Friend

LOVE IS IN THE AIR

“Hana ssi, kamu menggantikan Soo Young ssi?” tanya seorang wanita elegan berusia 30-an pada wanita cantik berusia 20-an di depannya.

“Benar Hyerin ssi, mohon bimbingannya,” ujar Hana, tersenyum ceria.

“Hhh…penjilat…” ujar seorang wanita muda lain yang duduk tak jauh dari mereka pada temannya yang berwajah bulat dan manis.

“Kenapa kamu bilang Hana ssi penjilat, Yoo Jin ah?”

“Sejak dia kerja dia selalu tak menolak kalau diminta menggantikan rekan kerja yang tidak masuk, pasti maksudnya biar dia mendapat pujian kan?” ujar gadis bernama Yoo Jin.

“Lho? Kan memang begitu aturannya di perusahaan ini, lagipula penunjukkan penggantian tugas kan bukan asal tunjuk tapi melihat jadwal kita semua juga, kebetulan saja dia selalu bisa,” ujar gadis berwajah bulat yang bernama Se Ra itu.

“Ah, pokoknya bikin senewen!”

Yoo Jin kemudian memilih sibuk dengan laporannya sementara Se Ra hanya menggelengkan kepala.

Yoo Jin adalah satu dari segelintir flight attendant yang kadang bersikap iri pada sesama rekan. Gadis yang baru saja mereka bicarakan termasuk gadis yang dicemburui Yoo Jin dan beberapa orang lainnya.

Hana, Kim Hana, tahun ini usianya 24 tahun, gadis cantik dan ceria dengan mata yang bulat dan berbinar indah apalagi kalau dia sedang bahagia dan tersenyum. Rambutnya indah bersinar sepanjang punggung tapi selalu diikat dengan rapi saat bertugas. Tubuhnya tinggi semampai dengan kulit berwarna putih dan bersih yang selalu ditutupi dengan pakaian yang panjang dan sopan. Selain seragamnya, Hana lebih suka memakai celana jeans santai dan shirt berbahan ringan dan halus berlengan. Hana merupakan keturunan dari ayah Korea dan ibu campuran Indonesia-Inggris, membuat wajahnya terhias sedikit ciri Asia Tenggara dan Eropanya.

Hana baru dua tahun menjadi flight attendant dan dia sangat menikmati pekerjaannya itu. Dia sangat rajin dan selalu bersedia bila harus menggantikan tugas rekannya yang lain, karena dia memang menikmati pekerjaannya. Sikapnya sendiri pada senior dan juniornya senantiasa sopan dan ramah. Hana bukan gadis yang senang bergosip dan dia juga tidak pernah menceritakan tentang dirinya. Selesai bertugas Hana akan selalu langsung pulang ke dorm atau kalau ada hari libur dia akan pulang ke rumah keluarganya. Hana tidak suka keluar malam atau minum-minum. Kalau ada perayaan apapun di kantornya dia juga tak pernah mau minum minuman beralkohol. Kalau terpaksa minum itu dilakukannya hanya saat ada acara keluarga dimana dilakukan di rumah keluarganya, agar dia bisa langsung mengungsi ke kamarnya setelah minum segelas atau dua gelas wine atau soju.

Se Ra sendiri merasa kalau Hana adalah gadis yang baik dan menyenangkan, tapi dia juga mengerti mengapa Yoo Jin iri padanya. Sebenarnya Yoo Jin sudah lama menyukai salah seorang pilot disini, Si Wan, tapi kelihatannya sang pilot malah tertarik pada Hana, sementara Hana malah terlihat tak acuh dan hanya menganggap sang pilot sebagai seniornya saja. Yoo Jin sebenarnya tahu itu, tapi tetap saja dia merasa cemburu.

Sementara itu Hana menyiapkan semuanya untuk penerbangan kali ini. Ini penerbangan yang jauh, ke Amerika, butuh persiapan matang fisik dan mentalnya. Perjalanan panjang seperti ini sering sekali membuat para penumpang agak senewen dan lebih tidak sabaran. Bagaimanapun duduk selama belasan jam di ruang terbatas memang bukan hal yang nyaman bagi siapapun.

Seharusnya ini jadwal Soo Young, salah satu senior Hana, tapi Soo Young mengalami keracunan makanan kemarin lusa dan dia belum bisa bertugas lagi sekarang makanya harus dipilih pengganti dan ternyata Hana yang dipilih.

***

Hana sudah siap menyambut para penumpang. Satu per satu naik dan ketika serombongan orang naik, Se Ra dan Jihye, kedua rekannya langsung memasang wajah bersinar lebih dari apapun, sementara Hana masih bersikap biasa dengan senyum ramahnya.

Apa yang membuat kedua gadis lain bersikap seperti itu? Karena rombongan yang akan masuk pesawat adalah para artis dari SM Entertainment yang rupanya akan melakukan pertunjukkan di Amerika. Barusan yang masuk adalah beberapa anggota Super Junior, lalu disusul BoA, Taemin dari Shinee, dan duo TVXQ yang senantiasa bersinar dimanapun mereka berada.

Kalau Se Ra dan Jihye terlihat lebih ceria dan ramah, Hana tetap pada kebiasaannya, ramah dan professional.

Bukan kali ini saja Hana bisa bertemu para artis dan Hana tak pernah menunjukkan sikap berlebih, sekalipun saat dia bertemu Jang Dong Gun, aktor senior hallyu yang menjadi idolanya dan idola tantenya itu.

Sejujurnya Hana juga menyukai karya-karya TVXQ, dari mereka masih berlima sampai sekarang terpisah menjadi dua group. Hana menyukai keduanya karena merasa mereka memang idola yang sangat berbakat. Meski begitu Hana tak terbiasa memperlakukan siapapun seperti bintang. Dia akan menghormati para atasan dan seniornya, tapi ya hanya sebatas itu, tak akan memuja, begitu juga berlaku dengan para artis itu. Hana mengakui dan mengagumi bakat mereka, ya hanya sebatas itu saja.

Ketika semua penumpang sudah duduk, Hana menuju tempat tugasnya, kabin bisnis pesawat ini, yang membuat dua orang temannya itu merasa agak iri, karena disanalah para artis SM berada.

Hana bertugas bersama seorang flight attentand pria senior bernama Jung Min disana.

Ketika waktunya pemasangan sabuk pengamana, Hana berkeliling dan menemukan BoA dan Tiffany belum memasang sabuknya dan malah masih mengobrol dengan Yunho dan Changmin dari TVXQ yang duduk bersama Hee Chul dari Super Junior.

Hana meminta keduanya untuk segera duduk dengan sopan, tapi BoA dan Tiffany mengatakan bahwa mereka hanya mau membuat selca sebentar dengan tiga pria ganteng itu. Hana tetap dengan profesionalitasnya meminta keduanya dengan sopan untuk duduk.

“Kamu tau kan, walaupun kesannya keren, kamu itu tetap hanya pelayan! Jangan sok tahu! Kami sudah biasa kok naik pesawat, kami juga tahu kapan kami harus duduk dan bersiap!” ujar Tiffany, dingin.

“Maaf nona, tapi ini sudah kebijakan keamanan penerbangan, kapten pilot sudah meminta kami semua memeriksa pengamanan para penumpang, saya hanya menjalankan tugas,” ujar Hana, lembut.

“Kamu tahu siapa kami kan? Kami hanya sebentar, nanti juga kami kembali duduk,” ujar BoA, tenang tapi terkesan memerintah.

“Maaf sekali lagi nona, tapi tanda peringatan sudah dinyalakan tandanya semua sabuk pengaman sudah harus terpasang, sekali lagi saya hanya menjalankan tugas,” ujar Hana tetap ramah.

Sementara itu tiga orang pria itu terlihat hanya diam saja melihat kejadian itu, begitu juga dengan beberapa orang lain yang asyik dengan kegiatannya masing-masing.

Hana sebenarnya agak kesal juga pada tiga pria itu, tapi dia tetap berusaha tetap sabar.

“BoA ya, Yunho sedang kurang sehat, dia sudah tidur juga, sudah jangan mengganggunya lagi,” ujar Hee chul akhirnya.

“Justru karena dia sakit aku khawatir, gimana kalau kita tukar tempat duduk saja,” ujar BoA, pada Heechul.

“Tidak bisa noona, Yunho hyung akan marah saat bangun nanti kalau tak melihat aku dan Heechul hyung, karena dia akan menganggap kami melanggar peraturan karena nomor kursi kami kan memang disini,” ujar Changmin.

Hana merasa agak lega kini karena kedua pria itu mau membantunya.

BoA dan Tiffany akhirnya kembali ke tempatnya setelah sebelumnya dengan sengaja sedikit menabrak bahu Hana.

“Terima kasih nona, tuan,” ujar Hana pada kedua wanita kurang ajar itu dan pada dua pria yang menatapnya agak bingung.

“Kenapa kamu mengucapkan terima kasih pada kami dan mereka?” tanya Heechul.

“Karena kalian sudah membantu meyakinkan mereka untuk kembali duduk dan karena mereka mau kembali duduk, sehingga memudahkan pekerjaan saya,” ujar Hana, tenang.

Keduanya manggut-manggut mengerti dan cukup kagum dengan sikap Hana.

Hana kembali berkeliling untuk melakukan pengecekan dan akhirnya menuju tempat duduknya sendiri.

“Gadis yang menarik,” ujar Heechul.

“Indeed,” ujar suara seorang pria yang selama ini mereka pikir sudah tertidur, duduk di pinggir dekat jendela.

“Hyung belum tidur?” bisik Changmin.

“Kamu mengenalnya, Yun?” tanya Heechul.

“Mana bisa aku tidur dengan dua orang seribut itu, dan ini kali keempatnya aku bertemu dia dalam penerbangan, Heechul hyung,” ujar Yunho, sang leader legendaris TVXQ.

“Eh?” tanya Changmin.

“Tapi tadi aku sempat memperhatikan dia bersikap biasa saja, padahal biasanya kalau sering bertemu begitu mereka akan bersikap lebih ramah,” ujar Heechul.

“Aku ketemu dia waktu jadwal solo, Min, dan dia memang selalu bersikap begitu hyung, sangat professional,” ujar Yunho.

“Ooh…eh tapi sepertinya kamu cukup mengetahui tentang dia?”

“Bukan begitu, waktu itu pas pertemuan kedua aku perhatikannya sikapnya padaku dan pada penumpang lainnya sama saja, begitu juga dipertemuan ketiga, jadi aku mengambil kesimpulan dia memang professional,” ujar Yunho.

***

Selama perjalanan itu beberapa kali Hana dibuat kesal oleh beberapa orang artis yang bersikap arogan padanya, tapi seperti biasa dia bisa dengan tenang menghadapi mereka.

Meski begitu Hana tak bisa menutupi kelegaannya ketika akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.

Ketika mereka menuju dorm, Jung Min menyerahkan selembar kertas pada Hana.

“Apa ini, Jung Min ssi?” tanya Hana, bingung.

“Itu dari Heechul ssi, untukmu,” ujar Jung Min.

Hana menatap kertas itu dan mendapatkan sebuah alamat email dan nomor telepon Korea. Hana hanya tersenyum dan menyimpannya. Dia tak berniat menelepon Heechul, tapi juga tak harus membuangnya begitu saja. Dia harus membuangnya dengan benar karena kalau ini benar nomor milik Heechul akan bahaya kalau jatuh ke tangan para sasaeng atau stalker.

Dua hari besok Hana punya waktu santai dan dia memutuskan berjalan-jalan di sekitar dorm-nya saja.

Hana sebenarnya tahu SMTown akan digelar dimana, tapi dia tak berniat untuk hadir, karena acaranya akan dilaksanakan besok malam, padahal lusa dia harus terbang lagi ke Korea akan terlalu melelahkan, lagipula setahunya tiketnya sudah terjual habis.

Hana menikmati taman kota itu dan tersenyum melihat anak-anak bermain disana.

“Nyaman sekali ya.”

Hana terkejut sekali mendengar suara baritone lembut di sampingnya. Dia menoleh dan melihat seorang yang dikenalnya sedang berdiri disamping kursi taman yang didudukinya itu.

Jung Yunho.

Memakai pakaian santai, kacamata dan topi. Kalau di Seoul mungkin tak mudah pria ini tampil santai seperti ini, tapi di negeri orang seperti ini dia bisa tampil santai.

“Apa kabar, Kim Hana ssi?” tanya Yunho, ramah.

“Aku baik, apa yang sedang kau lakukan disini Yunho ssi? Apa tidak ada gladi bersih untuk besok?” tanya Hana, tanpa bertanya bagaimana Yunho bisa hafal namanya.

Hana tentu saja ingat kalau dia sudah bertemu Yunho beberapa kali penerbangan, tetapi seperti Yunho bilang dia senantiasa bersikap biasa dan professional, makanya tak pernah menunjukkan sikap berlebih atau menunjukkan kenyataan bahwa mereka sering bertemu.

“Belum, besok pagi,” ujar Yunho.

“Boleh aku duduk disini?” tanya Yunho, menunjuk ke sebelah Hana.

“Silahkan, ini tempat umum,” ujar Hana, yang kembali memperhatikan anak-anak yang sedang bermain.

Yunho beberapa kali meliriknya dan tersenyum lembut. Kalau ini orang lain, gadis lain, mungkin dia akan berulang kali meliriknya atau mencoba membuka percakapan. Bukannya Yunho sombong atau ge-er, tapi 7 dari 10 gadis yang bertemu dengannya akan bersikap seperti itu, berusaha beramah tamah dan sulit melepaskan tatapan darinya. Rupanya Hana termasuk dari 3 orang gadis lain.

“Hana ssi, sudah berapa lama menjadi flight attendant?” tanya Yunho, memecah keheningan.

“Baru dua tahun ini,” sahut Hana, pendek.

“Apa memang ini cita-cita anda?” tanya Yunho lagi dalam bahasa yang formal.

“Benar, saya memang ingin bekerja sebagai flight attendant sejak kecil, sebenarnya ingin jadi pilot, tapi orang tua tidak mengijinkan,” ujar Hana.

“Wah? Pilot? Anda hebat sekali!” puji Yunho, tulus.

“Biasa saja kok, oh ya, kalau tidak salah usiaku lebih muda darimu, Yunho ssi, silahkan menggunakan bahasa informal saja,” ujar Hana.

“Bolehkah?”

“Ya kecuali anda keberatan,” ujar Hana, yang memang kadang risih kalau ada orang lebih tua menggunakan bahasa formal padanya, kecuali kalau itu benar-benar orang yang tidak dikenal atau atasannya.

“Kalau begitu, aku akan menggunakan bahasa informal, kamu juga silahkan pakai bahasa informal,” ujar Yunho, lugas.

“Tidak boleh, saya lebih muda,” ujar Hana.

“Atau kamu keberatan kalau kita jadi teman? Bahasa informal bukan berarti bicara kasar kan?”

“Teman?”

“Kita sudah sering bertemu, rasanya tak salah kalau kita berteman kan?” ujar Yunho lagi.

“Baiklah, memang tak ada salahnya, tapi saya tetap harus memakai bahasa formal karena saya memang lebih muda,” ujar Hana lagi, keras kepala membuat Yunho malah tersenyum.

“Ya sudah, terserah kamu saja,” ujar Yunho, mengalah.

Hana tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Mereka berdua lalu bicara dengan riang mengomentari tingkah laku orang-orang di taman. Yunho sama sekali tidak bicara tentang pekerjaannya dan Hana pun tidak bertanya tentang itu.

“Ah, oh ya, kemarin seniorku memberikan selembar kertas bertuliskan alamat e-mail dan no telpon Kim Heechul ssi, bisa tolong katakan padanya terima kasih,” ujar Hana, membuat Yunho agak mengerutkan dahinya.

“Heechul hyung memberikan nomornya padamu?” tanya Yunho.

“Ah iya, ini, aku bawa-bawa soalnya khawatir kalau jatuh ke tangan yang salah,” ujar Hana, yang lalu mengeluarkan kertas seukuran dan setebal kartu nama itu pada Yunho, entah kenapa dia merasa harus menunjukkannya pada pria itu.

Yunho menerimanya dan tertegun mengenali nomor telepon yang tertera disana.

“Ini…apa kamu sudah menghubungi nomor ini?”

“Tentu saja belum, dan rasanya aku tak akan menghubunginya,” ujar Hana, yang tanpa sadar ber-aku dan tidak menggunakan kata saya yang lebih formal. Yunho sendiri menyadari itu dan membiarkannya.

“Kenapa?”

“Apanya yang kenapa?”

“Kenapa belum dan kenapa tidak akan menghubunginya?” tanya Yunho.

“Aku kan tidak tahu kapan waktu senggangnya atau kalau e-mail kapan dibacanya, lagipula…”

“Kenapa?”

“Aku bukan fansnya…hehehe…” ujar Hana terkekeh malu.

Yunho jadi tersenyum mendengarnya.

“Kalau begitu siapa idolamu?”

“Tidak ada, aku hanya menyukai karena bakat, aku melihat artis ya dari bakatnya saja, jadi ya tidak ada yang terlalu istimewa buatku,” ujar Hana, terus terang.

Yunho tersenyum lagi. Dia sama sekali tidak tersinggung dengan jawaban itu.

“Kamu merasa Heechul hyung tidak terlalu berbakat?” tanya Yunho.

Hana hanya tersenyum dan tidak menjawab, tapi rasanya Yunho tahu jawabannya.

Yunho melihat kartu di tangannya lagi dan dia seperti membulatkan tekad.

“Kamu tetap simpan saja kartu ini, siapa tahu kamu memerlukannya,” ujar Yunho.

“Memang akan aku simpan, aku tidak mungkin membuangnya begitu saja kan, rasanya tidak sopan, lagipula Heechul ssi juga tak ada niat buruk dengan ini, hanya saja kalau buat menelepon ya tidak janji juga,” ujar Hana, yang lalu menyimpan kembali kartu itu ke dalam tas dompetnya.

Mereka lalu memutuskan menikmati kopi di sebuah kedai kopi kecil tapi nyaman di sekitar taman.

Setelahnya mereka berpisah untuk kembali ke tempat mereka menginap, Yunho ke hotelnya dan Hana ke dormnya.

***

Yunho mencari-cari Heechul di kamarnya, dan ternyata yang dicari malah sedang ada di kamarnya bersama Changmin.

“Hyung, kenapa kamu memberikan nomorku pada Hana ssi?” tanya Yunho, to the point.

“Eh? Kok kamu tahu?”

Yunho menatap sang teman yang sudah dianggapnya kakak itu memutar bola matanya, sementara Changmin memperhatikannya dengan tertarik.

“Ya kan ga ada salahnya, soalnya kamu terlihat tertarik sama dia,” ujar Heechul.

“Ya ampun hyung, aku masih bisa kok mendekati seorang gadis tanpa kamu bantu,” ujar Yunho, seraya duduk di tempat tidurnya.

“Iya, cuma kamu kelihatan ragu-ragu gitu, gadis secantik Hana ssi pastinya banyak yang berminat dongsaeng ah,” ujar Heechul.

“Jangan bilang kamu belum move on?” ujar Heechul lagi.

“Hyung…”

“Mianhe, tapi please move on, kalian yang memutuskan untuk berpisah baik-baik, dia sudah berusaha move on, kamu juga harus melakukan itu agar dia tahu kalau kamu bisa bahagia,” ujar Heechul.

“Heechul hyung benar, hyung, move on, jangan sampai para parasit itu lebih dulu berhasil dengan usaha mereka,” ujar Changmin. Para gadis atau pria yang mengejar cinta hyungnya selama ini memang Changmin anggap parasit karena dia tahu persis kalau sang leader sama sekali tidak tertarik pada mereka dan mereka hanya pengganggu saja.

“Kamu ga anggap aku seputus asa itu kan, Min?” ujar Yunho, agak kesal.

“Tidak, tapi jujur saja hyung, aku merasa orang tua hyung semakin desperate sekarang, setelah usia hyung sudah 30 tahun dan hyung belum move on juga,” ujar Changmin, lugas.

“Aku sudah merelakan hubungan kami, Min, kamu tahu itu, tapi bagaimanapun aku tetap harus hati-hati kan karena sekarang ini aku bukan cari partner in bed, tapi teman hidup, kamu ngerti kan?” ujar Yunho.

“Kami ngerti Yun, makanya kami coba bantu kamu membuka pintu, karena kurasa Hana ssi sepertinya baik dan cocok buat kamu, tak ada salahnya kan mencoba,” ujar Heechul.

Yunho terdiam. Tentu saja dia mengerti maksud kedua teman baiknya itu dan dia juga sadar bahwa usaha itu tak salah sama sekali.

“Ya aku serahkan pada takdir sajalah.”

“Tapi…kenapa kamu bisa tahu aku memberikan nomor itu?” tanya Heechul.

“Karena aku baru saja bertemu dia,” ujar Yunho.

“HEEHHH?!!” kedua mahluk dihadapannya berujar keras membuat Yunho menutup telinganya kesal.

Heechul menuntut Yunho menceritakan apa yang terjadi. Yunho menceritakan semuanya termasuk kenyataan bahwa Hana tidak akan menghubungi nomor itu karena dia bukan fans Heechul.

Heechul tertawa saja dan tidak tersinggung dengan kenyataan itu, hanya saja dia menyayangkan rencananya yang gagal.

“Tapi, dia masih menyimpan nomor itu kan?” tanya Changmin.

“Iya, karena dia merasa tidak sopan kalau membuangnya begitu saja, lagipula kalau sampai itu jatuh ke tangan yang salah akan jadi masalah buat Heechul hyung, dia memang bukan fans, tapi dia menghormati privacy Heechul hyung,” ujar Yunho.

“Berarti dugaanku tepat kalau dia gadis yang baik, sempurna! Tapi sayang sekali usahaku gagal!”

“Belum tentu hyung, selama dia masih menyimpannya siapa tahu ada hal yang membuat dia akhirnya menghubungi nomor itu, ya kan?” ujar Changmin.

“Tapi kemungkinannya kecil!”

“Makanya kubilang, kuserahkan pada takdir saja,” ujar Yunho.

“Lalu kenapa hyung tak memberi dia nomor hyung yang lain?” tanya Changmin.

Yunho terpana dan mendesah dibuatnya, kenapa dia tidak terpikirkan itu tadi? Heechul dan Changmin bertatapan mata dan ikut mendesah.

“Aigoo!!!”

***

a/n : chapter one… 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet