what happened last night???

Sober.

 

Lenght : 2605 word

request dari septaaa. semoga ini cukup fluff..

 

 

---

 

AW…

 

Kepalaku terasa berat. Apa aku baru terbentur dinding atau apalah? Kenapa aku merasa sangat pusing?

 

AW…

 

Lagi-lagi, kepalaku seperti telah dipasang bel petinju yang sekarang bunyi teng-teng-tengnya semakin kuat. Tidak! Apakah ini akhir dari segalanya? Aku tidak tahan. Game Over. Aku tak akan bertahan. TIDAAAKKK…

 

 

Pong!

 

 

Seketika Kyungsoo membuka mata. Poster itu, ketigabelas anggota Super Junior menatapnya angkuh, dari album lagu ‘Don’t Don’ yang menandai comeback super mereka. Syukurlah, ia berada di tempat yang seharusnya. Tempat dimana ia habiskan kehidupan mahasiswa selama empat tahun belakangan. Hal itu dirayakannya dengan meregangkan otot tubuh seluas-luasnya, mencium dalam-dalam selimut, meresap kehidupan.

 

“Yo, sudah sadar rupanya” Jongin menjatuhkan sepatunya yang berat dan duduk di ujung tempat tidur, memasangnya satu persatu. Bajunya hari ini, terlihat terlalu lengkap. Kaus polo yang dilapis sweater wol, lalu jaket kulit imitasi. Sudah bisa ditebak ia tak akan pergi ke kampus, menjalani pekerjaannya sebagai asisten praktikum Prof.Oh. “Semalam kau sangat mabuk, tahu? Aku membopongmu dari bar saat kau mulai meracau tidak jelas.”

 

Mabuk? Kyungsoo bisa menciumnya. Kenapa ia selalu menyusahkan Jongin?

 

“Aku cuma bisa membuatkanmu kopi. Chanyeol akan menjemputku sebentar lagi.”

 

Ah, benar. Hari ini Jongin bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam klub pecinta alam akan mengadakan ekspedisi kecil ke pegunungan. Kecil tak mendefinisikan maksud yang sebenarnya. Medan yang akan mereka tempuh bisa jadi ratusan bahkan ribuan kilo yang baru berhenti bila satu insiden tak tertanggulangi terjadi di tengah jalan alias gawat darurat atau salah seorang dari mereka kembali pada pikiran rasional. Kulit gelap tubuhnya merupakan salah satu petunjuk jiwa petualangnya.

 

Jongin suka sekali mendaki gunung. Menjelajahi tempat antah berantah dengan hanya menggantungkan nasib pada kemampuanmu membaca peta dan selebihnya naluri sangat menantang adrenalin. Beberapa tempat pernah ia jelajahi termasuk hutan kaki gunung Kilimanjaro, Kalimantan, dan Himalaya. Tapi sedikit terbatasi saat ia melanjutkan S2 dan diterima menjadi asisten tetap. Minggu depan adalah libur musim panas jadi sekarang ia punya waktu lebih dari cukup menyalurkan hobinya yang tak bisa tubuh kecilku ini tolerir.

 

“Yang tadi malam...” terdengar bunyi resleting ditutup. “Gwenchanha. Aku bisa menerima dengan tangan terbuka. Sejujurnya, aku juga merasa sangat aneh tapi sejak kita tinggal bersama, aku mengerti semua yang kau rasakan. Gwenchanha, Do Kyungsoo,” katanya, memutar kepala setengah ke arahku dan bisa kulihat ia tersenyum dengan sangat manisnya.

 

Pong... lambat.

 

Pong.. sedikit lebih cepat

 

PONG! Kepala Kyungsoo terasa disiram air kutub.

 

Ponsel Jongin berbunyi. Di seberang sana, Chanyeol mengabarkan kalau ia terjebak kemacetan besar. Banyak keluarga berbondong-bondong pergi ke pantai, sehubungan dengan musim panas, ke arah yang berlawanan dengan mobil. Ia meminta Jongin menunggu di halte bis hingga ia tak perlu memutar jalan.

 

Jongin bergegas memindahkan tas gunungnya ke atas punggung tegapnya. Benda besar itu seakan terlalu sepele, padahal bisa melebihi dua kali berat tubuhnya secara keseluruhan. Bukan masalah berarti karena Jongin selalu ke gym setiap hari Jum’at.

 

“Kyungsoo...” ia tersenyum. “Jangan pernah berpikir kau telah melakukan hal yang salah. Pelan-pelan, aku akan mencoba menerimamu seperti yang sebelumnya. Tapi yang pasti...” Jongin tersenyum lagi. “Kita tidak akan sama seperti dulu, ya kan?”

 

Pintu ditutup.

 

Kyungsoo merasa sangat kedinginan.

 

* *

 

Kesetanan, Kyungsoo berlari sepanjang trotoar. Sempat tersandung trotoar yang retak, ia terus berlari. Satu nama, Luna, teman baiknya untuk membicarakan masalah ini, harus tahu. Ini darurat yang sangat darurat.

 

“Tunggu dulu!” Luna menampik pegangan Kyungsoo yang menariknya keluar dari kamar. “Aku belum selesai dengan tugasku! Memangnya ada apa, uh?”

 

“Luna, lupakan semua itu. Hh...” Kyungsoo belum bisa mengembalikan napasnya ke normal. Ia meraih lengan Luna lagi. Gemetaran. “Luna... tolong aku...”

 

Luna berdecak. “Lagi-lagi masalah. Kenapa kau selalu mencariku dan menyodorkan masalah?” gelang-gelang rantai manik di tangannya bergemerincing. “Kali ini apa? Biar kutebak... uang?”

 

Sambil terengah-engah, Kyungsoo menggeleng.

 

“Bukan? Um, PR aritmatika? Makan siang?” semuanya dijawab dengan gelengan kepala. Masalah Kyungsoo yang selalu ia bagi bersama Luna adalah kepayahannya dengan angka, kondisi finansial yang kacau plus satu paket dengan masalah makanan lalu... Luna terdiam dan menatap Kyungsoo horor. “Jangan bilang...”

 

Kyungsoo terduduk di trotoar. “Semuanya sudah terkuak. Dia sudah tahu.”

 

* *

 

“Bagaimana kau bisa menyimpulkan begitu?”

 

Kyungsoo memutar-mutar gelasnya dengan gugup. Ia berada di flat Luna yang sama berantakannya dengan pemukiman kumuh. Hebatnya, ia selalu tahu tempat terakhir ia meletakkan barang-barangnya hingga tadi tanpa kesulitan, ia bisa menemukan toples gula di bawah tumpukan pakaian kotor.

 

Kyungsoo menelan ludah dengan susah payah. “Sebelum pergi... dia...”

 

“Gwenchanha. Aku bisa menerimanya dengan tangan terbuka. Sejujurnya, aku juga merasa sangat aneh tapi sejak kita tinggal bersama, aku mengerti semua yang kau rasakan. Gwenchanha, Do Kyungsoo”

 

“Argh!!!” Kyungsoo memukuli kepalanya. Bodoh sekali!

 

“Yah, yah...” Luna menangkap tangan Kyungsoo. “Ingat pengendalian diri. Tarik napasmu perlahan-lahan.”

 

“Aku mati, Luna...” teriak Kyungsoo.

 

“Tidak” Luna menghempaskan tangan Kyungsoo. “Cerita dulu padaku, baru kuputuskan kau boleh mati atau tidak”

 

Kyungsoo mendesah. Ia uraikan tiap kata yang Jongin katakan padanya tadi pagi. Sebelumnya ia juga bilang kalau tadi malam ia mabuk berat. Ia sama sekali tak ingat apa yang ia racaukan semalam. “Aku pasti sudah mengatakan semuanya.” Ia membenamkan wajah di meja. “Oh...”

 

Luna memukul kepala Kyungsoo dan tak ada reaksi. “Yah, Do Kyungsoo, kita belum sampai pada kesimpulan!”

 

“Lalu apa arti kata-katanya!” teriak Kyungsoo. “Dan senyum itu! Apa yang telah aku lakukan? Bagaimana bisa aku melakukan ini padanya! Oh~ tidak...” Mata Kyungsoo memanas, dadanya sakit. Ia lengah semalam dan melakukan sesuatu yang harusnya tidak ia lakukan. Bukankah ia melakukannya dengan baik selama ini. Lalu... POP! Semua berakhir dalam satu malam.

 

“Do Kyungsoo!” pegangan Luna di bahunya mengerat. “Tenangkan dirimu! Pengakuan itu, bukan akhir dari segalanya. Perhatikan lagi apa yang ia katakan! Ia bilang ia akan menerimamu dengan tangan terbuka. Ia maksud keadaanmu, kan? Ia bisa menerima perasaanmu, teman!”

 

Kyungsoo tercenung. “Luna, bagaimana bisa ia menerimanya dengan tenang? Ini bukan sesuatu yang... yang... ini...”

 

“Kau menyukai pria. Itu fakta yang tak terbantahkan! Dan kau menyatakan perasaanmu saat mabuk dan ia bilang bisa menerimamu. Apa lagi masalahnya?” Luna menekankan kata-katanya. “Apa lagi yang menganggu pikiranmu?”

 

Kyungsoo sudah tahu kalau ada yang tidak beres dengannya. Kakak perempuannya, Sohee, selalu menyinggung hal itu. Barbie, bukan Ken. Cinderella, bukan Peter Pan. Hal itu cukup baginya untuk berpikir bahwa adiknya tidak tumbuh laiknya bocah lelaki seumurnya. Sohee tidak pernah menyampaikan itu pada ibu mereka dan bilang pada Kyungsoo untuk menyimpannya, hingga ia yakin akan pilihannya. Apapun itu, Sohee bilang ia akan selalu mendukungnya. Itulah alasan mengapa Kyungsoo menganggap kakaknya sebagai pahlawan.

 

Perasaan Kyungsoo pada Jongin mulai muncul saat mereka bertemu di universitas. Jongin yang sudah tingkat 5, mengambil mata kuliah yang saat itu juga sedang diambil kebanyakan anak tingkat 1 jadi mereka digabung. Jongin tak sengaja melihat brosur apartemen sewa dua orang di notes Kyungsoo dan bertanya, apakah ia sudah punya teman tinggal. Sejak saat itu, Kyungsoo berusaha keras menahan perasaan pada rekan tinggal satu apartemennya. Empat tahun berlalu, haruskan semuanya berakhir seperti ini?

 

“Kita tidak akan sama seperti dulu, ya kan?”

 

“Aku harus membetulkan semuanya...” kata Kyungsoo.

 

“Kyungsoo...”

 

“Harus.”

 

“Kyungsoo...”

 

Mata Kyungsoo membulat. “Luna, kau harus membantuku”

 

Luna mendesah. “Katakan saja...”

 

“Aku harus tahu apa yang sebenarnya aku katakan padanya”

 

“Kita telepon dia!” simpul Luna cepat.

 

“Jangan li— Luna!”

 

Terlambat, terdengar nada sambung di seberang sana.

 

Satu kali.

 

Dua...

 

Kyungsoo merebut ponsel Luna dan melipatnya. Sambungan terputus. “Jangan bertindak bodoh! Mau taruh dimana mukaku, ha? Jangan bawa-bawa Jongin. Kita akan mencari tahu sendiri”

 

“Caranya?”

 

* *

 

Kyungsoo menarik keluar semua lidah kantung celana dan jaket yang ia pakai semalam. Hanya ada beberapa recehan yang ia siapkan bila bertemu pemusik jalanan. Nihil. Tak ada satu petunjuk pun. Ia beralih pada lemari milik Jongin. Jaketnya. Ia merogohi satu per satu.

 

“Sudahlah. Tak ada di sana. Alasan orang menyimpan nota adalah mengingat nama dan harga makanan kesukaannya, lalu untuk pembukuan. Kalian berdua bukan orang yang tertarik pada hal rumit seperti itu, kan?” Luna memantul-mantulkan tubuhnya di atas kasur Kyungsoo yang bersebelahan dengan milik Jongin. Luna membayangkan, apakah Kyungsoo selalu curi pandang pada orang yang tidur di sebelahnya.

 

“Ketemu.” Kyungsoo mengangkat penemuannya ke depan Luna. Kertas hijau dan putih remuk. Tulisan ‘Shinhwa’ tercetak di yang hijau. Bar itu mengusung warna tropis sebagai suasana ruangannya, begitu juga dengan nota transaksinya. Yang putih tulisannya pudar, tinta mesin kasirnya pasti murahan, menunjukkan tadi malam ia sempat pergi ke ‘Holla’. Minimarket itu dikelola teman lulusan Jongin. Nota-nota itu bagaikan peta yang akan menuntun pencarian jejak semalam.

 

“Sebetulnya, Jongin orang yang sangat ekonomis” aku Kyungsoo. Ia selalu tahu itu.

 

“Kalau begitu apa yang kita lakukan selanjutnya?” kata Luna malas.

 

* *

 

Bartender bertuksedo hijau mempelajari wajah Kyungsoo. “Ah~ Jongin menarikmu pergi sebelum jam 11. Kau sudah sangat mabuk dan aku membantunya menyeretmu keluar pintu. Aku ingat. Maafkan ingatan payahku.”

 

“Lay, aku...” Kyungsoo berdeham. “A-apa aku meracau sesuatu?”

 

Lay berpikir kembali. Semalam, Kyungsoo dan Jongin duduk di meja bar dan ia melayani permintaan minuman mereka. Ia sempat bercengkerama dengan mereka berdua sebentar membincangkan banyak hal saat pengunjung bar mulai ribut dengan siaran pertandingan sepakbola di televisi. Lay meninggalkan mereka berdua dan ikut menonton. “Ada tamu di dekat kalian, jadi aku lewat dan... kau bilang...” Lay berhenti. Ia menatap lekat Kyungsoo. “Apakah itu jadi masalah?”

 

“Ha? A-apanya?”

 

“Kau... “ Lay tak berkedip. Ia memajukan tubuhnya dan setengah berbisik ke telinga Kyungsoo. “Kau memesan alkohol paling keras saat Jongin pergi ke toilet. Setelah itu... saat ia kembali, kau sudah teler”

 

Luna mempertanyakan tindakan Kyungsoo. Ia bukan peminum berat dan memesan sesuatu yang bisa membunuh sel otaknya setiap teguknya? Kyungsoo angkat bahu dan bilang ia juga tidak tahu mengapa memesan itu.

 

“Apa Jongin menemukannya? Aku sudah palsukan nama minumannya di tagihan. Apa Jongin marah padamu?” tanya Lay.

 

“A... tidak. Lay, benarkah kau tidak mendengar apapun yang aku racaukan semalam?”

 

Lay melambai sekilas pada rekannya yang baru datang. “Memangnya kenapa?”

 

“Aku... aku takut aku sudah mengatakan yang tidak-tidak...”

 

“Apakah yang itu?” Kyungsoo dan Luna merapat. “Ketika kau teler berat, aku sempat mendengar kau bilang begini pada Jongin” Lay berdeham lalu mencontohkan lagak Kyungsoo beserta logat mabuknya. “Aku... aku minta maaf selama ini sudah... menyembunyikan hal ini darimu”

 

* *

 

“Lay...“ Luna bergumam dalam perjalanan mereka keluar dari ‘Shinhwa’. “Lumayan juga. Benar dia lulusan angkatan Jongin?”

 

Kyungsoo tak menjawab. Bagian ‘maaf selama ini sudah menyembunyikan ha ini darimu’ cukup mencurigakan. Apa ia mengutarakan soal yang itu atau yang krusial satu lagi? Ah, ia tak ingat. Gara-gara minuman sialan itu, Kyungsoo merasa otaknya dikorupsi. Sang koruptor, minuman itu tentu saja, telah hilang diguyur air kamar mandi. Buktinya kurang konkrit.

 

“Kyungsoo! Jangan jalan cepat-cepat” Luna mengejar. “Ia memperingatkan bartender agar tidak memberimu minuman paling keras di sana. Hei, apa Jongin sebegitu pedulinya padamu?” tanyanya sambil menggamit lengan Kyungsoo seperti sepasang kekasih.

 

“Um... itu karena sejak awal ia tahu aku peminum yang payah. Aku mabuk dan tanpa sadar mengajaknya tinggal bersama”

 

Luna menggaruk alisnya. “Bukankah kau bilang dia yang mengajukan dirinya?”

 

“Tidak” Kyungsoo berhenti. “Aku tak mau kau menganggapku yang mengundang rusa ke dalam sarang harimau jadi aku mengarangnya”

 

Aigoo! Dan ia mengiyakannya langsung?”

 

Kyungsoo mengangguk. “Bukankah kau ada di sana membantu membereskan barang?”

 

Luna tersenyum. “Karena Jongin sangat menarik tapi... itu cerita lama. Aku tak mau merebut incaran temanku yang lucu ini” Luna mencubit pipi Kyungsoo. “Omong-omong, kau sudah menjawab panggilan ayahmu?”

 

Tn.Do punya perusahaan percetakan yang cukup mapan di Busan, kampung halaman Kyungsoo. Dengan kerja keras dan prinsip gila kerja yang dilakukannya, Tn.Do berhasil membesarkan nama perusahaannya. Hal yang menghalanginya hanyalah jantungnya yang tidak sebagus dulu. Dokter memerintahkan agar melepas perusahaan sepenuhnya hingga Tn.Do bisa istirahat total di rumah. Penggantinya, putra tunggalnya, belum memberikan jawaban pasti.

 

“Aku akan mengatakannya nanti.”

 

* *

 

Awalnya, bangunan yang ditempati ‘Holla’ sekarang adalah restoran Cina hingga tak aneh bila kau menemukan sumpit bambu atau mangkuk keramik di gudang belakang. Dinding pembatas yang eksotis dipasang sebagai sekat jalan menunju kamar mandi sekarang tak ada di tempatnya.

 

“Tadi malam?” Chen, sang pemilik, berhenti mencatat barang-barang di raknya. Ganti berpikir sambil mengulum ujung pulpennya. “Tadi malam kalian memang kemari. Keadaanmu sangat tak baik”

 

“Aku tahu. Apa kau mendengar sesuatu yang kukatakan?”

 

Luna menjatuhkan obeng di peralatan tukang. Chen meneriakinya supaya tak menyentuh apapun kecuali ingin membeli sesuatu. “Aku sangat sibuk soal pembukuan jadi...”

 

“Kau tidak ingat satu pun?”

 

Chen menyeka poninya. “Kau sangat mabuk hingga Jongin meletakkanmu di kursi sementara ia berkeliling. Kurasa kau mengatakan beberapa hal. Mm, tak terlalu jelas, lebih tepat kalau kubilang kau sedang meracau”

 

“Aha, lalu apa yang kau dengar?”

 

Chen mendeham. “Kau berkata bahwa aku... akan... selalu... di... sisimu...” Chen melakonkan gaya mabuk Kyungsoo. “Setelah itu kau pingsan. Jongin membayar barangnya dan memapahmu pergi. Itu saja”

 

“Ha-hanya itu?”

 

“Hanya itu? Dengan begitu saja itu sudah aneh tahu! Kenapa tiba-tiba kau bertingkah seperti wanita yang sedang meyakinkan prianya bahwa kau tak akan meninggalkan dirinya? Kau terus mengulangnya... lagi... lagi... ah, kalian membuatku muak! Apa terjadi sesuatu di antara kalian?”

 

Kyungsoo bergidik. “A-apa maksudmu?”

 

“Itu pertanyaanku! Apa maksud kalian, ha? Sementara kau terus berkata begitu, Jongin terus menjawab, aku tak akan kemana-mana... aku akan selalu di sampingmu... OH!” Chen menggosok lengannya. Bulu-bulu halusnya berdiri. “Apa kalian...”

 

“A... ha-ha-ha. Jangan bodoh. Kami harus pergi. Ayo, Luna!”

 

* *

 

“Sebenarnya apa yang sudah aku katakan padanya?” Kyungsoo menusuk wortelnya. “Semua petunjuknya mengarah ke sana. Apa aku benar-benar sudah mengaku?”

 

Luna melengos. “Bukankah itu yang kukatakan sejak awal. Dia sudah menerimamu dan kau merepotkanku dengan pertanyaan itu. Jawabannya...”

 

“Tidak. Bila ia sudah tahu, kenapa ia begitu tenang?”

 

“Memang harusnya bagaimana?”

 

“Itu...” Kyungsoo menggigit bibir bawahnya. Jongin berpacaran dengan Yoona sampai gadis itu dapat pekerjaan di kantor pengacara akhir tahun lalu. Kerap kali Kyungsoo menemukan mereka sedang berduaan di apartemen. Meski itu sangat menyakitkan, Kyungsoo selalu bersikap tidak melihat apapun. Anyway, apakah Jongin dapat menerima orang yang tinggal bersamanya ternyata adalah parasit yang selalu punya impian kotor tentangnya dengan begitu mudahnya?

 

“Apa maksudnya... kita tidak akan sama seperti dulu?”

 

Luna bersiap menekan nomor. “Kenapa tidak tanya...”

 

Kyungsoo merebutnya lagi dan meletakkan ponsel Luna di samping piringnya. “Bila dia itu kau... apa yang akan kau lakukan bila tahu rekan sekamarmu ternyata menginginkanmu?”

 

“Aku lakukan ini.” Luna menyorongkan piringnya menjauhke tengah meja. “Jaga jarak. Tapi tidak sejauh yang kau bayangkan. Aku akan menghindar sedikit tapi dari tempatku, aku masih bisa melihatmu...” Ia mendesah. “Bagaimanapun, bila itu Jongin, ia tak akan menolakmu karena ia sangat peduli padamu, ya kan?”

 

Pelan-pelan, Kyungsoo tersenyum.

 

* *

 

“Kyungsoo! Kyungsoo!” Luna menggedor-gedor pintu apartemen. Hampir tengah malam, jadi mungkin Kyungsoo sudah terlelap tapi Luna tak peduli karena kabar ini harus disampaikan selekas mungkin.

 

Pintu terbuka. “Ya?” sahut Kyungsoo lemah.

 

Luna menyeruak masuk. “Jongin menelponku! JONGIN MENELEPONKU!!!

 

“Ha?”

 

“Jongin mengira ada sesuatu dan menghubungiku, bodoh!”

 

“La-lalu?”

 

“Aku menanyakannya. Aku bertanya padanya, apa yang kau katakan padanya dan ia mengingatnya dengan sangat baik. Dia bilang, semalam kau berbicara terus sepanjang jalan ia membopongmu kemari. Beberapa hal... yah, gumaman orang mabuk dan lainnya.”

 

Mata Kyungsoo terbuka lebar sekarang. Jantungnya berdegub tak karuan.

 

“Kau bilang kau tak akan pergi ke Busan. Kau tak akan meneruskan usaha ayahmu. Suami kakakmu yang akan melakukannya.”

 

“Ha-hanya itu?”

 

Luna mengangguk. “Kau terus mengulang-ulangnya jadi ia mengingatnya”

 

“Benarkah? Ja-jadi...”

 

“Aku pikir, maksud Jongin adalah... kalian telah lama tinggal bersama jadi sudah saling terbiasa satu sama lain hingga tak terpisahkan. Ia tak pernah membayangkan tinggal di apartemen itu tanpamu. Ia terlanjur berpikir kau akan pulang ke rumah dan mempersiapkan diri untuk memulai semuanya sendiri. Terdengar berlebihan tapi... ia berkata begitu padaku. Aku sedikit tersentuh”

 

Benarkah? Jongin benar-benar berkata begitu? Well, itu sedikit melegakannya. Ia belum melewati batas merahnya. Kekhawatiran tak beralasan berakhir.

 

“Ta-tapi, kurasa aku salah menyusun pertanyaan.”

 

Kyungsoo melotot pada Luna. “Apa maksudnya itu?”

 

“Um...” Luna memutar bola mata sambil menggigit bibir bawah. “Itu... karena terlalu gegabah, aku sedikit menggertaknya.”

 

“Luna... apa yang kau katakan padanya?!” Nada suara Kyungsoo meninggi seiring dengan kemunculan firasat buruk.

 

Alis Luna hampir menyatu, bermimik sedih. “Aku berteriak padanya, ‘Kyungsoo menyukaimu sejak lama jadi jika kau menyepaknya seperti kotoran, aku akan membunuhku jadi bagian-bagian kecil hingga polisi tak akan mengenali wajahmu’. Sayangnya, Jongin benar-benar tak tahu bagian itu. Kyungsoo, kurasa aku telah membunuhmu kali ini.”

 

Lantai Kyungsoo berpijak bergoyang.

 

PONG-PONG-PONG.

 

 

 

TAMAT

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sognatoreL #1
Chapter 1: Hahaha, luna nya ceroboh :3
xhxrat_ #2
Chapter 1: Luna nya nyebelin ya wkwk
seideer #3
Chapter 1: Hahahahahha walo endingnya gantung...tp bgs koq...berasa baca komik...
jongsoo93 #4
Chapter 1: kayanya seru nih kalo ada sequelnyaa *buinkbuink ><
febrianisalma #5
Chapter 1: sumpah lucu bgt ceritanya XD.. aq suka part kyungsoo sm luna, bikin ngakak XD..
septaaa #6
Chapter 1: Asdfghjkl jonginnya gak keluar? TwT ini gantung bangetttt ;;__;; ini bukan fluff tapi lawak setuju sama kommennya eonni amu :DDD
btw, makasih makasihhh bgt udh dibuatin uniiiir :*
yeulisoo
#7
Chapter 1: ADUHHH KYUNGLUNNN.... BIASES ;;;; Kocak! kaisoonya cuman dikit ini sebenernya ;u;
ohya ada beberapa typos, kaya 'pulpe' dan apalg gtu td hehe. trus itu kalimat luna yg 'aku akan membunuhku' emg sengaja gtu apa typo?
Jaerinlee
#8
Chapter 1: Ah~~
ini ada sequel pasti keren deh..
jongin reaksinya gimana ga tau, putus apa ga gt sama yuna, udah putusin aja trus sama kyungsoo kalo ga dibunuh luna lho..
Bagus bgt, tapi butuh sequel, sequel, sequel..
PinguLulu #9
Chapter 1: Jiah! Soo,,Kamu kok cute banget sih!!! :*
Pengen deh jadi Luna biar deket sama kamu terus.. wkwkw *Ngarep.com
Suka banget deh sama ceritanya, meski ending nya gantung *LoL
Keep writing! Jjang! :)
amusuk
#10
Chapter 1: ups, koreksi, ga cm fluffy sih tepatnya, ini humor! XD
great, great!