Final

The Way You See It

"Hey Sunwoo, kalau kau punya penyakit Hanahaki, apa yang akan kau lakukan?"

Sunwoo berhenti menggaruk belakang telinganya yang akhir-akhir ini terasa gatal. Ya, memang terakhir kali ia keramas adalah seminggu yang lalu. Atau bahkan lebih? Ia sendiri sampai lupa. Namun kini perhatiannya teralihkan kepada pemuda yang turut duduk di sampingnya. Pemuda yang tiba-tiba mengajaknya berbincang namun bahkan tidak menoleh ke arahnya. Hanya terus menatap lurus ke depan.

"Huh? Hanamasa? Apa itu?"

Jinyoung terkekeh tak bersuara. Itu ciri khasnya. Sunwoo masih memasang wajah bingungnya yang datar.

"Hanahaki. Bukan hanamasa. Masa kau tak tahu?" koreksi Jinyoung membuat Sunwoo sadar apa alasan di balik tawa Jinyoung barusan. Kini Jinyoung membalas tatapannya. "Hanahaki, itu adalah penyakit di mana orang yang cintanya bertepuk sebelah tangan akan terbatuk hingga memuntahkan kelopak-kelopak bunga yang tumbuh di dalam paru-parunya." jelasnya. "Belum pernah dengar?"

Tautan alis dalam di kening Sunwoo sebenarnya cukup untuk menjawab pertanyaan Jinyoung. "Belum. Tapi penjelasan penyakit itu aku tahu. Hanya aku tidak tahu namanya." jawab Sunwoo. "Tetanggaku pernah menderita penyakit itu."

"Benarkah!? Lalu, apa yang dia lakukan?" tanya Jinyoung nampak sangat ingin tahu. "Operasi? Atau didiamkan saja?"

Bola mata Sunwoo bergeser ke langit-langit seraya mengingat sebelum menjawab. "Operasi. Sampai saat ini dia masih hidup dan sehat."

Jinyoung mengangguk paham. "Berarti, dia tidak akan bisa cinta lagi dengan orang itu ya?" Sunwoo hanya mengangguk meski dia tidak terlalu paham mekanisme penanganan penyakit itu.

"Eh? Tunggu. Berarti kalau dioperasi, maka tidak akan bisa cinta pada orang itu lagi?"

"Yup." Jinyoung mengangguk. "Kalau kau?"

Sunwoo yang tiba-tiba termenung langsung menoleh. "Huh?"

"Apa yang akan kau lakukan kalau kau punya penyakit itu?" Jinyoung bertanya ulang. "Itu yang ku tanyakan padamu di awal tadi."

"Maksudmu, apa aku akan melakukan operasi atau mendiamkannya?" Jinyoung mengangguk. "Tentu saja operasi!" jawab Sunwoo tanpa pikir panjang. "Memangnya untuk apa kau memendam cinta untuk orang yang tidak membalas cintamu? Buang-buang waktu saja." jelasnya memberi alasan.

"Begitu, ya?" Jinyoung mengangguk sambil terkekeh lagi. "Jawabannya sungguh mencerminkan dirimu. Aku sudah menebaknya."

Sunwoo kembali menautkan alisnya. "Kalau begitu kenapa kau masih repot-repot bertanya?"

Jinyoung tersenyum sambil mengangkat bahu. "Hanya memastikan."

"Memangnya kalau kau yang punya penyakit itu, kau mau apa?" Sunwoo bertanya balik. "Pasti mendiamkannya, ya?" Jinyoung tertunduk sejenak, sebelum akhirnya mengangguk pelan, membuat Sunwoo tiba-tiba menggeram. "Ugh, jawabanmu itu juga sudah ku tebak." raungnya. "Dasar sok romantis."

Jinyoung tertawa kecil sembari menoleh. "Begitukah?"

Sunwoo mengangguk dan turut menoleh, namun kali ini perhatian Jinyoung tidak lagi kepadanya, melainkan kembali lurus ke depan.

Dan jauh dari tempat mereka duduk di lantai ruang latihan ini, selain bayangan keduanya di cermin besar itu, terdapat dua anggota grup mereka yang lain juga sedang duduk di lantai dan besandar pada cermin itu menghadap mereka. Namun perhatian keduanya sama sekali tidak ke arah mereka, melainkan sibuk ke masing-masing. Penuh canda tawa.

 

=======

 

"Kenapa kau di sini?"

"Kau sendiri kenapa ada di sini?"

Keduanya sama-sama terbaring di kasur rumah sakit. Di ruangan yang sama. Hanya terpisah oleh sebuah gorden yang kini terbuka serta dua meja kecil yang biasa untuk menaruh barang-barang kebutuhan pasien. Hanya mereka berdua.

"Kau sudah tau aku sakit paru-paru basah." Jinyoung menjawab dengan lirikan singkatnya. "Kau yang tidak seharusnya ada di sini. Bagaimana dengan rencana comeback kita kalau kau tak ada di sana?"

"Kau fikir kita bisa comeback dengan kau yang berada di sini? Kau leader kami!" sahut Sunwoo dengan nada sebalnya. "Kau juga kenapa tidak pulang-pulang? Sudah seminggu di sini, kau betah?"

"Kalau aku sudah sembuh aku pasti sudah pulang, bodoh." gumam Jinyoung terutama di kata terakhir. Sunwoo menautkan alisnya tak terima di kata terakhir. "Kau belum jawab pertanyaanku. Kau kenapa di sini? Sakit apa? Aku kaget pagi ini terbangun dengan kau sudah terbaring di kasur yang tadinya kosong itu."

Sunwoo tidak langsung menjawab, melainkan menemukan objek lain yang menyita perhatiannya. Sebuah tv lcd yang terpasang di tembok tepat di hadapan mereka. "Hyung! Mana remotenya? Sekarang ada acara variety show Blackpink!"

Jinyoung sendiri langsung melepas sandarannya pada kepala kasur lalu sibuk mencari remote di sekitar kasurnya. Saat ia menemukannya, ia segera lempar ke tangan Sunwoo. "Kau sekarang suka Blackpink?"

"Tidak juga." jawab Sunwoo enteng. "Aku hanya ingin menonton tv."

Jinyoung memutar bola matanya malas dengan kekehan tak bersuaranya. "Yang lain pasti kaget ketika terbangun dan mendapat kabar kau ada di sini."

"Ku pastikan satu - dua jam lagi Lee Sandeul akan loncat masuk dengan mendobrak pintu itu." ujar Sunwoo menunjuk pintu kamar mereka dengan remote di genggamannya. Jinyoung tertawa.

"Ah, aku rindu mereka. Apa ada kabar terbaru dari mereka?"

"Tidak ada." jawab Sunwoo langsung. "Oh! Ada satu!"

"Apa?"

"Shinwoo-hyung!"

Jinyoung langsung menoleh mendengar nama itu. Matanya penuh rasa was-was. Syukurlah Sunwoo masih menatap layar tv itu dengan lekat.

"Kenapa dia?"

"Dia sedang terlibat kontroversi dengan seorang aktris cantik."

Jinyoung sudah tahu. Dari berita infotainment di tv, hingga situs-situs berita infotainment di internet, ia sudah pernah lihat. Dan tiap ia menemukan topik itu, jemarinya cepat untuk mematikan apapun yang menayangkannya.

"Ah, benarkah? Tidak ada yang bilang tentang hal itu saat menjengukku." Jinyoung merespon pelan dan bila Sunwoo adalah orang yang peka, maka ia akan tahu beda nada suara Jinyoung sekarang dibandingkan tadi.

"Justru karena itu masih rumor, makanya tidak ada yang mau repot-repot membahasnya." jelas Sunwoo.

Dan bila Jinyoung tidak sibuk menatap selimut putih yang menutupi sebagian tubuhnya itu, maka ia akan tahu perhatian Sunwoo kini tidak lagi ke arah tv, melainkan dirinya.

 

=======

 

"Membosankaaaan!!"

Entah sudah berapa ratus kali Sunwoo mengeluh seperti itu hari ini. Jinyoung melirik jam dinding di tembok lalu menghela napas. Bahkan sekarang belum lewat dari jam 11 pagi!

"Lakukan sesuatu. Misal main hape, baca majalah, nonton tv. Atau kau mau nonton dvd?" respon Jinyoung seadanya sembari terus membolak-balik majalah yang baru saja ia dapat dari sang manager tadi malam.

Helaan napas Sunwoo terlalu keras untuk sekedar helaan napas. "Aku sudah melakukan semua itu selama seminggu ini! Aku tidak tahu kalau dirawat di rumah sakit akan membosankan seperti ini." lalu ia merengut dengan kedua tangan terlipat.

Jinyoung menyempatkan diri untuk melirik temannya itu sebelum meraih remote tv di meja samping kasurnya. "Mari kita cari tontonan yang asik." ujarnya setengah hati. Sunwoo masih tak bergeming.

Channel-channel yang menayangkan program-progam di hari kerja memang tidak menyenangkan. Jinyoung terus menerus menekan tombol yang sama demi mencari satu channel yang bisa mereka tonton sebagai hiburan. Dan saking bosannya menekan tombol yang sama, Jinyoung sampai tidak fokus pada channel-channel yang ia lewati. Hingga pekikan Sunwoo membuatnya menekan tombol lain untuk kembali ke channel sebelumnya.

"Itu Shinwoo-hyung! Ia masuk berita infotainment!" seru Sunwoo nampaknya berhasil membebaskan diri dari rasa bosan, seraya ia menegakkan posisi duduknya bahkan melipat silang kedua kakinya. Wajahnya penuh antusias.

Berbeda dengan Sunwoo, Jinyoung serasa membeku di tempat. Tak berani melakukan banyak gerak seraya jantungnya terus berdebar secara acak. Shinwoo yang ada di layar tv itu tidak hanya sendiri, melainkan dengan potrait seorang wanita cantik yang ia tahu adalah aktris baru yang sedang ramai jadi pembahasan publik saat ini.

Apa ini berita tentang rumor itu lagi? Kalau iya, Jinyoung memilih untuk kembali membaca majalah yang ada di pangkuannya itu.

Rasa ingin batuk yang menggelitik di tenggorokannya tak lagi bisa ditahan ketika ia membaca judul berita di bagian bawah layar tv, berbarengan dengan foto-foto kebersamaan Shinwoo dan sang aktris.

"WOAH! Shinwoo-hyung resmi pacaran dengan aktris itu! Sial! Kenapa ia tidak bicara apa-apa saat terakhir kali ke sini!?" pekik Sunwoo yang ingin melanjutkan racauannya itu sebelum sadar bahwa Jinyoung yang sedang ia ajak bicara terus menerus terbatuk sejak ia menyerukan kata pertamanya tadi.

Dan setiap kata yang terucap dari Sunwoo, diiringi oleh batuk Jinyoung yang semakin keras. Semakin terdengar menyakitkan.

Sunwoo tak berani menoleh, karena ia sudah bisa menebak apa yang akan ia lihat. Namun tubuhnya bergerak sendiri. Rasa gatal di tenggorokannya pun mulai terasa.

Satu keping bunga yang terjatuh dari kasur Jinyoung menjadi objek pertama yang ia lihat saat menoleh. Dan ketika ia sepenuhnya menoleh, matanya terbelalak lebar.

Jinyoung yang terus menerus terbatuk, kini berada di bawah selimut berlapis kepingan-kepingan bunga tak terhitung jumlahnya. Memenuhi kasurnya. Bercak darah terlihat di ujung bibir serta ujung-ujung keping bunga tertentu. Jinyoung menangis. Air mata itu terus mengalir di wajahnya yang memerah dan ia terus terbatuk.

Sunwoo langsung merasa sesak di dadanya dan tak lama kemudian ia terbatuk.

"Kau ingat...apa yang ku tanyakan...di ruangan latihan saat...itu?" Jinyoung tertatih berbicara. Suaranya terdengar parau, kacau, seperti bukan suaranya. "Aku tarik kembali jawabanku. " ia menoleh. "Aku akan melakukan operasi."

Sunwoo hanya menatapnya kosong, sebelum akhirnya mengangguk dengan senyum tipisnya. Satu tangannya yang tidak terlihat dari sudut pandang Jinyoung terulur ke bawah samping kasurnya.

Satu tangan penuh kelopak bunga.

Kelopak bunga baru yang ikut bergabung dengan kelopak-kelopak lain yang telah melayu dari hari-hari sebelumnya.

 

=======

 

"Hey, Sunwoo. Hari ini hari operasiku. Doakan semoga semua lancar ya."

Tidak ada jawaban.

Hari memang masih terlalu pagi untuk keduanya terbangun. Matahari belum cukup tinggi untuk menebarkan cahayanya masuk ke dalam ruangan berjendela itu. Jinyoung sendiri masih terbaring lemah saat mengucapkan ini. Jangan tanya kenapa ia sudah bangun. Dia sama sekali tidak tidur.

Kejadian kemarin begitu cepat terjadi baginya. Yang ia ingat hanya terbatuk hebat, batuk terhebat yang pernah ia alami semasa hidupnya, lalu memberi sepatah dua kata kepada Sunwoo, sebelum akhirnya pandangannya menghitam. Ia terbangun di malam hari, disambut oleh sang manager untuk ia utarakan keputusan tentang penyakitnya. Sunwoo sudah terbaring tidur.

Jinyoung merasa sesal karena belum sempat menjelaskan semuanya ke Sunwoo. Pasti ia sangat terkejut melihat kepingan bunga sebanyak itu. Jinyoung terkekeh kecil. Sudah terbayang di kepalanya betapa murka seorang Sunwoo ketika tahu bahwa selama ini Jinyoung menipunya tentang penyakit yang ia derita.

Mungkin dia bisa jelaskan setelah selesai menjalani operasi hari ini.

"Hey, Sunwoo. Masih belum bangun?"

Sekarang sudah tepat pukul 10 pagi, dan pemuda yang terbaring di kasur sampingnya itu masih belum juga berubah posisi. Jinyoung masih merasa terlalu lemas bahkan untuk mengangkat tubuhnya sendiri demi melihat sang kawan.

Di detik ia mencoba bangkit, pintu kamar mereka terbuka. Sang manager memasuki ruangan, diikuti beberapa suster serta seorang dokter yang ia tahu pasti sedang menjemputnya menuju ruang operasi.

Di saat para suster sedang sibuk mengerubunginya, Jinyoung sempatkan diri memanggil sang manager.

"Sunwoo. Dia belum bangun dari tadi. Tolong kau bangunkan, aku ingin pamit sebelum ia terkejut aku tiba-tiba menghilang dari sini."

Sang manager langsung menoleh ke arah Sunwoo yang tergeletak di belakangnya. Segera ia hampiri lalu mengguncang tubuh itu seperti yang biasa ia lakukan di dorm mereka, terutama di masa-masa rookie dulu. Jinyoung terus menatap punggung itu bahkan ketika kasurnya hendak bergerak keluar kamar.

Wajah panik dari sang manager sama sekali bukan kabar baik.

"S-Sebentar, dok. Bisakah kau periksa keadaan Sunwoo terlebih dahulu?" tanya sang manager terdengar buru-buru. Dari situ Jinyoung merasa jantungnya sulit berdetak. Atau bahkan terlalu cepat?

Jinyoung langsung ditinggal sendiri seraya seluruh suster beserta sang dokter mengerubungi kasur Sunwoo.

"Hyung? Ada apa? Sunwoo kenapa?"

Pertanyaan itu terus ia ulang karena sang manager yang sama sekali tidak menggubrisnya.

"Hyung! Katakan padaku ada apa!"

Jinyoung kian membentak, berteriak, memenuhi seisi ruangan hanya dengan seruannya.

Dan ketika sang manager menoleh ke arahnya, Jinyoung tidak lagi dapat melihat dengan jelas ekspresi yang ditunjukkannya. Pelupuknya sudah menampung terlalu banyak air mata.

"Dia sudah meninggal."

Air mata itu jatuh serentak.

 

=======

 

"Selama ini dia menahan penyakitnya di dorm, entah sejak kapan. Dan baru dilarikan ke rumah sakit setelah benar-benar drop, tepat seminggu setelah kau dirawat. Kau yang lebih dulu mengidap penyakit ini, tapi semenjak drop, kondisi Sunwoo memburuk jauh lebih cepat daripada kau."

Jinyoung tak bergeming di depan batu nisan itu. Menjadi orang terakhir yang meninggalkan prosesi pemakaman setelah sang manager pergi menuju van mereka.

 

=======

 

"Apa yang akan kau lakukan kalau kau punya penyakit itu?" Jinyoung bertanya ulang. "Itu yang pertama ku pertanyakan padamu."

"Maksudmu, apa aku akan melakukan operasi atau mendiamkannya?" Jinyoung mengangguk. "Tentu saja operasi!" jawab Sunwoo tanpa pikir panjang.

"Memangnya untuk apa kau memendam cinta untuk orang yang tidak membalas cintamu? Buang-buang waktu saja." jelasnya memberi alasan.

"Begitu, ya?" Jinyoung terkekeh lagi. "Jawabannya sungguh mencerminkan dirimu. Aku sudah menebaknya."

Sunwoo kembali menautkan alisnya. "Kalau begitu kenapa kau repot-repot bertanya?"

Jinyoung tersenyum sambil mengangkat bahu. "Hanya memastikan."

"Memangnya kalau kau yang punya penyakit itu, kau mau apa? Mendiamkannya, ya?" Jinyoung tertunduk sejenak, sebelum mengangguk pelan, membuat Sunwoo tiba-tiba menggeram. "Ugh, jawabanmu itu juga sudah ku tebak." raungnya. "Dasar sok romantis."

Jinyoung tertawa kecil sembari menoleh. "Begitukah?"

Sunwoo mengangguk dan turut menoleh, namun kali ini perhatian Jinyoung tidak lagi kepadanya, melainkan kembali lurus ke depan.

Dan jauh dari tempat mereka duduk di lantai ruang latihan, selain bayangan keduanya di cermin besar itu, terdapat dua anggota grup mereka yang juga sedang duduk di lantai dan besandar pada cermin itu sembari menghadap mereka. Namun perhatian keduanya sama sekali tidak ke arah mereka, melainkan sibuk ke masing-masing. Dipenuhi canda tawa.

Sunwoo sempat melirik ke arah Shinwoo yang tengah asik bercanda dengan Junghwan di sana, sebelum kembali menatap wajah menyamping Jinyoung.

Gelitik di tenggorokannya tak lagi tertahankan.

"Hyung, aku ke toilet dulu."

Jinyoung yang baru saja terbatuk hanya mengangguk.

Keping bunga itu ia pastikan tak terlihat oleh siapapun.

 

========

 

"Siapa sebenarnya di sini yang sok romantis? Bodoh."

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet