FINAL

I'm Not Ok, But It's Ok

#Jieun Pov

Aku baru saja pulang dari Caffe tempatku bekerja. Rasanya seluruh tubuhku lelah sekali. Pengunjung hari ini benar-benar ramai membuatku harus mengeluarkan tenaga ekstra. Dan yang kuinginkan lakukan saat ini adalah berbaring di ranjangku untuk menghilangkan segala penat ini.

Aku hendak berjalan menuju kamarku saat sebuah suara/erangan menghentikan langkahku. Aku mengalihkan pandanganku ke arah ruang tamu dan mendapati pemandangan yang sangat tidak ingin aku lihat.

Di sofa terbaring seorang perempuan dan laki-laki yang tengah melakukan adegan intim. Aku tau siapa laki-laki itu. Dialah Kim Myungsoo, suamiku pria yang paling aku cintai selain ayahku. Dia tengah menindih seorang wanita bernama Park Jiyeon yang merupakan mantan pacarnya sebelum menikah denganku.

Mataku mulai memanas. Ku alihkan pandanganku tidak ingin melihat lebih lama pemandangan yang hanya membuat hatiku semakin hancur. Tanpa kusadari air mataku jatuh menuruni pipiku tanpa bisa ku tahan. Aku lalu berlari menuju kamarku di lantai dua.

Aku menutup pintu dengan sangat keras tidak memperdulikan apakah mereka akan mendengarnya atau tidak. Aku sudah terlalu dalam sakit hati. Kim Myungsoo kau benar-benar keterlaluan. Ku berikan seluruh hatiku dan ini yang kau berikan padaku.

Aku tau. Aku tau tentang semua ketidak jujuranmu padaku. Tentang perselingkuhanmu dengan gadis Jiyeon itu. Aku tau tapi aku hanya diam membiarkanmu. Semua kata-kata kasar dan perilaku burukmu padaku aku bisa terima. Namun kali ini kau benar-benar keterlaluan. Tega-teganya kau melakukan itu disaat kau bahkan sudah memiliki seorang istri. Kim Myungsoo kau benar-benar kejam.

Aku hanya bisa melampiaskan semuanya melalui tangisanku. Meskipun sejujurnya aku ingin berteriak di depannya dan meluapkan segala amarah yang selama ini ku tahan. Tapi aku tidak bisa aku tidak tau kenapa aku hanya tidak bisa.

Aku menangis terus menangis hingga kelopak mataku rasanya berat. Tubuhku terasa lemas. Aku benar-benar tidak kuat menahan semua perasaan ini lagi. Ku biarkan lelah menguasaiku yang membuatku tertidur tanpa kusadari.

¤¤¤¤¤

Aku terbangun di pagi hari dengan tubuh yang masih terasa lelah dan berat. Aku berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku. Ku lihat bayangan wajahku di cermin. Wajahku sangat kacau. Kedua mataku nampak sembab karena efek menangis tadi malam ku kira. Belum lagi rambutku yang berantakan. Benar-benar buruk. Akhirnya ku putuskan untuk mandi saja untuk menyegarkan pikiranku.

Aku keluar dari kamarku setelah mandi dan berganti pakaian. Aku sebenarnya belum siap jika harus bertemu Myungsoo dan Jiyeon pagi ini. Tapi aku tidak peduli lagi. Aku sudah sangat sakit hati memangnya aku bisa lebih sakit hati lagi dari ini?

Aku berjalan melewati ruang tamu namun aku tidak melihat sosok Myungsoo maupun Jiyeon. Yang ada hanyalah ruangan yang berantakan. Aku malas untuk membersihkannya jadi kubiarkan saja. Aku berjalan menuju dapur namun tidak juga menemukan keduanya. Mereka pasti sudah pergi. Pikirku.

Aku mendudukan diriku di salah satu kursi di dapur lalu meminum air putih dan beberapa cemilan sebagai sarapanku. Pikiranku kembali menerawang adegan tadi malam. Hal ini benar-benar membuatku kecewa. Aku butuh seseorang untuk berbagi tentang kesedihanku. Kuambil ponselku lalu menghubungi Minho salah satu sahabat baikku. Akhirnya kami sepakat untuk bertemu di rumahnya. Segera saja aku bersiap-siap untuk pergi.

