Welcome Back, Honey

Two Years In Pain

Melihatnya lagi adalah hal yang tak akan pernah diharapkan oleh Zelo. His heart was racing even faster than before. Zelo benci mengatakan hal ini tapi gadis di depannya memang masih saja terlihat mempesona, bahkan setelah kepergiannya dari kehidupannya yang menyisakan terlalu banyak kenangan.

Senyuman gadis itu terlihat manis dan mempesona, Zelo tak dapat lagi mengontrol keinginanya. Ia mengikuti langkah gadis itu sembari tetap berusaha menyembunyikan dirinya diantara keramaian. Suatu hal yang sedikit tidak menguntungkan, Zelo dapat melihat gadis itu berungkali menatap ke arahnya dengan pandangan waswas. Melihatnya seperti itu membuat Zelo bahkan lebih ingin mendekatinya, menyapanya dengan senyuman miliknya dan kemudian membuat gadis itu tertawa.

Zelo menghembuskan nafas berat, menghampiri gadis itu sekarang tentu bukan hal yang tepat. Gadis itu tampaknya kini lebih tenang, ia berjalan tanpa menoleh ke belakang lagi. Zelo tersenyum kecil sembari memperhatikan kelakuan gadis itu, setiap kebiasaannya yang telah ia ketahui setiap detailnya. Nama gadis itu terus menerus terngiang di kepalanya, setiap tarikan nafas yang Zelo ambil membuatnya teringat dengan dirinya dan masa lalunya dengan gadis itu.

Sungguh aneh mereka dapat bertemu lagi dengan cara yang tak lazim ini setelah 2 tahun berpisah tanpa mengetahui kabar satu sama lain. ”You’re still the same, aren’t you, Hyosung noona?” Zelo berbisik lemah, matanya tetap mengikuti gerakan gadis di depannya. Zelo melihat gadis itu tersandung dan hampir terjatuh. Tanpa berpikir panjang, Zelo berlari menyusul gadis itu.

”Apakah kau tidak apa-apa?” Kekhawatiran tersirat jelas dalam pertanyaannya. Gadis itu membeku untuk sesaat, seolah ia melupakan sejenak tentang luka yang baru saja ia dapat dari terjatuh tadi. ”Noona? Are you alright?” Zelo sekali lagi bertanya, tangannya tanpa sadar telah menggenggam lengan gadis itu.

”Junhong-ah?” Gadis itu berbisik, suaranya begitu pelan dan lemah hingga Zelo hampir tidak dapat mendengarnya. ”Noona, bangunlah. Ayo kubantu.” Zelo mengabaikan apa yang baru saja ia dengar, rasa panik menyergapnya terlebih dahulu.

”Aku tidak apa-apa.” Hyosung bangkit berdiri dengan bantuan Zelo yang masih memeganginya dengan erat. Ada rasa heran yang menyergap dirinya ketika ia mendapati dirinya merasa hangat dalam genggaman Zelo, suatu hal yang sudah lama ia tidak rasakan. Rasa yang sudah lama ia rindukan.

”Kau yakin, noona?” Zelo bertanya ketika mereka berdua telah berdiri. Hyosung tidak perlu menjawabnya karena aksinya sendiri sudah mencerminkan apa yang ia alami. Ia tidak dapat berdiri dengan benar, salah satu kakinya terpaksa ditekuk untuk mengurangi rasa sakit yang ia rasakan, keduanya dapat melihat bahwa lutut kaki kanannya lecet dan mengeluarkan sedikit darah. Zelo tersenyum manis kepadanya sebelum ia menundukkan tubuhnya. ”Apa yang kau lakukan?” Hyosung bertanya curiga. ”Aku akan menggendongmu, tentu saja. Apa lagi?” Zelo membalas dengan nada suara kesal. Hyosung menelan sedikit perasaan khawatir yang muncul tiba-tiba ketika Zelo tidak lagi memanggilnya noona.

”Ayolah, kakiku mulai terasa sakit.” Zelo mengeluh, membuyarkan lamunan sesaat Hyosung. Dengan ragu, Hyosung memanjat ke punggung Zelo. Ia berteriak kaget ketika tiba-tiba saja Zelo sudah berdiri tegak dengan dirinya berada di punggung pemuda itu, Hyosung berusaha keras untuk bertahan di posisinya tanpa terjatuh. ”Apakah alamat apartemenmu masih sama?” Suara lembut Zelo bertanya, membuat dirinya tanpa sadar tersipu-sipu. Dengan menelan semua rasa malu itu Hyosung pun menyahut, ”Ya.”

Zelo tidak perlu mengungkapkan apa yang sebenarnya ia rasakan, setiap menit dan detik yang ia rasakan saat bersentuhan dengan Hyosung adalah hal terbaik yang bisa ia dapatkan setelah 2 tahun tak bersua dengan Hyosung. Ia tidak lagi memperdulikan panggilan bodoh ’noona’ itu lagi, toh mereka berdua memang pernah ada dalam kondisi ini sebelumnya, bukan? Ya, dulu mereka pernah seperti ini. Dulu.

Kata itu terngiang dalam kepalanya, membuatnya geram. ”Jun..Junhong.. Pelan-pelan. Kau berjalan terlalu cepat.” Hyosung berbicara dengan ketakutan di punggungnya, menyadarkan Zelo dari kemarahan yang sempat menguasainya sesaat lalu. ”Eh? Benarkah? Maafkan aku.” Zelo balik bergumam sembari melambatkan langkah-langkahnya. Hatinya terasa damai untuk beberapa waktu ketika ia berkonsentrasi hanya pada Hyosung, hal yang sudah hampir 2 tahun tidak ia lakukan.

”Sepertinya kau tumbuh lebih tinggi lagi ya?” Hyosung bertanya pelan kepadanya, suaranya begitu lembut dan menenangkan di telinga Zelo. ”Mengapa kau berpikir begitu?” Zelo balas bertanya, matanya sesekali memperhatikan jalan yang dulu sering ia lalui untuk menemui Hyosung. ”Well, jalanan tidak lagi terlihat seperti 2 tahun lalu ketika kau pertama kali menggendongku.” Zelo dapat menangkap rasa malu yang ada dalam nada suara Hyosung dan ia mau tidak mau ikut tersenyum ketika menyadarinya.

”Sepertinya begitu.” Zelo memilih menjawab pertanyaan Hyosung dengan tidak pasti. Zelo tau pasti bahwa Hyosung membenci jawaban yang tidak pasti. Ia sangat membencinya. Zelo tau Hyosung bisa saja berbuat hal-hal nekat yang membuat dirinya kehilangan banyak hal jika ia sudah berubah menjadi gadis yang keras kepala.

“Kau tau betul aku membenci jawaban seperti itu.” Hyosung berujar dari punggungnya. Zelo ingin sekali menertawakan gadis itu namun ada rasa kasihan yang muncul dalam dirinya, membuatnya tak tega untuk melakukan itu. Rasa kasih sayang yang ia pikir ia sudah lupakan 2 tahun belakangan. ”Kenapa rasanya lama sekali sampai di apartemenmu?” Zelo bertanya, wajahnya sudah dibasahi oleh bulir-bulir keringat.

”Junhong, itu karena kau berjalan tanpa melihat sisi kanan-kirimu.” Hyosung berujar dengan kesal di sebelah telinganya. Zelo memutar kepalanya membuatnya kini bertatapan muka dengan Hyosung yang sedang menjulurkan kepalanya melewati bahunya. Keduanya terdiam, sama-sama tidak ingin memikirkan apa yang mungkin dan seharusnya mereka lakukan. Tanpa perlu diberitahukan, Hyosung memajukan sedikit wajahnya hingga keduanya kini menyatu dalam ciuman singkat. Zelo tanpa sadar menutup kedua matanya, menikmati lembutnya bibir Hyosung setelah beberapa waktu terpisah darinya.

Keduanya membuka mata dan keduanya pun saling menceritakan kisah sedih mereka hanya dengan menatap satu sama lain. Bibir mereka masih bersatu karena keduanya sama-sama tidak rela melepaskan satu sama lain. Apalagi ini adalah kali pertama mereka menyatu lagi setelah dipisahkan dengan kejam selama beberapa waktu. ”Noona.” Zelo akhirnya memutuskan untuk membuka suara dan memisahkan dirinya dari ciuman singkat mereka. Hyosung menatapnya selama beberapa detik sebelum menatap ke arah lain, Zelo dapat melihat wajahnya yang memerah secara perlahan, ciri khusus Hyosung yang tidak pernah hilang. Ketika itu juga ia melihat bangunan tempat Hyosung menyewa apartemen, tanpa banyak bicara Zelo pun menyebrangi jalan dan bergegas memasuki bangunan itu. Beberapa penghuni menoleh ke arah mereka dan beberapa juga berbisik-bisik tentang mereka, tapi keduanya sudah terlalu tenggelam dalam dunia mereka sendiri untuk memikirkan hal itu lebih jauh.

”Turunkan aku.” Hyosung berkata ketika lift yang mereka tumpangi mulai naik. ”Kau gila? Kau tidak akan bisa berdiri dengan kaki terluka seperti itu.” Zelo menanggapi dengan cepat. Hyosung kehilangan kata-kata yang hendak ia lontarkan kepada bocah laki-laki itu ketika pegangan Zelo di sekitar tubuhnya semakin menguat. Hyosung menatap dinding lift dengan harapan agar ia tak lagi merasa terlalu bahagia dengan kehadirannya. Bagaimana pun, Zelo masih bisa meninggalkannya begitu saja.

”Jangan berpikiran macam-macam, Noona.” Zelo berbisik pelan. Kepalanya menoleh sedikit kearah Hyosung. Jantung Hyosung berdegup lebih kencang ketika ia dapat mencium bau khas milik Zelo. ”Junhong, kenapa kau kembali?”

Pertanyaan itu menghantam Zelo dengan telak dan membuatnya terdiam seribu bahasa. ”Entahlah. Aku rasa aku terlalu merindukanmu.” Zelo bergumam pelan dengan nada suara tak pasti. Hyosung ikut terdiam, ia merasa gelisah karena ada rasa bahagia yang tak seharusnya ada dalam dirinya. Ia merasa bersalah karena ia seharusnya membiarkan Zelo pergi dan bukannya menahannya lagi seperti dulu.

Dulu, ia adalah Hyosung yang egois. Dulu, Zelo masih terlalu muda dan polos untuk bersama dengan dirinya. Dulu, orang-orang mengerutkan wajah setiap kali mereka melihat Hyosung menggandeng tangan Zelo seperti sebagaimana seorang kekasih seharusnya melakukan hal itu. Ya, itu dulu. Dulu mereka masih tak bisa menerima hubungan Zelo dengan Hyosung dan mereka berdua begitu rapuh hingga akhirnya Zelo terpaksa meninggalkan gadis itu sendirian, ia terpaksa meninggalkan gadis itu dan bukan hanya itu, ia terpaksa meninggalkan gadis itu dalam keadaan terluka dan tersakiti. Ia dulu brengsek, dan Zelo benar-benar berharap sekarang ia sudah berubah agar ia bisa bersama dengan Hyosung lebih lama lagi.

”Aku.. aku merindukanmu juga.” Hyosung bergumam pelan, matanya menatap tidak pasti ke segala arah agar ia tidak perlu menatap Zelo. ”Noona, kita bisa membicarakan semuanya ketika kita sudah sampai di apartemenmu, ok?” Zelo berujar lembut, ia benar-benar bisa menebak kemana semuanya akan berakhir. Ia ingin sekali menenggelamkan gadis itu dalam pelukannya dan memandikannya dengan ciuman-ciuman kecilnya. Oh, betapa ia sudah sangat merindukan gadis itu.

Hyosung mengangguk, ia merasa bodoh karena ia tahu Zelo pasti tidak bisa melihatnya mengangguk. Namun anggapannya dengan cepat dipatahkan ketika matanya bertemu dengan mata Zelo yang sedang menatapnya melalui dinding-dinding lift.

Pintu lift terbuka dan mereka berdua disambut dengan pemandangan sepasang kekasih yang terlihat bahagia menatap mereka dengan sebuah cengiran yang seolah-olah mengatakan mereka tahu segalanya. Zelo tidak memperdulikan mereka dan dengan langkah cepat membawa mereka berdua ke tempat tinggal Hyosung. ”Noona, passowordnya apa?” Zelo bertanya dengan salah satu tangannya terulur pada tombol-tombol angka di depan mereka

”Tanggal kelahiranmu.” Hyosung bergumam pelan. Zelo tersenyum sedikit, merasakan dirinya yang lama telah kembali. Ia dapat merasakan bahwa dirinya jauh lebih bersemangat dari sebelumnya, ia mulai merasa excited tentang semuanya.

Ketika pintu apartemen telah terbuka dan ketika mereka memasuki ruang depan, Hyosung dengan keras kepala menyuruh Zelo untuk menurunkannya. Sedikit marah karena tak bisa lagi memegang Hyosung, Zelo membiarkannya untuk memanjat turun dari punggungnya. Zelo menonton selagi Hyosung berjuang keras agar ia bisa berdiri dengan tegap dan mencoba berjalan. Zelo menghembuskan nafas berat ketika Hyosung dengan sukses terjatuh di tengah ruangan dan merintih kesakitan.

”I told you, baby girl.” Zelo bergumam sedih, memijat sedikit kaki Hyosung sebelum membantu gadis itu untuk duduk di sofa ruang tengah. ”Kau bisa pergi sekarang,” Hyosung bergumam sembari secara perlahan menjauhkan dirinya dari Zelo. ”Apa kau sudah gila? Kita tadi berjanji untuk membicarakan masalah kita, tapi mengapa kamu malah menjauh seperti ini?!” Zelo sudah hampir berteriak, matanya memancarkan kegelisahan dan Hyosung tentu saja melihatnya.

”Maaf, Junhong. Aku hanya tidak ingin kau terlibat masalah lagi denganku. Kumohon, lupakan sajalah apa yang terjadi hari ini. Ok?” Hyosung tersenyum kaku, ia sangat ingin Zelo pergi secepatnya agar ia tidak lagi menjadi Hyosung yang tegar. Ia ingin agar hanya dia sendirilah yang menangisi dirinya. Ia tidak ingin Zelo tahu bahwa selama ini ia belum sembuh dari luka yang Zelo torehkan padanya. Ia masih merasa begitu rapuh dan ia malu jika Zelo mengetahui semua itu.

”Noona, listen.” Zelo memaksanya untuk menatap dirinya, Hyosung hanya dapat menurutinya. ”Apa?” Hyosung bertanya dengan ketakutan, suaranya terdengar tak menentu dan Zelo dapat mendengarnya dengan jelas. ”Noona, aku ingin kita kembali seperti dulu.” Zelo mengatakannya tanpa banyak membuang waktu dan tentu saja membuat Hyosung semakin ingin menangis.

”Junhong, kumohon hentikan.” Air mata telah menuruni pipinya membuatnya kini tampak benar-benar rapuh di depan Zelo. ”Apakah kau lihat betapa rapuhnya diriku ini?” Hyosung bertanya, tangannya tergenggam erat seolah berusaha menguatkan dirinya sendiri. ”Noona, aku tidak perduli. Aku mencintaimu dan tidak akan ada yang bisa memisahkan kita lagi. Aku menyesal karena aku dulu bersikap pengecut dengan pergi menjauh darimu. Tapi kumohon, berikan satu lagi kesempatan bagiku.” Perkataan Zelo membuat Hyosung terdiam, hatinya terasa sakit jika memikirkan bagaimana masa lalu mereka dulu terjadi. Memikirkan masa depan mereka terasa lebih menenangkan dari apapun tapi, mungkinkah?

”Noona, kumohon.” Zelo sekali lagi mengiba, tangannya menggenggam pergelangan tangan Hyosung dengan erat. Mengangguk lemas, Hyosung menyutejuinya. Mau tidak mau ia harus mengakui bahwa ia masih terlalu mencintai Zelo dan sama sekali tak bisa melepaskannya. Tidak untuk kedua kalinya. Zelo sekali lagi menarik gadis yang ia sayangi itu dalam pelukan hangatnya sembari mulutnya tak henti-hentinya membisikkan kata-kata romantis hingga akhirnya Hyosung dapat sedikit tersenyum. ”Noona, apakah kau bahagia ketika aku dulu menghilang?” Zelo berbisik pelan sembari tangannya mengusap lembut telapak tangan Hyosung.

”Aku sangat merindukanmu, aku tidak bisa tidur bahkan jika aku memikirkannya sekarang, semua terasa aneh.” Zelo terdiam, mau tidak mau ia dapat mendengar betapa keras usaha Hyosung saat itu agar ia tidak menangis. ”Junhong-ah, ada satu hal yang sangat ingin kusampaikan setelah kau menghilang.” Hyosung menarik dirinya dari pelukan Zelo dan menatap Zelo dengan penuh kasih. ”Apa itu, noona?” Zelo berujar lembut, ia menemukan kenyamanan saat bersama Hyosung. Kenyamanan yang tidak pernah ia dapatkan dari wanita-wanita lain di luar sana. Hanya Hyosung lah yang dapat membuatnya seperti ini, tak ada lagi orang lain yang dapat membuat jantungnya berdebar dengan keras dan tidak ada lagi ada orang yang mampu membuat dirinya merasa dilimpahi oleh kasih sayang jika bukan karena Hyosung. Dan kembali bersamanya sekarang, menatapnya yang tengah tersenyum bahagia adalah hal terbaik yang bisa ia dapatkan setelah dua tahun meninggalkan gadisnya.

”Junhong-ah, I think I have fallen in love with you.” Hyosung berbisik pelan sebelum menghambur ke pelukan Zelo yang tersenyum lembut. ”I love you too, baby.” 

 


 

I think that I'm lack in Bahasa now.. Gah, I should try more!

Anyway as introduction, I'm going to make fanfictions about SECRET's members here but they will be in Bahasa.

Maybe some of them in English but let's just see what could happen in the future.

Anyway, thank you for reading this <3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kimeunsoo
#1
Chapter 1: One of my criteria when reading stories in Bahasa is the use of the words and the grammars *since I ever wrote in Bahasa too ^^* Because nowadays there're too much misuse of grammars and phrases in Bahasa. Srsly, it's irritating when reading story with those misuse or misspeling grammars. I just felt bothered and they kinda annoyed me. lol XD
But, yours is different & I like your choice of words, the grammars, and the allegories as well. That's why I'm willing to read yours :)

Back to your story, it's great! *thumbs up* I love hyo so much and I like pairing her with this maknae too. The plot it simple yet sweet, despite that it's an angst story. I know, I'm an angsty lover by any chance :D Oh, and wait, are you hyosung-biased too? =D

Btw, I could sense that your english is pretty good. So why don't you make one in english? I know you could do that :D
kimeunsoo
#2
Aww Bahasa Indonesia! :D I'm Indonesian, I like this couple too and since I'm hyosung-biased~ But wanna ask something, will you write this in Bahasa or English? o.O