A Midlogue

The Lucky One

Program Studi Cinematography

Semua sudah berpindah tempat ke ruang aula yang kosong. Semua orang dalam satu project ini duduk melingkar sambil mendengarkan Yong Hwa sajang-nim yang sedang menjelaskan konsep drama musikalnya. Tangannya dengan lincah bergerak-gerak di atas white-board, melingkari tulisan-tulisan yang dibuatnya beberapa detik lalu. Sesekali menggambar tata panggung dan menuliskan deadline tanggal dengan menggunakan capslock, 1 Februari 2016.

Jadi, drama musical ini akan bergenre life-comedy-romance-angst. Seluruh tata design berada penuh di tangan Hee Gi, karena Jung Kook akan ikut berperan dalam musical ini. Jung Kook akan berfokus pada peran serta ost song yang akan dibuatnya sendiri untuk mendukung jalannya musical. Ah ya, siapa sangka ternyata Jung Kook mempunyai skill dance yang tidak pantas disebut sebagai pemula. Saat per orang menunjukkan abilitynya, pria bergigi kelinci ini hanya dengan polos memetik gitarnya, mengiringinya dengan lantunan merdu dari pita suaranya. Untung saja, Yong Hwa sajang nim yang entah ada feeling darimana tiba-tiba menyuruh Jung Kook dance, yang dari sanalah muncul talent baru yang sangat luar biasa.

Ada dua tokoh utama dalam musical ini. Yong Hwa sajang nim sudah menentukan semuanya. Main cast nya adalah Sehun – Ji Yeon – Kai, dimana ketiga orang tersebut merupakan dancer yang sudah berpengalaman sehingga lebih pantas disebut mascot dari musical ini.

Sehun? Siapa tidak mengenal pria yang satu ini? Ah ya, itu pengecualian untukku dan Hee Gi yang terlalu sibuk dengan passion kami. Sehun, pria yang mempunyai kuliat albino rata serta mempunyai bentuk wajah yang tajam sebagai pria, beralis tebal, bermata lebar, wajah yang poker face serta tentu saja mempunyai berpuluh-puluh juta fans di luar sana, ternyata mempunyai skill dance yang sangat bohong jika disebut biasa saja.

Kai? Siapa juga tidak mengenal pria yang satu ini? Berkulit eksotis, beriris tajam, bertubuh ideal, memiliki senyum yang sepertinya punya racun untuk para fansnya, senyum yang sangat manis, dan harus diakui lekuk tubuh dancenya bahkan lebih baik dari Oh Sehun. Ah, ya tapi kalian tidak tahu kan ya sifat aslinya bagaimana?

Jiyeon? Lagi-lagi, siapa tidak kenal dengan wanita yang satu ini? Berparas cantik, bertubuh ideal, seksi, kaki jenjang, wajah kecil, bermata besar, pandai berakting, pandai dance. Bahkan semua itu harus rela aku akui bahwa mereka benar-benar wajar jika terpilih sebagai main cast oleh Yong Hwa sajang nim.

Ini pertama kalinya dalam hidupku, memasuki liburan musim dingin dengan sangat semi-excited. Liburan musim dingin memang sudah tiba, tapi hal itu sama sekali tidak ada artinya, karena kita semua harus menyiapkan seluk-beluk untuk persiapan project. Bahkan sudah berulang kali aku sendiri sebagai pemimpin project harus rela bangun pagi di musim dingin hanya untuk menyiapkan tempat latihan. Ah, tidak sesekali juga, sahabatku Hee Gi menjadi korban untuk menemaniku beres-beres maupun begadang ikut memikirkan jalannya project.

Ini hari ke 5. Gak kerasa ya? Ah iya lupa, kau ingin tahu bagaimana kelanjutan dari pertemuan pertama kita dengan kedua namja famous itu? Ah ya maaf sebelumnya, ini Hye Mi. Maaf tiba-tiba muncul sebagai point of view. Tapi disinilah aku sekarang. Untuk menceritakan kejadian yang tidak pernah terbayangkan dalam hidupku. Entah ini nasib ataukah takdir atau semacamnya. Tapi aku harus benar-benar ikut bernafas sesak mengikuti alur kehidupan ini.

Kau sudah tahu, Hee Gi berbohong pada Oh Sehun kalau dia tidak akan mengikuti project apapun di semester ini. Namun ternyata, takdir tidak berpihak pada kita. Baru kali ini juga, aku benar-benar merasakan yang namanya kejutan dalam hidup. Benar, hidup memang tidak bisa ditebak. Tiba-tiba saja kita bisa terkena ranjau. Tidak bisa ditebak kapan, dimana, mengapa, bagaimana.

Entah bagaimana awalnya, tapi kita benar-benar berada dalam satu team. Kau bisa bayangkan sendiri bagaimana cemasnya Hee Gi dengan segala yang akan dilakukan Oh Sehun padanya. Begitu pun aku. Melihatnya disuruh-suruh kemarin saja aku sudah tidak tahan, apalagi ini yang notaben-nya dia ketahuan berbohong pada namja itu?

Ah ya, apa? Kau ingin tahu tentang aku dan Kai? Hey, kita tidak ada apa-apa. Hanya saja kau benar, aku yang merasa malu setelah kejadian mabuk itu. Tingkah kita jika bertemu selalu sama. Tatapan malas, acuh, sinis? Entah. Namja itu terlihat membosankan sekali dan terlihat kasar. Ah ya, kau harus tahu, dia bertingkah kasar hanya padaku saja.

Hari ini sudah mulai latihan membaca script. Semua sibuk memahami peran masing-masing. Aku duduk dipojok ruangan, menyangga wajahku di atas meja sambil menulis segala sesuatu yang ada dalam otak di atas buku projectku. Aku melirik Hee Gi. Dia pun sama. Bahkan terkadang ia harus mencari ruangan kosong yang bisa membuatnya tenang untuk berpikir dengan puluhan majalan desain yang menjadi acuannya untuk mengonsep.

Sehun. Namja satu ini benar-benar membaca scriptnya dengan sungguh-sungguh. Sesekali ia memperagakan dan mencobanya langsung dengan lawan mainnya, Jiyeon. Kai pun sama. Ketiga orang itu lebih sering melingkar untuk berdiskusi bersama. Walaupun sesekali Kai terlihat mengantuk sambil membaca script, tapi kegigihannya harus benar-benar diakui. Ia bahkan selalu menyempatkan mencari koreografi dancenya.

Hari ke selanjunya. Hee Gi mulai menjadi korban. Setelah adu syaraf dengan Sehun di hari pertama, ia tidak memiliki kekuatan lagi untuk menolak perintah dari namja yang satu itu. Entah itu menjadi kepuasannya tersendiri atau bagaimana. Aku pun heran. Padahal, ia punya manajer yang terkadang selalu mengunjunginya untuk memberi dia jajanan.

Hari ke 10 pun sama. Tidak ada yang berubah. Perbedaannya hanya pada progress project kami yang sedikit demi sedikit mulai berjalan. Beberapa gerakan dance dan pemilihan lagu sudah mulai jalan. Aku bahkan bisa meregangkan otot syarafku karena setidaknya, sedikit bebanku sudah terangkat. Aku melupakan satu hal. Semua orang yang ada di sini adalah orang terpilih. Orang yang memang mempunyai bakat pada bidangnya masing-masing. Pekerjaan menjadi pemimpin jalannya project pun tidak terlalu sulit kulakukan. Dan aku sangat bersyukur untuk hal itu.

Hari demi hari berjalan dengan lancar. Terkadang, aku ikut mengomentari, berkonsultasi, mencari gerakan, memilih lagu, dan lain sebagainya. Setelah itu aku akan pergi ke ruangan Yong Hwa sajangnim untuk berdiskusi dan melaporkan kegiatan latihan. Semua terasa begitu lancar. Aku bisa bernafas lega sebagai pemegang project. Kami berbaur dengan baik, membicarakan suatu hal bersama-sama, memecahkan masalah, mencari jalan keluar bersama-sama.

Ah ya, masalah.

Hari ke 21. Masalah itu datang dari salah satu rekan kami. Ah tidak, bukan satu. Tapi dua. Aku sendiri tidak mengerti kenapa hal itu bisa terjadi. Semuanya terlalu mendadak. Terlalu cepat. Terlalu tidak logis. Dan terlalu di ada-ada. Kami semua bingung. Bisa dibilang, ini adalah titik jatuh kami. Semua orang bertanya, semua orang berkumpul. Ingin mengetahui apa yang sedang terjadi. Namun, tetap saja, kami tidak menemukan jawabannya.

Hari demi hari setelah kejadian itu, kami jalani dengan berat. Semua terlihat sedang mencoba menggali semangat. Aku sampai tidak tahu harus bagaimana lagi. Semua memang terlihat kembali seperti semula, namun sebenarnya tidak. Semua menjadi susah untuk dibicarakan.

Hari ke 25, masalah itu makin luas. Aku bahkan tidak mengerti harus melakukan apa. Bahkan kupikir, masalah itu malah meyebarkan trauma. Aku bahkan jarang sekali melihat rekah senyum dari orang-orang terdekatku. Marah? Ya. Tentu saja. Aku sangat marah. Tapi aku sendiri tidak tahu harus marah pada siapa. Aku bahkan marah pada diriku sendiri karena tidak mengetahui hal penting yang sangat besar dari orang yang sudah kuanggap keluarga. Aku bahkan lebih buruk dari sampah. Sakit. Ingin rasanya menangis. Ingin rasanya memundurkan waktu. Aku tahu ini terlalu berlebihan. Hanya saja, aku merasa semuanya terlalu rumit untuk diselesaikan.

Hari-H. Aku menatap semua rekanku di backstage dengan senyuman optimis. Professional. Satu kata yang kudapat dari Yonghwa sajang-nim. Yakin, semuanya berjalan lancar. Walaupun masalah itu masih mengakar, tapi harus tetap disyukuri jika kami tidak kehilangan penonton dalam project ini. Aku menatap kilat mata itu dengan marah. Aku masih tidak terima. Tapi apa yang bisa kulakukan tetap tidak akan bisa mengubah semuanya kembali normal.

Malam harinya, ada party khusus untuk semua mahasiswa yang mengikuti project. Semua rekan berkumpul ke arah ruangan pesta khusus untuk para mahasiswa. Berbalut baju pesta, semua terlihat merayakan kesuksesan jalannya project. Aku menatap wanita disampingku sekali lagi. Meyakinkannya untuk ikut masuk ke dalam ruangan. Gadis di hadapanku masih menatapku cemas.

“Everyhting will gonna be okay, dear.”

Ia tersenyum dengan paksa. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum cerianya. Senyum polosnya. Aku tersenyum lebar melihatnya. Kita berdua bergandengan menuju ke arah ruangan, sampai kulihat. Pria itu, berdiri di depan MMT. Menatap matanya tajam ke arah kerubunan wartawan. Pria disebelahnya terlihat kaget dengan apa yang diucapkannya. Aku mengeratkan pegangan tanganku pada telapak tangan gadis sebelahku. Aku menoleh ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja. Tatapan matanya menatap kosong ke arah MMT. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya. Bahkan, aku saja yang bukan menjadi tokoh utamanya merasakan jantungku berdetak tak normal. Sungguh, Tuhan memang selalu penuh kejutan. Pria itu bahkan sedang berjalan ke arah kami. Aku bolak-balik menatap orang disebelahku dan orang didepanku. Sorot silau kamera membuatku terasa seperti beralih ke dimensi lain. Satu yang harus kau ingat, kau harus benar-benar siap dengan segala sesuatu yang direncanakan Tuhan.

***

05 Januari 2016, Ruang Latihan

Hee Gi lagi-lagi menunggu pesanan coffee nya dengan tak sabar. Kemeja lengan panjangnya ia gulung setengah lengan. Kepalanya menelisik ruangan café yang tidak terlalu ramai dikunjungi. Untung saja ia tidak harus ke kedai bubble tea langganan namja itu. Hee Gi menatap pergelangan tangan kirinya yang terpasang jam. Nafasnya dihembuskan dengan berat.

“Chogiyo, ini pesanan anda,” Hee Gi buru-buru berbalik badan, tepat berhadapan dengan si kasir kemudian meninggalkan café itu dengan langkah cepat.

Rambut Hee Gi tertiup-tiup oleh angin. Dilihatnya Oh Sehun yang sedang menerima telfon dari kejauhan. Juga dilihatnya beberapa gadis SMA berdiri dengan jarak yang lumaya jauh dari tempat Sehun berdiri. Namun Hee Gi tidak ambil pusing dengan pemandangan itu.

“Yaa!” Umpatnya dari kejauhan, tidak sadar suaranya membuat gadis-gadis SMA menoleh memperhatikannya. Sehun pun menoleh sambil memasukkan telpon genggamnya ke dalam saku jeans nya. “Ini cepat ambil,”

Sehun tidak buru-buru mengambil Americano-nya, melainkan mengamati Hee Gi yang tengah mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan malas, “Yaa! Kau harus bersikap baik terhadapku,”

Hee Gi menoleh, menatap Oh Sehun dengan tatapan ‘yang benar saja’, “Dibelikan saja sudah untung,” jawabnya dengan manyun.

“Kau tidak melihat fans-fansku?” Katanya lagi membuat Hee Gi menatap ke arah Sehun. Namja itu menolehkan pandangannya ke arah sekumpulan gadis SMA yang langsung menjerit senang ketika Sehun melambaikan tangannya ke arah mereka sambil tersenyum.

Hee Gi terperanjat. Fansnya mengikuti pria dihadapannya ini bahkan sampai ke tempatnya berkuliah? Hee Gi kembali melirik sekumpulan fans tersebut kemudian dengan cepat mengalihkan pandangannya saat matanya bertemu pandang dengan salah seorang fans yang membuatnya sangat ngeri. Apa fans nya juga bisa sesangar itu?

Hee Gi buru-buru memegang lengan Sehun untuk memindahkan Americano yang sedari tadi digenggamnya. “Arraseoyo Sehun-ssi, aku pergi dulu. Selamat menikmati Americano-mu,” katanya sebelum lari terbirit ke dalam aula tempatnya latihan untuk project.

***

10 Januari 2016, 22.10 KST

Hye Mi menghembuskan nafasnya berat. Melihat lembaran-lembaran yang penuh dengan tulisan di atas meja dihadapannya sekarang. Ia meregangkan tubuhnya sebentar. Dibukanya kacamata yang sedari tadi dipakainya. Hye Mi mengucek matanya yang terasa lelah. Ia meregangkan tubuhnya. Mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, meregangkannya ke kanan dan ke kiri. Ia melirik Jung Kook yang masih serius dengan laptop dan headset yang terpasang di telinganya. Ruangan aula yang besar benar-benar terasa sunyi. Lampu aula masih menyala dengan terang. Memperlihatkan orang-orang yang sedang sibuk menjalankan project. Kai yang masih berlatih dengan gerakan dancenya, Hee Gi yang sedang serius membulak balikkan beberapa halaman majalah, Taehyung yang sibuk dengan laptopnya, serta Seul Gi yang sibuk menari-nari di sebelah Kai. Ah ya, lupa. Seul Gi ternyata bisa dance. Aah benar, kalau yang ini Hye Mi sudah mengetahuinya karena Seul Gi sudah sangat dekat dengan Hye Mi sejak semester pertama.

Hye Mi membereskan lembaran penting yang berceceran. Dimasukannya kertas-kertas itu ke dalam map. Kakinya dilangkahkan ke arah rekan-rekannya untuk mengecek perkembangan yang sedang dilakukan mereka. Setelah sedikit mengobrol ringan, ia pun melangkahkah kakinya mendekati pintu aula. Ia melirik jam yang kini menunjukkan pukul 22.47. Kerongkongannya terasa sangat kering dan perutnya terasa sangat lapar.

“Hye Mi-ya! Kami pulang duluan ya, tenang saja, kami pasti akan bekerja keras.” Pamit Seulgi dan Taehyung pada Hye Mi yang sedang mengeratkan coat, merasakan hawa dingin di luar ruangan. Gadis itu hanya tersenyum mengangguk dan melambaikan tangannya mengantar kedua insane itu menjauh.

“AH Hye Mi-ya! Kenapa kau tidak masuk ke dalam?” Hye Mi menoleh ke arah suara dibelakangnya. Ia tersenyum mendapati namja yang selalu memakai kupluknya itu. Wajahnya terlihat capek namun juga ceria karena gigi kelincinya itu.

“Aku ingin meregangkan ototku. Jung Kook-ah kau akan pulang?”

“Mm, mian. Mungkin akan lebih cepat jika aku menyelesaikan lagunya di rumah,” jawabnya, “Kau masih mau di sini?” Tanyanya lagi.

Hye Mi mengangguk semangat, “Mm, aku akan menunggu semuanya pulang. Hati-hati di jalan,” ucapnya lagi-lagi dengan melambaikan tangan mengantarkan namja yang satu itu pulang.

