Time for No Colour, Prom15e to 13elieve

Time for No Colour, Prom15e to 13elieve

Pernahkah kau untuk sejenak melihat hidupmu di balik kacamata mimpi?

Menyenangkan, kau tahu?

Selalu indah, selalu penuh warna.

Dan kau tahu apa yang paling menyenangkan?

Semua akan terasa indah meski kenyataanya menyakitkan.

...

            “Apa yang kau tulis?” tanyamu sambil duduk di sampingku.

            “Apa yang kau lakukan? Kau seharusnya istirahat, angin malam tak baik untuk kesehatanmu.” Hardikku.

            “Apa kau pikir angin malam juga baik untukmu? Sini pinjam” katamu sambil mengambil buku yang kubawa.

            “Mimpi lagi? Tidak ada yang lain selain mimpi ya? Menulis tidak jelas!” lanjutmu, tetap memegang bukuku.

            Malam semakin larut, dan aku semakin tak ingin beranjak dari teras rumahku. Semakin malam, langit semakin indah. Sejenak ku palingkan wajahku, memandangmu. Indah. Langit malam dan kamu, perpaduan ciptaan-Nya.

            “Kenapa kau memandangiku?” tanyamu mengagetkanku.

            “Tidak. Aku baru sadar, ternyata kau tampan.” Jawabku menahan senyum geli melihat wajahmu memerah.

            “Kau tidak pernah berfikir untuk kembali?” tanyaku memecah keheningan.

            “Aku? Kembali? Kenapa? Kau muak melihatku disini?” tanyamu tergelak.

            “Kau tidak mengkhawatirkan mereka? Mereka pasti merindukanmu.”jawabku tak menghiraukan candaanmu.

            “Siapa? Keluargaku? Tidak. Mereka tahu aku disini, bersamamu. Aku masih sering berkumpul dengan mereka. Kau lupa?”

            “Siapa yang sedang membicarakan keluargamu? Tentu aku tahu kalian sering bertemu. Tapi bagaimana dengan anak itu? Sahabatmu? Tidakkah kau rindu dengan mereka?”

            Malam kembali sunyi dan dingin ketika kita berdua terdiam. Kenapa kau tak menjawab pertanyaanku? Sulitkah? Atau aku salah menanyakannya kepadamu? Aku hanya tak ingin melihatmu bersembunyi. Seingatku, sahabatmulah yang selama ini membelamu ketika yang lain mulai mencela. Tapi kenapa sekarang kau sendiri yang membuat mereka terus bersedih, kehilangan sosokmu. Sampai kapan kau akan terus bersembunyi?

            Menit-menit berlalu dan kau tetap bungkam. Aku tak ingin menjadi orang pertama yang memecah kesepian ini lagi. Biarlah ketenangan ini berlanjut. Kupejamkan mataku, membayangkan kau berkumpul dengan mereka lagi. Keluarga dan sahabatmu. Aku tak mampu menahan senyum di bibirku. Mimpi memang selalu lebih indah.

            “A little time, just a little time.” katamu sambil menyandarkan kepalamu di bahuku.

            “Aku, entahlah...aku hanya ingin menghilang sejenak. Aku ingin melihat jalan lain, dunia lain yang bisa kuraih. Apakah aku salah?” lanjutmu.

            Kita kembali terdiam. Aku tak tau apa yang harus kukatakan.

            “Aku egois ya?”  katamu sambil memiringkan sedikit kepalamu, melihatku.

            “Entahlah, aku tak tahu.” jawabku sambil menatap langit malam.

            Keheningan kembali menyelimuti kita. Angin malam yang dingin semakin sering berhembus. Tubuhku sedikit menggigil ketika hembusan angin menyentuhku. Seketika kau mengangkat kepalamu dari bahuku.

            “Sudah kukatakan tadi, angin malam juga tak baik untuk kesehatanmu. Masuklah.” katamu sedikit cemas.

            Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan.

            “Kalau begitu jangan protes.” Katamu sambil melingkarkan lenganmu di bahuku.

            “Aku tak ingin mengecewakan mereka lagi. Sudah cukup penderitaan mereka karena ulahku. Apalagi sahabatku, mereka terlalu baik untuk kusakiti lagi.” katamu.

            “Kalau begitu kembalilah.”

            “Kembali? Apa mereka masih mau menerimaku jika aku kembali?”

            “Tentu saja. Mereka sahabatmu kan? Love is white, Kibum. But friendship has no colour, it won’t change. Everlasting friends.” jawabku.

            Kau hanya tersenyum. Senyum yang mereka rindukan. Tak salah jika orang-orang menyebutmu Killer Smile, senyummu memang menawan. Bahkan untuk orang-orang yang telah terbiasa dengan senyum itu. Dan aku takkan pernah terbiasa, senyum itu akan selalu memesonaku.

            “Apa aku tetap bisa bertemu denganmu jika aku kembali?” tanyamu dengan polos.

            “Hahaha..tentu saja. Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Masihkah aku bisa bertemu denganmu seperti sekarang ini jika kau kembali?” tanyaku tergelak sambil melepaskan tanganmu dari bahuku.

            “Kau akan kembali? Bersama mereka?”

            “Aku belum tahu. Beri aku sedikit waktu lagi untuk berfikir.”

            “Haah...baiklah,” aku hanya bisa menghela nafas panjang. Aku tak tahu lagi bagaimana cara membuatmu mau kembali. Tugasku telah selesai, sekarang giliranmu melangkah ke jalan yang ingin kau tuju. Aku memejamkan mata lagi, bermimpi memang lebih indah. Terlalu sering aku seperti ini. Bermimpi. Semoga saja aku tak terjebak dalam indahnya dunia mimpi, walau menyakitkan, dunia nyata lebih baik kan?

            Kurasakan udara berdesir di sampingku. Kubuka mataku dan mendapatimu telah berdiri sambil menyunggingkan senyummu.

            “Kemana?” tanyaku mengerutkan kening.

            “Kembali. Kau yang bersikeras menyuruhku kembali, dan sekarang kau juga yang bertanya kemana aku akan pergi?” aku dan kamu terkekeh bersama.

            Sebelum beranjak pergi, kau melemparkan buku yang sejak tadi kau bawa ke pangkuanku. Kau segera berbalik, melangkah menuju keluarga dan sahabatmu.

            “Hati-hati. Sudah malam. Sampaikan salamku kepada semua keluarga dan sahabatmu.” teriakku mengantarkan kepergianmu, tak mampu menyembunyikan nada bahagia.

            “Cepat masuk! Angin malam tak baik untuk kesehatanmu.” Katamu tanpa menoleh, hanya mengangkat tangan kananmu. Tanda perpisahan.

            Sesaat aku hanya terpaku memandang kepergianmu, sampai bayangmu tak lagi terlihat. Aku tersadar dan membuka buku di pangkuanku.

Pernahkah kau untuk sejenak melihat hidupmu di balik kacamata mimpi?

Menyenangkan, kau tahu?

Selalu indah, selalu penuh warna.

Dan kau tahu apa yang paling menyenangkan?

Semua akan terasa indah meski kenyataanya menyakitkan.

 

 

Dunia mimpi memang dunia yang indah. Tapi kau harus selalu ingat, indahnya dunia nyata terasa lebih menyenangkan. Dan kau salah jika dunia mimpi lebih berwarna, karena hanya di dunia nyata terdapat warna-warna kelam.

Tahukah kamu warna yang paling kusukai? Pearl sapphire blue ^^

P.S. Kalung ini untukmu, terimakasih

 

 

            Setelah aku membaca tulisanmu, senyumku semakin mengembang. Tak tahu harus senang atau sedih melihat kepergianmu. Ah....dan aku bahkan tidak sempat mengucapkan terimakasih atas kalung yang kau berikan. Kalung sederhana berbandul bentuk hati, tapi bukan bentuknya yang istimewa. Warnanya, pearl sapphire blue. Warna favoritku, warna favorit kita, keluarga, dan sahabatmu. Aku segera bangkit dan beranjak memasuki istanaku. Rumahku. Kasur empuk telah menungguku di dalam, dan aku akan melanjutkan mimpiku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
silly16 #1
Chapter 1: Bagus. Beautiful.
Terimakasih sudah berbagi cerita di sini. :)
myoneday
#2
congrats :)
richKJM #3
congrats!!
hanjiyul
#4
Chapter 1: nice.. i have to say this is nice. I'm not an indonesian, I'm malaysian and idk, reading this in indonesian language makes it more beautiful. Ever need a hand in translating to english (seriously this is good and meaningful everyone must read this hehe) , just hit me up on my acc^^
nightStar
#5
congrats :)
-kaname
#6
Congrats! ^^
sweetcandy65
#7
Congrats :D
deerlulu0420
#8
congratulations
Coffee2s #9
congrats~~