Hari Pertama

Le ton

Awal musim semi di bulan April, tahun 2004. Tahun pertama gue menjadi siswa Shouran, sekolah menengah atas khusus pria terbaik dalam bidang akademis maupun non-akademis di Osaka, kota kelahiran gue.

Oh iya, sebelumnya kenalin, nama gue Yamaa Toru. Biasanya anak-anak cewek dan cowok di sekolah manggil gue dengan nama marga gue, baik kouhai, yang satu angkatan, maupun senpai gue. Tapi di kalangan cowok ada yang manggil gue dengan Yamato atau engga Yamaru - gabungan nama marga gue dan nama kecil gue, sama yang merasa akrab sama gue. Awalnya emang gue gak suka sebutan sok akrab itu, tapi akhirnya gue mulai terbiasa. Tapi, ada satu orang yang bisa dan gue biarin dia manggil gue dengan nama kecil gue plus prefix '-chan' adalah Kohama Ryota, sahabat masa kecil gue sejak sekolah dasar. Keluarga Kohama pindah rumah tepat di seberang rumah gue pas gue masih kecil. Tapi itu gak membuat gue langsung akrab sama Ryota. Semuanya ada ceritanya.

Awalnya sangat kebetulan. Waktu itu Mama lagi belanja di pusat pertokoan, tanpa sengaja ketemu ibunya Ryota di sana. Karena ingin punya teman di lingkungan baru, ibu Ryota mengajak ngobrol Mama. Setelah itu mereka mengenal satu sama lain.

Keluarga Kohama pindah rumah karena di daerah tempat mereka tinggal dulu, sering ada pencurian dan kejadian aneh. Entah kejadian apa yang terjadi. Dirasa tidak aman untuk keluarga baru mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah rumah. Ayah Ryota, sama seperti Papa, bekerja sebagai pegawai di perkantoran yang ternama di Osaka. Dan ternyata ayah Ryota dan Papa merupakan rekan kerja di tim yang sama. Kerja di perkantoran itu artinya perginya pagi dan pulangnya malam. Ibu Ryota yang tadinya bekerja akhirnya berhenti dan mengurus Ryota yang masih kecil. Anaknya, Ryota, ternyata hanya beda satu tahun lebih muda dari gue. Orangnya pendiam, dari dulu sampai sekarang, tapi kalau sudah dekat orangnya ternyata sangat baik, dan suka tertawa aneh.

Setelah berkenalan di pusat pertokoan, mereka berteman. Belanja bareng, ke salon bareng, sampai akhirnya ada ide untuk menghabiskan sore bersama di salah satu rumah mereka, sekalian mengenalkan gue pada Ryota.

Gue inget waktu pertama kali datang ke rumah Ryota, sekitar umur lima atau enam tahun. Mama gue dan dia ngobrol di dalam rumah sambil minum teh hitam - keluarga Kohama tidak suka teh hijau, sedangkan gue dan Ryota ceritanya dibiarkan mengenal satu sama lain di halaman rumahnya yang tidak terlalu luas seperti rumah lainnya di Osaka. Ryota berlaku sewajarnya seperti anak pemalu yang lain, main mobil-mobilannya sendiri dan takut berkenalan dengan orang lain. Dia juga gak mau minjamkan mobil-mobilannya ke gue. Selama gue hidup, orang lain yang selalu ingin mati-matian berteman dengan gue, dan kali ini berbeda. Kali ini gue yang penasaran dan ingin berteman dengan dia.

Setiap kali giliran Ryota dan ibunya yang ke rumah gue, gue selalu kasih pinjem koleksi robot gue sambil memberikan jatah cemilan gue buat dia. Alhasil gak sampai dua bulan akhirnya dia ngasih salah satu mobil-mobilannya ke gue sebagai tanda awal persahabatan gue dan dia. Gue juga ngasih dia robot Ultraman kesukaan gue sebagai tanda yang sama. Dan sejak saat itu dia mulai manggil gue 'Toru-chan' dan gue manggil dia 'Ryo-chan'. Sejak saat itu gue dan dia gak mau terpisah bagaikan ingus dan upil di dalam satu hidung. Pengumpamaan yang jelek, tapi hanya itu yang sesuai dengan keadaan gue dan dia. Gue dan dia bersepeda bareng ke taman atau sungai, main bareng, nonton anime bareng, sampai sekolah pun barengan. Gue yang satu tahun lebih tua dari dia dimasukan sama-sama ke sekolah dasar yang sama, biar sama-sama satu angkatan dan selalu bareng. SD, SMP, bahkan sekarang SMA pun selalu bersama Ryota.

.

Oh ya, lanjutin perkenalan dirinya. Seperti yang gue udah bilang, gue lahir di Osaka, tepatnya tanggal 7 Desember tahun 1988. Tahun ini umur gue 16 tahun. Tapi ini karena ini masih April, jadi umur gue masih 15 tahun. Gue lahir di dalam keluarga yang terbilang lumayan. Papa bekerja di perkantoran besar Osaka dan posisinya cukup tinggi, sedangkan ibu membuka market kecil serba ada di lantai satu bagian depan rumah kami. Gue anak tunggal dalam keluarga ini dan gue suka dimanja karenanya. Walaupun Papa dan Mama orangnya irit, mereka memberi uang sepuluh ribu yen tiap bulan. Uang yang cukup banyak, tapi hanya itu yang diberikan dalam sebulan. Jadi kalau uang gue abis dan gue pengen minta lagi, gue gak bakal dikasih. Dari sini gue belajar irit dan mulai menabung sisa uang jajannya dalam celengan berbentuk kelinci putih. Oh ya, gue suka kelinci putih. Ada belasan celengan kelinci putih yang penuh terisi uang di lemari khusus kamer gue.

Gue suka menghabiskan waktu luang gue di perpustakaan buat baca buku dan belajar. Ryota biasanya ikut ke perpustakaan, tapi hanya saling mengirim email dengan pacarnya, kadang minta tolong diajarin sama gue. Mungkin hidup di dalam perpustakaan membuat gue selalu juara satu dari SD. Bukan maksud menyombongkan diri, ini hanya pamer. Di sekolah menengah gue dulu, gue menjadi lulusan terbaik dan gue dapat beasiswa penuh selama tiga tahun untuk SMA.

Gue hanya punya sahabat di dunia ini, Ryota. Semua orang ogah berteman dengan gue karena gue dibilang orangnya dingin, cuek, sombong, dan omongan gue tajem dan suka nusuk. Emang gue orangnya tanpa senyum dan gak bisa ramah ke semua orang. Kalau soal omongan gua yang menyakitkan, mungkin mereka aja yang terlalu sensitif. Lagipula semakin dikit teman yang gue punya, semakin kecil kemungkinan gue bakal terlibat dalam drama-drama masa sekolah yang gak penting dan merepotkan. Gue bisa lebih fokus ke nilai akademik gue dan prestasi non-akademik gue di bidang olahraga. Dan juga persahabatan gue dengan Ryota.

Tubuh gue tinggi tegap dan cukup mahir di beberapa bidang olahraga. Muka gue... bisa dibilang lumayan. Satu-satunya hal yang bisa gue banggakan adalah hidung manis gue yang sedikit lebih mancung daripada orang Jepang kebanyakan.

Banyak orang yang bilang hidup gue udah sempurna - pinter, jago olahraga, tinggi, dengan hidung manis yang mancung. Tapi kenyataannya gue cuma manusia biasa yang punya kekurangan.

Gue gak pernah tertarik sama cewek.

.

Sejak kelas satu sekolah menengah, waktu di mana gue mulai puber dan beranjak jadi remaja yang tinggi dengan suara yang berat, setidaknya dalam satu bulan sekali di loker sepatu atau di bawah meja gue ada potongan kertas kecil dengan amplop berwarna merah muda bertuliskan rangkaian kata-kata yang kata Ryota manis dan romantis tapi malah bikin gue gatel dan mual-mual. Kalo gak salah namanya surat cinta. Jumlahnya lebih banyak lagi kalo itu hari ulang tahun gue atau tanggal 14 Februari. Ada juga yang ngasih barang itu lewat Ryota. Gue lebih gak suka cara kaya gitu. Kalau gak surat cinta yang datang, ada yang namanya pengakuan cinta. Ada yang diem-diem nembak gue sehabis pulang sekolah atau pulang dari kegiatan klub, dan ada yang terang-terangan nembak gue yang lagi makan siang bareng Ryota di kelas. Itu yang paling buat gue makin risih sama cewek. Yang nembak gue bukan hanya cewek yang seangkatan sama kouhai gue, tapi lebih banyak dari para senpai. Masalah baru ketika gue udah nolak surat dan pernyataan cinta mereka. Para penggemar cowok dari cewek itu malah marah-marahin gue. Baru tiga bulan gue di SMP, gue udah dibenci seluruh cowok satu angkatan dan semua cewek yang gue udah tolak.

Setelah hampir enam bulan kejadian ini berulang-ulang, Ryota angkat bicara.

.

"Toru-chan..." mulai Ryota.

"Hn?"

"Gue liat lu gak pernah nerima pernyataan cinta cewek-cewek yang nembak lu." Lanjutnya.

Waktu itu gue dan dia lagi bersepeda pulang dari sekolah yang melelahkan, menyusuri sungai Yodo yang membatasi kota Osaka. Rencananya sehabis pulang sekolah mau ke batting center untuk bersenang-senang, tapi dibatalkan karena sudah terlalu lelah habis mengikuti kegiatan klub menjelang festival olahraga.

"Iya. Lalu kenapa?" Tanya gue singkat.

"Apa menurut lu cewek-cewek yang nembak lu itu kurang buat lu?" Gue bisa lihat dari sudut mata gue Ryota sedang menatap ke arah gue.

"Gue emang gak tertarik sama mereka. Jadi gue tolak," gue menjelaskan.

"Kalau gitu, Toru-chan pernah suka cewek?" Tanyanya lagi.

"Engga pernah tuh," jawab gue cepat-cepat, "Kalau iya pun gue udah pasti kasih tahu lu, lah."

"Ah, iya ya, lu bener juga. Ha ha ha" dia pun tertawa aneh, "Gue ganti pertanyaannya. Apa bahkan lu tertarik sama cewek?"

Gue berhenti mengayuh sepeda putih gue karena terlalu kaget dengan pertanyaan pendek, singkat, dan padat yang dilemparkan Ryota. Akhirnya gue tertinggal beberapa meter di belakang Ryota.

Apa itu alasannya gue gak pernah jatuh cinta?  tanya gue ke diri sendiri.

"Toru-chan?" Ryota yang sadar gue tertinggal di belakang akhirnya memutar balik dan menghampiri gue.

Gue gak suka cewe? Apa gue hom-

"Akh, ittai" Gue memegang dahi gue yang kesakitan habis disentil Ryota. "Oi! Doue, Ryo-chan?"

"Habis dari tadi lu bengong sih jadi gue sentil aja," jawabnya tenang, "Tenanglah, Toru-chan, gue bakal dukung lu walaupun lu suka cowok. Kecuali kalo lu suka sama gue."

"Hei. Gue gak homo." Pungkas gue cepat.

"Tapi lu juga gak suka cewek, kan?" Tanyanya dengan santai tanpa banyak pikir, tanpa memikirkan perasaan gue yang campur aduk.

"Gue janji gue gak bakal kasih tahu siapapun, Toru-chan." Lanjutnya sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

"Oi, apa ini masih eranya janji kelingking? Dan tolong anggep saja gue belum waktunya tertarik sama cewek. Bukan... homo." Balas gue dengan ketus.

"Iya, iya. Sudah, sini kemarikan kelingkingmu." Dengan ogah-ogahan gue kaitkan jari kelingking gue.

"Tapi janji bantu gue satu hal, Toru-chan." Pantas saja harus janji kelingking. Dia menginginkan satu hal. Dengan tatapan horor gue menatap ke muka Ryota yang sudah memerah dan senyum-senyum gak jelas.

"Apa dulu? Kalo yang aneh-aneh gue gak mau," lanjut gue.

"Ano.... gue lagi suka seseorang..." jawab Ryota sambil menundukkan kepalanya. Gue sedikit kaget mendengarnya.

"Oh... jadi lu pengen gue jodohin, gitu? Sama siapa?" tanya gue bertubi-tubi.

Dia menundukkan kepalanya lebih dalam lagi kalau itu bahkan masih bisa dilakukan, "Senpai kelas 9... namanya... Kanki Tomoya."

Eh?

Kanki Tomoya?

Cewek garang tapi gak banyak ngomong itu yang masuk tim inti basket putri? Atau ada Kanki Tomoya yang lain?

"Ryo-chan, apa maksudmu itu Kanki Tomoya yang masuk tim basket putri?" tanya gue dengan penuh ketidakpercayaan.

"Eh? Lu kenal sama dia?" jawab Ryota dengan lugunya.

"Tentu saja, bodoh, gue kan masuk tim inti basket. Sudah seharusnya gue kenal dengan anggota tim inti ceweknya. Ryo-chan bodoh. Jadi... lu... bener-bener suka sama dia?" Bales gue tanpa gue bisa tahan mulut gue yang menganga lebar. Maksud gue sedikit terbuka. Gue gak nyangka Ryota bisa suka sama orang yang pendiam juga, tapi masalahnya dia mengerikan kalau sedang marah - gue sering dimarahin karena telat datang ke latihan dan serong bolos. Namanya juga kaya cowok lagi. Gue jadi khawatir.

"H-hai!" dia mengangguk mantap.

"Ryo-chan, kau bisa terbunuh kalau lu macam-macam atau gak sependapat sama dia." tatap gue iba.

Ryota menendang sepeda gue sampai cukup membuat gue repot karena sepeda gue jatuh, "H-hei! Apa maksud lu dengan 'macam-macam'?" Padahal maksud gue macam-macam itu kaya mendua atau sejenisnya, tapi mungkin Ryota berpikiran mesum lagi.

"Lagipula gue gak bakal macam-macam sama dia. Gue kan... suka dia." Mukanya memerah semerah tomat seperti kehabisan nafas, jari telunjuknya menggaruk pipinya yang pastinya tidak gatal. Apa ini namanya muka saat jatuh cinta? Kalau gini namanya gue gak mau jatuh cinta. Tapi gue mau bantu satu-satunya sahabat gue yang sedang jatuh cinta.

"Ya sudah, gue mau coba bantu." kata gue sambil mulai mengayuh lagi.

"Beneran?" tanyanya dengan antusias dan mulai mengikuti gue yang mengayuh.

"Iya. Tapi cuma bantu. Gue gak bakal jamin lu bakal jadian sama dia." jawab gue singkat.

"Baik! Sisanya serahkan saja pada gue!" dia tertawa lepas.

Singkat cerita, lima bulan kemudian, tepatnya pas hari wisuda kelas tiga diadakan, Ryota mulai pacaran sama Kanki-senpai, sampai sekarang. Dan "rahasia" gue juga masih tersimpan rapat.

.

Balik ke cerita awal, hari ini hari pertama gue masuk sekolah. Usai mandi dengan kerennya di bawah pancuran air dingin dan mengeringkan diri, gue ambil seragam SMA baru yang menggantung di lemari pakaian dan memakainya. Sedikit kekecilan di badan gue, tapi, ya, masih bisa menutupi badan gue dengan pas. Sehabis merapikan rambut cepak gue yang berantakan, gue turun dari lantai dua tempat kamar gue berada menuju dapur yang sudah mengeluarkan aroma roti bakar.

"Ohayou, okaa-san," sapa gue duluan.

"Oh! Toru! Ohayou," jawab Mama sambil tersenyum lembut, "Ini rotimu, Toru. Ngomong-ngomong kau terlihat tampan memakai seragam SMA itu."

"Sankyu (thank you). Apa hari ini ada bento untukku, Ma?" tanya gue sambil mulai melahap rotinya. Umm, hari ini pakai selai kacang.

"Gomen ne, Toru. Mama kan uda bilang, Mama uda gak ada waktu lagi buat bento." Jawabnya sambil menaruh secangkir kopi hitam di depan gue. Emang sih mama gue udah gak pernah buat bento lagi sejak gue SMP, tapi kadang-kadang gue juga rindu.

"Daijoubu (gak apa-apa), okaa-san. Aku hanya pikir hari ini bakal berbeda." Cepat-cepat sebelum Mama sempat membalas, gue meneguk habis kopi dan membawa sisa rotinya keluar.

"Ittekimasu (aku pergi), okaa-san!" Gue mencium pipi mama gue cepat dan melesat keluar dengan roti yang diapit di mulut gue. Gue sambar sepeda di sebelah teras dan, tentu saja, menyeberang ke rumah Ryota.

Kring... kring... kring... Suara bel dari sepeda.

"Ryo-chan! Hayo eya (cepetan)!" Teriak gue gak sabaran. Sambil menunggu Ryota, gue menghabiskan roti bakar dengan selai kacang yang sebenarnya kurang menganjal perut gue. Sepertinya hari ini juga harus jajan lagi.

Sekitar sepuluh menit berlalu muncullah Ryota dari dalam rumahnya.

"Oi, kenapa kau lama sekali? Kita bisa telat. Dan apa gak masalah kalau rambut lu udah sepanjang itu?" Komentar gue bertubi-tubi sambil melihat rambut Ryota sudah sepanjang bahu.

"Lagian peraturan sekolah juga gak nyinggung soal penampilan, kan," katanya sambil mengambil sepeda kuningnya, "Santailah, Toru-chan, ini bukan SMP lagi. Sekali-kali telat juga tidak apa-apa."

"Ya itu untuk lu. Hari ini kan gue harus kasih kata sambutan di upacara penerimaan siswa baru." Bales gue dengan tajam sambil mulai mengayuh, meninggalkan Ryota, "Oh, ya, bagaimana hubungan lu dengan Kanki-senpai?"

Ryota yang sudah ada di samping gue menjawab dengan antusias, "Kami baik. Terima kasih sudah bertanya," dia tertawa aneh, "Ngomong-ngomong soal Tomo-chan, katanya dia sudah belajar masak di sekolah barunya dan mau coba buatin gue bento. Nanti rencananya gue bakal jemput Tomo-chan di rumahnya dan mengambil bento sekalian nganter dia ke sekolahnya. Jadi mulai besok kita gak pergi bareng lagi. gak apa-apa, kan?"

Apa?

Bertambahlah ketidaksukaan gue dengan cewek. Cewek pada akhirnya akan merebut sahabat lu dari jangkauan lu.

"Silahkan saja." Kata gue ketus lalu mengayuh lebih cepat meninggalkan Ryota di belakang.

"Hei! Lu marah ya?! Toru-chan, gomen nasai! Kalau gitu tiap Kamis sama Jumat aja gue ke rumah Tomo-chan! Sisanya kita pergi bareng ya! Ya Toru-chan?! Jangan marah!" Teriaknya dari belakang.

Mungkin dari luar muka gue terlihat datar, tapi di dalam hati gue udah tersenyum dengan penuh kemenangan. Hehe... Ryota lebih memilih pergi bareng gue daripada Kanki-senpai. Tiga hari lawan dua. "Sudahlah lebih cepat ngayuhnya, Ryo-chan."

Gak lama akhirnya gue dan Ryota sampai di halaman sekolah Shouran. Sudah banyak siswa yang datang sehingga kami agak kesulitan menaruh sepeda. Tepat jam delapan semua siswa sudah dikumpulkan dalam aula buat mendengarkan kata sambutan dari kepala sekolah dan tiga siswa kehormatan. Salah satunya itu gue.

"Yamaa Toru silahkan memberi kata sambutannya," kata kepala sekolah Shouran.

"Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya pada hari ini," mulai gue. Dengan lancarnya gue meneruskan kata-kata gue seperti sudah diprogram. "Sekian dari saya. Terima kasih."

Akhirnya setelah menyanyikan mars sekolah, ritual yang membosankan ini selesai. Tinggal mencari klub lalu mencari kelas dan pulang.

Keluar dari gedung aula, sudah banyak stand dari berbagai klub siap mengeroyok siswa baru untuk direkrut. Ada 34 klub yang ditawarkan sekolah ini, kata brosurnya, dari hal yang cowok banget sampai yang cewek banget kaya culinary. Menggelikan.