Hye Mi kembali bersender pada tiang. Cuaca malam itu memang dingin tapi entah kenapa ia sangat betah berada di luar. Matanya menatap langit malam yang tidak pekat. Tiba-tiba saja perutnya terasa lapar.

“Kau akan beli makanan?”

Hye Mi menoleh ke arah suara. Dilihatnya Kai yang sedang bertanya kepadanya, ia mengerutkan keningnya tumben melihat namja yang satu itu tidak sewot seperti biasanya, “Kau akan pulang?” tanyanya menghiraukan pertanyaan Kai tadi.

Namja itu menggelengkan kepalanya, “Ani,” membuat Hye Mi kembali bingung, “Kau mau membeli makanan?” tanyanya lagi.

“Kau tidak sedang menjadikanku sebagai babu-mu kan?” Tanya Hye Mi bego. Mungkin ia trauma dengan kejadian yang dialami Hee Gi.

Kai sedikit tertawa, “Aku akan membeli makanan keluar,”

Hye Mi ber-oh ria mendengarnya. “Yaa! Kenapa kau jadi begini?” Tanya Hye Mi heran. Pasalnya, ini seperti bukan Kai. Fix, namja itu bukan Kai yang ia kenal.

Kai menghela nafas, “Terserah apa katamu, aku akan membeli makanan,” katanya sambil melangkahkan kakinya keluar kanopi gedung.

“Yaa! Apa tidak akan apa-apa kau keluar malam-malam begini?” Teriaknya kemudian sambil berlari menyeimbangkan langkah kakinya dengan Kai. Namja itu kemudian menoleh membuat Hye Mi kaget karena ia telah menggunakan masker.

“Aku ingin membeli udon, tempat terdekat dari sini dimana?” Tanyanya singkat.

“Ah itu lumayan jauh. Kenapa tidak beli ramyun saja?”

Kai terlihat berpikir sebentar, “Yasudah ramyun saja,”

Keduanya kemudian masuk ke minimarket 24 jam. Namja itu buru-buru memilih ramyun kemudian langsung mencari tempat duduk setelah menyeduhnya. Tangannya mengeluarkan handponenya untuk mengetikkan sesuatu. Setelah yakin dengan balasannya, namja itu mulai melahap ramyunnya. Hye Mi hanya memperhatikannya dengan aneh.

Keduanya menikmati ramyun dalam diam. Cuaca malam dan dingin seperti itu memang enaknya makan ramyun. Hye Mi melirik Kai yang sudah selesai dengan lahapan ramyunnya. Mulutnya masih terlihat mengunyah sisa-sisa terakhir mie-nya. Hye Mi menyodorkan segelas kopi hangat ke arah Kai, “Ini, minumlah dulu punyaku,” katanya.

Kai melirik gelas kecil berwarna putih yang mengeluarkan asap uap dari dalamnya. Tangannya kemudian mendorongnya ke arah Hye Mi, “Anio, aku tidak suka kopi,” jawabnya kemudian mengambil air putih di sebelahnya. Hye Mi memperhatikan namja itu dengan seksama, sambil ber-oh ria, menyadari fakta seorang Kai EXO tidak menyukai kopi.

Rasa penasarannya kemudian muncul, mengingat bahwa namja di sebelahnya adalah seorang member EXO yang notabennya sangat sangat sangat terkenal. “Kau selalu latihan dance habis-habisan ya?”

Kai menoleh ke arah gadis yang duduk disebelahnya. Gadis yang baru saja menyeruput mie-nya dari dalam kotak ramyun. Mata gadis itu kemudian menatapnya lagi untuk mendengar jawaban dari mulutnya, “Mm, begitulah,”

Hye Mi mengangguk anggukan kepalanya. Diminumnya sedikit kuah dari ramyun miliknya. Tangannya meraih botol air minum dan meminumnya sedikit untuk menetralisir rongga mulutnya. Kedua tangannya kemudian dilingkarkan di cup kopi miliknya. “Wah kau tipe orang pekerja keras,”

“Anio,” Kai mengeluarkan hpnya yang bergetar. Dilihatnya sms yang diterimanya, “Ayo kembali ke kampus,”

Hye Mi meliriknya sebentar kemudian mengangguk mengiyakan. Tak lupa gadis itu membungkus ramyun dan kopi untuk sahabatnya Hee Gi yang masih bersemangat menyantap majalah interiornya.

-

Aula Progam Studi Sinematografi, 23.41 KST

Hee Gi terkejut melihat manager EXO yang datang ke dalam aula. Tubuhnya buru-buru berdiri tegap dan memberi salam padanya. Manager hyung pun membalasnya kemudian. Hee Gi menghampirinya dengan kikuk, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, “Ah oppa pasti datang menjemput Kai ya?” Tanyanya basa-basi. Manager hyung hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Hee Gi. Gadis itu pun mempersilahkan namja didepannya duduk terlebih dahulu, “Ah mianhae oppa, gendae sepertinya Kai sedang keluar.”

“Gwaenchana, aku akan menunggunya. Dia sudah dalam perjalanan ke sini,”

“Ah geurokuna” jawab Hee  Gi mengerti. Kakinya kemudian dilangkahkan ke luar ruanga untuk menunggu Kai dan Hye Mi yang sepertinya sedang keluar bareng. Tidak lama, dilihatnya lah kedua orang yang sedang dicarinya. Wajahnya terlihat sedikit cerah melihat Kai dan Hye Mi yang berjalan ke arahnya.

“Ah Kai ya! Ada manager oppa di dalam. Cepatlah, dia sudah menunggu lama,” katanya langsung setiba Kai dihadapannya. Namja itu hanya mengangguk mengerti kemudian melangkahkan kakinya menemui manager hyung.

Setibanya Hye Mi dan Hee Gi di dalam aula, manager hyung dan kai sudah bergegas berdiri dan bersiap untuk pulang. Dilihatnya manager hyung yang menyodorkan sebuah keresek hitam ke arah Kai.

“Aku pamit pulang dulu,” katanya sambil berjalan ke arah aula. Tangannya masih menggenggam erat keresek hitam yang diberikan manager hyung.

“Ah ne, maaf tidak bisa mengantarkan kalian, terimakasih atas kerja kerasnya hari ini,” kata Hye Mi membungkukkan kepalanya kemudian ngacir ke arah kamar mandi. Hee Gi yang sudah tahu pasti kebiasaan sahabatnya itu hanya menghela nafas mengerti dengan kelakuannya. Pada akhirnya, gadis itu lah yang mengantarkan kedua namja itu ke luar ruangan.

“Ah gwaencaha, kau tidak usah mengantarkan kami,” kata Kai kemudian membuat Hee Gi menghentikan langkahnya yang akan mengantarkan keduanya pulang. “Ah ini,” namja itu menyerahkan keresek hitam yang dari tadi dibawanya dari manager hyung. Hee Gi melihatnya dengan bingung, “Makanlah,” katanya lagi sukses membuat Hee Gi melongo. Kai mengalihkan pandangannya kemudian, merasa kikuk dengan situasinya saat itu.

Hee Gi mengerjapkan matanya melihat Kai yang tiba-tiba menyodorkan keresek yang dibawa manager hyung tadi. Dilihatnya namja didepannya yang matanya entah sedang melihat kemana, “Untukku?” Tanya Hee Gi, tangannya dengan ragu menerima keresek tersebut.

Kai menatap Hee Gi, “Mm, kau bilang kau ingin makan udon,” katanya cepat. Hee Gi melongo membuat Kai lagi-lagi salah tingkah, “Kalau begitu aku pulang. Jangan lupa di makan,”

Hee Gi melihat Kai sekali lagi. Memang benar dirinya sedang ingin makan udon, tapi ia tidak menyangka gumamannya tadi didengar oleh Kai. Ya, tadi di saat ia sedang meregangkan tubuh di sela pekerjaannya ia bergumam ingin makan udon. Tapi, ya ini namanya rejeki. “wahh, gomawo Kai-ya! Aku pasti akan memakannya sampai habis,” kata Hee Gi sambil tertawa. Kai tersenyum dan menganggukan kepalanya sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan ruangan tersebut untuk pulang.

-

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
galaxyours
Hi! This is my first story ^^
I've tried to wrote several chapters, and.. it kinda a lilbit bored at the beginning, I think. But the more you read, you'll love the story for sure.
Trust me :)

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Seems good!
ssadssad #2
♥♥♥♥♥