(1) Autumn Without You

When We Meet Again

Hana menendang daun-daun kuning yang berserakan di tanah, ia masih berkeliling di taman padahal matahari sudah mau menenggelamkan dirinya. Perempuan Park kelahiran Seoul satu ini berjalan lambat sambil sesekali menghirup udara segar atau mengambil gambar di sana.

Netranya terfokus pada sebuah pohon maple di sebelah kursi taman dan lampu jalan. Waktu seakan berhenti berjalan baginya, 3 tahun telah berlalu, tapi tetap saja perempuan itu belum bisa melupakan laki-laki Australia yang ditemuinya saat Perempuan itu sedang liburan keluarga.

Sesekali Hana mengulurkan tangannya berusaha menyentuh pohon dengan ukiran "we promise" yang masih ada walaupun tahun telah berlalu. Bibir coral itu kemudian mengulum senyum dengan tatapan yang masih sendu.

Incoming call

My Queen

Kesedihan yang Hana dapatkan setelah melihat pohon itu lagi, kandas begitu saja setelah ia membaca nama pelaku yang menelpon sekaligus menyelamatkannya.

Ratunya menelpon di hari kerja, yang artinya ada sesuatu penting yang ingin disampaikan oleh Nyonya Park tersebut. Sebelum Hana mengangkat panggilannya, terlebih dulu dia menarik napas panjang.

"Eommaannyeonghasibnikka¹?"

"Aku baik, kau ini cepatlah pulang. Ayah dan pamanmu itu sudah merancanakan sebuah pesta besar di hari ulang tahunmu." Nyonya Park berbicara seolah dia kewalahan dengan kelakuan Suami dan Adik laki-lakinya.

Hana buru-buru menjauhkan ponselnya dari telinga sebelum ibunya mengeluh atas banyak hal dan memarahinya karena lebih betah tinggal di negara orang daripada di negara sendiri.

"Hei, kau mendengarkan Ibu 'kan?"

"Ne eomma², aku mendengarmu." Hana memalingkan pandangannya, lalu mulai berjalan pergi dari sana. "Iya, aku akan pulang akhir pekan ini."

Tanpa berlama-lama lagi, Hana langsung mengakhiri panggilannya setelah meyakinkan sang Ibu kalau ia akan benar-benar pulang akhir pekan dengan membawa oleh-oleh favorit ibunya.

***

"How long will you think of him?" Gadis pirang dengan secangkir cokelat di tangannya datang membuat Hana berhenti melamun, "kau sendiri yang meninggalkannya." Kali ini Perempuan itu duduk di sofa, kemudian mengganti saluran TV.

"Shut up Olivia."

Olivia Lee, Adik Perempuan Lee Felix sang mantan kekasih yang sebenarnya belum bisa disebut mantan, karena mereka belum benar-benar putus. Parasnya begitu cantik, jelas kalau Perempuan Lee itu menjaga tubuh dan penampilannya dengan sangat baik.

Hana sudah hampir 3 hari berada di apartemen Olivia, karena Perempuan itu sendiri yang meminta Hana datang untuk menemani, lagipula Olivia juga sudah berjanji akan membelikan barang yang Hana mau sebagai hadiah terima kasih. Namun, jelas Hana akan menolak hadiah itu dan meminta untuk tidak memberitahu Felix soal keberadaannya sebagai ganti hadiah terima kasih.

"Kau belum menghubunginya sampai sekarang?" tanya Olivia sambil menikmati drama favoritnya.

"Belum."

Olivia mendengkus kesal. "Ya sudah, jangan merindukannya kalau begitu, you're a coward Hana."

"I know." Tanpa mau berbincang dengan Olivia lagi, Hana langsung melesat pergi ke kamarnya. Benar yang dikatakan Olivia kalau dia penakut, tapi untuk bertemu dengan Felix lagi... Itu sulit baginya. Hana terlalu takut, bahkan saat mendengar suara Laki-laki itu saja mungkin ia akan segera menutup telinganya.

Bau kertas dan tinta memenuhi ruangan, cahaya bulan juga mencoba untuk mengintip melalui celah-celah tirai kamar. Suara-suara ranting yang berjatuhan ikut serta ingin menerobos masuk ke gendang telinga Hana, menemani malam Perempuan itu.

Aksara demi aksara ia rangkai menjadi satu sampai menghasilkan sebuah puisi indah. Tidak sia-sia Hana mempelajari diksi-diksi dan cara menulis juga merangkai kata menjadi puisi ataupun syair dan cerpen, ditambah ini sangat berguna ketika suasana hatinya sedang buruk atau bahkan sangat bagus. Perempuan itu bisa menuliskan semuanya dengan rapi.

"Come on, forget him Hana!"

Beberapa saat setelah Hana benar-benar menyelesaikan puisinya, Olivia sudah berdiri di depan pintu sambil membawa ponselnya. Katanya, ibunya menelpon Hana, tapi tidak diangkat.

"Ibumu meneleponku, menyuruhmu pulang besok."

Hana spontan terbelalak, mana bisa dia dapat tiket malam-malam begini untuk penerbangan besok? Lagipula masih ada banyak hal yang belum dia siapkan.

"Katanya, ayahmu sudah belikan tiket, ibumu juga merelakan oleh-olehnya, yang penting kau pulang."

"Astaga orang ini."

Olivia hanya bisa tertawa melihat tingkah Hana yang tidak mau pulang, dia terlihat seperti anak-anak. Beberapa saat setelah Perempuan Lee itu memberitahu Hana, dia langsung mengecek pesan masuk. Pesan siapa lagi kalau bukan dari kakaknya yang masih berusaha mencari Hana.

"Hana, he texted again, menanyakan apa aku tahu di mana kau berada."

"Oke, jangan beritahu dia, jangan sampai dia tahu kalau aku di apartemenmu."

Hana melihat jam di lengannya, masih ada waktu untuk pulang dan tidur sebentar besok sebelum fajar. Tanpa memikirkan apapun, Hana mematikan lampu kamar, lalu menyuruh Olivia untuk duduk di kasurnya. Beberapa saat kemudian, Hana datang dengan camilan.

"Mau apa?"

"Hana, why you leave him?"

"I can't Olivia, sorry." []

***

[¹] Ibu bagaimana kabarmu?
[²] Iya Ibu

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet