Chapter 0 : Prolog

10 Years ; New Chapter of Love (Bahasa)

Chapter 0 : Prolog

.

.

.

Manusia itu menarik.

Dinamika dalam hubungan mereka, lebih menarik lagi.

Kau bisa menjalin hubungan bersifat kekeluargaan meski tanpa ikatan darah. Bisa merasa sangat dekat meski waktu berjalan dalam hitungan minggu, merasakan benci yang mendalam meski baru bersua dalam hari. Kau bisa memutuskan untuk belajar menyukai atau membenci dalam hitungan detik, atau mengatas-namakan takdir untuk perasaan bergejolak ketika pertama bertemu.

Manusia punya sebuah hubungan emosional kompleks, yang bahkan seorang filsuf tersohor-pun tak dapat memetakan 'nama' untuk mengungkap apa perasaan tersebut. Tidak secara logis, tidak secara holistik, tidak secara valid, tidak pula secara sistematis. Mereka menyerah dengan sebuah bentuk 'irasional'.

Perkenalkan, halo, namanya takdir.

Ya itu dia, si takdir, terserah kau mau memanggilnya dengan tambahan embel tuan atau nyonya, yang mana saja boleh. Enam kata yang punya sejuta arti, tergantung siapa yang menyebut 'nama'nya.

Tuan atau nyonya takdir tak pernah permisi ketika bertandang. Ia tiba-tiba saja datang padamu, bertindak sebagai kurir sang pencipta semesta. Tanpa ragu menguarkan segala benih bernama 'jalan kehidupan' yang di simpan sesuai namamu, lalu setelah selesai ia akan meninggalkanmu dalam bingung. Tak perduli mau kau menyukai apa yang mereka bawakan dengan special atau tidak, mau kau teriak dengan suka cita, atau berontak dengan segenap jiwa.

Ia tak peduli dengan segala bentuk protesmu, itu urusanmu, perjanjian di kala dalam kandungan dengan si empunya kuasa, si pencipta, bukan urusan mereka, kan?

Takdir si A dan si B tidak pernah ada yang sama—serupa, ya, tapi tidak pernah seratus persen sama. Sang pencipta telah semaksimal mungkin men-design takdir agar jalan kehidupanmu 'berwarna' dan 'punya arti'. Tuan dan nyonya takdir kebanyakan punya sifat yang selalu berhasil membuat rahangmu mengeras kaget, lalu perlahan atau cepat jatuh terbuka, menyisakan wajah-wajah penuh kebingungan.

Bingung dalam arti senang, bingung dalam arti sedih.

Sekali lagi, tergantung persepsi-mu.

. . .

Kalau bagi mereka, tuan dan nyonya takdir punya peran seimbang bagi kebahagiaan dan kesedihan yang mereka alami.

Mereka bukannya membenci takdir, tidak kok. Takdir berhasil mempertemukan mereka, menyatukan mereka, membuat kumpulan individu yang awalnya 'tunggal' menjadi 'kita' 'kami' 'mereka'. Takdir juga berhasil membawa mereka pada mode 'kesenangan', membuat mereka merasakan kenikmatan dunia yang sangat menggiurkan sedari usia terbilang muda, walau jalannya memang tidak mulus.

Ya itu dia, tiap kali takdir memutuskan untuk mengarahkan hidup mereka pada mode 'kesedihan', ingin rasanya mereka mengutuk dan memaki takdir sampai sang takdir minta maaf. Pasalnya, bagi mereka, jalan 'kesedihan' yang dipilih takdir terkadang terlalu berat, tidak seimbang dengan rasa senang yang mereka raih. Berat yang hingga memaksa mereka mempertanyakan keadilan sang pencipta.

Sekalipun mereka melaluinya bersama, tidak sendiri.

Sesuatu yang terlampau berat, tetap saja terasa sulit untuk diemban, kan?

Sepuluh tahun, perlu waktu sepuluh tahun bagi mereka untuk kembali bersama, kembali menjadi 'kita' 'kami' 'mereka'. Ini merupakan sepenggal kisah mereka, cerita tentang keluarga, sahabat, kekasih. Sepuluh tahun yang berat, untuk dapat kembali menemukan satu ; Cinta.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet