A Sin

Werewolves vs Vampire

Desclaimer: Saya berhak atas plot.

Warning: AH/AU/OOC/Shonen-ai

Genre: Fantasy/Friendship/Romance/Drama

Rated: T or M (sedikit)

.

.

Werewolves vs. Vampire

.

.


"Tao, jangan yang itu. Dia masih kecil ! "

"Gege terlalu baik hati. Tao sudah lapar, Ge."

.

Graaaawwwrrr

.

"Tao! Awas. Induknya lebih besar dari tubuhmu."

.

BRUUK

.

"Kau gila! Sudah kubilang dia masih terlalu kecil dan pasti instict induknya juga lebih tajam darimu."

"Mianhae, Gege. Tao sangat lapar."

"Ne, sebaiknya kita kembali. Kris-ge sudah mendapat mangsa cukup besar."

Dan segerombolan serigala itupun pergi dari hutan. Tanpa mereka sadari, ada sosok yang sedari tadi yang menatap mereka tajam kini tengah menyeringai memperlihatkan taringnya yang tak kalah tajam.

.

.

"Gege, bisakah Tao mendapat yang lebih besar lagi? Ini belum cukup mengisi perut ramping Tao," Tao, werewolves termuda dari keenam werewolves itu nampaknya tengah memancing taring para Gege untuk mencabik tubuhnya. Bukan apa, mereka semua kelaparan setelah berlari sekian kilometer jauhnya hanya untuk menghindari kejaran para polisi dan anjing-anjing pelacak bodoh itu.

"Tao-ah, kau menghina Gege, eum? Kau mau Gege yang akan menjadikanmu santapan kami semua?" Xiumin, werewolves tertua dari keenam werewolves itu mulai memamerkan taring dan kuku tajamnya yang mengkilap di depan wajah Tao.

"Err, anniyo. Daging Tao tidak enak, Gege," kilah Tao yang harus mundur beberapa langkah karena Xiumin perlahan mendekatinya dengan mata kuning nan tajam itu yang juga terus menyorotinya.

"Sudahlah hyung, kau tidak paham bagaimana perut Tao saja. Aku tahu kau tidak akan memberikan jatah lebih untuk Tao karena itu untukmu sendiri, benar begitu?" Chen berusaha menengahi. Sedangkan yang lain? Mereka sibuk mencabik dan merobek tubuh kerbau malang itu. Kecuali satu werewolves berbulu putih keabu-abuan yang kini tengah terdiam melihat mereka.

"Kalian sudah selesai? Kalau iya, kita harus segera kembali. Tao, Chen, Lay dan Luhan harus mulai pergi kesekolah besok. Dan ini jatah untukmu Lay-ah," ujar Kris, pemimpin gerombolan serigala itu memberi titah dan mendapat anggukan dari kelima werewolves lain seraya memberikan beberapa potong daging kerbau hutan untuk Lay.

SRAAAKK

Keenam werewolves itupun pergi meninggalkan bangkai kerbau malang yang kini tinggal tulang belulangnya saja.

.

.


.

.

Triiing~

Bel Torture High School berbunyi nyaring membuat semua siswa/i yang masih berceceran di luar kelas, lapangan, taman, dan bahkan yang baru mendekati gerbang pun harus mempercepat langkahnya untuk segera masuk kelas masing-masing. Tidak untuk empat werewolves tampan dan cantik kita. Untuk apa mereka harus mempercepat langkah kalau ternyata kaki mereka mempunyai kemampuan berlari di atas rata-rata. Dan tepat saat gerbang tertutup semuanya masuk kecuali tas Tao yang harus tersangkut di sana.

"Gege, tak ada yang bisa membantuku?" rengek Tao. Ketiga Gegenya hanya memutar bola mata malas dan belum sempat mereka mendekat kearah Tao, satpam sekolah sudah membantunya, "Lain kali, bisakah kau bergerak lebih cepat dan lincah seperti tiga kakakmu itu?" ujar satpam sekolah dan itu terdengar seperti ejekan bagi Tao. Beruntung Lay sudah menyeretnya sebelum Tao menerkam satpam itu dan kedok mereka terbongkar, "Jangan kau hiraukan, dia bukan lawan kita," ujarnya datar.

Tao harus berpisah dengan tiga Gegenya karena dia harus berada di kelas 10. Sedangkan berpisah dengan dua dongsaengnya bukanlah masalah bagi Luhan yang harus masuk ke kelas 12 sendirian. Chen dan Lay berada di kelas 11. Tak ada masalah sampai Luhan masuk kelas dan memperkenalkan diri. Namun Tao? Hidung mancungnya sedikit mengendus-endus sesuatu. Dan benar saja, ketika ia masuk kelas, mata hijaunya menangkap tiga sosok makhluk menjijikkan bagi dirinya dan para Gege.

Cih.

Tao mendecih saat melewati tiga makhluk itu dan di hadiahi lirikan tajam dari tiga pasang mata yang nampak seperti batu ruby itu. Begitu pula dengan Chen dan Lay, penciuman mereka menangkap aroma yang sama. Semakin dekat dengan kelas mereka, aroma itu semakin tajam.

Bingo!

Dua pasang mata yang juga nampak seperti ruby menatap mereka tajam ketika memperkenalkan diri.

.

DEG!

.

Mata biru safir milik Lay bertumbukan dengan sepasang mata biru bening sebening berlian tengah menatapnya intens. Entah kenapa Lay merasa tatapan itu tak sesangar tatapan dua makhluk menjijikkan lain di sana. Lay tahu, pemilik mata bening itu adalah salah satu dari makhluk menjijikkan baginya dan werewolves lain.

.

DEG!

.

Lay tak tahu harus berkata apa saat makhluk itu tersenyum ramah ke arahnya. Ia menggenggam erat tangan Chen dan mengundang kerutan di kening Chen, "Gwenchana?" tanyanya yang tak paham dengan gelagat aneh dari Lay. Biasanya jika ada bahaya bukan seperti itu radarnya. Lay menoleh perlahan ke arah Chen, ia merasa lehernya kaku, "Ne, nan gwenchana."

"Baiklah, kita mulai pelajaran hari ini. Untuk Tuan Kim dan Tuan Zhang yang baru hadir disini, kalian ikuti saja materi terakhir. Arraseo?" ujar seongsaenim dan diangguki oleh Chen dan Lay.

Selama pelajaran berlangsung, Lay tak henti-hentinya mengutuk seongsaenim yang memberi bangku tepat di samping makhluk menjijikkan yang tak henti mencuri pandang ke arahnya. Keringat dingin terus mengucur dari kening Lay. Bahkan seragamnya pun telah basah.

"Seongsaenim?" Lay mengacungkan jari setelah mengumpulkan semua keberaniannya. Semua yang ada di kelas menatapnya tak terkecuali dua makhluk menjijikkan yang sudah memberikan deathglare mereka pada Lay dan satu makhluk menjijikkan lain yang kini menatapnya was-was.

"Ada apa Tuan Zhang?" tanya seongsaenim. Lay menelan salivanya kasar, "Bisakah aku pindah bangku?" tanya Lay.

Seongsaenim hanya terkekeh, "Kau tak bisa menggunakan matamu? Kelas ini sudah penuh dan bangkunya juga sudah terdaftar di ruang data. Jadi tidak bisa seenaknya kau pindah tempat," apa mungkin memang pendengaran para werewolves yang sensitif, ucapan seongsaenim itu sedikit membuat Lay dan Chen menggertakkan gigi mereka. Lay mengusap tangan Chen, "Ne."

Kelaspun kembali hening saat semua siswa/i mendengarkan ceramah seongsaenim. Tidak untuk satu makhluk yang menurut para werewolves itu menjijikkan yang terus menatap Lay.

.

.

Luhan merasakan radar aneh dari Tao, Lay dan Chen. Terutama Lay. Ia tak bisa konsentrasi mengikuti pelajaran sampai bel istirahat berbunyi dan Luhan langsung meninggalkan kelas setelah seongsaenimnya keluar. Tujuannya satu, menemui para dongsaeng. Pertama, ia menuju kelas Tao. Sama halnya seperti Tao, semakin mendekat Luhan mencium aroma yang menyengat.

Dua pasang ruby langsung menyambut Luhan dengan tatapan tajam kala namja cantik itu masuk ke dalam kelas Tao. Sedangkan para yeoja yang ada di sana sudah memekik mengelu-elukan ketampanannya yang tak kalah tampan dengan teman baru mereka. Luhan tak menghiraukan tatapan mereka dan berlalu mendekati Tao yang nampak sibuk di bangkunya, "Tao-ie, ada apa? Mereka tidak mengganggumu, bukan?" ujar Luhan lirih. Tao hanya mengangguk mantap, "Hanya sekedar tatapan tajam mereka tak jarang diberikan untuk Tao, setiap Tao maju ke depan untuk mengerjakan soal atau bagaimana," jawab Tao polos.

Luhan tertawa, "Baru hari pertama kau sudah banyak mengerjakan soal?" tanya Luhan lagi dan dihadiahi anggukan Tao, "Aigo, cerdasnya dongsaeng Gege yang satu ini," ujar Luhan seraya mengacak sayang surai hitam Tao.

"Kurasa mereka iri padamu. Kau mau ikut menemui dua hewan itu atau tidak?" tawar Luhan. Tao hanya menggeleng tanpa mengalihkan pandangan dari karya abstrak di buku tulisnya. Luhan tersenyum lembut, "Gege pergi dulu. Jangan memberi radar aneh dan tak penting lagi. Kris dan Xiumin pasti khawatir juga," ujar Luhan dan langsung beranjak dari bangku Tao. Dan lagi, Luhan di beri tatapan tak menyenangkan dari dua makhluk itu. Luhan mendecih dan mengeluarkan seringaiannya.

Tunggu. Kenapa hanya dua yang menatap Luhan dengan tatapan tajam? Sedangkan Tao menerima tiga tatapan sekaligus. Ini yang membuat Luhan sedikit berfikir. Salah satu makhluk menjijikkan itu menatapnya dengan pandangan aneh. Sama seperti yang Lay alami, makhluk itu terus memperhatikan gerak-gerik Luhan hingga namja itu menghilang di balik pintu.

Sepanjang perjalanan, Luhan menghentak-hentakkan kaki kesal karena otaknya terus memikirkan satu makhluk aneh itu. Membuat semua orang yang berpapasan atau tak sengaja melihatnya memberikan tatapan yang tak kalah aneh mereka. Luhan tak peduli. Lagi, aroma menusuk menyapa penciuman Luhan, membuatnya pusing karena yang ini lebih menyengat dari yang tadi. Mungkin pimpinan mereka ada di sekitar sini—atau lebih tepatnya sekelas dengan Chen dan Lay.

Bingo!

Luhan langsung di sambut serbuan keributan Lay, "Kau bisa tenang? Ada apa?" tanya Luhan berusaha menepis tangan Lay yang sedari tadi meraba-raba wajah cantiknya. Begitulah Lay jika sedang kalang kabut.

"Lebih baik kita keluar. Disini sangat panas. Aku gerah," tukas Chen sarat akan nada mengejek seraya memberi lirikan tajam pada tiga makhluk menjijikkan yang sedari tadi memperhatikan mereka. Bahkan sebelum Luhan tiba di sana pun mereka sudah menoleh ke arah pintu kelas. Mungkin mereka merasakan kedatangan Luhan. Ya. Mungkin.

.

.

"Ge, tadi, itu, makhluk itu tersenyum ke arahku. Aku jadi takut," seru Lay berbelit-belit membuat Luhan dan Chen memutar bola mata mereka.

"Tersenyum? Yang mana?" tanya Chen. Lay mengetuk-ngetukkan telunjuk di dagu lancipnya, "Yang bermata biru. Kurasa dia pimpinan mereka, aku mencium aroma yang sangat tajam darinya," jawab Lay mantap. Luhan dan Chen saling berpandangan. Seringaian muncul di bibir tipis Chen, "Sepertinya dia menyukaimu."