Gue dan Ryota baru saja jalan lima meter dari gedung aula, tapi sudah ada orang yang menghampiri kita.

"Hei! Lu Kohama Ryota, kan?!" Tanya orang itu menggebu.

"E-eh, iya. Kenapa?" Tanya Ryota dengan penuh tanda tanya.

"Boleh diwawancara?! Gue Toguchi dari klub berita. Gue denger di masa SMP, lu masuk dalam klub baseball dan softball dan selalu mencetak home run di setiap pertandingan, ya?!"

Siapa orang ini? Kenapa dia bisa tahu pertandingan yang cuma sebatas festival olahraga antar kelas? Setahu gue gak ada orang dari luar sekolah yang bisa datang ke festival. Baru saja orang itu selesai bicara, Ryota sudah dikeroyok para senpai dari klub baseball dan softball. Gue tadinya mau nolong Ryota yang sudah gak terdengar lagi suaranya di antara kerumunan senpai, sampai si orang yang rese itu ngomong lagi.

"Dan lu pasti Yamaa Toru yang pas SMP mengikuti beberapa klub olahraga dan memenangkan banyak pertandingan dari skala regional sampai nasional itu kan?!" Gue sudah siap-siap ambil langkah seribu, tapi gue terlambat. Gue udah dihadang oleh, setidaknya 13 orang.

"Beneran nih?! Kalo gitu lu harus masuk klub voli!"

"Jangan! Klub tennis saja!"

"Yang paling bagus di sekolah ini ya klub kendo!"

"Gimana kalo lu masuk klub atletik saja?"

"Jangan, klub memanah saja!"

Makin lama dengar ocehan orang yang gue gak kenal ini bikin gue kesel.

"Nandeyanen (=apa-apaan sih). Terserah gue mau milih klub apa, bukan urusan kalian. Sana minggir." Kata gue tajam.

Ternyata cukup dengan kalimat itu para senpai berhenti bicara dan bubar dari hadapan gue. Tadinya gue pengen nyelametin Ryota, tapi setelah gue liat sekeliling, dia sudah hilang. Akhirnya gue berencana mengelilingi satu sekolah mencari klub yang pas buat gue.

Mulai beberapa tahun yang lalu, sekolah Shouran mewajibkan untuk setiap murid terlibat dalam setidaknya dua klub, biar semakin aktif di sekolah, katanya. Tapi setahu gue, ada aja yang milih tiga klub. Gue bisa jamin Ryota sudah milih klub baseball dan softball, soalnya emang dari dulu dia selalu masuk salah satu dari dua klub itu. Dan dia pengen jadi pemain baseball nasional. Sementara gue gak jelas mau jadi apa. Dari dulu gue gonta-ganti klub terus. Kalau lama-lama di satu klub, gue bisa bosen.

Sebenernya gara-gara gue termasuk salah satu siswa kehormatan, gue direkomendasikan ke klub organisasi siswa. Eh, bukan, lebih tepatnya dipaksakan masuk klub itu. Merepotkan, tapi setidaknya artinya gue tinggal cari satu klub lagi.

Dengan pemikiran matang, gue akhirnya mengitari satu sekolah mencari kolam renang indoor yang jadi kebanggaan sekolah ini. Lumayan, gue udah lumayan lama gak berenang. Lagipula katanya kalau sering-sering berenang itu bisa nambah lima tahun dari keseluruhan waktu hidup lu. Akhirnya gue lihat tempatnya. Di bagian paling belakang sekolah.

"Yamaa Toru mau bergabung. Mohon dukungan kalian." Kata gue singkat.

"Eh, Yamaa Toru?! Ya, ya, tulis aja data diri lu di sini!" Balas senpai yang agak kewalahan melayani banyak siswa yang mau bergabung sambil memberi secarik kertas pada gue.

"Nih. Gue udah isi." Habis itu gue taruh kertasnya di atas meja.

"Ah, iya. Datang lagi besok buat seleksi berenang di sini." Gue mengangguk dan berjalan keluar dari tempat itu.

Urusan klub sudah selesai, tinggal mengikuti rangkaian tes kesehatan dan mencari kelas gue yang artinya gue harus kembali ke tengah kerumunan orang tadi lalu ke gedung sekolahnya. Tapi gak masalah sekarang. Gue sudah ikut dua klub.

Ternyata tempat tadi gak seramai waktu keluar dari gedung aula. Tinggal beberapa orang yang masih sibuk mencari klub pilihannya. Gue melanjutkan jalan menuju gedung sekolahnya.

"Hei," ada suara gak dikenal dari belakang gue. Dan emang kemungkinan besar emang manggil gue. Gue acuhkan dan tidak berhenti berjalan.

"Oi, bodoh! Tunggu dulu!"

Gue berhenti melangkah.

Apa? Bodoh? Selama gue hidup, gue gak pernah dipanggil bodoh oleh siapapun. Karena gue penasaran dan kesel sama orang yang berani-beraninya manggil gue bodoh, gue membalikan badan ke belakang.

Ada cowok pendek yang terengah-engah di depan gue. Perasaan yang aneh nyelimutin gue dan rasa jengkel karena dipanggil bodoh hilang entah ke mana. Beberapa untaian rambut ikal hitamnya yang melebihi alis menempel di dahinya karena keringat. Wajahnya bulat dan mungil, menonjolkan mata hitam sempurnanya yang besar dan bundar dan sepasang bibir penuh yang terlihat lembut. Empat tahi lalat yang terlihat jelas di pipi kanannya membuatnya terlihat manis. Hidungnya - baru kali ini gue lihat hidung yang lebih manis dari hidung gue, mungil dengan ujung yang membulat, disangga dengan indahnya oleh batang hidung yang tinggi. Celana seragamnya ditekuk sampai setengah paha menunjukkan kaki kecilnya yang seperti perempuan, tapi dengan garis-garis otot yang maskulin. Tangannya yang sedang menyeka keringat di dahinya terlihat mungil dan kuku-kukunya terpotong rapih. Kulit yang membungkus jarinya pun terlihat begitu lembut. Feminim dan seksi. Ah, rasanya gue pengen jilat dan menghisap jari mungil itu, merasakan jari mungil itu di dalam mulut gue.

Eh.

Tunggu.

Apa?

Dalam hati, gue udah nonjokin diri gue sendiri. Mikir apa gue barusan? Buruk. Ini buruk.

Manusia yang membuat gue merasa aneh ini akhirnya nengak - karena dia lebih pendek dari gue, dan menatap tepat ke arah mata gue. Tangan gue mulai berkeringat dingin, perut gue mules, darah gue berdesir, dan detak jantung gue makin cepat dan bisa terdengar di kuping gue.

"Hei. Lo tertarik untuk masuk klub-"

"Nama gue Yamaa Toru." Gue sedikit menyesal karena harus memotong ucapannya di tengah-tengah karena gue juga ingin mendengar suaranya yang serak-serak menggoda terus berbicara, tapi gue ingin kenalan dengannya.

"Eh, ya... Yamaa-san," mulainya lagi dengan canggung, "Apa lo tertarik untuk masuk klub basket?"

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Nisamuji_04 #1
Please update dong kak! aku selalu setia menunggu kakak update ff ini. Aku suka banget sama ff kakak! Udah 3 tahun nunggu loh kak! Please update this ff! Semangat kak!
hwaiting93 #2
Chapter 1: Akhirnya nemu 1 lagi ff ToruKa T_T
Susah banget cari ff mereka, padahal mereka kan couple yg sweet >.<
Ceritanya menarik bangeetttttt
Walau ga terbiasa pake bahasa lo gue, biasa baca ff yg bahasanya baku hehe
Tapi selain itu penulisannya rapi, alur ceritanya juga bagus
Aaaaaaaa please update yaaa
Aku liat ini dipublish dari tahun lalu ToT
kallinaan #3
Chapter 1: Enak bgt bacanya, rapi^^ jejeritan sendiri pas deskripsiin taka >< ditunggu next chapternya :D
Toruka-kun #4
Chapter 1: update please,penasaran banget