prolog
Engaged?? Oh NO!!!!!Junho POV
“Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi pada hidup mereka.”
Sewaktu aku masih kecil, eomma sering mengatakan hal itu padaku setiap hari. Dulu aku tidak begitu peduli, namun sekarang aku mempercayainya. Entah bagaimana, kalimat itu benar-benar mendeskripsikan kehidupanku saat ini.
-Flashback-
Aku sedang makan malam bersama kedua orang-tuaku, seperti biasa, sama seperti malam-malam sebelumnya. Tidak ada yang special, kecuali Appa yang –menurutku—menjadi lebih diam dari biasanya.
“Eomma, sup ini enak sekali.”
Eomma tersenyum senang mendengar pujian dariku. Ia menyendokkan sup lagi ke dalam mangkok-ku sambil berkata, “Makanlah yang banyak Nuneo,”.
“Junho…” Panggil Appa.
“Ne?” Aku melihat kearah Appa yang sepertinya sudah selesai makan.
“Ada hal penting yang harus Appa beritahu kepadamu.” Ucap Appa serius.
Aku merasa sedikit aneh mendengar Appa berbicara serius padaku. Tidak ada nada lembut yang biasa ia gunakan saat bicara padaku atau Eomma. Aku menatap Appa dalam diam, menunggu ia berbicara.
“Well, mungkin ini terlalu tiba-tiba. Kamu mungkin akan sedikit shock, jadi Appa mohon tenangkan dirimu terlebih dahulu.”
“Ada apa Appa? Appa serius sekali—“ Ucapku bermaksud menggoda. Namun kata-kata Appa berikutnya malah membuat mataku membulat sempurna.
“Kamu sudah punya tunangan!”
“Apa?!” Teriakku. Namun Appa hanya diam saja, begitu pula dengan Eomma yang hanya melanjutkan makannya seolah tidak ada yang berbicara disini.
“A-Appa… Candaan Appa benar-benar membuatku terkejut.” Aku berusaha mencairkan keadaan.
“Appa tidak bercanda. Tentu saja kamu tidak harus menikah cepat-cepat.” Jelas Appa seolah itu bisa membuatku lega.
“Dia juga tidak terlalu tua darimu, jadi kita bisa menunggu sampai kalian lulus. Junho, sejak kecil kamu selalu home-schooling. Kamu juga jarang keluar rumah. Appa takut kamu akan dipermainkan oleh wanita. Tapi sekarang Appa dan Eomma sudah lebih tenang.” Tambah Appa panjang lebar.
“Appa,?! Apa-apaan ini?!! Bagaimana bisa Appa memutuskan hal seperti ini begitu saja!!!” Aku berdiri sambil menggebrak meja kencang, tak peduli apakah aku sudah melanggar tata krama atau tidak.
“Junho, tenanglah dulu. Kau menyakiti dirimu sendiri.” Ucap Appa lembut.
“Appa memintaku untuk tenang?? Appa sebaiknya menjelaskan, apa-apaan ini?” Aku kembali duduk.
“Hm… Sebenarnya perusahaan Appa sedang dalam krisis besar. Bisa di bilang kita sedang dalam hutang besar. Oleh karena itu, Appa meminjam uang dari teman lama Appa. Yah, ini bukan benar-benar ‘meminjam’ seperti yang kau ketahui. Kita benar-benar harus berterima-kasih pada teman Appa itu!” Appa kembali berbicara dalam mode seriusnya.
Sebenarnya aku merasa tidak enak mendengar berita yang dialami oleh perusahaan Appa. Tapi aku sudah terlanjur kesal karena Appa menjodohkanku tanpa berkata apa-apa.
“Aku terkejut mendengar Appa dalam hutang yang besar, tapi aku ingin tahu mengenai orang yang menjadi tunanganku itu—“ Tuntutku dengan nada yang sedikit kasar.
“Teman Appa itu mempunyai anak.” Lanjut Appa.
“Appa jangan bilang kalau—“
“Yup, dia adalah anak teman Appa. Dia juga bilang kalau kita tidak perlu mengembalikan uang pinjaman. Betapa baiknya dia.” Ucap Appa memotong kalimatku.
Aura-aura gelap muncul begitu saja dari balik tubuhku. Aku berdiri perlahan lalu berteriak sekencang-kencangnya di depan Appa, “Bagaimana bisa Appa menjual anak Appa satu-satunya ini untuk pinjaman???!!”
-Flashback End-
#ToBeContinued
Comments