PLAAK

"Appo, sakit Gege," protes Chen yang menjadi korban pemukulan Luhan.

"Itu sangat hina. Lebih hina daripada status kita di dunia. Dan itu juga sangat mustahil," sahut Luhan bijak. Ya. Mereka akui, status mereka sebagai werewolves memang cukup hina, kotor dan licik. Tapi tak selicik makhluk-makhluk yang menurut mereka menjijikkan itu.

Lay menggigit jarinya, "Lalu aku harus bagaimana?" suara Lay mulai bergetar. Ada satu kekhawatiran yang muncul di benaknya.

"Sembunyikan ini. Jangan sampai Kris dan Xiumin tahu kalau apa yang dikatakan Chen itu benar adanya. Dan sepertinya, aku juga mengalami nasib yang sama denganmu," pernyataan Luhan berhasil membuat Chen dan Lay terperangah.

Ottokhae?

Seakan tahu isi pikiran dongsaengnya, Luhan mulai memberikan penjelasan, "Tadi aku mendatangi kelas Tao dan dia juga bernasib sial dengan kalian. Tao sekelas dengan tiga makhluk muda dari keenam makhluk menjijikkan itu. Dan kalian harus berdoa untukku, karena makhluk termuda dari mereka menatapku dengan aneh. Mungkin sama seperti yang pimpinan mereka lakukan padamu, Lay," jelas Luhan. Meski terdengar santai, mereka tahu bahwa Gege mereka sedang serius. Itulah perangai Luhan. Berbanding terbalik dengan Lay.

Lay dan Chen menghela nafas panjang. Bagaimana bisa mereka harus satu sekolah dengan para makhluk menjijikkan itu.

"Kita harus berhati-hati. Ini bisa jadi sebagai tipuan mereka. Dan kau tuan Zhang, jangan sampai terkecoh oleh senyum malaikat pimpinan makhluk menjijikkan itu. Akupun juga akan berhati-hati," tukas Luhan bijak. Sepertinya ia cocok untuk menjadi pimpinan werewolves, namun masih kalah bijak dengan werewolves tertampan mereka Wu Yifan. Chen dan Lay mengangguk mantap.

"Hati-hati pada makhluk-makhluk peminum darah itu."

.

.

"Hyuuung aku masih belum kenyang. Kita harus berburu lagi," rengek maknae mereka, Sehun. Para hyung hanya memutar bola mata malas seraya menyeka darah yang masih mengalir di sudut bibir masing-masing.

"Kau kapan kenyangnya? Apa aku harus membawakan hewan cantik itu untuk kau hisap darahnya, eoh?" tukas Kai, eternal maknae mereka, dan langsung di hadiahi tatapan tajam penuh tanda tanya dari hyung-hyungnya.

"S-siapa? Jangan bilang—" Baekhyun menggantungkan kalimatnya dan melirik pimpinan mereka—Suho.

"Ah, hewan cantik itu, bukan? Aigo. Turunan yang sangat mengagumkan?" Chanyeol berceloteh tak pada tempatnya. Kini semua menatap Chanyeol tajam.

"A-apa ada yang salah?" tanya Chanyeol gugup.

"Kau memuji mereka? Kita tak kalah mengagumkan Park Chanyeol!" bentak Baekhyun dan itu harus membuat Chanyeol, termasuk yang lain menutup telinga mereka.

"Jangan berbicara terlalu keras tentang mereka. Apa kalian lupa kalau telinga mereka sangatlah tajam?" dan akhirnya sang pimpinan mereka—Suho mengeluarkan suara.

"Ne, dan jangan panggil mereka hewan!" Sehun tak mau kalah dan berhasil menarik deathglare dari para hyungnya.

"Mereka memang hewan, Sehunna," ujar Kyungsoo datar yang sedari tadi hanya diam mendengarkan yang lain. Semua mengangguk, kecuali Suho dan Sehun. Pimpinan dan maknae itu saling bertatapan.

"Ne, memang hewan, tapi dua di antara mereka kurang pantas disebut hewan," ujar Sehun. Pernyataannya mampu membuat hyungnya kecuali Suho mengangkat sebelah alis mereka.

"Jangan bilang werewolves bernama Luhan dan Lay itu?" sergah Baekhyun dan mendapat anggukan mantap dari Sehun. Suho hanya menatap mereka datar. Baekhyun memutar bola mata malas, "Dan jangan bilang kalau kalian jatuh cinta pada dua hewan itu?" sambungnya.

Sehun membelalakkan matanya, "Hyung, sudah kubilang jangan sebut mereka hewan. Ya meski mereka menyebut kita makhluk menjijikkan peminum darah,"

"Kalau untuk yang terakhir, aku setuju karena itulah kita," sahut Kai dan di angguki oleh seluruh hyung. Baekhyun kembali memutar bola matanya malas. Terlihat dia lah yang paling khawatir dari seluruh—mari kita sebut mereka—vampir. Karena dia yang paling bisa membaca gelagat orang lain, terutama para werewolves itu.

"Sehunna, Suho hyung, ku harap kalian tidak serius. Karena jika kalian benar-benar jatuh cinta dan pimpinan mereka mengetahuinya, bukan tidak mungkin kita akan menghancurkan bumi seperti yang dilakukan pimpinan vultori saat jatuh cinta pada salah satu keturunan dari werewolves ratusan tahun silam. Kalian tak ingat?" jelas Kyungsoo. Sehun dan Suho menundukkan kepalanya.

"Aku tahu, aku juga tak ingin kita terbunuh sia-sia oleh para volturi itu," sahut Suho. Ia melirik pada maknaenya—Sehun yang kini nampak menggigit bibir bawahnya.

"Dan kau Oh Sehun. Ku harap kau bisa menahan perasaanmu—pada hewan cantik itu.

.

.


.

.

Lay mendongakkan kepala, di mana mata biru safir khas serigalanya dapat menatap langit biru lebih jelas. Senyuman manis tersungging di bibir mungil itu dan tampaklah dimple imut bertengger di pipinya.

.

DEG!

.

Ugh! Lay bersimpuh memegangi dada kirinya di mana jantung dalam rongga dadanya saat ini seperti tertusuk, sangat perih dan menyiksa. Lay kembali menatap langit biru, dan kembali jantungnya semakin tertusuk tak karuan. Ingin rasanya melepas pemompa darah itu sejenak agar ia tak merasakan kesakitan ini—lagi.

Ya. Lay merasakan malam ini akan bulan purnama. Bulan purnama? Di mana para werewolves akan menjadi serigala semalam penuh dan saling bersahut-sahutan. Dan menjelang bulan purnama, di mana para werewolves akan menjadi sangat liar, agresif dan emosional.

Apakah semua para werewolves akan mengalami hal yang saat ini Lay alami ketika menjelang bulan purnama? Tidak. Hanya Lay—seorang. Karena Lay sangat membenci bulan purnama sejak pertama kali ia mengenal bulan purnama. Kenapa? Entah. Mungkin inilah hukuman dari nenek moyangnya untuk seorang Zhang Yixing yang membenci bulan purnama dan ritual sahut-sahutan mereka.

.

SREETT

.

Lay menoleh ke belakang. Tak ada siapa-siapa. Lay mulai mengendus-endus mencari aroma yang tak asing baginya dan para werewolves lain—aroma anyir para peminum darah.

.

SREETT

.

Lagi. Lay bangkit dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Masih dengan memegangi dada kirinya yang masih terus berkedut nyeri, Lay meringis menahan sakitnya.

.

TAP

.

Refleks Lay menoleh ke belakang dan betapa bulat matanya menatap siapa yang ada di hadapannya kini. Sosok itu tengah memamerkan senyuman—lebih tepat seringaian—nya pada Lay, dengan noda darah di sudut bibirnya yang belum sempat di hapus. Lay mundur beberapa langkah sebelum tangan dingin itu menahannya, "Kalau mau darah, jangan sekarang. Tunggu saat yang tepat," ujar Lay tajam. Ia harus—lebih—berhati-hati pada sosok di hadapannya ini, mengingat ucapan Luhan beberapa waktu lalu.

Sosok itu masih menyeringai, seraya mengusap darah segar itu dengan punggung tangannya, "Aku tak mau darah. Aku hanya mau dirimu," jawab sosok itu mantap, perlahan mendekati Lay dan mencengkeram lengan Lay erat masih dengan seringaian yang tak lepas dari bibir tipisnya.

Lay mendelik. Mata biru itu mulai menyala, "Jangan mencari masalah di tempat yang tak semestinya," Lay menepis tangan dingin itu dari lengannya. Sosok itu tertawa dan menampakkan deretan gigi dengan taring, lidah dan rongga mulut yang masih merah pekat, "Aku tak mencari masalah. Hanya ingin menemuimu. Apa aku cukup menyeramkan sampai kau ketakuan seperti itu? Tenang. Aku tidak suka darah serigala, ya meski aku tahu itu sangat nikmat" sahutnya.

Mata Lay semakin terbelalak dan semakin jelaslah manik biru safir indah itu, "Suho-sshi. Jangan macam-ma—" bentakan Lay tertahan, ia menyadari jika di teruskannya, ia akan mengirim radar untuk werewolves yang lain. Dan tak mustahil ia juga akan berubah wujud menjadi seekor serigala dan mengundang Luhan, Chen dan Tao kesini. Jujur ia juga tak ingin membahayakan sosok yang ia panggil Suho itu.

Suho tersenyum—lembut, "Asal kau tahu, aku tak akan pernah macam-macam atau mengajakmu bertarung. Itu hal yang sangat bodoh, karena—" kalimat Suho menggantung. Tak berani melanjutkan kata-katanya mengingat apa yang Kyungsoo ucapkan beberapa waktu lalu. Mata biru yang menyala terang itu meredup seketika. Lay memiringkan kepalanya menunggu kelanjutan kalimat Suho, "Apa?" Suho tertegun melihat Lay saat ini. Sungguh jauh dari kesan seekor serigala dengan wajah cantik dan bibir mungilnya. Namun Suho tak terkecoh, bagaimanapun, Lay adalah sosok yang bisa berubah ganas dengan sorotan mata tajam dan taring-taring yang sangat menyeramkan dibanding miliknya.

"Aku tak bisa mengatakannya," Suho mundur menjauhi Lay, perlahan dan langsung melompat dari atap sekolah berlantai empat itu. Lay tercekat melihat Suho sudah mendarat dengan sempurna di bawah.

.

DEG!

.

Apa ini? Bukan penyiksaan pra bulan purnama, namun hal lain yang membuat jantungnya berdegup kencang—tak menyiksa.

.

.

Luhan menghentikan langkahnya. Radar dari Lay lah yang menjadikannya alasan. Dengan segera Luhan melesat ke tempat atap, semakin dekat dengan atap, Luhan semakin merasakan radar itu semakin kuat. Dan benar saja, ia mendapati Lay tengah bersimpuh di sana.

"Lay-ah, gwenchanayo?" Lay tak menjawab. Penciuman tajam Luhan menangkap aroma anyir disekitar sini. Ia mulai khawatir dengan dongsaengnya yang satu ini.

"Lay-ah," Luhan mengguncang pundak Lay. Karena tak sabar, ia menampar pipi mulus Lay cukup keras. Jangan pikir Luhan kasar dan ringan tangan, itu adalah hal biasa di kalangan mereka. Bahkan ketika bercandapun tak jarang salah satu atau semua yang terlibat sampai terluka.

Lay mendongakkan kepalanya, "Gege kenapa menamparku? Panas, Ge." Tak ada sedikitpun raut kesakitan di wajah manisnya. Memang, tamparan Luhan masih belum seberapa meski itu cukup keras untuk ukuran manusia. Ingat, mereka werewolves.

Luhan memutar bola matanya, "Apa yang baru saja terjadi?" Luhan mengulangi pertanyaannya dan seketika alisnya terangkat sebelah melihat Lay hanya menunjuk dada kirinya. Luhan mendengus, "Hal itu terjadi lagi? Itu pilihanmu sendiri. Jangan pernah mengeluh atas apa yang kau pilih," ujar Luhan. Ia paham apa maksud Lay barusan. Dan keempat werewolves lainnya juga sudah tahu derita Lay. Namun Lay hanya menggeleng, bangkit dan berlari menuju pintu masuk kea tap dan menghilang, meninggalkan Luhan yang saat ini memasang tanda tanya besar di wajahnya.

"Dasar aneh,"

.

TAP

.

"Kau juga aneh,"

Aroma anyir darah itu datang lagi, kini semakin pekat menusuk hidung Luhan. Luhan mendecih dan berbalik. Bola mata berhiaskan kristal merah itu membulat sempurna melihat siapa yang berdiri menjulang tak jauh dari hadapannya saat ini. Luhan menelan salivanya kasar, "Apa maksudmu berucap seperti itu? Belum pernah merasakan tubuhmu tercabik, eoh?" ujar Luhan sarkatis. Yang di ajak bicara hanya menyeringai menampakkan deretan gigi yang merah—itu darah—sama seperti Suho. Luhan bergidik jijik melihatnya.

"Belum, kalau kau yang ingin 'mencabik' tubuhku, silahkan. Tapi jangan di sini, tempat ini terlalu terbuka, cantik." Sehun—maknae vampir itu menyeringai ert, mengundang nyala api dari kristal merah Luhan.

.

Grrrr..Grrrr

.

"Sangat menarik. Mudah sekali terpancing emosi, eum. Aku sedang dalam mood tak ingin bertarung. Jadi tolong hentikan geraman mengerikanmu itu," tukas Sehun santai, dan itu mengundang Luhan untuk mendekatinya. Sehun mundur, seringaian masih terpampang jelas dibibirnya.

"Tak usah banyak bicara kau monster ert!"

.

Graaaawwwrr

.

HUP

.

Sehun berhasil menghindari terkaman Luhan yang kini nyaris berubah menjadi serigala. Lihat ekor abu-abu itu muncul dari belakang tubuh Luhan dan telinga ala seringalanya.

Sehun memiringkan kepalanya, "Kau cukup cantik saat menjadi setengah serigala seperti ini,"

.

HUP

.

Sekali lagi, Sehun berhasil menghindari kibasan cakar Luhan yang nyaris menggores wajah tampannya.

"Sudah kubilang jangan di sini. Kau bernafsu sekali, eoh." Dasar maknae ert. Tak menyadari dirinya sedang dalam bahaya. Luhan terus mendekati Sehun, dan Sehun terus mundur menjauhi Luhan.

.

Graaawwrrr

.

HUP

.

"Xi Lu Han, kau tak ingin radarmu sampai ke pimpinanmu, bukan?"

.

SETT

.

Ekor dan telinga serigalanya lenyap, kuku tajam di jari-jari Luhan perlahan memendek dan mata merah menyala itu meredup.

.

BUGH

.

Luhan jatuh terpuruk. Oh Sehun, kau harus berbangga diri dapat menjinakkan seekor serigala paling arogan dari kelima serigala lain, hanya dengan satu kalimat. Sehun kembali menyeringai.

"Jangan mendekat," bentak Luhan cepat saat ia merasakan langkah kaki Sehun mendekatinya, Luhan masih bersimpuh dengan kepala tertunduk lemas. Namun, bukanlah Oh Sehun kalau menuruti perintah orang lain.

"Kenapa percikan api di mata indahmu meredup? Lelah? Padahal baru begitu saja. Belum 'permainan' intinya," ujar Sehun seraya menangkup wajah cantik Luhan. Luhan dapat merasakan dengan sangat betapa dingin tangan itu mengusap pipinya lembut. Dipejamkan matanya saat merasakan hangat nafas Sehun menerpa wajah cantik itu. Semakin mendekat, semakin hangat.

.

DEG!

.

Luhan merasakan anyir darah di bibirnya. Mata merah itu terbelalak menyadari Sehun telah melumat bibirnya. Tubuhnya membeku.

Sehun mendekap tubuh mungil Luhan dengan erat kala namja cantik itu dirasanya akan berontak. Menekan tengkuk Luhan untuk memperdalam apa yang membuatnya senang saat ini. Sehun terus menggerayangi rongga mulut Luhan membuat namja itu sedikit mual. Kenapa? Kalian lupa kalau mulut Sehun masih berlumuran darah segar? Dan Luhan bukanlah makhluk yang meminum darah walau ia seekor karnivora. Dan hanya memakan mangsanya saat berubah wujud menjadi serigala. Dan, hey! Saat ini Luhan manusia. Manusia. Sehun—vampir. Wajar kalau Luhan merasakan mual.

.

BUGH

.

Sehun terpental cukup jauh. Luhan mendorongnya cukup kuat sampai ia harus menyeret kedua kakinya untuk bisa berhenti. Luhan mengusap saliva merah bercampur darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Ia bangkit dan berjalan mendekati Sehun yang kembali memamerkan seringaiannya. Luhan mendekatkan wajahnya pada wajah tampan maknae vampir itu. Ugh! Dapat dilihat dengan jelas saliva bercampur darah di bibir Sehun yang belum diusap. Tapi entah kenapa apa yang ditangkap penglihatan dan otaknya menyimpulkan kalau Sehun terlihat—seksi. Luhan mengerjapkan matanya. Menatap tajam ruby merah berkilau di hadapannya ini. Indah. Apa Luhan harus memuji ciptaan Tuhan yang satu ini?

"Kau sangat lancang!" tukas Luhan sinis. Sehun terkekeh seraya melipat tangannya di depan dada.

"Kau juga terlihat sangat menikmatinya, bukan?" sahut Sehun santai. Seketika Luhan membulatkan bibirnya mendengar pernyataan menjijikkan Sehun.

"Cih. Kau membuatku mual," balas Luhan sengit. Sehun menyeringai. Dengan gerak cepat ia berhasil menangkup pipi Luhan—lagi.

"Kalau kau tetap bersamaku, kau akan terbiasa, Chagiya," Ugh! Oh Sehun, jangan membuat Luhan tertawa.

"Jangan berharap. Itu menjijikkan," Luhan menepis tangan dingin itu dari pipinya. Kini seringaian itu tak nampak lagi. Berganti dengan senyuman yang bisa dibilang sangat sendu. Luhan terdiam.

"Aku tahu, itu sangat menjijikkan. Aku tak peduli. Karena—" Sehun tak melanjutkan kalimatnya. Matanya menatap lurus ke depan dan nampak kosong bagi Luhan. Ada satu hal yang di pikirkan Sehun saat ini. Apa lagi kalau bukan ucapan Kyungsoo beberapa waktu lalu yang mampu membuatnya sedikit frustasi. Sehun tak bisa menahan perasaannya pada Luhan. Sehun juga tak ingin membiarkan para hyungnya berurusan dengan para volturi itu. Tapi—

"Karena apa?" Luhan nampaknya tak sabar menunggu kelanjutan kalimat Sehun. Sehun mundur beberapa langkah kala Luhan berjalan mendekatinya. Terus, terus, dan terus sampai punggungnya menempel pagar pembatas.

"Kenapa? Kenapa menghindar?" lanjut Luhan, terus mendekati Sehun sampai tubuh keduanya menempel. 'Oh Luhannie, jangan seperti ini' batin Sehun. Ia membuang muka karena Luhan terus menatapnya tajam. Dan Sehun juga tak mau dirinya kalap disini.

"Aku tak bisa mengatakannya,"

Dengan anggun, Sehun terjun ke bawah meninggalkan Luhan yang tercengang menatap kepergiannya dari atas.

"Bodoh,"

.

Grrr..Grrr..

.

Luhan menolehkan kepala ke arah belakang dan manik merah itu mendapati dua ekor serigala besar tengah menatapnya tajam. Luhan tahu siapa mereka.

TAP TAP TAP TAP

Kini ia mengalihkan pandangannya ke pintu masuk atap di mana Tao dan Chen terlihat berlari ke arahnya dengan Lay yang harus bersusah payah berjalan di belakang mereka. Mungkin siksaan itu masih dirasakan Lay.

"Apa yang baru saja kau lakukan, tuan Xi?" serigala coklat mulai pembicaraan walau yang terdengar hanyalah geraman demi geraman. Namun tidak untuk Luhan, Chen, Lay dan Tao.

"Hanya mencari angin," Dusta? Memang. Tapi apa daya, menyembunyikan bangkai dari penciuman serigala itu sama dengan mustahil. Kini serigala berbulu hitam lebat dan tampak paling besar berjalan mendekat kearah mereka dan mengitari Luhan.

"Cih. Aku masih bisa mencium bau darah dari tubuhmu, dan—" serigala hitam itu beralih mengendus-endus kearah lain, "—Lay."

Luhan menatap Lay, sedangkan yang di maksud menundukkan kepala dengan Chen dan Tao yang terus membantunya bertahan untuk tetap berdiri. Luhan menghela nafasnya panjang dan berjongkok di depan serigala hitam itu.

"Maknae vampir itu mendatangiku, dan sepertinya Lay juga di datangi salah satu dari mereka," jelas Luhan. Serigala hitam seketika berubah menjadi sosok tampan pimpinan mereka. Luhan bangkit dan mundur beberapa langkah mensejajarkan diri dengan tiga werewolves muda lain. Kris menatap tajam Luhan dan Lay bergantian.

"Jangan sembunyikan hal sekecil apapun dariku,"

Dalam sekejap sosok tampan Kris berubah kembali menjadi serigala hitam, meloncati pagar pembatas dan berlari masuk ke dalam hutan diikuti serigala coklat yang diketahui adalah Xiumin, meninggalkan werewolves muda itu yang kini bernafas lega. Namun tidak untuk Luhan.

.

.

Namja cantik itu menatap Lay dengan tajam seolah ingin mendapat penjelasan.

"Gege, jangan memandangku seperti itu. Aku takut," rengek Lay saat sadar ada yang menatapnya dengan tampang pembunuh. Luhan mendengus, "Katakan padaku apa yang dilakukan pimpinan peminum darah itu padamu? Jangan bilang ini hanya karena punishment konyolmu itu," ujar Luhan santai. Santainya seorang Xi Lu Han adalah hal mengerikan bagi tiga werewolves muda itu. Lay menelan salivanya berat.

"D-dia hanya menemuiku," Lay tak tahu harus menjawab apa lagi selain hal yang sangat jelas itu. Lay tak pernah berbohong, Luhan dan yang lain tahu itu. Chen mengendus-endus tubuh Lay, "Bahkan aromanya sampai melekat di tubuhmu," Luhan mengalihkan pandangan dari Chen menatap Lay, ia mencengkeram lengan Lay dan mulai mengendus-endus tubuh Lay. Benar saja, aroma menusuk itu jelas melekat di tubuh Lay.

.

DEG!

.

Mata Luhan terus menatap Lay, namun tatapannya kosong. Ia mencoba me-flashback kejadian sebelumnya. Sehun menangkup wajahnya. Ia merasakan rasa anyir di bibirnya. Sehun mendekapnya erat. Sehun melumat bibirnya dan—

"Kurasa kau melakukan hal terbodoh, Lay-ah" tiba-tiba Luhan berujar dengan tatapan yang masih kosong. Cengkeramannya semakin erat hingga membuat Lay merintih kesakitan seperti tak sadar dengan apa yang ia lakukan. Chen dan Tao saling bertatapan tak mengerti.

"Gege, bisa kau lepas tanganmu? Itu menyakitkan," Lay berusaha melepas cengkeraman tangan Luhan namun yang ada malah semakin dipererat.

.

JLEB

.

ARRRGGHHHH

.

Lay mengerang saat kuku tajam Luhan merobek seragamnya dan menembus kulit mulusnya. Mata Chen dan Tao seketika terbelalak melihat darah mulai mengucur dari lengan Lay. Dengan cepat, mereka berusaha melepaskan Lay dari cengkeraman Luhan.

"Ge! Kau melukai Lay-ge! Lepaskan! Gegeee!" teriakan Tao tak dihiraukan Luhan. Matanya masih tajam menatap Lay.

"Gege! Ada apa? Lay melakukan kesalahan apa?" kini Chen yang meneriaki Luhan. Sedikit berhasil. Luhan beralih menatap Chen dan Tao bergantian.

"Dia memberi tanda untuk vampir itu," ujar Luhan. Chen dan Tao kembali saling bertatapan.

"Maksud gege, dengan tersentuhnya Lay-ge oleh salah satu dari mereka, itu berarti—"

"Ne, aroma tubuh Lay akan melekat pada vampir itu. Dan aku yakin, Suho, pimpinan mereka yang mendatangi Lay, sudah mengunci aroma tubuh Lay dalam memori penciumannya," jelas Luhan, memotong kalimat Tao. Luhan kembali menyoroti Lay yang masih meringis menahan kuku tajam Luhan yang juga masih menancap di lengannya.

"Mianhae, tapi aku lebih bodoh," cengkeraman Luhan mengendur. Kukunya juga telah terlepas dari lengan Lay dan menimbulkan luka yang cukup dalam disana. Luhan mundur. Terus mundur menjauh dan membelakangi dongsaengnya. Chen menatap tajam Gege cantiknya itu.

"Apa yang kau lakukan, Ge? Jangan bilang maknae vampir itu juga melakukan sesuatu terhadapmu," tanya Chen sarkatis. Luhan menoleh sekilas dan kembali menatap lurus kedalam hutan yang tak jauh dibelakang sekolah ini.

"Ne, kurasa maknae itu juga telah mengunci aroma tubuhku," jawab Luhan santai. Tak mengalihkan pandangan sedikitpun dari hutan.

"Dan kurasa, aromaku lebih pekat," tambah Luhan.

.

Graaaawwwrr

.

BRUUK

.

Tanpa babibu, Tao menerkam Luhan dari belakang membuat keduanya jatuh tersungkur. Chen dan Lay hanya bisa terbelalak mendengar pengakuan Luhan yang dirasa sudah cukup jelas meski Luhan tak menceritakan detailnya setelah mencium aroma anyir darah dari bibir Luhan. Dan kini, pandangan mereka beralih pada serigala berbulu putih dengan mata hijau yang semula menenangkan kini berubah menjadi sangat membahayakan. Jangan salahkan Tao. Maknae mereka itu paling sensitif dengan hal-hal yang berbau mengancam keselamatan kelompok.

"Gege! Kau sendiri yang bilang kalau penguncian aroma tubuh werewolves oleh vampir itu sangat berbahaya. Kenapa kau sendiri membiarkan maknae vampir itu mendapatkan aroma tubuhmu? Bahkan jauh lebih pekat dari Lay," serigala itu terdengar mengaum.

"Aku tak bisa menolaknya. Tubuhku terlalu kaku. Kau tahu kelemahanku, bukan?!" sahut Luhan. Walau dengan susah payah Luhan terus berusaha menahan kaki-kaki depan Tao yang berusaha menggores wajah cantiknya dengan kuku tajam dan panjang itu.

"Kelemahan terbodoh yang pernah aku ketahui," serigala itu kembali mengaum. Tak henti-hentinya ia melayangkan kibasan kuku tajam ke arah Luhan yang kini sudah berhasil melepaskan diri dari terkamannya.

Luhan menyeringai, "Memang. Lebih bodoh dari Zhang Yixing disana itu," matanya melirik Lay yang masih mengerang kesakitan seraya menutup lukanya dengan telapak tangan. Darah segar terus mengucur dari lubang yang dibuat Luhan.

.

Grrr..Grrr

.

Luhan menoleh ke belakang, di mana serigala berbulu coklat gelap sudah siap menerkamnya juga. Ia kembali memamerkan seringaiannya, "Oh, Kim Jongdae. Kau juga mau membunuhku?"

.

Graaaawwwrrr

.

Serigala coklat itu mulai melancarkan serangan pertamanya, namun Luhan berhasil menghindar cepat. Dan kini, namja cantik itu terapit oleh dua serigala kalap dengan saliva yang menetes dari mulut mereka. Oke, terdengar menjijikkan.

Pertarungan antar sesama werewolves muda itu tak bisa terelakkan. Luhan yang notabene paling arogan sehingga tak bisa menahan emosinya, kini sudah berubah menjadi seekor serigala anggun dengan bulu abu-abu lebatnya. Terus menatap tajam Tao-Chen secara bergantian, berjaga-jaga jika salah satu di antara mereka menerkamnya. Dan dugaan Luhan salah. Dua serigala itu menyerangnya secara bersamaan.

.

BRUUKK

.

Graaaaarrr

.

Erangan memekakkan telinga Luhan terdengar saat kuku tajam Tao berhasil menggores pipi kanannya. Jelas saja Luhan tak bisa terima wajah cantiknya harus terluka seperti itu. Dengan cepat ia loncat ke arah Tao, namun belum sempat ia menyerang, Chen sudah menerjangnya membuat dua serigala itu berguling-guling menabrak tembok hingga retak.

.

Grrrr..rr

.

Sorot mata Luhan kini beralih ke Chen yang sudah bangkit terlebih dulu. Tak mau membuang waktu, ia segera menerkam Chen yang sudah bersiap akan menyerangnya lagi. Dua serigala itu saling terkam. Di tambah Tao yang sedari tadi menunggu giliran tak menyia-nyiakan kelengahan Luhan. Geraman demi geraman terdengar memekakkan telinga Lay, membuat manik biru namja itu mulai menyala terang.

"STOOOOOP!"

Tiga karnivora itu memandang tajam Lay yang sepertinya mengganggu aktifitas mereka. Chen segera melepaskan diri dari terkaman Luhan yang membuat kaki kiri bagian depannya terluka parah. Mendekati Lay yang kini bersimpuh. Mata kuning menyala itu seketika meredup melihat bibir bawah Lay yang mulai bergetar. Chen mengusapkan kepalanya lembut ke pipi Lay. Lay mengangkat kepalanya, matanya seketika meredup menangkap wajah sendu serigala itu. Dengan cepat, Lay memeluk leher Chen. Mencari kehangatan dari bulu-bulu coklat tebalnya.

Tao ikut melepaskan terkamannya dari tubuh Luhan yang berada di bawahnya, mendekat ke arah Lay dan Chen. Sama seperti yang dilakukan Chen, Tao mengusapkan kepalanya ke pipi Lay dan langsung meringkuk dalam pangkuan Lay. Sedangkan Luhan? Dia memang serigala paling arogan, tapi saat melihat pemandangan seperti ini ia tak bisa mengedepankan egonya. Serigala abu-abu itu berjalan perlahan mendekati Lay, Chen dan Tao. Ia berhenti beberapa langkah di depan mereka. Melihat luka yang ia ukir di lengan Lay membuat hatinya kebas.

"Aku memang werewolves terbodoh yang pernah ada. Aku memang—"

"Gege, kemarilah," Lay merentangkan kedua tangannya. Berharap serigala putih itu masuk ke dalam dekapannya. Sungguh membuat Luhan harus menitikkan air matanya. Lay memang cantik dan baik. Bagaimana bisa ia melukai dongsaeng manisnya yang satu ini.

Ia mulai berjalan mendekati Lay, dan dengan cepat mendapat dekapan erat dari sang dongsaeng. Luhan menjilati wajah manis Lay dengan sayang membuat Lay harus terkekeh geli dibuatnya.

"Gege, kau seperti hewan peliharaanku," celetuk Lay. Luhan menghentikan aktifitas menjilati wajah Lay dan beralih menatapnya tajam, "Jangan ucapkan hal itu lagi atau aku akan memangsamu," balas Luhan dan mendapat hadiah deathglare dari dua serigala lain yang kini harus tersingkir membiarkan sang 'majikan' memberikan kasih sayang penuh kepadanya.

"Gege, Chen, Tao. Itulah kenapa aku membenci bulan purnama. Para werewolves menjadi liar, agresif, emosional. Yang aku khawatirkan adalah Luhan-ge. Dia arogan, bagaimana jadinya saat bulan purnama," ujar Lay polos. Luhan hanya menggeram mendengar pernyataan Lay yang sedikit mengejeknya.

"Dan ini belum bulang purnama. Kalian sudah seperti ini. Aku tak suka," lanjut Lay. Kini, tiga serigala itu menatapnya dengan tatapan yang semakin sendu.

"Untuk inti masalah kita, aku mengakui kalau aku salah. Dan Luhan-ge, kuharap kau juga. Ini bukan hanya kelemahanmu. Tapi kurasa, kita merasakan hal yang sama saat vampir-vampir itu menyentuh kita," lanjut Lay lagi dan diangguki oleh Luhan. Lay melirik dua serigala di sampingnya.

"Kurasa kalian pernah merasakan jatuh cinta? Benar. Chen, apa yang kau rasakan saat kau sadar bahwa ada cinta di antara kau dan Xiumin-ge? Dan kau, maknae. Apa yang kau rasakan saat Kris-ge menyatakan cintanya padamu? Dan tak perlu kalian jawab. Seperti itulah yang aku dan Luhan-ge rasakan. Namun, kalian beruntung mendapatkan cinta dari sesama werewolves. Sedangkan kita? Apa itu bukanlah yang dinamakan forbidden love?" Lay terus memberikan pelajarannya pada tiga serigala di sekelilingnya saat ini. Lay menatap Luhan yang kini tengah memberikan sorotan tajam padanya. Luhan tak mengerti dengan apa yang diucapkan Lay barusan. Kenapa harus menyangkut pautkan dengan cinta?

"Gege, tanpa kau sadari, Sehun membuatmu jatuh cinta padanya. Jangan disangkal. Akupun awalnya juga begitu," ujar Lay lembut seraya mengelus rahang bawah serigala itu. Luhan mengangguk.

"Baiklah. Kurasa cukup sekian pelajaran hari ini. Dan biar ku tambah. Kurasa kalian sudah terlanjur merubah wujud kalian," seru Lay. Tiga serigala itu saling berpandangan. Mengerti apa yang di maksud Lay. Ya. Sebenarnya bukan tak boleh jika seorang werewolves merubah diri sebelum bulan purnama tiba, namun, jika itu terjadi, mereka tak bisa berubah menjadi seorang manusia lagi. Sampai esok hari.

"Ya! Gege! Kau curang!" geram serigala putih keabu-abuan—Tao. Lay hanya menjulurkan lidahnya.

"Sudahlah. Kita pulang sekarang karena kurasa kelas sudah berakhir beberapa jam lalu. Dan sebaiknya kalian menggendongku," ujar Lay dengan nada manja. Tiga serigala itu hanya mendengus menatapnya.

"Cih. Jalan sendiri," sahut Luhan yang langsung berlari ke arah pagar pembatas, melompat dan masuk kedalam hutan, diikuti Chen dan Tao yang membalasnya dengan menjulurkan lidah mereka.

"Ya! Awas kalian!" dengan cepat Lay berlari kearah pagar pembatas itu. Namun saat ia akan melompat, Lay menelan salivanya kasar, "Aigo, kenapa tinggi sekali?"

.

HUP

.

Tanpa pikir panjang, Lay melompat dan menyusul tiga karnivora itu. Meninggalkan ceceran darah segar yang masih mengalir dari lukanya.

.

.

TAP

Nampak enam namja tampan dan cantik berdiri dengan anggunnya di atas pagar pembatas menatap kepergian empat werewolves tadi. Ekor mata berhiaskan ruby mereka terus mengikuti Lay yang paling akhir berlari hingga namja cantik itu menghilang dalam lebatnya hutan.

.

.

To Be Continue

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
golden13
#1
Wooo gak sabar liat lanjutannya. Please, keep going! :D
NarniaNew #2
Chapter 1: can you make it in english??
fymermaids #3
nice^^ keep up the good work author nim