhan ingin sekali meneriaki sahabatnya itu dari balkon kamarnya yang berhadapan langsung dengan kamar Yifan, namun entah kenapa tidak dia lakukan. Dia hanya memandang geram pada pria itu.

“Apa dia tidak belajar untuk ujian akhir?” gumamnya sambil membanting bukunya yang tebal ke atas meja belajarnya yang tak berdosa.

Rumah mereka bersebelahan, dan kamar mereka berseberangan. Mereka sudah berteman sejak duduk di bangku sekolah dasar karena dulu Ayah Luhan dan Ayah Yifan juga sudah berteman sejak kecil. Jadi, mereka mengerti satu sama lain karena tumbuh bersama-sama sampai mereka sekarang sudah menjadi mahasiswa.

Luhan lahir tujuh bulan lebih cepat dari Yifan. Itulah sebabnya Yifan selalu menuruti permintaan Luhan, apapun itu. Namun, perlahan-lahan semua berubah. Perhatian Yifan yang dulu hanya diberikan pada Luhan kini telah terbagi.

Luhan suka melihat Yifan yang berlari ke arahnya dengan senyuman yang lebar. Namun, itu tidak berlaku pada hari itu. Hari di mana Yifan mengatakan pada Luhan bahwa dia baru saja mendapatkan kekasih. Mendengar itu, jantung Luhan serasa berhenti berdetak. Namun, dia tetap memberikan senyum—palsu—nya pada Yifan.

Luhan menyimpan perasaan suka—secara romantis—pada Yifan sejak mereka berada di SMA. Namun, dia tidak ingin menjadi yang pertama yang mengatakannya. Dia yakin bahwa suatu saat Yifan juga mempunyai perasaan yang sama dengannya. Makanya, dia terus menunggu. Namun, ternyata Yifan mengatakan hal itu kepada gadis lain ketika mereka sudah berada di Universitas.

Yifan bilang, gadis itu satu fakultas dan satu kelas dengannya. Luhan merasa beruntung karena tidak satu fakultas dengan Yifan. Jadi, dia tidak perlu setiap hari melihat Yifan dan gadisnya yang sedang mengumbar kemesraan. Sudah cukup hanya dengan mendengar suara Yifan yang sedang berbicara dengan gadisnya via telepon dari seberang kamarnya. Itu cukup menyakitkan baginya.

Sejak hari itu, Luhan berusaha sebaik mungkin untuk menghindari Yifan. Namun, pria itu setiap hari tetap berkunjung ke rumahnya untuk belajar bersama sekalipun mereka beda fakultas. Dan pada akhirnya, Luhan akan mendengar cerita Yifan tentang bagaimana kencannya tadi.

Luhan tidak menyukai Yifan yang banyak bicara. Apalagi membicarakan hal yang tidak Luhan sukai. Seingatnya, dulu Yifan tidak secerewet ini. Luhan selalu berpikir untuk menendang Yifan keluar dari kamarnya. Namun, itu tidak pernah terjadi karena setiap kali dia ingin melakukannya, Yifan sudah terdiam dan kembali fokus pada bukunya.

Luhan menghela napas sebelum beranjak menuju tempat tidurnya. Dia baru akan memainkan media player-nya ketika tiba-tiba suasana menjadi senyap. Karena penasaran, Luhan mengintip ke kamar Yifan dari jendela kamarnya yang terbuka lebar. Bisa dilihatnya Yifan yang melempar ponselnya ke tempat tidur dan beranjak ke meja belajarnya.

Saat itu, sebuah lampu bohlam menyala di atas kepala Luhan. Dengan segera dia memainkan media player-nya dengan volume yang cukup tinggi hingga terdengar ke kamar Yifan, dan tak lupa ikut bernyanyi sekeras-kerasnya. Tak lama, dia bisa mendengar suara Yifan yang berteriak ke arah kamarnya.

“Kecilkan volume-nya, HanHan! Kau mengganggu konsentrasi belajarku!”

Luhan memilih berpura-pura tidak mendengarnya, dan masih terus bernyanyi.

“Dasar tidak peka! Tadi kau juga menggangu konsentrasi belajarku. Rasakan itu!” batinnya.

~~~

Luhan duduk di bangku penonton di dalam gedung olahraga milik Universitas. Hari ini ada pertandingan basket antara tim dari fakultasnya melawan tim dari fakultas Yifan. Dan tentu saja, sahabatnya itu akan bermain dalam pertandingan ini. Dia duduk di sana bukan untuk mendukung Yifan. Dia tidak mendukung siapapun. Dia berada di sana karena ajakan—paksaan—dari adik tingkatnya. Dan entah kenapa Luhan mau saja ikut. Mungkin karena dia tidak bisa melawan aegyo yang diberikan adik tingkatnya itu.

Di seberang sana, di tepi lapangan, Luhan dapat melihat tim pemandu sorak dari fakultas Yifan. Dia mengenali salah satu dari keenam gadis itu sebagai kekasih Yifan. Oh, jangan salah sangka! Luhan dan gadis itu tidak pernah berkenalan secara resmi. Luhan juga tidak tertarik untuk mengenalnya, namun Yifan menunjukkan foto gadis itu padanya di hari itu.

“Apa kau akan menonton pertandingan ini sampai selesai?” tanya Luhan pada gadis manis yang duduk di sampingnya. Byun Baekhyun, adik tingkatnya yang mengajaknya ke sini.

“Tentu saja! Kalau bukan karena Chanyeol yang akan bermain, aku juga tidak akan menonton, Kak,” jawab Baekhyun dengan cepat.

Luhan menghela napas berat ketika melihat kedua tim sudah berada di lapangan. “Aku ingin pulang.”

Dengan cepat, Baekhyun meraih pergelangan tangan Luhan sehingga si empunya tidak jadi beranjak. “Pertandingan baru akan dimulai. Kenapa kau malah ingin pulang? Nanti aku sendirian di sini~” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Sekali lagi, Luhan tidak bisa melawannya. Pada akhirnya, dia mencoba duduk senyaman mungkin, dan sebisa mungkin memaksa kedua bola matanya untuk tidak mengikuti pergerakan Yifan yang sedang bermain di tengah sana. Namun, sekuat apapun Luhan mencoba, dia tidak pernah bisa menghindari pesona Yifan. Apalagi ketika pria itu sedang bermain basket seperti sekarang ini.

~~~

Luhan berjalan keluar dari kamar mandinya hanya dengan handuk yang melilit tubuh indahnya. Dia sedang membuka lilitan handuk untuk mengenakan pakaiannya ketika pintu kamarnya terbuka dengan kasar dan menampilkan sosok Yifan dengan mulut menganga. Sontak, Luhan berteriak sambil kembali melilitkan handuknya. Mengambil apapun yang ada di dekatnya dan melemparkannya pada Yifan yang berusaha melindungi dirinya.

“KELUAR DARI KAMARKU!!” teriak Luhan yang masih dengan brutal melempari Yifan.

“Maafkan aku!” ucap Yifan sebelum menutup pintu kamar Luhan untuk menyelamatkan diri.

Beberapa saat kemudian, Yifan tengah duduk bersimpuh di dekat tempat tidur Luhan di mana si empunya tengah duduk bersila di atas sana. Jangan lupakan wajah kesal Luhan dan wajah bersalah Yifan.

“Aku minta maaf, HanHan. Sungguh, aku tidak melihat apa-apa. Aku berjanji akan mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk. Aku mohon maafkan aku~” pinta Yifan dengan wajah memelas dan mendapat pukulan dari boneka rusa milik Luhan.

“Aku tidak percaya, kau tidak melihat apa-apa dengan mulut menganga dan wajah mesum itu,” ucap Luhan dingin.

“Wajah mesum apa?” tanya Yifan yang tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan sahabatnya itu. Namun, yang didapatkannya, Luhan yang sekarang duduk membelakanginya.

Yifan tidak suka jika Luhan mulai mengacuhkannya seperti ini. Maka, tanpa berpikir panjang, Yifan segera naik ke atas tempat tidur Luhan dan memeluk pemiliknya dari belakang.

“Ayolah, HanHan! Jangan seperti ini! Maafkan aku!” rengeknya seperti anak kecil. Sedangkan, Luhan berusaha sebisa mungkin untuk melepaskan diri.

“Lepaskan aku!”

“Tidak mau, sebelum kau memaafkanku,” ucap Yifan tepat di telinga Luhan dan berhasil membuatnya semakin merinding.

“Kau kekanakan, Yifan! Lepaskan aku!”

“Kau menginginkan sesuatu? Tas MCM model terbaru? Atau apapun itu akan aku belikan asal kau mau memaafkan aku,” ucap Yifan.

Luhan sendiri sudah tidak kuat dengan debaran jantungnya yang tak karuan. Mau tak mau, Luhan memaafkan Yifan.

“Aku maafkan!”

“Sungguh?” tanya Yifan sambil melepas pelukannya.

“Ya.”

Yifan tersenyum lebar, “Baiklah. Apa yang kau inginkan? Besok kita pergi keluar dan membelinya.”

“Aku hanya ingin, untuk beberapa hari ke depan jangan menyentuhku sembarangan jika kau masih ingin hidup. Kau membuatku merinding, tahu!” ucap Luhan kemudian dengan segera memalingkan wajahnya yang sudah memerah.

“Eh?” Yifan tampak cengo. “Eum~ baiklah. Aku akan berusaha.”

“Baiklah. Kita mulai belajarnya,” ucap Luhan sambil membenarkan posisi duduknya.

“Eum~ tapi, HanHan...”

“Apa lagi?”

“Aku baru tahu, kau mempunyai tubuh yang bagus dan indah,” setelah itu, Yifan ditemukan terkapar di sudut kamar Luhan.

~~~

Meskipun Luhan sudah mengatakan, dia tidak menginginkan sesuatu, namun Yifan tetap bersikeras ingin membelikan sahabatnya ini sesuatu untuk menebus kesalahannya. Sebenarnya, Luhan sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Kejadiannya sudah seminggu yang lalu.

Tadi Yifan masuk ke kamarnya dengan wajah kusut. Dia bilang, dia melihat kekasihnya berciuman dengan pria lain di kampus. Luhan turut bersedih melihat sahabatnya seperti itu. Ingin sekali rasanya dia menemui gadis itu dan menendang tulang keringnya. Namun, dia tahu, Yifan tidak menginginkan hal itu terjadi. Jadi, dia hanya memeluk Yifan untuk memberikan sedikit perasaan tenang.

Dan di sinilah mereka sekarang, berjalan kaki menyusuri trotoar di sepanjang pertokoan. Baik Luhan maupun Yifan, keduanya sama-sama menyukai shopping. Terutama untuk memenuhi kebutuhan fashion mereka. Masuk ke salah satu toko yang menarik perhatian mereka, kemudian keluar dengan menenteng beberapa tas. Mungkin dengan begini, perasaan Yifan akan membaik.

“Aku akan mengakhirnya besok,” ucap Yifan.

Kini mereka tengah duduk di bangku taman menikmati langit senja yang perlahan berubah menjadi gelap.

Luhan hanya menatapnya sambil membuka jus kalengnya. “Kau tahu, Yifan. Aku selalu mendukungmu, apapun keputusan yang kau ambil.”

Sebuah senyuman kecil terukir di wajah tampan Yifan, “Terima kasih, HanHan.”

~~~

Malam ini, Luhan akan menghadari acara reuni SMA bersama dengan Yifan. Dia mengenakan dress selutut berwarna cokelat muda dengan bagian lengan yang transparan. Dia membiarkan rambut sebahunya tergerai.

“Tidak perlu riasan yang detail karena kau sudah cantik dari sana, Lu,” ucap Kak Qian—saudara sepupu Yifan yang tadi membantunya bersiap-siap.

“Meski riasanmu sangat sederhana, aku yakin, Yifan hanya akan melihatmu nanti,” lanjut Kak Qian dan berhasil membuat Luhan bersemu.

Dia berharap apa yang diucapkan Kak Qian ada benarnya. Benar saja. Luhan hampir selalu memergoki Yifan yang tengah mencuri pandang ke arahnya.

“Boleh aku mengatakan sesuatu?” tanya Yifan ketika mereka berdua tengah berada di balkon gedung tempat reuni berlangsung.

“Apa?” Luhan menyesap mocca-nya.

“Kau cantik,” ucap Yifan dan sukses membuat pipi Luhan memanas.

“Ee~ terima kasih,” ucap Luhan dengan kikuk.

“Tapi, kenapa kau memilih memakai sneakers daripada high heels?” tanya Yifan sambil membalikkan badannya menghadap Luhan yang tengah menyembunyikan wajahnya yang masih memerah.

“Eum~ kau, kan, tahu kalau aku tidak bisa berjalan dengan high heels. Lagi pula, sneakers lebih nyaman dan lebih hangat,” jawab Luhan. “Bukankah aku sudah tinggi tanpa harus memakai high heels?”

Memang benar. Sebagai seorang gadis, Luhan sangatlah tinggi. Bahkan tinggi badannya hampir mencapai telinga Yifan.

“Menurutku, kau masih terlihat pendek dari pandangan mataku ini,” ungkap Yifan. Dengan itu, dia mendapatkan sebuah jitakan di kepala yang tentu saja berasal dari Luhan.

“Terima kasih atas pujiannya, Wu Yifan!”

Yifan mengelus-elus bagian yang dijitak Luhan tadi, “Jangan marah! Aku, kan, hanya bercanda~”

“Bercandamu tidak lucu!” ucap Luhan dengan ketus. Dia berdiri membelakangi Yifan.

Yifan mulai tidak suka ini. Maka, diraihnya salah satu lengan Luhan dan menggoyang-goyangkannya seperti anak kecil. “Jangan seperti ini! Aku minta maaf~”

“Kau yang jangan seperti ini. Kenapa kau jadi kekanakan sekali sejak kau punya kekasih?” tanya Luhan sambil menatap tajam Yifan.

“Aku sekarang tidak punya kekasih,” jawab Yifan dengan wajah innocent.

Luhan hanya bisa terdiam dan menunduk ke bawah menatap sneakers-nya. Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat.

“HanHan,” panggil Yifan.

“Hm?” Luhan menoleh dan saat itu juga dia mendapatkan ciuman cepat di bibirnya. Tentu saja pelakunya adalah Wu Yifan.

Luhan membeku untuk beberapa saat sebelum mengatakan, “A-apa... itu... tadi?”

Sang pelaku hanya terdiam. Menikmati wajah lucu Luhan. “Kenapa wajahmu seperti itu?”

Luhan menatapnya, “A-apa... tadi... k-kau... men-cium-ku?”

“Aku tidak menciummu. Itu hanya sebuah kecupan,” jawab Yifan. “Bibirmu rasanya mocca. Rasa yang tidak biasa.”

“Apa?”

“Kenapa kau bereaksi seperti itu? Bukankah aku sudah pernah menciummu saat kita masih kecil?” tanya Yifan sambil mengacak poni rambut Luhan.

Belum sempat Luhan mengatakan sesuatu, Yifan kembali mempertemukan bibir mereka. Luhan menutup matanya untuk mengurangi debaran jantungnya. Namun, seperti itu tidak membantu. Jadi, dia memilih membalas ciuman Yifan.

I belong to you,” ucap Yifan setelah melepas ciuman mereka. “I love you, HanHan.”

Luhan menahan napasnya. Dia tidak percaya bahwa Yifan akan mengatakan tiga kata itu saat ini. Dia merasa mimpinya menjadi kenyataan. Dengan cepat, Luhan memeluk Yifan.

You belong with me,” bisiknya di telinga Yifan. “I love you, FanFan.”

Dengan itu Yifan melingkarkan kedua lengannya ke pinggang ramping Luhan. “Kalau bibirmu mempunyai rasa yang baru, beritahu aku, ya. Aku ingin merasakannya,” dan Yifan kembali medapatkan jitakan dari sahabatnya—kekasihnya.

END

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

A/N:

Jjan! Omaigat! Aku tidak percaya ini! Aku mendapatkan ide dan menyelesaikan fanfiction ini pada hari yang sama. Biasanya membutuhkan waktu seminggu lebih untukku menyelesaikan satu cerita. /doeng/

Sebenarnya, sudah lama aku ingin menulis sebuah cerita ketika aku mendengar lagunya Taylor Swift ini, dan baru hari ini aku mendapatkan feel-nya. /plak/

Semoga tidak mengecewakan. Terima kasih sudah membaca dan bersediakah reader-nim meninggalkan sebuah komentar? Just type it! ^^

14.06.23

With luv,

Ranifa Billy

Comments

You must be logged in to comment
tyfan9490 #1
Wah akhir yang indah...