¤¤¤¤¤

Kembali tangisku terdengar setelah aku menceritakan masalahku pada Minho. Minho menenangkanku dan membawaku ke dalam pelukannya. Ia mengusap lembut rambutku sambil terus mengucapkan kata-kata untuk menenangkanku.

Choi Minho benar-benar tau bagaimana cara membuatku lebih baik. Ia pribadi yang hangat. Ia juga sangat dewasa dalam menghadapi masalah. Dan lagi ia sangat mengerti aku seperti layaknya saudara sendiri. Segala hal dalam dirinya adalah sempurna. Kenapa tidak bisa aku jatuh cinta pada seseorang seperti Minho dan bukannya seseorang seperti Myungsoo yang hanya tau bagaimana cara meyakitiku. Namun cinta adalah cinta. Bukanlah sesuatu yang bisa kau paksakan.

Akhirnya aku menghabiskan sepanjang hari ini bersama Minho. Kami melakukan banyak hal untuk menaikkan moodku. Seperti membuat kue dan menonton film. Untuk pertama kalinya setelah beberapa hari ini aku bisa tertawa lepas lagi.

"Minho terima kasih untuk hari ini." Ucapku ditengah-tengah acara makan malam kami.

"Tidak masalah. Kau bisa datang padaku kapanpun kau ada masalah. Mengerti!" Aku hanya mengangguk menanggapinya.

"Bagus. Sudah cepat habiskan makan malammu setelah ini aku akan mengantarkanmu pulang." Mendengar kata 'pulang' aku jadi menghentikan acara makanku.

"Aku tidak mau pulang." Ucapku yang membuat Minho menatapku kaget.

"Tapi kau harus pulang Ji. Bagaimana jika Myungsoo-"
"Aku tidak mau pulang! Tidak hari ini ataupun besok! Aku tidak mau pulang! Tidak mau! Tidak mau!" Teriakku memotong ucapan Minho.

Minho bangkit dari duduknya menghampiriku lalu memelukku untuk menenangkanku.
"Oke. Oke. Kau tidak usah pulang. Kau bisa tinggal disini. Oke?" Aku mengangguk untuk menjawabnya.

¤¤¤¤¤

Jam sudah menunjukkan pukul 01.30 am tapi aku bahkan belum bisa untuk tidur. Pikiranku terus terbayang-bayang dengan Myungsoo. Seperti ada suatu hal buruk yang terjadi padanya. Aku benar-benar mengkhawatirkannya meskipun aku masih marah padanya tapi aku sangat ingin bertemu dengannya saat ini. Hanya untuk memastikan keadaannya baik-baik saja.

"Aarrgghh..." teriakku. Saat tiba-tiba pintu kamar tamu yang sedang kutempati terbuka.

"Jieun tenang! Ini aku Minho." Ucapnya muncul dari balik pintu. Aku menghela nafas lega. Ku kira penjahat atau hantu tadi tapi ternyata hanya Minho.

"Kau belum tidur?" Tanyanya. Aku menggelengkan kepalaku.

Ia mendekatiku lalu duduk disampingku. "Kenapa? Sesuatu mengganggumu?"

"Entahlah. Aku hanya terus-terusan memikirkan Myungsoo. Aku sangat khawatir padanya. Aku takut sepertinya hal buruk terjadi padanya. Aku-" aku tidak melanjutkan kata-kataku karena tiba-tiba ponselku berdering.

Aku mengambilnya lalu melihat id si pemanggil dan muncullah nama Myungsoo. Dengan ragu-ragu aku mengangkatnya.

"H-halo?" Ucapku gugup sambil menatap Minho yang juga menatapku.

Aku mendengar seseorang diseberang sana berbicara namun tidak bisa terdengar jelas karena disana sepertinya sangat ribut sekali.
"H-halo? Myungsoo?" Ucapku sekali lagi.

"Halo. Apa ini Lee Jieun? Dengar aku bukan Myungsoo atau siapalah itu. Tapi kurasa pria yang tengah babak belur itu adalah Myungsoomu. Jika kau ingin melihatnya tetap hidup cepat sekarang juga datang ke INK CLUB. Jika kau tidak cepat datang mungkin dia akan mati malam ini juga." Dan setelah itu panggilan terputus.

"Halo. Halo. Tunggu sebentar. Halo." Aku merasa jantungku berdegup kencang. Ternyata firasatku benar. Myungsoo dalam bahaya.

"Jieun! Jieun! Ada apa? Apa yang terjadi?" Minho bertanya khawatir sambil menggoyang-goyangkan lenganku meminta penjelasan.

"Minho.. Myungsoo.. dia... kita harus ke INK CLUB sekarang juga." Ucapku dengan terbata.

"INK CLUB?" Minho bertanya lagi. Aku mulai tidak sabar. Pikiranku melayang-layang pada keadaan Myungsoo.

"Cepat Minho. Kita harus pergi sekarang juga." Teriakku mulai kesal.

"Oke. Oke. Ayo pergi." Minho dan aku mulai pergi menuju tempat yang orang tadi katakan. Aku benar-benar tidak bisa tenang. Aku sangat khawatir pada Myungsoo. Selama perjalanan tidak henti-hentinya aku mengucap doa agar Myungsoo baik-baik saja.

"Minho lebih cepat!"
"Sudah aku usahankan Lee Jieun."

¤¤¤¤¤

Akhirnya kami sampai di depan INK CLUB. Aku tidak tau bahwa ini adalah salah satu nama Bar. Jujur saja ini adalah pertama kalinya aku mendatangi tempat seperti ini. Itu karena aku tidak suka bau Alkohol dan rokok yang memenuhi bar. Aku menjadi ragu-ragu untuk masuk namun aku harus jika ingin menyelamatkan Myungsoo.

Aku berlari memasuki bar itu. Hal pertama yang menyambutku adalah bau alkohol yang sangat kuat. Aku jadi ingin muntah namun aku menahannya. Aku semakin masuk ke dalam menerobos segerombolan orang. Kuedarkan pandanganku mencari sosok Myungsoo. Namun tidak juga aku temui. Aku mulai mencari di bagian lantai dua bar ini.

Sesuatu menangkap perhatianku. Segerombolan orang tampak berkumpul di ujung lorong. Aku tidak tau apa yang mereka lakukan tapi entah mengapa langkah kakiku membawaku mendekati mereka. Dari sela-sela dapat kulihat seseorang tengah terduduk dengan tubuh berlumuran darah. Aku semakin mendekat dan nafasku terasa tercekat. Dia.. itu Myungsoo.

Seseorang berjas hitam yang ada di depan Myungsoo menggenggam satu botol alkohol kosong yang kurasa akan dilemparkan ke tubuh Myungsoo. "Katakan selamat tinggal pada dunia ini Kim ing Myungsoo."

"Tidaaaakkkk!!!! Hentikaaaaannn!!!" Teriakku menghentikan apapun aksi pria berjas hitam itu. Aku menerobos gerombolan itu lalu menghampiri Myungsoo.

"Myungsoo" Ucapku. Tangisku akhirnya pecah melihat keadaannya saat ini. Aku membawanya ke dalam pelukanku.

"Myungsoo..  Jangan tinggalkan aku.." Aku semakin erat memeluknya. Dan semakin keras menagis.

"J-ji.. eun.." Ucapnya pelan. Aku mengangguk dan terus memeluknya. Aku tidak ingin melepaskannya. Tidak. Tidak akan pernah lagi.

"Wow.. wow.. coba lihat apa yang sedang terjadi disini. Tidakkah mereka sangat romantis? Hahaha" Sosok berjas hitam tadi berbicara lagi.

Aku menatap benci padanya. "Pergi kau berengsek. Ini semua pasti ulahmu kan. Memangnya apa salah Myungsoo padamu huh?!" Teriakku padanya. Ini adalah pertama kalinya aku mengatakan hal kasar seperti ini.

Pria tadi malahan tertawa keras yang membuatku menatapnya aneh. "Apa salahnya huh? Kau tidak tau apa kesalahannya? Kuberi tau kau. Kesalahannya adalah, dia si pengecut ini membuat Jiyeon tidur dengannya. Tidak ada yang bisa menyentuh Jiyeon apalagi mengajaknya tidur bersama selain aku. Dan si Sialan ini harus membayar apa yang telah ia lakukan pada Jiyeon. Apa kau mengerti sekarang?" Jadi ini tentang kejadian kemarin malam. Sebagian kecil diriku merasa Myungsoo berhak mendapatkan ini semua. Namun sebagian besarnya mengatakan bahwa ini semua tidak benar.

"Sekarang kau sudah mendapatkan apa yang kau mau. Jadi biarkan Myungsoo pergi." Kataku memberanikan diri.

"Membiarkannya pergi? Tidak semudah itu. Satu-satunya cara ia bisa pergi adalah dengan cara mati." Kedua mataku terbuka lebar karena terkejut mendengarnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal itu. Kau adalah satu-satunya orang yang akan mati." Ekspresi pria itu berubah gelap mendengar ucapanku. Wajahnya sangat menakutkan saat ini. Aku bahkan tidak berani untuk menatapnya.

"Kau!! Kalau begitu aku akan membuat kalian berdua pergi ke neraka bersama." Aku sangat takut sekarang. Seseorang tolong selamatkan aku dan Myungsoo sekarang juga. Aku memejamkan mataku sambil terus memeluk tubuh Myungsoo yang sedari tadi telah pingsan.

"Selamat tinggal." Ku dengar pria itu berucap dengan pelan. Sesaat setelah itu aku mendengar bunyi kaca pecah menggema disepanjang lorong. Namun aku tidak merasakan tubuhku terluka atau terkena serpihan kaca.

Ku buka mataku dan terlihat beberapa polisi membawa pistol mengarahkan ke arah segerombolan pria tadi. Dan dibelakang para polisi itu dapat kulihat Minho berdiri dengan kekhawatiran tercetak jelas di wajahnya.

Akhirnya kami selamat. Terima kasih Tuhan.

¤¤¤¤¤

Aku membuka mataku dan merasakan pusing menyerang kepalaku. Aku melihat ke sekitarku yang semuanya serba putih. Tiba-tiba pintu di ruangan ini terbuka menampilkan sosok Minho yang tengah membawa tas kecil berisi makanan.

"Jieun! Kau sudah sadar?" Ucap Minho saat melihatku terduduk diatas kasur ruangan ini. Sedang aku hanya mengangguk.

"Ini dimana?" Tanyaku sambil melihat ke sekeliling.

"Kita ada di rumah sakit. Jadi tenang saja." Aku kembali mengangguk pelan.

"Apa kau lapar? Ini aku bawakan makanan untukmu." Minho meletakkan tas makanan itu diatas tempat tidur tepatnya dihadapanku. Aku sebenarnya belum begitu lapar. Tapi aku merasa haus. Jadi aku hanya meminum air yang Minho bawa.

Setelah minum aku mencoba mengingat apa yang membuatku bisa berakhir di rumah sakit ini. Dan aku begitu terkejut ketika mengingat Myungsoo. Dimana ia. Bagaimana keadaannya. Apa ia masih hidup? Apa ia baik-baik saja? Aku harus menemuinya.

Aku turun dari tempat tidur lalu berjalan menuju pintu. Namun suara Minho menghentikanku.
"Kau mau kemana?"

"Aku harus bertemu Myungsoo." Jawabku. Minho lalu berdiri di sampingku.
"Biar aku menemanimu ok?" Aku mengangguk setuju.

Akhirnya kami sampai di depan kamar Myungsoo. Aku membuka knop pintu dan terlihat Myungsoo tengah duduk bersandar pada headboard tempat tidur. Dapat kulihat beberapa bagian tubuh Myungsoo dibalut dengan perban. Seperti pada bagian dahi, lengan kanan dan telapak tangan kanannya. Aku berjalan mendekatinya sementara Minho menunggu di luar. Myungsoo membuka kedua matanya merasakan kehadiranku.

"Hei!" Sapaku canggung.
"Hei Ji." Ia membalasnya dengan canggung pula.

"Sudah merasa baikan?" Tanyaku mencoba mencairkan suasana.
"Ya. Sedikit lebih baik. Tapi masih sedikit pusing kurasa." Ia menjawab dengan agak ragu.

"Oh, kalau begitu istirahat sajalah." Kulihat ia mengangguk menanggapiku.

Suasana kembali hening. Sebenarnya aku ingin sekali memeluknya tapi aku tidak ingin membuat Myungsoo merasa tidak nyaman karenaku. Lagipula kejadian tadi malam sepertinya tidak akan mengubah hubungan antara Myungsoo dan aku. Meskipun aku sedikit berharap juga hal itu akan terjadi.

"Aku akan pergi." Ucapku pelan. Baru saja aku akan melangkah keluar tapi suara Myungsoo menginterupsiku.

"Maaf." Aku tertegun mendengarnya. Ini adalah pertama kalinya aku mendengar Myungsoo meminta maaf dan terlebih lagi padaku. Biasanya aku adalah satu-satunya orang yang akan minta maaf meskipun bukan aku yang bersalah. Tapi ini... aku pasti salah dengar. Ini sangat mustahil.

"Maaf. Maaf. Maafkan aku Jieun." Ungkapnya frustasi. Aku berbalik menghadapnya. Kini kulihat Myungsoo mulai terisak.

"Maaf. Maaf.. aku tau aku bodoh. Maafkan aku Jieun. Tolong maafkan aku." Mendengarnya menyesal seperti ini membuat hatiku tergerak. Aku berjalan mendekatinya lalu memeluk tubuhnya.

"Sstt.. tenanglah. Aku sudah memaafkanmu. Jadi berhenti meminta maaf ok?" Ucapku menenangkannya. Tapi soal perasaanku aku tidak berbohong. Aku benar-benar sudah memaafkannya.

"Maafkan aku. Maafkan aku. Aku-" Tanpa pikir panjang aku menekan bibirku keatas bibirnya untuk menghentikannya. Aku sudah cukup melihatnya meminta maaf. Aku tidak ingin melihatnya lagi. Dan ciumanku sukses membuatnya diam.

Aku adalah yang pertama kali memutus jarak diantara kami. Aku menatap wajahnya dalam. Ku tangkupkan wajahnya dalam kedua telapak tanganku. Jari-jariku terulur untuk menghapus sisa air mata di pipinya.

"Ji-eun." Aku hanya bisa tersenyum ketika Myungsoo memanggil namaku.
"Terima kasih. Telah memaafkanku. Aku menyesali semua perbuatanku yang telah menyakitimu. Tolong jangan membenciku Jieun." Ucapnya penuh penyesalan.

"Tidak akan pernah. Dan mungkin tidak akan bisa. Sekuat apapun aku mencoba membencimu, yang terjadi adalah aku semakin mencintaimu. Sangat aneh bukan?" Ucapku sembari tertawa kecil.

"Terima kasih Jieun. Terima kasih." Myungsoo kini membawaku ke dalam pelukannya. Aku balas memeluknya erat.

Myungsoo meregangkan pelukannya lalu beralih menatap kedua mataku dalam.
"Lee Jieun, let's start over. Aku berjanji akan menjadi orang yang lebih baik yang tidak akan menyakitimu lagi."

"Jangan berjanji seperti itu. Aku takut kau tidak bisa menepatinya. Tapi, kurasa aku menerima tawaranmu. Mari kita mulai sekali lagi hubungan ini." Wajahnya yang tadi murung mendadak menjadi cerah setelah mendengar ucapanku. Ia kembali membawaku ke dalam pelukan hangatnya. Setelahnya tawa kami terdengar memenuhi seluruh ruangan ini.

Semarah apapun aku, tidak akan pernah cukup untuk membuatku membencinya. Karena aku diciptakan sebagai seorang pecinta bukan seorang  pembenci. Cause I am a Lover not an Hatter.

¤¤¤The End¤¤¤

 

Yeay akhirnya bisa upload juga chapter ini. sebelumnya maaf ya jika agak lama. soalnya lagi ada masalah sama wi-finya hehe^^

dan aku juga mau ucapin terima kasih buat yang udah baca dan ngasih feedback ini benar-benar membuat saya senang dan makin semangat buat bikin fanfic IU lainnya. ditunggu ya fanfic lainnya. See Ya^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Dewi_ALrasid #1
Ini akan terlihat lebih bagus jika di buat Chapter bukan oneshoot. Masih sangat penasaran sejujurnya, dgn kisah mereka berdua. Bagaimana bisa mereka menikah jika sang lelaki berbuat seperti itu. Apa karna perjodohan? Atau apa?. Dan minho itu, apa dia tidak memiliki perasaan kepada jieun.. Ah seharusnya di perjelas dan diperpanjang. Tapi sudahlah.. Ini tetap bagus kok thor.. :D selalu semangat bikin cerita gini ya :D hehe
uaenaland #2
Chapter 1: Aw so sweet .. ^.^ can't wait for your next fic , i really like your writing style
uaenaland #3
Lanjutin dong