Chapter 1 : Ragu

It Ain't Me

Happy Reading


Mobil jazz berwarna merah itu melaju melintasi jalan tol menuju kota. Didalamnya terdapat lelaki berusia 26 tahunan yang mengendarai mobil tersebut seraya melakukan panggilan telepon.

"Iya, mom. Tapi kita bisa omongin ini dirumah kan? Felix lagi nyetir mom, bahaya." Ucap Felix seraya melajukan mobilnya menepi setelah mendapat klaksonan dari kendaraan lain.

"Aduh, Felix! Mommy itu udah kepalang malu sama temen-temen arisan mommy barusan! Anaknya tante Ira aja udah lahiran kemarin padahal umurnya baru dua puluh, belum lagi tante Sinta dateng bagi-bagi undangan nikahan anaknya yang dua tahun dibawahmu itu!"

Felix memutar bolamatanya malas mendengar keluhan ibunya. Ia sudah cukup lelah mendengar tuntutan ibunya untuk segera menikah. Padahal menikah bukan prioritas baginya sebenarnya.

"Kamu itu cakep, rajin, pinter masak, karir juga lumayan, tinggal nikah doang! Sekarang mommy tanya, kamu sama Hyunjin itu sebenernya serius nggak sih?! Ini udah hampir lima tahun loh kamu sama Hyunjin pacaran. Kalo gak serius, mommy mending jo-"

"Mom, bisa enggak kita bahas ini dirumah aja?" Sela Felix sedikit terpancing emosi sebenarnya. Ia menghela nafas panjang sebelum memijat pelan keningnya yang mendadak pening.

"Kita udah pernah bahas ini, Hyunjin juga pernah bilang dia gak mau nikah kalo Yeji belum menikah. Yeji nikahnya tahun depan mom, aku juga yakin habis itu kalo waktunya tepat Hyunjin bakal dateng ngehadap ke daddy sama mommy." Ujar Felix.

Jemarinya mencengkram erat kemudi dan memutarnya, mengarahkan mobilnya ke arah rest area. Sesekali menoleh kesana kemari untuk mencari tempat parkir yang strategis.

"Yaudah, mommy tunggu kamu. Kamu udah sampe mana emang?" Tanya mommy dengan lesu. Dalam hati Felix merasa bersalah sudah membuat mommy kecewa.

"Masih di tol, mom. Paling sejaman doang udah sampe." Jawabnya. Ia menghentikan mobil setelah mendapat tempat parkir. Mengganti persneling ke arah netral dan menarik rem tangannya sebelum mematikan mesin.

"Yaudah, hati-hati ya. Mommy tutup telponnya." -PIP!

Menghela nafas kasar Felix melepas earphone-nya. Pikirannya melayang pada beberapa tahun belakangan ini. Berkali-kali ia harus melihat dan mendengar kekecewaan mommy perihal dirinya yang tak jua dilamar sang kekasih.

Awalnya mommy memaklumi itu meskipun sejak dulu ia ingin Felix mengikuti jejaknya untuk menikah muda. Tapi semakin lama menunggu, tak hanya mommy yang mulai meragu, Felix pun mulai meragu walau sebisa mungkin ia tepis keraguan itu.

Empat tahun lebih menjalin kasih dengan Hyunjin, pria yang berprofesi sebagai choreographer, membuatnya tak ingin meragu pada sosok tersebut. Ia yakin Hyunjin tak akan sanggup bertahan dengannya selama itu jika saja hubungan mereka tak serius.

Hah-

Felix lelah memikirkannya.


"Gimana cabang kafenya?" Tanya Hyunjin disela makan siang mereka. Hari ini mereka memutuskan makan siang bersama setelah hampir satu minggu lamanya Felix pergi ke luar kota untuk mengurus cabang baru kafenya disana.

Felix mengangguk pelan seraya menelan makanannya, "Lancar, kayak biasa." Ucapnya ala kadar membuat Hyunjin tertawa mendengarnya.

"Kamu emang keseringan keluar kota sendiri ya? Jadinya udah kayak jalan-jalan doang." Ujar Hyunjin. Tangannya ia arahkan ke puncak kepala kekasihnya dan mengacak pelan, membuat Felix menepisnya kesal.

"Bilang aja kangen kan? Seminggu gak ketemu." Ledek Felix yang dijawab dengusan oleh Hyunjin, "Malesin ah, emang kamu gak kangen apa?" Tanya pemuda itu dijawab gelengan.

"Gak!" Jawab Felix penuh percaya diri.

Hyunjin mendesis, "Yaudah, aku juga gak kangen! Lagian gak ada kamu ada Jeje yang nemenin." Balas Hyunjin sedikit kesal.

Felix tertawa mendengarnya, "Oh iya, aku lupa kalo oleh-oleh buat Jeongin masih dirumah. Nanti anterin ya ke tempat Jeongin." Pinta Felix hanya dijawab anggukan oleh Hyunjin.

Lalu percakapan terhenti karena aktifitas mereka. Menyuapkan suap demi sesuap hidangan dihadapan masing-masing hingga tandas tak tersisa dan meminum minumannya sebagai penutup.

Felix terdiam memperhatikan Hyunjin yang masih menyeruputi jus alpukat sembari mengecek ponselnya. Pemuda itu semakin sibuk akhir-akhir ini hingga ia waktu untuk sekedar bertemu pun menipis.

"Jin, aku mau ngomong serius sama kamu."

Hyunjin mengernyit, meletakkan ponsel dan melepas sedotan dari mulutnya. Ia memperbaiki posisi duduknya kala menatap ekspresi serius dari pemuda setengah bule didepannya.

"Apa?"

Felix diam untuk beberapa saat. Sedikit ragu untuk mengatakan ini, namun setelah obrolannya dengan sang mommy kemarin, ia memang harus segera meminta kepastian pada kekasihnya itu.

"Kamu kapan ngelamar aku?"

Hening.

Felix bahkan tak tahu ekspresi macam apa yang saat ini ditunjukan Hyunjin. Hanya tatapan datar yang dilayangkan Hyunjin untuknya.

"Kita pernah bahas ini kan sebelumnya?" Tanya Hyunjin sedikit tak suka.

"Aku gak mau menikah sebelum Yeji nikah. Kembaranku itu masih nikah tahun depan dan aku gak mau ngeduluin Yeji. Aku gak mau menikah sebelum Yeji jadi tanggung jawab suaminya." Ujar Hyunjin.

Felix mengalihkan pandangannya sejenak mencoba menahan rasa kecewa yang menghampirinya tiba-tiba.

"Tapi Jin, ini cuma ngelamar. Seenggaknya kamu jelasin hubungan kita kedepannya kayak gimana, aku gak masalah kalo nikah masih nunggu beberapa tahun lagi. Asal kamu ngeje-"

"Menurut kamu hubungan kita kurang jelas?! Aku udah pernah bilang, tolong ngertiin aku. Pekerjaanku masih sibuk-sibuknya dan aku udah minta kamu nunggu aku dengan sabar kan?"

"Jin, aku emang bisa nunggu dengan sabar tapi enggak sama mommy. Mommy mulai ragu sama kamu."

"Trus kamu juga ragu sama aku gitu?"

Felix tercekat.

Apa maksudnya?

"Kamu ragu karena aku gak segera ngelamar kamu? Kamu pikirin enggak perasaan aku? Aku tertekan Lix! Kerjaan numpuk, tuntutan sana-sini, belum lagi aku harus bolak-balik ke rumah bunda buat ngecek keadaan bunda sama Yeji! Aku juga harus bantuin persiapan Yeji nikah! Sekarang kamu mau nambahin pikiran aku sama hal ini?! Jangan nambahin beban aku, Lix!" Hyunjin terbawa emosi. Ia membentak Felix tak peduli kondisi sekitar yang ramai pengunjung lain.

Felix terdiam ditempat, menatap Hyunjin dengan tak percaya juga mata berkaca-kaca. Ia tertawa hambar sebelum meraih tasnya, "Kamu stress, kita butuh waktu buat tenangin diri. Aku harap setelah ini kamu pikiran lagi tentang hal ini." Lalu pergi melangkah meninggalkan Hyunjin ditempatnya.

Hyunjin menatap kepergian Felix. Emosinya berkecamuk membuat kepalanya pusing seketika. Dengan kasar ia meremat surai pirang panjangnya, berharap masalahnya akan segera selesai.


Tbc

Udah susun alur tinggal ketik ceritanya! Hehe
Ini masih awal jadi masih seger-segernya otak aku buat nulis (gatau nanti tengah-tengah gimana)
Sebenernya gak begitu yakin sih publish ini sampe ending nanti, jadi mohon dimaklumi.

By the way, thanks for read my story (ノ*>∀<)ノ♡

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet