final.

the restaurant romance (a tiny pinch of love)

Bawang bombai, bawang putih, dan sedikit mentega beradu dengan harmonis di atas panci. Desis mentega yang mulai mencair dan aroma tumisan bawang mengawali pagi hari Chef Jiwon di dapur Park & Parker, restoran tempatnya bekerja. Potongan tomat Roma, paprika merah, artichoke, ketumbar, kaldu sayuran dan krim menyusul tumisan bawang, hingga desis mentega tadi berubah menjadi suara ‘blubuk-blubuk’. Sejumlah tepung yang sudah dicampur dengan air lalu ditambahkan untuk mengentalkannya.

“Dari aromanya saja sudah enak, Chef!” puji Yugyeom, Si Prep Cook yang penuh semangat, sambil meletakkan segelas kopi yang masih mengepul di ujung station Chef Jiwon.

“Kurang asin!” kata Chef Jackson, yang tanpa disadari Jiwon sudah berhasil mengambil sesendok penuh dari kreasinya.

“Itu karena memang belum kubumbui, bodoh!” balas Jiwon, tertawa sejenak, lalu mulai membumbui masakannya dengan sejumput garam dan merica.

“Oke, berkumpul semuanya!” umumnya, dan seketika semua orang di dapur berbaris rapi di samping Jiwon atau mengelilinginya dengan penuh penasaran.

“Jadi apa menu hari ini, Chef?” tanya Sommelier Youngjae.

Artichoke bisque!

Lima buah sendok bergantian mengambil sedikit-sedikit, lantas hanya suara mengecap yang terdengar di seluruh dapur. Sejenak mereka menilai karya Chef Jiwon dengan serius, namun sejurus kemudian Chef Jacksonlah yang tanpa malu mencuri sepanci penuh bisque yang masih hangat itu.

Yah! Aku belum sarapan hanya demi makan itu, hyung!” kata Head Waiter Bambam, sambil mengejar Jackson. “Aku juga ingin lagi!” timpal Youngjae. Ketiganya saling berkejaran sampai akhirnya Head Chef Jaebum datang entah dari mana dengan sendoknya. Ia cicipi sesendok dengan perlahan, “Boleh juga, Jiwon. Tambahkan ke today’s special.”

“Yes!” seru Jiwon, sambil tos dengan Chef Junior.

_

Jam tujuh kurang sepuluh menit, prep sudah selesai satu jam yang lalu dan para chef yang sedang berkumpul tampak cemas. Seseorang tidak hadir di antara mereka, siapa lagi kalau bukan Sous Chef Adrian.

“Keparat itu mangkir lagi.” Keluh Jaebum. Ia kencangkan celemeknya sebelum menghadapi timnya. “Mari kita mulai seperti biasa!”

“Yes, Chef!” sahut semua orang.

Bambam dengan sigap memimpin para pelayan, membawakan tiket-tiket pesanan yang tak ada habis-habisnya ke dapur. Youngjae mulai berkeliaran di restoran, menuangkan wine di sana-sini sambil bercanda. Jackson tampak sedikit sebal malam itu, tapi soal daging, ia jagonya.

Junior yang menangani masakan khas Korea pun tak mau kalah, aroma gochujang yang sedang dimasak memenuhi station-nya. Yugyeom yang tugasnya sudah selesai tak keberatan membantu siapapun yang membutuhkan. Jiwon sendiri sibuk mengurusi beberapa potong ikan.

Dan di balik itu semua, ada Jaebum yang dengan lantang membacakan pesanan, mengevaluasi setiap piring sebelum diantarkan ke tangan pelanggan, dan mengatur dapur secara keseluruhan.

Inilah Park & Parker, salah satu restoran kelas atas yang terletak di kawasan elite Korea.

_

“Ada pesanan! Satu kimchi jjigae, satu risotto, satu steak!” teriak Jaebum.

“Yes, Chef!”

“Jiwon, berapa menit yang kau butuhkan?”

“Ikan ini butuh sekitar tiga menit lagi, Chef!”

“Junior?”

“Satu kimchi jjigae segera datang, Chef!”

“Jackson, apa kau tidak ada masalah?”

All good, Chef!”

“Bagus!”

Di tengah-tengah tegangnya puncak jam pesanan, tiba-tiba saja Sous Chef Adrian masuk dengan terhuyung-huyung –aroma alkohol yang menyengat mengiringinya. Jaebum segera menjauhkannya dari tim dan dapur, menatap kedua matanya tajam.

“Kalau mabuk begini lebih baik tidak usah datang, Adrian.” Mulainya, tanpa basa-basi.

“Ah, Jae, kau tahulah aku ada perlu sebentaaar…saja.”

“Apa lagi yang kau inginkan?”

“Jangan pura-pura bodoh, Jae.” Kata Adrian pedas.

“Kau yang jangan bodoh. Sekarang masih jam kerja, jadi jangan buat masalah.”

“Begitukah? Selama ini aku yang membuat masalah?” suara Adrian meninggi, hingga semua orang mulai menaruh perhatian, menghentikan apa yang mereka kerjakan dan melihat dua sahabat lama itu bertengkar.

“Cukup, Adrian.” Tegas Jaebum.

That is in fact, exactly what I came here for, best friend,” kata Adrian sembari mengedarkan pandangan ke semua orang, sebelum kembali menghadap Jaebum, “Aku terlalu baik hanya untuk dijadikan nomor dua di sini, Jaebum, cukup sudah aku menjadi babumu. I QUIT!” teriaknya, yang disusul tawa puasnya.

“Bagus.” Kata Jaebum, sebelum membawanya pergi dari dapur.

_

Malam itu nampaknya tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Park & Parker kehilangan salah satu aset terbaiknya. Adrian Kim dulu bekerja berdampingan dengan Jaebum, sejak awal bergabung dengan Park & Parker sampai mereka kebagian station masing-masing. Kemampuannya pun tidak perlu diragukan, beberapa karyanya menjadi favorit pelanggan.

Mereka berdua berteman dekat dan bekerjasama dengan luar biasa, namun pada akhirnya pemilik Park & Parker sendiri, JYP, mengangkat Jaebum menjadi Head Chef. Adrian merasa dirinyalah yang lebih pantas menyandang jabatan itu, dan bayangkan betapa hancur harga dirinya saat ia dijadikan Sous Chef.

Tidak ada yang berani menyebut nama Adrian di depan Jaebum, yang malam itu menjadi lebih keras, lebih tegas pada semua orang. “Jiwon, aku tidak ingin ikan yang masih dingin ini! Kemana otakmu?” “Jackson, apa aku masih perlu mengajarimu bedanya medium rare dan rare?” “Junior! Apa-apaan kau ini? Kenapa rasanya sangat berantakan?” “Bambam, berhenti terima pesanan sampai kita menyelesaikan kekacauan ini!”

Semua orang pulang ke rumah dengan hati resah.

Well, mungkin tidak juga dengan Jiwon. Dengan kepergian Adrian, saat ini adalah kesempatan yang bagus untuknya menjadi Sous Chef berikutnya. Jackson memang lebih tua darinya, tapi dia sendiri pernah bilang bahwa kecintaannya terhadap daging tidak bisa ditukar dengan posisi apapun. Begitu juga dengan Junior yang terlalu bagus pada station-nya dan kalau ia yang naik jabatan, tidak akan ada yang bisa menggantikannya.

Sedangkan bagi Jiwon, menjadi Head Chef adalah mimpinya sejak kecil, mimpi yang membuatnya menentang keinginan kedua orang tuanya hingga ia memutuskan untuk hidup sendiri. Meski ia tidak bisa menggantikan Jaebum sekarang, setidaknya ia bisa mulai dengan menjadi Sous Chef, yang notabene hanya setingkat di bawah Jaebum.

Pintu itu benar-benar terbuka lebar sekarang.

Pagi berikutnya, Jiwon datang dengan mantap, penuh kesiapan dan tekad untuk menggantikan Adrian hari itu juga. Dia juga yakin, kok, kalau Jaebum tidak punya pilihan lain selain dirinya.

Park Jinyoung –atau yang lebih akrab disapa Bos JYP– datang pagi-pagi sekali. Tidak terlihat sedikitpun kecemasan di wajahnya, bahkan senyumnya bisa dibilang lebih cerah dari biasanya. Ia berdiri tegak, mengenakan setelan warna oranye dan dasi kupu-kupunya, penuh percaya diri –memancarkan pengalaman dan pengetahuan dari bertahun-tahun sukses berbisnis kuliner.

“Pagi, Parkers.”

“Pagi.” Sahut para pegawai. Jackson masih terlihat mengantuk, di sebelahnya ada Youngjae yang kelihatan serius. Bambam dan Yugyeom –para maknae– tampak tegang, sedangkan Junior dan Jaebum tampak tenang, keduanya diam di pojokan dapur.

Jiwon? Ia sudah tak sabar mendengar namanya dipanggil.

“Langsung saja aku akan membahas kejadian semalam, di mana Sous Chef Adrian memutuskan untuk meninggalkan Park & Parker. Tentu saja aku menyayangkan kepergiannya, tapi aku berusaha untuk menghargai keputusannya. Untuk sementara ini, aku belum bisa menentukan siapa yang akan menggantikannya posisinya,” ujar JYP, “tapi, tolong jangan terlalu bersedih Parkers dan bersiaplah untuk menyambut anggota baru di keluarga kita, kebanggaanku, Mark Tuan!”

Sekonyong-konyong, seorang pria tampan muncul dari balik pintu.

“Senang bertemu kalian, seperti yang sudah dikatakan Bos, namaku Mark. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik.”

_

Jaebum keluar dari ruangan JYP, raut wajahnya tak dapat terbaca.

“Chef?”

“Jiwon-ah, kumpulkan yang lain.”

“Yes, Chef.”

Semuanya berdiri melingkar, dengan Jaebum di tengah-tengah mereka. Beberapa orang terlihat masih menjaga jarak dengan si ‘anak baru’, sedangkan Jackson yang memiliki kewarganegaraan yang sama sudah asyik bercanda dalam bahasa Cina.

Jiwon sibuk menilai penampilan Mark yang begitu mencolok dibandingkan dengan rekan-rekan barunya. Belum mengenakan jaket khas Park & Parker, ia tampak menawan dalam balutan jaket hitam yang sepertinya dirancang khusus untuknya, nama Mark Tuan terjahit rapi di pojok kiri dadanya. Rambutnya dicat ash blonde, senyum tipis menghiasi wajahnya, dan kulitnya yang pucat kontras dengan jaketnya.

“Apa yang terjadi kemarin, seharusnya tidak bisa menghambat kerja keras kita. Jadi, mari kita membangun hari esok bersama dengan adanya anggota baru di tim kita. Selamat datang di tim, Chef Mark.” Sambut Jaebum hangat. Semua orang otomatis bertepuk tangan dan segera menyelamati Mark.

“Terima kasih, Chef. Aku akan bekerja keras untuk menyesuaikan diri di sini.”

_

Ini hari pertama Mark bergabung, dan meski Jiwon keberatan kalau dia langsung ditugaskan pada satu station, nyatanya kini Mark berdiri tepat di sampingnya, yang dulu merupakan tempat Sous Chef Adrian. Dengan amat hati-hati, Mark meletakkan sebuah bungkusan di atas meja, lantas membukanya.

“Wah, cantik sekali!” puji Jackson, yang station-nya terletak tidak jauh dari mereka.

“Messermeister?” Junior yang pendiam bahkan ikut penasaran.

“Yup.” Kata Mark bangga, mengasah pisaunya sedemikian rupa hingga mengundang decak kagum semua orang, kecuali Jiwon dan Jaebum. Yang satu karena iri mati-matian, yang satunya lagi karena sudah punya chef’s knife sendiri –Global, asli dari Jepang– yang merupakan hadiah dari JYP saat diangkat jadi Head Chef.

“Bolehkah…aku memegangnya?” tanya Jackson, matanya berbinar-binar.

“Tapi jangan sampai lecet, ya!” goda Mark.

Hebat.

Sombong sekali dia! Batin Jiwon. Sebelum sempat menilai Mark lebih lama, suara Jaebum mengalihkan perhatian Jiwon.

“Pesanan pertama malam ini! Satu risotto dan satu scallop!”

“Yes, Chef!”

Entah karena pesanan seafood yang melebihi biasanya pada malam itu, entah karena chef tampan yang kini berada di sebelahnya –Jiwon tidak bisa fokus dan itu berarti ia dalam masalah.

“Aish!” gerutunya, ikan yang barusan ia angkat belum matang sempurna. Kembali ia panaskan wajan dan memasak ikan itu lagi.

“Jiwon-ah, mana ikan yang aku minta lima menit yang lalu?”

“Sedang kukerjakan, Chef!” kata Jiwon. Kau harus fokus, Jiwon, kau tidak boleh kalah dari anak baru!

“Jiwon-ah, ini sudah lebih dari sepuluh menit, aku tidak bisa menyajikan apa-apa tanpa ikanmu!”

“Sebentar lagi, Chef,” kata Jiwon, lantas menyerahkan ikan yang telah lama ditunggu Jaebum, “ini, Chef.”

Jaebum memeriksa ikan itu dengan jeli sebelum dahinya mengernyit –uh oh, “JIWON! IKAN INI OVERCOOKED! BUAT SATU LAGI YANG BENAR! Mark, masakanmu tadi sudah dingin, tolong buat seporsi lagi.”

“Yes, Chef!”

Lagi dan lagi, Jiwon membuat kesalahan malam itu. Ia sendiri tidak tahu kenapa dia mempermalukan dirinya sendiri. Kalau ia terus-menerus begini, ia tidak yakin dirinya adalah chef yang ditemukan dan ditunjuk langsung oleh JYP 4 tahun lalu.

“Jiwon!” “JIWON, APAKAH KAU MASIH DI SINI?” “SEO JIWON!” Jaebum mulai memanggilnya dengan nama panjang –itu bukan pertanda baik.

“Maaf, Chef, aku sedang berusaha!”

It’s not good enough, Jiwon, lihat ikan-ikan ini!” kata Jaebum, merujuk pada potongan ikan yang Jiwon rusak malam ini.”

“Maaf, Chef, aku sungguh tidak punya penjelasan tapi aku sedang benar-benar berusaha!”

“Astaga Jiwon, kau membuatku kehabisan akal! Yah! Tidak adakah di antara kalian yang akan membantu anak ini?” teriak Jaebum, frustasi.

“Baik, Chef, akan kukerjakan.” Ujar Mark. Secepat ucapannya tadi, secepat itu juga ia menguasai station Jiwon. Tubuhnya yang dua puluh sentimeter lebih tinggi menutupi Jiwon, hingga membuatnya kesal. Tapi dengan bantuannya, pesanan keluar secepat kilat, dan Jaebum akhirnya bisa bernapas lega.

Jam pesanan berakhir juga, dan Jiwon tidak tahu harus lega atau tidak. Jaebum berjalan ke arahnya dan Mark inisiatif pergi dari station-nya.

“Jiwon-ah, aku tidak tahu kau kenapa malam ini, tapi tolong hentikan. Jangan diulangi, ya.” Ujar Jaebum begitu ia mendekati Jiwon. Jiwon hanya tertunduk lesu, keringat yang menetes di dahinya bahkan tak dihiraukannya.

“Jiwon-ah, gwenchanha? Aku dengar apa yang terjadi di dapur.” kata Youngjae, khawatir.

“Jiwon, apa kau sakit? Apakah ini sudah memasuki waktu tertentu tiap bulanmu itu?” tanya Jackson.

“Tidak, aku hanya…aku ingin pulang.” Jiwon tidak memberikan penjelasan apapun dan segera keluar dari dapur. Ia hanya tidak ingin melihat Mark, ingin segera jauh-jauh darinya.

_

Jiwon bukanlah tipe orang yang tidak suka persaingan. Dia justru suka hal-hal seperti ini, hanya saja dia tidak suka kalah. Dan kehadiran Mark yang terlalu tiba-tiba ini mengusik hatinya. Mungkinkah Mark membahayakan kesempatannya menjadi Sous Chef?

Ugh, dan pagi harinya tidak dimulai dengan baik.

Ucapan Jackson kemarin terbukti benar, ‘hal itu’ datang di saat yang tidak tepat seperti ini, dan mood Jiwon semakin memburuk. Ia bangun kesiangan karena semalaman perutnya kesakitan. Shower-nya juga memilih untuk rusak hari itu, hingga ia tidak bisa mandi. Karena sudah terlambat, ia hanya mencuci muka dan gosok gigi, lalu segera menuju Park & Parker.

Sesampainya di dapur Park & Parker, Jiwon disuguhkan dengan pemandangan yang paling ia takuti…semua orang mengelilingi Mark seakan-akan dialah pusat tata surya.

Dan orang itu, bisa-bisanya menunjukkan senyum penuh kemenangannya.

Jackson sibuk mengisi mulutnya dengan apapun itu isi panci yang sedang jadi ‘bintang’ pagi itu, ia benar-benar diam dan hanya makan –yang seharusnya aneh bagi seorang Jackson yang banyak omong. Jiwon sendiri kehabisan kata-kata, dan hanya bisa mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Akhirnya, seseorang menyadari kehadiran Jiwon.

“Ini sih enaknya kebangetan, bro! Ah, Jiwon noona, sini! Cobain masakannya Mark hyung!” Bambam juga?

“Yugyeom-ah…” ratap Jiwon pada harapan terakhirnya, si maknae yang selalu menurut padanya.

“Maaf noona, tapi ini beneran enak.”

Seluruh dunia seakan berkonspirasi untuk menghancurkan hari Jiwon.

_

Seminggu berlalu dengan Jiwon yang semakin murung, dan Mark yang semakin bersinar.

Ada saja karyanya setiap hari yang dijadikan today’s special. Saat jam pesanan pun, Jiwon seakan tidak dianggap oleh Jaebum, dan hanya Mark yang diperintahnya. Jiwon bahkan memohon-mohon untuk ditugaskan, tapi Jaebum malah semakin mengurangi menu yang berhubungan dengan Jiwon.

Nampaknya hari ini adalah puncaknya. Mark datang dengan membawa sekotak tahu sutera yang ia terima dari orang tuanya yang sedang pulang kampung ke Cina. Seenak jidat saja dia mengusulkan untuk memasak Chinese hot pot hari itu, yang langsung disambut antusias oleh Jackson –yang rindu masakan Cina. Junior sedang tidak masuk karena jatuh sakit, jadi tidak ada yang bisa mendukung pendapat Jiwon.

“Jae, apakah minggu ini kita tidak kebanyakan memasak makanan Cina?” tanya Jiwon.

“Ah, kelihatannya begitu ya? Tidak juga ah, masih banyak yang memesan masakan khas Park & Parker. Tapi, selama kita punya chef yang merupakan keturunan Cina asli, kenapa tidak kita manfaatkan?” balas Jaebum santai. “Oh iya Jiwon, karena kita memasak seafood hot pot, bagaimana kalau kau bekerja sama dengan Mark?”

APA? BEKERJA SAMA DENGAN SI SOMBONG ITU?

Oh ho ho, Jaebum salah besar! Jiwon tidak mau dan tidak akan pernah mau bekerja sama dengan orang sombong macam Mark! Ia lebih baik kembali jadi Prep Cook dari pada harus berurusan dengan manusia yang tidak pantas disebut namanya itu.

Sayangnya, Jaebum mendengarkan Jiwon hari itu, dan jadilah, kini ia bekerja mengupas dan memotong seafood bersama Yugyeom. Maknae itu hanya bisa memberinya senyum miris tanda prihatin.

Noona, aku saja yang kerjakan, ya…”

“Diamlah Yugyeom, aku…juga…bisa…mengupas udang!” kata Jiwon, yang mengupas udang dengan penuh emosi.

“Tapi noona, udangnya…”

“Kau kerjakan saja kerang itu, Yugyeom, aku akan membantumu hari ini! Akan aku tunjukkan pada Im Jaebum!”

“BAK!” kepala seekor udang yang malang itu terpotong, keadaannya naas, dan sejujurnya agak berantakan. Yugyeom hanya bisa meratapi udang yang rusak di atas talenannya, sementara Jiwon melengos, izin pergi ke kamar mandi.

Masakan Mark benar-benar menjadi primadona malam itu. Jackson yang mengurusi daging sampai-sampai tidak kebagian pekerjaan, hingga akhirnya ia ditugaskan untuk membantu Mark. Jiwon yang hari itu menjadi Prep Cook, hanya duduk-duduk di pojokan dapur, persis anak kecil yang sedang ngambek karena tidak dibelikan balon. Bahkan sebelum tutup, mereka semua sempat merayakan malam itu dengan makan sisa hot pot buatan Mark (yang tentu saja Jiwon tidak ikut mencoba).

“Aku duluan, ya! Ada siaran ulang basket yang harus kutonton. Jae, pokoknya besok kita harus main lagi ya. Dah semuanya!”

Ahem, main lagi? Hmm, Mark sudah akrab dengan Jaebum rupanya. Dasar! Pasti hanya ingin cari muka. Batin Jiwon.

“Tentu saja, kau hati-hati!” kata Jaebum.

Jiwon yang sudah tidak tahan melihat semuanya segera menghampiri Head Chef yang sedah membereskan pisaunya.

“Jaebum…oppa.”

“Hah?” Jaebum kaget. Bertahun-tahun bekerja dengan Jiwon, anak itu tidak pernah sekalipun memanggilnya ‘oppa’ meski dia lebih tua. “Eh, maksudku, ada apa Jiwon-ah?”

“Aku to the point saja ya. Ini sudah seminggu loh, hmm, maksudku apa kau belum memutuskan siapa yang akan kau tunjuk menjadi Sous Chef-mu?”

“Ah, aku belum ada pikiran ke situ.”

“Maksudku, kau tahu kinerjaku, kan, Chef? Dan betapa aku menghormatimu, dan betapa kerasnya aku akan bekerja untuk memenuhi standarmu, kau tahu kan?”

“Tentu saja, Jiwon-ah.”

“Jadi kenapa kau masih banyak berpikir?”

“Jiwon-ah, Mark bilang padaku, bahwa ia juga ingin menjadi Sous Chef. Jadi, aku tidak bisa asal menunjukmu. Kamu tahu kalau situasinya lain, aku pasti akan memilihmu, tapi dengan adanya Mark, aku ingin memberi keputusan yang terbaik dan adil bagi kita semua. Aku sedang ingin memberikan waktu buat Mark menunjukkan dirinya…”

“Jae, kau tahu kan betapa aku menginginkan posisi itu?”

Mianhae, Jiwon. Aku belum bisa memutuskan apa-apa sekarang.”

_

Efektif keesokan paginya, Jiwon memutuskan untuk bicara langsung dengan Mark. Yah, walaupun ia sangat membencinya, masalah ini perlu dibicarakan secara empat mata.

“Mark, aku ingin bicara denganmu.” Katanya, sesampainya ia di dapur Park & Parker. Mark hanya menepuk pundak Jackson lalu pamit meninggalkannya sebentar untuk bicara dengan Jiwon.

Yah yah yah, apakah Jiwon akan melabraknya?” bisikan Jackson masih terdengar sampai ke ujung ruangan, tapi Jiwon tidak memedulikannya. Ia menarik lengan Mark sampai ke pantry, lalu ia mengunci pintunya.

“Kau…tidak akan melakukan yang aneh-aneh padaku, kan?” tanya Mark.

APA? BISA-BISANYA ORANG ITU!

“Cih! Kau pikir kau siapa, hah? Yah! Kudengar kau ingin jadi Sous Chef di sini, apakah itu benar?”

“Tentu saja, apa salahnya?”

“Astaga, lihatlah orang ini. Kau tidak tahu aku siapa?”

“Banyak omong, moody, tidak becus memasak, hmm, nampaknya aku terlalu banyak pilihan untuk memanggilmu…”

“APA KATAMU?”

“Kenapa sih orang-orang memintaku untuk mengulangi perkataanku padahal mereka jelas-jelas mendengarnya? Payah.”

“YAH! JAGA MULUTMU!”

“Kau pikir, aku takut padamu?” kata Mark, sambil mendekati Jiwon, “hanya seorang chef yang seumur karirnya bekerja di sini, dan hanya lulusan akademi kuliner di Korea?” Mark berjalan lagi, dan Jiwon sudah tak habis pikir, “hanya seorang cewek yang lemah kaya kamu? Maaf ya, kayanya kamu yang harusnya takut sama aku.”

“YAH! KAU INI AMAT KELEWATAN, DASAR KAU-”

Seketika kata-kata kasarnya menguap, dan mulut Jiwon terkunci. Matanya terbelalak, ketakutan, karena tubuhnya dijebak oleh kedua lengan Mark yang meskipun kurus, namun kuat dan efektif memerangkapnya.

“Kau…harus berhati-hati padaku. Aku adalah tipe orang yang selalu mendapatkan keinginannya. Kalau aku jadi kamu, aku akan tutup mulut, dan tidak usah sibuk mengadu ini-itu kepada Jaebum. Ingat, aku ini lebih tua dari Jaebum.” Gertak Mark, dan otak Jiwon bagaikan sepotong daging beku. Ia tidak bisa membalas gertakan itu, yang ada kedua telapak tangannya berkeringat dan jantungnya berpacu dengan cepat.

“Kau ini-”

Kedua mata Mark yang jernih seperti menghipnotis dirinya, tatapannya tajam dan penuh percaya diri. Hembusan napas Mark yang hangat seperti terasa mengipasi dahinya.

“Hati-hatilah, Seo. Ji. Won.”

_

“Berkumpul!” seru Jaebum, dan refleks semua orang segera menghampirinya.

“Ahem, ada sesuatu…yang sangat penting yang harus aku sampaikan pada kalian…mengenai Sous Chef kita.” Seisi dapur terdiam, menunggu pengumuman dari Jaebum. Jiwon menatapnya penuh harap, tapi Jaebum mengacuhkannya.

“Aku sudah berdiskusi dengan JYP, dan aku memutuskan,” napas semua orang tertahan, “untuk mengadakan kompetisi.”

“Apa?” seisi dapur pun terkejut.

“Iya, seperti yang kita tahu, teman kita Jiwon telah lama menantikan kesempatan ini-”

“Makanya itu, siapa yang kau maksud dengan lawannya?” tanya Jackson.

“Teman baru kita, Mark.” Decak kagum dan komentar keheranan dari semuanya jelas terdengar.

“Mark, Jiwon. Beginilah keputusanku, apa kalian bisa menerimanya?”

“Tentu saja, Chef.” Jawab Mark dengan nada congkak.

“Iya, sebut saja tanggal mainnya.” Timpal Jiwon.

_

“Jiwon noona, apakah kau yakin ingin melakukan ini?” tanya Bambam pada sore harinya.

“Yah, maknae nomer 2! Kau pikir aku tidak sanggup?”

“Bukan begitu, noona, hanya saja kau ini-”

“Wanita? Menggunakan gender sebagai alasan? Memangnya kita hidup di tahun berapa. Aku pasti bisa, Bambam. Kau tenang saja.”

“Aku tahu noona pasti bisa dan aku hanya ingin mendukungmu.”

“Terima kasih, aku sangat menghargai dukunganmu.”

“Jiwon-ah.”

“Jinyoung oppa.” Junior tersenyum saat Jiwon memanggilnya dengan nama aslinya.

“Berusahalah sekuat tenaga, dongsaeng!”

“Tentu saja!”

“Jiwon, hwaiting!” seru Youngjae, ia berusaha melakukan aegyo, dan menurut Jiwon, ia cukup lucu.

Yah yah yah, minggir kau,” perintah Jackson pada Youngjae, “Jiwon-ah, meskipun kau mungkin berpikir aku akan mendukung orang yang satu tanah kelahiran denganku, di dalam hatiku aku tetap mendukungmu! Kau adalah dongsaeng yang sangat berbakat, bahkan kau kuanggap sejajar denganku. Wah, pasti enak ya bisa sejajar dengan Chef Jackson Wang!” kata Jackson panjang lebar.

“Sepertinya begitu.” Jiwon tersenyum.

Noona!” satu lagi maknae kesayangannya menghampirinya dan memeluknya, “Lakukan yang terbaik!”

Mendadak merasa amat disayangi, Jiwon seperti mendapat suntikan energy yang seminggu ini hilang darinya, dan kini ia siap menghadapi apapun –termasuk Chef Mark Tuan.

_

Hari kompetisi datang juga. Park & Parker ditutup khusus untuk hari itu, tapi seluruh pegawainya tetap masuk untuk menyaksikan kompetisi di antara dua calon Sous Chef.

“Pagi, Jiwon, sudah siap untuk kalah?” goda Mark.

“Aku baru saja ingin menanyakan itu padamu!” balas Jiwon. Keduanya tersenyum sinis pada masing-masing, lalu memasuki dapur yang sudah disiapkan oleh Jaebum dan Yugyeom.

“Wah, aku penasaran lomba macam apa yang sudah dirancang oleh Jaebum hyung.” Kata Jackson, dan karena ia bukan peserta, ia mengambil sebuah kursi lantas duduk di pojokan bersama penonton yang lainnya.

“Lomba antara hidup dan mati, kalau menurutku.” Tambah Bambam.

Seolma! Kiriman yang kita lihat kemarin? Bahan apakah itu? Mungkinkah mereka harus memasak sesuatu yang benar-benar tak terduga?” tanya Youngjae dengan bersemangat.

“Entahlah.” Kata Junior, “Kita nikmati saja kompetisinya.”

_

“Pagi, Parkers.” Mulai Jaebum.

“Pagi!”

“Seperti yang kalian ketahui, hari ini akan diadakan kompetisi untuk menentukan siapakah yang paling pantas menjadi Sous Chef. Mark, Jiwon, apakah kalian siap?”

“Siap, Chef.”

Well, aku mempersiapkan kompetisi ini baik-baik, dan kuharap kalian juga bisa memberi yang terbaik ke depannya. Aku membagi kompetisi ini menjadi tiga ronde, dan ronde pertama pada hari ini, yaitu, drum roll please,” semua orang membuat suara drum, tak sabar menanti kalimat Jaebum selanjutnya, “Cooking 101. Di babak ini, kalian harus bisa menunjukkan teknik dan kemampuan kalian memasak tiga buah hidangan yang paling basic di Park & Parker.”

“Woah…daebak!” komentar penonton.

“Mark dan Jiwon, untuk masakan pertama, aku ingin kalian menyiapkan…kimchi!”

Jiwon dan Mark melesat bagaikan kontestan lomba masak di televisi. Keduanya segera saja memotong-motong sawi putih, lobak, dan wortel di station masing-masing. Mereka juga diharuskan membuat pasta pedasnya sendiri, dan Mark terlihat sedikit kesulitan. Meski begitu, ekspresinya tetap seangkuh biasanya, membuat Jiwon semakin ingin mengalahkannya.

Looking good, Jiwon!”

“Mark hyung, kau juga semangat!”

Ucapan semangat terlontar untuk kedua belah pihak. Karena hanya punya sehari, mereka tidak diwajibkan menunggu kimchi sampai selesai difermentasi, namun kimchi yang sudah jadi didiamkan dan mereka berlanjut ke masakan kedua.

“Masakan kedua, aku ingin sepiring Beef Wellington dari nol dalam waktu tiga jam!”

Karena ini merupakan masakan Barat, Mark terlihat lebih tenang dan menguasai station. Daging sapi bagian tenderloin ia bumbui dengan garam dan merica, kemudian ia masak di atas wajan sekitar delapan hingga sepuluh menit. Minyak dan mentega di wajan terus disiramkan ke atas daging selagi menunggu masak. Dengan santai, Mark menyelesaikannya dagingnya dan segera mengangkatnya, sedikit tersenyum ke arah Jiwon untuk menyombongkan diri, tapi Jiwon terlalu fokus sekarang untuk memerhatikan tingkah laku Mark.

Daging Jiwon sudah duduk manis dan sedang didinginkan. Kini ia membuat mushroom duxelles.

Separuh porsi dari jamur kancing di hadapannya sudah ia haluskan dengan blender, kemudian ia tuangkan ke sebuah mangkuk. Mentega ia panaskan sedikit, lalu ia tambahkan bawang merah dan ditumis hingga harum. Jamur yang sudah dihaluskan tadi kemudian dimasukkan, lalu dimasak hingga jamur kehabisan kandungan airnya dan mengering. Terakhir, ia tambahkan krim dan memasaknya hingga kental. Saus jamur ini kemudian ia campur dengan remah-remah roti dan peterseli, kemudian didinginkan di kulkas.

Not bad, Jiwon.” sindir Mark.

You’re not so bad yourself, Chef.” Kata Jiwon, enggan memanggil nama chef itu.

Daging yang sudah masak kemudian dibalurkan mustard Dijon dan horseradish, lalu didinginkan dalam kulkas hingga satu jam. Baik Jiwon dan Mark kini sedang menggunakan rolling pin untuk mengatur ketebalan puff pastry mereka. Oven di masing-masing station mulai dipanaskan, dan begitu juga keadaan kompetisi itu mulai memanas. Penonton riuh rendah mendukung kedua chef yang bertanding.

Satu jam berlalu, keduanya mulai membungkus daging sapi yang sudah dioleskan mushroom duxelles tadi di satu sisi, dan ditaburi sisa jamur yang ada di sisi yang lain. Puff pastry lalu dioleskan telur untuk memunculkan warna cokelat keemasan setelah dipanggang, dan dibuat irisan di atasnya agar matang sempurna.

Go Jiwon, go Mark!” seru penonton.

Jaebum tidak menunggu dan segera mengumumkan masakan ketiganya, satu set sushi lengkap.

Sushi harusnya bukan masalah bagi Jiwon yang bekerja menangani makanan laut sehari-harinya, Mark pun kelihatannya tidak buruk-buruk amat.

Pertama, Jiwon memotong semua bahan yang akan ia gunakan. Teknik menggunakan pisaunya tidak diragukan lagi, meski ia tidak menggunakan pisau-pisau mahal seperti Mark. Jiwon segera membuat seporsi California Roll. Dengan terampil, ia menggulung potongan timun, alpukat, kepiting dan rumput laut di atas nasi untuk sushi yang sudah ia siapkan. Penonton menyemangati dan memuji gulungan sushi-nya yang sempurna.

Sekilas, ia menengok ke arah Mark dan melihat apa yang ia buat. Ternyata Mark memilih Dragon Roll untuk makizushi-nya. Ia sedang menggoreng tempura yang disambut meriah oleh penonton.

Jiwon memutuskan untuk kembali fokus, dan melanjutkan membuat nigirizushi. Jiwon memilih maguro (tuna) dan hamachi (yellowtail) sebagai topping. Kedua ikan ia iris tipis dan sama rata, lalu ditekan ke atas nasi yang sudah ia bentuk dan olesi wasabi. Mark sendiri terlihat asyik mengolah sea urchin atau bulu babi.

“Yah, Jiwon! Sepertinya pengalamanku mengikuti program pertukaran ke Jepang dulu tidak sia-sia juga, ya?” kata Mark.

“Terserah kau saja, Mark.” Balas Jiwon santai.

“Yah, hyung! Jiwon juga masih keturunan Jepang, tahu.” Tambah Jackson, yang membuat Mark malu, dan Jiwon tersenyum bangga, berterima kasih pada Jackson dalam hatinya. Keduanya membuat beberapa potong sashimi untuk disajikan bersama. Piring Mark terlihat begitu fenomenal, membuktikan bahwa kesombongannya bukannya tidak beralasan, namun Jiwon juga tidak kalah hebat. Penyajiannya terlihat lebih tradisional dan menawan daripada milik Mark. Sementara itu, Beef Wellington mereka juga sudah matang dan mereka siap menyajikannya. Kimchi yang dibuat tadi juga disajikan di hadapan Jaebum sebagai satu-satunya juri.

Kini tibalah saatnya penilaian.

Kedua chef berdiri tegak menghadap Jaebum yang siap dengan sumpit dan sendoknya. Yang pertama dinilai adalah kimchi. Jaebum menghirup aromanya sebelum memakan kimchi milik Mark.

Ayolah, ini kan masakan Korea, aku harus menang. Batin Jiwon.

“Bumbumu tepat sekali, Mark, kerja bagus.” Puji Jaebum, sebelum beralih ke kimchi milik Jiwon.

“Hmm, sepertinya kompetisi ini menyalakan sesuatu di dalam dirimu, Jiwon, ini lebih enak dari kimchi yang dulu kau buatkan untukku.”

Woohoo, ayo Jiwon noona!” seru Bambam. Yang lain ikut berteriak-teriak tidak jelas.

“Jadi siapa yang memenangkan ronde kimchi, Chef?” tanya Junior.

“Keduanya sangat enak, jadi untuk kali ini kalian...seri.”

Aish! Batin Jiwon lagi. Mark mengedipkan sebelah matanya genit. Selanjutnya, Beef Wellington.

Beef Wellington milik Mark bersinar keemasan dan tampak cantik sekali. Dengan mudah, pisau Jaebum memotongnya dan terungkaplah daging yang matang sempurna di dalamnya.

“Bagus sekali, Mark.” Puji Jaebum lagi, yang membuat telinga Jiwon terasa panas. Saat Jaebum memotong Beef Wellington milik Jiwon, dagingnya terlihat masih kemerahan.

“Nampaknya ini masih butuh beberapa menit di dalam oven, Jiwon. Satu kosong untuk Mark, sekarang.” Beberapa orang terlihat kecewa sebagaimana dengan Jiwon. Ah, sial.

Satu set sushi disajikan di depan Jaebum. Keduanya tampak luar biasa dan menggugah selera. Sushi ala Jiwon kini dicoba terlebih dahulu.

“Ini baru Jiwon yang aku kenal.” Puji Jaebum, matanya memejam sambil mengunyah sashimi. Ia beralih ke punya Mark, sayangnya, tempura yang sudah ditunggu-tunggu penonton malah rusak total.

“Satu sama untuk kalian berdua. Siapkan diri kalian baik-baik untuk besok, ya!”

_

Keesokan malamnya, Park & Parker buka seperti biasa. Lantas, apakah tantangan yang menanti keduanya di ronde ini?

“Parkers, Mark dan Jiwon. Malam ini aku hanya akan...duduk.”

“Hah?” tanya beberapa orang, bingung dengan pengumuman dari Jaebum.

“Karena kalian berdualah yang akan mengelola Park & Parker untuk malam ini. Masing-masing dari kalian punya waktu sejam untuk mengendalikan dapur, menunjukkan kepemimpinan kalian, dan tentu saja, to impress me.”

“Wah, Jaebum hyung seharusnya mendaftar jadi juri Master Chef Korea atau apalah, dia benar-benar keren sekali!” komentar Yugyeom, yang disambut gelak tawa dari tim. Namun tak lama kemudian, kompetisi dimulai.

Jiwon maju pertama, dan Mark memasak di station-nya.

“Baiklah, let’s do this! Pesanan pertama, satu scallop dan satu salad!”

“Yes, Chef!” sahut para chef. Jaebum menilai Jiwon dari kejauhan dan memberikannya ruang untuk memimpin. Bambam terus menyemangati Jiwon sambil memberikan tiket-tiket pesanan. Yugyeom yang biasanya tidak mengerjakan apapun saat jam pesanan kini sigap berdiri di samping Jiwon bila ia membutuhkan apapun.

Park & Parker dibuka dengan sangat baik oleh Jiwon. Namun, tanpa sepengetahuan Jiwon dan Mark, para chef sudah diberitahu oleh Jaebum untuk bekerja asal-asalan malam itu, untuk mengetes ketenangan dan kecepatan mengambil keputusan dari kedua calon Sous Chef.

Junior yang pertama mengacaukan masakannya.

“Junior, berapa menit lagi?”

“Tunggu, Chef, aku baru saja mengulanginya!”

“Kenapa kau ulangi?”

“Ah, yang tadi salah, Chef! Ini dia.” Junior datang menyerahkan sepiring kimchi spaghetti.

“Junior, apakah kau ingin membunuh pelanggan? Ini pedas sekali, tolong diulangi ya!” kata Jiwon, Yugyeom segera menawarkannya segelas air. Jaebum menuliskan sesuatu pada lembar penilaiannya.

“Yes, Chef!”

Pada giliran Jiwon, Junior terus-menerus melakukan kesalahan, sehingga menghambat keluarnya pesanan. Beberapa kali masakan Jackson dan Mark dibuang dan diulangi hanya karena sudah terlalu dingin, akibat kelamaan menunggu Junior. Jiwon sedikit kewalahan, dan separuh jalan dari jam pesanan atau mendekati satu jam gilirannya, beberapa tiket pesanan masih menggantung dan belum dikerjakan.

“Baik, sekarang giliran Mark!”

“Yes, Chef!”

Jiwon gantian kembali ke station.

“Oke, guys! Kita lanjutkan pesanan yang tadi dulu. Satu kebab, satu aglio olio, satu kambing!”

“Yes, Chef!”

“Jackson?”

I got you, bro.”

“Baik, mari kita bekerja!” seru Mark. Tangannya terampil menata piring dan sikapnya begitu natural, hingga orang yang tidak tahu bisa saja menyangka dia benar-benar seorang Head Chef.

“Jackson!”

“Ya?”

“Berapa menit lagi untuk kambingnya?”

“Dua menit lagi, Chef.”

“Baik, aku tunggu.”

Setelah menyelesaikan sisa tiket pesanan dari satu jam Jiwon, Mark mulai menangani pesanan-pesanan yang baru saja datang. Kali ini, daging seperti menjadi favorit pelanggan, dan Jackson membuat beberapa kesalahan.

“Yugyeom, kau bisa masak daging?” tanya Mark tiba-tiba.

“Umm, mungkin saja?”

“Kau tidak usah memasak, tapi tolong temani Jackson dan bantu ia menghitung waktu untuk daging-dagingnya, dan jangan ragu untuk memasak jika dibutuhkan, mengerti?”

“Yes, Chef!” kata Yugyeom, dengan semangat, ia melesat untuk membantu Jackson. Setahun menjadi Prep Cook, ia belum diperbolehkan ikut memasak di dapur. Namun kini dia bisa merasakan sedikit kenikmatannya, dan ia terlihat begitu bahagia. Jaebum kembali menulis sesuatu di lembar penilaiannya.

Jam pesanan berakhir tanpa terasa, dan Jaebum mengumpulkan seluruh tim sekali lagi.

“Mark, Jiwon, kerja kalian berdua sangat bagus. Tapi jujur, hari ini aku tidak menilai kalian dari kemampuan memasak atau apapun, seperti yang sudah kubilang, aku mencari kepemimpinan. Dan hari ini, satu orang terlihat lebih tenang dalam menguasai dapur, dan orang itu adalah…Mark. Selamat, Mark, kau memenangkan ronde ini.”

“Yes!”

Jiwon hanya bisa tersenyum kecut. Mungkin ini bukan hari keberuntungannya.

_

Hari terakhir kompetisi pun tiba. Kedua kompetitor dan para pendukungnya yang setia sudah hadir di dapur Park & Parker, meski jam baru menunjukkan pukul enam pagi pada hari Sabtu. Jaebum terlihat tidak menyiapkan apapun, dan semua orang bertanya-tanya akan tantangan terakhirnya.

“Mark dan Jiwon, kalian berdua telah menunjukkan kegigihan yang aku cari dari seorang Sous Chef, kemampuan dan teknik kalian tidak perlu dipertanyakan, dan kepemimpinan serta kepercayaan diri yang luar biasa ada di masing-masing kalian. Maka untuk menjadi bahan pertimbangan terakhirku, aku ingin kalian memasak satu set masakan yang akan mewakili diri kalian.”

“Yes, Chef!”

“Baiklah, kalian punya waktu tiga jam…dari…sekarang!”

Mark dan Jiwon berlari ke arah pantry dan segera mengumpulkan bahan-bahan yang mereka butuhkan. Dalam waktu lima menit, keduanya sudah keluar dan menuju station masing-masing.

Mark memilih filet mignon sebagai proteinnya. Ia memilih olahan yang klasik dengan membungkus chives dan mentega di dalam plastik untuk didinginkan. Filet mignon ia masak perlahan, dan mentega di wajannya mendesis merdu dan membuat dagingnya tampak berkilauan.

Di sebuah panci, ia mulai merebus masakan keduanya, Minestrone, yaitu sup yang terdiri dari beberapa jenis sayuran dan pasta. Di ujung station-nya, terletak sebungkus puff pastry yang akan dia olah menjadi Strawberry Napoleon.

Sedangkan Jiwon memilih masakan-masakan khas Korea. Sepanci besar budae jjigae sedang mendidih di station-nya. Sementara itu, ia juga sibuk mengolah saus bulgoginya. Sekantung kacang merah belum disentuh olehnya, namun ia tampaknya akan membuat patbingsoo.

Teman-teman chef diperbolehkan mencicipi dan mengomentari, namun tidak boleh membantu keduanya. Yugyeom yang tidak mau kelihatan sok tahu hanya berdiri di samping station Jiwon dan menyemangatinya. Junior ikut mencicipi jjigae-nya dan memberi satu dua masukan. Jackson sibuk mengomentari filet mignon milik Mark, dan mencuri beberapa sendok Minestrone.

“Sepuluh menit lagi!” teriak Jaebum, mengingatkan.

“Yes, Chef!”

Baik Mark maupun Jiwon berusaha sekuat tenaga menyelesaikan menu masing-masing. Sebuah meja panjang telah dipersiapkan untuk menyajikan hasil masakan keduanya. Kali ini, bos JYP datang meski hanya untuk ikut menilai dan tidak menyaksikan langsung prosesnya. Tanggapan sesama chef pun akan masuk dalam pertimbangan.

“Sepuluh…”

Jiwon mengelap permukaan piringnya, dan Mark menaburkan parutan keju Parmesan di atas Minestrone.

“Sembilan…”

Jiwon mencuri pandang ke arah Mark yang tampaknya sudah selesai.

“Delapan…”

Menyadari ada yang melihatnya, Mark menoleh ke arah Jiwon dan tersenyum.

“Tujuh…”

Mark tersenyum tulus kepadanya, bukan senyum licik maupun senyum sombongnya yang biasa. Senyumnya yang ini sangat menawan, dan napas Jiwon seperti tercekat.

“Enam…”

Jiwon menenangkan dirinya dan menuangkan popcorn di atas patbingsoo.

“Lima…”

Mark dan Jiwon membersihkan permukaan piring sajian mereka sekali lagi.

“Empat…”

“Jiwon, hwaiting!” teriak Mark tiba-tiba, mengagetkan Jiwon dan semua orang yang ada.

“Tiga…”

D-deh?”

“Dua…”

Hwaiting haja.” Kata Mark, dan kali ini hanya bisa didengar oleh Jiwon, “Jiwon-ah.”

Deh, Mark, neo do.”

Keduanya tersenyum pada satu sama lain, dan satu detik yang tersisa bagaikan tidak berarti. Mereka benar-benar berada di dunianya sendiri, dan yang lain seakan tidak ada, membeku dalam waktu, hanya goresan hitam dan putih di saat keduanya bisa melihat satu sama lain dalam jutaan warna.

“Satu!”

_

Minggu pagi ini lebih menegangkan dari yang biasanya. Jiwon biasa jogging pagi atau sekedar menonton TV sebelum berangkat karena pada hari Minggu mereka masuk lebih siang. Mark biasanya masih tertidur sampai jam sembilan.

JYP kembali absen karena harus menemui seorang partner bisnisnya. Tapi selain beliau, seluruh keluarga Park & Parker berkumpul di restoran yang masih kosong, belum mengenakan seragam, kecuali Mark dan Jiwon.

Mark tampil setampan biasanya, tapi kini dia mengenakan jaket chef khas Park & Parker. Rambut ash blonde-nya disisir ke belakang dan diberi gel hingga ia seakan terlihat lebih rapi.

Rambut lurus sebahu Jiwon yang biasa dikuncir atau tertutup topi chef, kini bebas digerai. Jaket chef-nya dicuci bersih hingga wangi dan bersih, dan ia bahkan sempat mengenakan seulas lip gloss.

“Jiwon-ah, aku punya feeling yang kuat bahwa kau yang akan menang.” Bisik Jackson selagi Jaebum masih bersiap-siap.

“Aish, bukankah biasanya prediksimu salah? Matilah aku.” Canda Jiwon.

Yah, yah, Jiwon! Aku sudah sangat siap ditraktir kalau kau menang.” Kata Youngjae yang segera duduk di belakang Jiwon dan Jackson.

“Siap, Bos Youngjae!”

Duo maknae berebut duduk di kursi sebelah Jiwon yang tersisa.

Yah, jangan membuat keributan atau kalian semua duduk di belakang!” tegas Youngjae yang diikuti anggukan Jackson dan gelak tawa Jiwon.

“Kemari anak-anakku, hari ini kalian akan kupangku!” canda Jiwon lagi. Bambam yang langsing dengan tanpa malu benar-benar duduk di pangkuan Jiwon dan Yugyeom yang sadar diri duduk di sebelah Junior dan Mark.

“Pagi, Parkers!” sapa Jaebum.

“Pagi!”

“Hari yang cerah untuk menyambut kenaikan posisi, bukan begitu?” seluruh tim tertawa lepas, termasuk Jiwon. Rasa tegang yang menyelimutinya dari kemarin menguap hingga tak bersisa. Ia telah mengerahkan segala kemampuannya, dan ia siap menerima apapun keputusan Jaebum hari ini, bahkan jika bukan dia yang terpilih.

Ia akui, Mark memang jauh dari kata buruk sebagai anak baru. Ia bisa dibilang sangat hebat dan Jiwon juga berpikir bahwa Mark pun pantas menjadi seorang Sous Chef.

Tapi soal senyumnya kemarin, Jiwon tidak bisa mengartikannya…

“Kalian telah menyaksikan sendiri, persaingan yang sangat ketat di antara Jiwon dan Mark seminggu belakangan ini. Aku sangat bangga pada kalian berdua, lebih dari yang bisa diungkapkan kata-kata. Siapapun yang kupilih menjadi Sous Chef-ku, kalian pantas menerimanya. Dan ini tidak berarti bahwa yang tidak terpilih lebih buruk dari yang terpilih. Kalian berdua sejajar sekarang, dan kalian selamanya adalah bagian dari anggota keluarga Park & Parker.”

Woohoo!” tepuk tangan penonton meramaikan restoran yang masih belum dibuka pagi itu.

“Setelah menyaksikan perjuangan kalian berdua dan memikirkannya matang-matang, aku telah mengambil keputusan.”

Semua yang hadir terdiam, menunggu pilihan Jaebum.

“Dan aku memilih,” jeda sejenak, “JIWON!”

“YES! I KNEW IT! JIWON-AH, SELAMAT YA!” teriak Jackson girang.

Noona, selamat ya!” kata Bambam yang segera memeluk Jiwon.

Jiwon segera dikepung oleh pelukan dan ucapan selamat, dan meski ia merasa ini semua seperti mimpi, ia tidak bisa berhenti bertanya-tanya kenapa ia yang dipilih. Mark nampak lebih unggul di ketiga ronde kemarin, apakah ada yang salah dengannya?

“Oh iya, Parkers, ada satu lagi pengumuman yang akan disampaikan oleh orangnya langsung, Mark silakan maju!”

Pengumuman?

“Pagi, Parkers.” Mulainya.

“Pagi…” jawab semuanya, tidak tahu apa yang akan terjadi.

“Aku, ada di sini untuk berterima kasih kepada kalian semua atas dua minggu yang luar biasa di Park & Parker.”

Seolma! Apa kau harus pergi?” tanya Jackson yang cepat membaca keadaan.

I’ll get to that, tapi sekarang, aku ingin memberi selamat kepada Sous Chef baru kita, Seo Jiwon. Selamat! Kehormatan bagiku dapat bertanding denganmu, Chef. Untuk kalian semua, semoga kalian bisa memaafkan segala kesalahan yang aku perbuat di sini, dan semoga kita bisa bertemu lagi dalam waktu dekat. Aku akan selalu mengenang waktuku di sini, di Park & Parker.”

Jiwon kehabisan kata-kata. Kini jelas sudah masalahnya.

“Oh iya Jiwon, kau memang menang dariku, kemenanganmu adalah murni keputusan Jaebum, bukan karena keputusanku untuk pergi.” Tegas Mark cepat, seakan membaca keraguan di mata Jiwon. “Sekian! Adios!”

Yah! Apa maksudmu kau harus pergi?” “Mark hyung!” “Hyung, jelaskan pada kami!”

Semua tuntutan itu tak dihiraukan Mark, yang malah mendekati Jiwon, menarik lengannya lembut menjauhi kerumunan chef di restoran. Jiwon tidak menemukan sedikitpun energi untuk menghindar. Tapi begitu mereka tinggal berdua di dapur, otak Jiwon baru mulai bekerja. Kata-katanya meluncur cepat, “Yah! Apa-apaan kau ini? Pergi? Apa kau ini sebenarnya pengecut? Apa kau ingin melindungi harga diri dan egomu yang sebesar dunia itu? Kau tidak siap kalah, begitu? Hah? Mark, jawab aku! Kenapa kau in-”

Deg!

Jantung Jiwon seakan berhenti memacu, begitu juga waktu, saat Mark menempelkan bibirnya di atas bibir Jiwon lembut. Kedua mata Mark terpejam, dan ia meresapi ciuman itu cukup lama, kedua tangannya memegangi pipi Jiwon yang dingin.

Ia mundur, pada akhirnya, dan ia masih tersenyum seperti orang gila, membuat Jiwon bingung.

“Apa…maksudmu?” tanya Jiwon.

“Kau tahu, sebenarnya aku hanya diminta Bos JYP membantu restoran ini selama seminggu. Tapi, ada seorang gadis yang begitu menyebalkan bagiku, membuatku begitu penasaran, bahkan dia selalu menantangku! Setiap hari! Sampai akhirnya aku memohon-mohon pada Bos untuk meminta satu minggu lagi. Ternyata, gadis itu malah ingin berlomba denganku. Boleh saja! Pikirku akan gampang mengalahkan gadis ini, tapi nyatanya, aku kalah telak.”

Jiwon mendengarkan semuanya baik-baik.

“Kau tahu, Jiwon? Kau… sangat menyebalkan.” Kata Mark, dan kali ini ia memeluk Jiwon erat, “Karena kau membuatku tak ingin pergi.”

Jiwon tak sedikitpun bergeming, ia justru menyandarkan kepalanya ke dada Mark, menghirup aroma tubuhnya yang manly dan terasa familiar.

“Kenapa…kau harus pergi?”

“Aku punya banyak urusan. Datang ke sini juga salah satu urusanku. Yah, tapi, masih banyak urusan yang lebih besar yang harus aku selesaikan dengan segera.”

“Mark, aku…sepertinya aku akan merindukanmu.” Kata Jiwon, merasa miris karena baru sekarang ia mengakuinya.

“Aku juga akan merindukanmu, Jiwon, itu pasti. Untuk sekarang, buktikanlah kau memang pantas menjadi Sous Chef. Dan untuk kita? Ya kita lihat saja nanti. Siapa tahu waktu mengizinkan kita bertemu lagi suatu saat nanti?”

_

Dua bulan kemudian.

Jiwon sedang sibuk menyiapkan daging bersama Yugyeom dan yang lainnya. Malam ini, mereka akan menyajikan sajian All American.

“Sous Chef, aku butuh bantuanmu!” rengek Jackson.

“Segera datang!” kata Jiwon.

“Sous Chef, aku kesepian dan membutuhkanmu!” keluh Youngjae, yang disambut dengan jitakan dari Jackson.

“Yah! Kau pikir kau siapa, dasar!” mereka berdua kembali berkejaran, persis dua bulan lalu saat keduanya memperebutkan masakan Jiwon. Jiwon tersenyum bahagia.

“Parkers, berkumpul!” panggil Jaebum. “Kalian tahu kan, tema kita malam ini khas Amerika? Jadi, kupikir, mengapa kita tidak memanggil chef dari Amerika untuk membantu kita? Mari kita sambut, anggota tetap baru Park & Parker…”

“Hai, Parkers. Aku Mark, yang sudah menyelesaikan studi kulinerku di Amerika. I’m back for you guys!”

Hyung!” Jackson dan teman-teman lain segera menghambur ke arah Mark. Jiwon masih tidak percaya orang sombong itu kembali lagi. Kini rambutnya dicat hitam, dan ia tampak lebih dewasa dan tampan. Tubuh Mark ditutupi semua orang yang sibuk memeluknya, tapi kedua matanya terkunci pada Jiwon.

Apa kabar?

Merindukanmu.

Mereka berdua berujar lewat tatap mata.

“Aku juga rindu kalian semua, guys. Tapi terutama Sous Chef-nya, come here, Jiwon!”

Jiwon tak mau berpikir panjang dan memutuskan untuk ikut masuk dalam group hug.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
akreema #1
Chapter 1: Membaca fanfic ini mengingatku pada Chef Seo Poong, Lee Junho. Makasih author-nim. Karya hebat!
AnastasiaDea
#2
Chapter 1: Sumpah demi apa, aku deg degan baca ini (づ ̄ ³ ̄)づ
Nice job thor, moga2 ada sequelnya (づ ̄ ³ ̄)づ