Part 6

My Junnie

Sorry for Miss Typo n Hope you enjoy it~ ^^

 


 

...........

 

Taecyeon bilang, Junsu masih memiliki seorang kakek dari ayahnya yang masih tinggal di Daegu bersama paman Junsu. Tiap tahun, Junsu akan menyempatkan diri pergi ke Daegu untuk mengunjungi kakeknya.

 

"Tapi sampai sekarang Kakek Junsu belum tahu kalau Junsu telah menghilang. Tak ada dari kami yang berani mengatakan hal itu karena takut jika ia tahu cucu kesayangannya menghilang, penyakit jantungnya akan kambuh," terang Taecyeon. "Aku tahu ini salah. Tapi aku sama sekali tak ingin hal buruk terjadi pada kakek Junsu karena kesalahanku membiarkan Junsu pergi dan menghilang. Jadi mumpung kita masih di Daegu. Maukah kau pergi bersamaku sebentar untuk mengunjungi kakek Junsu dan berpura-pura menjadi......"

 

"Junsu?" aku meneruskan ucapan Taecyeon yang terhenti. Ia lalu memandangku penuh harap.

 

"Maukah kau, Minjun-sshi?"

 

Aku tak mampu menolak permintaannya. Meski aku juga tahu ini salah karena aku akan menipu seseorang, tapi bukankah kami melakukan ini juga demi kebaikan kakek Junsu itu sendiri. Aku akhirnya mengangguk sebagai jawaban dari permintaan Taecyeon.

 

Kalau boleh jujur, sebenarnya aku melakukan ini bukan hanya karena kakek Junsu. Tapi juga karena aku masih ingin berlama-lama bersama dengan Taecyeon. Entah kenapa aku selalu merasa nyaman saja jika aku berdekatan dengannya. Tak ada yang salah dengan hal ini kan?

 

...............

 

Setelah pamit dengan Kahi Umma dan Fei, Taecyeon pun membawaku dengan mobilnya menuju rumah kakeknya Junsu. Jarak rumah kakek Junsu dari panti asuhan sunshine cukup jauh dan memakan waktu lama. Semakin lama aku semakin melihat banyak pepohonan menjulang di sepanjang jalan yang kami lewati. Sepertinya rumah kakeknya Junsu bukan berada di bagian kota Daegu-nya, tapi di bagian desanya —pinggiran kotanya.

 

Kurasa aku sadar mengapa Junsu hanya mengunjungi kakeknya selama satu tahun sekali, itu karena rumahnya begitu jauh.

 

Aku menyamankan posisi dudukku di jok mobil. Meski bukan aku yang menyetir, tapi aku cukup merasa lelah dengan perjalanan kami selama ini sejak tadi pagi dari kota Seoul sampai siang ini. Mataku baru saja terpejam, ketika tiba-tiba aku merasa sandaran kursiku terjatuh ke belakang.

 

Aku terlonjak kaget, langsung meraih apapun yang berada di depanku. Saat aku membuka mataku, aku melihat wajah Taecyeon yang menertawai aku di atas tubuhku yang separuh berbaring, dengan kedua tanganku yang berpegangan erat pada bahunya.

 

"Maaf, aku baru saja merubah jokmu ke mode tidur agar kau lebih nyaman berbaring," katanya, tapi aku sama sekali tidak melihat raut menyesal di wajahnya.

 

"Setidaknya katakan dulu sebelum kau melakukannya," protesku kesal. Dia malah tertawa lagi melihat aku memarahinya.

 

Aku terpaku dalam diam melihat Taecyeon tertawa di atasku. Perlahan, tawanya mereda begitu menyadari aku menatapnya lekat. Dia balas menatapku. Kami terdiam, tak ada satu pun dari kami yang berkeinginan untuk bersuara terlebih dahulu.

 

Suara klanson mobil lain berbunyi dari arah belakang mobil. Taecyeon tersentak, begitu pula aku. Tanganku yang berpegangan pada bahu Taecyeon langsung terlepas. Taecyeon juga segera menarik diri, kembali duduk tegak di depan kemudi, melanjutkan laju mobil yang sempat terhenti di depan rambu lalu lintas.

 

Tanganku bergerak memegang seatbealt yang menyilang di dadaku, kepalaku ku tolehkan ke samping, menghadap sisi pintu di sampingku. Bisa kurasakan wajahku memanas mengingat posisi kami tadi yang begitu dekat.

 

Aku mencoba memejamkan mata. Tapi bunyi debaran jantungku yang menderu benar-benar mengganggu tidurku. Astaga. Apa yang sebenarnya terjadi denganku?

 

.

 

.

 

.

 

.

 

...............

 

"Jun.... Hei.... Minjun...."

 

Seseorang memanggilku sambil menggoyangkan bahuku. Dengan mata yang masih tertutup, aku mencoba mengumpulkan setengah kesadaranku dari alam bawah sadar mimpiku. Saat aku membuka mata, lagi-lagi wajah Taecyeon yang langsung terlihat pertama kali dalam indra penglihatanku.

 

Dia tersenyum padaku. "Bangunlah, kita sudah sampai." Bunyi klik kecil di samping tubuhku terdengar, Taecyeon baru saja melepaskan seatbelt yang menyilang pada dadaku. Setelah itu ia menarik diri dari hadapanku.

 

Aku bangun dari posisi setengah baring. Mengusap sebentar wajahku dari hawa-hawa ngantuk yang masih menghantui pikiranku. Suara pintu mobil yang ditutup membuat ku menoleh ke samping, melihat jok kemudi sudah kosong. Taecyeon baru saja keluar dari mobil, dia berjalan mengitari depan mobil, lalu berdiri di samping pintu mobil sebelahku, setelah itu ia membukakan pintu mobil untukku dari luar.

 

"Ayo."

 

"Hm." Aku membalas dengan gumaman malas —setengah mengantuk. Kupaksakan diriku untuk benar-benar sadar sepenuhnya, sebelum akhirnya aku melangkah keluar dari mobil. Taecyeon pun menutup pintu mobil itu di belakangku.

 

Aku mengedarkan pandangan di sekeliling. Langit sudah berubah warna jadi jingga, tak terasa sudah sore hari. Jalan raya tampak lenggang dan tak begitu lebar. Banyak pepohonan rindang yang tumbuh di pinggir jalan. Jarak antara rumah di sini juga tak begitu dekat, setiap rumah pun memiliki pekarangan halaman yang luas sendiri-sendiri. Benar-benar tipe rumah di pedesaan.

 

"Ini rumah kakeknya Junsu." Tunjuk Taecyeon pada rumah bertingkat dua di mana mobil ini diparkirkan di halaman rumahnya. "Ayo," Taecyeon mengulurkan tangannya padaku.

 

Aku menatap uluran tangannya dengan bingung.

 

Taecyeon menggaruk tengkuknya dengan kaku. "Eumm.... begini. Sebenarnya aku dan Junsu sudah tiga kali ke sini, Kakek Junsu juga sudah tahu kalau aku adalah kekasih cucunya. Jadi....."

 

"Jadi?" tanyaku karena Taecyeon tak kunjung melanjutkan kata-katanya.

 

Taecyeon tersenyum malu. "Aku dan Junsu tak pernah malu untuk bergandengan tangan di hadapan kakeknya Junsu."

 

Aku mengerjap, kembali melirik uluran tangan Taecyeon di hadapanku. "H-haruskah?" tanyaku agak gugup.

 

"Oh, ayolah Minjun-sshi. Hanya pegangan tangan. Kumohon."

 

Aku menghela nafas sebentar. "Oh, arrashoyo." Agak ragu, tapi akhirnya aku meletakkan telapak tangan kiriku di atas tangan kanan Taecyeon yang terulur. Jari jemari kami bertautan pelan. Kupikir hanya pemikiranku saja tapi tangan Taecyeon memang lebih besar dari tanganku. Saat tangan kami benar-benar bergandengan sepenuhnya, aku bisa merasakan kehangatan tersendiri yang disalurkan tangan Taecyeon padaku. Seolah ada aliran tersendiri yang menjalar dari telapak tangan itu, yang mampu menghangatkan relung dadaku dengan nyaman.

 

"Kajja," Taecyeon menarik tanganku lembut sambil tersenyum sumringah, menuntunku menuju pintu rumah di hadapan kami.

 

"N-neh." Aku menurut, mengikutinya dengan sedikit menunduk. Entah karena apa, aku hanya ingin tersenyum sendiri dalam diam.

 

"Halrabeoji~" Taecyeon berseru sambil membuka pintu rumah yang sepertinya memang tak pernah dikunci di sore hari.

 

Melihat sikap Taecyeon yang langsung menyelenong masuk rumah tanpa sungkan, membuatku mengernyit. "Sebenarnya ini rumah kakeknya Junsu, atau malah rumah kakekmu sendiri," sindirku.

 

"Rumah kakeknya Junsu, tapi aku sudah menganggap beliau seperti kakekku sendiri," jawab Taecyeon sambil nyengir. Ia terus menggndeng tanganku, membawaku masuk melewati ruang tamu menuju dapur, sambil terus meneriaki panggilan kakek. "Mungkin dia ada di pekarangan belakang rumah," duga Taecyeon karena tak mendapatkan jawaban apapun.

 

"Mana paman yang katamu tinggal bersama dengan kakek?" tanyaku heran karena melihat suasana rumah yang tampak sepi.

 

Taecyeon mengangkat bahunya. "Entahlah, mungkin keluar untuk beli makanan." Ia lalu membuka pintu lain yang berada di dapur, yang menghubungkan ke pekarangan belakang rumah. "Nah, itu dia." tunjuk Taecyeon pada seorang kakek yang sedang menunduk di depan sebuah semak-semak, seperti sedang mencari sesuatu di balik semak-semak itu.

 

"Ayo keluar Audrey, jangan sembunyi terus," samar-samar kudengar kakek itu berucap.

 

"Halrabeoji~" Taecyeon berseru di sampingku. Kakek itu menggerakkan kepalanya, ia berdiri meski tak begitu tegap. Matanya memincing sambil memperbaiki letak kacamata perseginya. Dia lalu tersenyum lebar sambil tertawa, tawa khas seorang kakek.

 

"Junsu-yah, Taecyeon-yah, hahahahaha.... kemari-kemari," wajah rentannya tampak begitu senang melihat kedatangan kami.

 

Aku tak bisa mencegah diriku untuk tersenyum lebar menerima penyambutannya yang tampak begitu hangat. Taecyeon melepas genggaman tangannya, lalu menyenggol bahuku. "Ke sana lah, perlakukan beliau seolah dia adalah kakekmu," kata Taecyeon dengan suara kecil.

 

"Aku mengerti." Aku berlari kecil menghampirinya. Kakek itu sudah membuka kedua lengannya lebar, menantiku untuk memeluknya, dan aku memeluknya. Sebisa mungkin aku berusaha untuk tidak terlalu kaku. Untungnya sikap hangat sang kakek membuatku cepat merasa nyaman. "Halrabeoji..." sapaku sambil memeluknya.

 

Tangan kakek menepuk punggungku dengan sayang. "Oh, Junsu-yah, kakek sangat merindukanmu. Mengapa lama sekali kau baru datang mengunjungi kakekmu?"

 

"Maaf," hanya itu yang bisa kukatakan, tentunya sebagai perwakilan dari Junsu. Suara guk guk kecil terdengar dari arah semak-semak di samping kami. Seekor anjing kecil berlari keluar dan menubruk kakiku, mengitari kedua kakiku.

 

"Oh, lihat tingkah anjing itu," keluh kakek. "Dari tadi dia sembunyi dari kakek. Tapi begitu kau datang dia langsung keluar sendiri." Kakek menghela nafas. "Kurasa audrey sama sekali tak cocok untukku, bawa saja dia kembali ke Ilhsan bersamamu."

 

Aku tak membalas keluhannya, karena memang aku tak begitu paham apa yang ia bicarakan. Aku lebih memilih menunduk untuk mengambil anak anjing itu yang tampak begitu lucu. Ia menggonggong kecil dalam gendonganku. Ekornya yang pendek terus mengibas ke kanan dan kiri, sementara kepalanya sangat bersemengat untuk menerjangku, dan menjilat sisi pipiku. Aku terkekeh geli.

 

"Yach, Taecyeon! Mengapa kau terus berdiri di sana?" tegur kakek. Membuatku ikut berbalik dan menoleh ke tempat Taecyeon sejak tadi berdiri. Ia tampak terpaku di tempat dengan pandangan terkejut tertuju padaku yang sedang menggendong anak anjing ini.

 

Wae? Apa ada yang salah? tanyaku dalam hati dengan heran.

 

"Taecyeon," sekali lagi kakek memanggil.

 

"Oh, Neh," ia akhirnya merespon sambil mengangguk. Lalu berjalan menghampiri kami.

 

"Kenapa dengan kekasihmu itu?" bisik Kakek padaku. "Kau yakin dia tidak kenapa-napa saat kemari kan? Dia terlihat agak aneh."

 

Aku berbalik menghadap kakek. "Kupikir setiap hari dia memang terlihat aneh," jawabku sambil mengangkat bahu.

 

"Justru kau yang lebih aneh lagi, karena mau dengan mahkluk aneh sepertinya," tuduh kakek padaku. "Saat kau pertama kali membawanya ke sini. Aku sudah bertanya sendiri. Dari mana kau mendapatkan makhluk sebesar dan setinggi itu?"

 

"Mungkin dari planet Mars," jawabku asal dengan nada canda. Mengundang tawa kakek juga aku.

 

"Hei. Aku dengar itu!" protes Taecyeon yang sudah berdiri di antara kami.

 

Anak anjing dalam gendonganku mengonggong kecil, mengundangku untuk mengusap puncak kepalanya sambil tersenyum. Ia mulai mendekur dalam dekapanku.

 

"Ini Audrey," Taecyeon berbisik di telingaku. Membuat aku membeku mendapatkan suaranya yang terasa begitu dekat di telingaku, juga hembusan nafas hangatnya yang menerpa sisi daun telingaku. "Ini anjingmu, em, maksudku anjingnya Junsu. Dia memberikan audrey pada kakek saat terakhir kali kami berkunjung di sini," lanjut Taecyeon masih dengan berbisik —terlalu— dekat di telingaku.

 

Agak ragu, tapi aku tetap memberanikan diri untuk melirik ke samping, ke arah kepala Taecyeon yang berada di samping telingaku. Entah mengapa aku merasa kepalaku bergerak dengan slow motion untuk bisa melihat jelas Taecyeon di sampingku, yang ternyata masih bertahan dengan posisi kepala yang condong pada sisi telingaku tadi, dan matanya yang sudah menatapku lekat terlebih dulu.

 

Aku membisu. Sekali lagi tatapanku dibuat terpaku dengan cara Taecyeon yang memandangku lekat. Apalagi dengan jarak sedekat ini, membuatku merasa makin jelas untuk menyelami sinar mata Taecyeon yang tertuju padaku. Rasanya aku semakin ingin dekat dengan perasaan nyaman yang seolah mengundangku untuk diselami itu.

 

"Ehm," deheman suara kakek cukup membuyarkan arah pandang kami berdua. Aku dan Taecyeon sama-sama langsung menoleh pada kakek yang memasang wajah —pura-pura— kesal. "Kalian datang ke sini untuk mengunjungiku kan? Jadi jangan mencoba mengabaikanku dengan bermesraan di hadapanku. Kalau kalian memang sudah tidak tahan, kalian bisa melanjutkannya di dalam kamar sana," sindirannya membuat wajahku memanas.

 

"Ha-haalrabeoji!" protesku.

 

Kakek dan Taecyeon sama-sama menertawaiku. Aku heran, mengapa mereka selalu menertawaiku saat aku sedang marah? Memangnya ada yang lucu dengan hal itu?

 

Aku menghembuskan nafas kesal sambil cemberut. "Sebaiknya aku pergi dan bermain bersamaa audrey saja," ketusku karena mereka tak kunjung meredakan taawanya. Aku berbalik, hendak melangkah pergi ketika sebuah tangan menahan lenganku.

 

"Junnie," itu suara Taecyeon. "Jangan ngambek seperti itu," ia mengacak rambutku lembut. "Maaf."

 

Aku menunduk dalam diam. Kalau begini jadinya, rasanya aku ingin terus berlama-lama menjadi Junsu. Bisakah?

 

"Ayo, Junsu-yah," kakek merangkul pundakku. "Kita duduk di sana," tunjuknya pada bangku panjang yang berada di bawah pohon rindang lain di sisi belakang rumah. "Banyak hal yang ingin ceritakan padamu, aku juga sangat merindukan cucuku."

 

Aku tersenyum menerima perilaku hangat sang kakek. "Ndeh Halrabeoji."

 

"Aku akan mengambil cemilan di dapur," usul Taecyeon.

 

"Jangan mencoba merampok isi kulkasku, kau harus mengganti semuanya nanti," omel Kakek.

 

Taecyeon mencibir. "Kurasa sekarang aku tahu dari mana sifat pelit itu turun pada Junsu."

 

"Yach!" Kakek membentak dengan kesal. Sementara Taecyeon sudah berlari menjauh sambil tertawa, tampak senang bisa menggoda kakeknya Junsu. Kakek menghela nafas. "Seandainya aku tak ingat kalau dia adalah kekasihmu, dan juga pemuda yang baik. Mungkin aku sudah lama tak mengijinkannya masuk ke dalam rumahku."

 

Aku hanya tertawa kecil menanggapi keluhan si kakek.

 

.

 

.

 

.

 

End of POV's first character.

 

.

 

.

 

.

 

Taecyeon berhenti di ambang pintu dapur yang berhubungan dengan pekarangan belakang. Ia menoleh kebelalang, memandang sendu pada sosok yang menamai dirinya sebagai Junsu, sedang tertawa bersama dengan sang kakek sambil memangku Audrey.

 

Taecyeon tak tahu bagaimana ini semua bisa bermula dan menjadi seperti saat ini. Tapi dari awal, sejak ia bertemu kembali dengan sosok itu, Taecyeon sangat yakin bahwa ia tak mungkin salah mengenali orang. Perasaannya sangat kuat dan sangat yakin bahwa sosok yang kini tak jauh darinya itu adalah Junsu-nya.

 

Entah bagaimana caranya dia bisa hilang ingatan dan mengangap dirinya sebagai Minjun. Taecyeon juga tak tahu mengapa ia bisa bertemu dengan Jiyong dan terjebak dalam kisah Minjun yang diceritakan padanya. Meski tadi Taecyeon juga sempat ragu dan percaya dengan cerita wanita tua bernama Kahi di panti, bahwa dia benar-benar adalah Minjun. Dan juga sempat mengubur kembali harapan Taecyeon mengenai keberhasilannya mendapatkan Junsu kembali.

 

Tapi.....

 

Melihat bagaimana sekarang sosok itu dengan cepat bercengkrama dan akrab bersama sang kakek. Juga bagaimana Audrey, anjing setia itu terlihat begitu nyaman berada di sosok tersebut, membuat Taecyeon merasa yakin dengan perasaannya sendiri.

 

Masa bodoh apakah bukti-bukti foto yang mereka temukan di panti itu asli atau palsu. Dan juga mengenai kebenaran cerita Minjun yang dikatakan Jiyong maupun Kahi adalah kebohongan atau memang benar adanya. Atau memang sebenarnya Junsu dan Minjun adalah orang yang berbeda dengan wajah yang begitu mirip.

 

Tapi yang jelas, hanya satu hal yang Taecyeon yakini benar adanya. Sosok yang duduk bersama kakek dan tertawa bersamanya itu, adalah Junsu-nya. Taecyeon sangat yakin dengan hal itu. Lagipula, mana mungkin Audrey salah mengenali majikannya. Iya kan?

 

"Benar," Taecyeon mulai bergumam sendiri. "He is my Junnie......"

 

Yah, dan Taecyeon tak akan membiarkan Junnie-nya pergi dari hidupnya sekali lagi. Tak masalah jika dia sudah hilang ingatan dan menjadi milik orang lain. Taecyeon akan berusaha untuk membuat Junnie-nya kembali berbalik padanya, kembali mencintainya, dan menjadi belahan jiwanya yang akan kembali mengisi warna dalam hidupnya. Karena hanya Junnie-nya yang bisa melakukan hal itu pada hidup Taecyeon.

 

Hanya Junnie-nya seorang......

 

.

 

.

 

.

 

.

 

Dan kisah yang sebenarnya dalam cerita ini, baru saja dimulai.......

 

.

 

.

 

.

 

.

 

.

 

 

Bersambung~

 

~ Sayaka Dini ~

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ruellovcr
#1
Chapter 8: aku baru baca cerita ini dan jadi penasaran banget karena masih belum selesai huhu
Charmed_syima #2
Chapter 8: Ya ampun....dear author...I'm begging you...please continue this story...pretty please...*crying*
seideer #3
Chapter 8: Sumpah ini knp ya mrka bs berantem gt...
seideer #4
Chapter 7: Jritttttt ini nano2 bgt bacanyaaa
seideer #5
Chapter 6: Anjritttt...kisahnya msh baru dimualaiiii
seideer #6
Chapter 5: Apaaaaa....apaaa permintaan ku taec...
seideer #7
Chapter 4: Kyaaaa sumpahh aq jd penasaran knp taec ma junsu berantem...
seideer #8
Chapter 3: Semua msh misteri ihhh...lanjut bacanyaaa...
seideer #9
Chapter 2: Apa dlu junsu dan minju anak kembar yaaa
seideer #10
Chapter 1: Penasaran ne ....