Red Cherry Noona

Description

Jin punya segalanya. Wajah yang tampan, tubuh yang tinggi dan perkasa, kulit yang putih. Di sekolah kami, Jin selalu jadi idola para murid perempuan. Terlebih lagi, Jin, orang yang kini kupandangi dari sela jendela kelasku, dia memiliki perhatianku selama 18 tahun ini. Dia punya segalanya, termasuk kamarku, sepedaku, kolam lipatku, bahkan beberapa hari yang lalu dia hampir memiliki tubuhku juga. Ah, Jin kan adik kandungku. Aku ingkar pada semesta dan diriku sendiri jika aku menyukainya.

 

Beberapa hari yang lalu Jin memergokiku sedang melakukan masturbasi menggunakan  yang kubeli dari online shop. Kami memang masih tidur dalam satu kamar yang sama. Namun ranjang susun tidak memungkinkan kami untuk terlalu intim. Aku duduk di ranjang susun kami bagian bawah, areaku, dan tengah memainkan ku di dalam milikku saat dia tiba-tiba masuk kamar. Awalnya kami hanya saling pandang dan terkejut saat itu, tapi kemudian Jin mendekat dan menawarkan bantuannya. Dia duduk berjongkok di tepi ranjang, kepalanya sejajar dengan kakiku yang terbuka. Jin lalu merampas  dari tanganku dan mendongak menatapku manis sambil berucap lirih, "Noona, måυ͡ kubantu..?". Aku bahkan masih bisa merasakan pipiku memanas karena tersipu malu sampai sekarang jika aku mengingatnya. Jin menggerakkan ku keluar-masuk secara lembut dengan tangannya, matanya menatap lurus pada milikku. Kami melakukannya selama beberapa menit sambil membisu, mungkin saat itu kami sama-sama malu. Saat dia percepat gerakan nya, aku hanya mengelus kepalanya sambil merintih. Dan saat aku berhasil mencapai puncak kenikmatan melumuri  itu dengan cairanku, Jin segera berlari keluar kamar. Mungkin dia ke kamar mandii untuk memuaskan dirinya sendiri, aku masih merasa bersalah tidak balik membantunya saat itu karena aku takut orang tua kami memergoki kami jika berduaan di kamar mandii. Sejak saat itu tidak banyak yang berubah. Jin tetap bersikap seperti biasa, tanpa canggung. Sedangkan aku, aku masih sangat malu, aku bahkan mencoba menghindari kontak dengan dia.

 

"Noona, kau måυ͡ makan bento yang Mama buatkan untukku?", tiba-tiba Jin sudah berada di bangkuku.

 

Jin juga punya perhatian Mama lebih banyak dari aku. Mama sering membuatkan Jin bekal makanan walaupun kini Jin sudah berusia 16 tahun. Dibukanya kotak makan berwarna pink itu. Di dalamnya ada nasi goreng, telur, udang, dan selada yang disusun menyerupai Hello Kitty. Eeiyuh.

 

"Jin, kenapa kamu suka pink?", aku mencomot potongan udang dari sana sambil mengamatinya makan.

 

"Kenapa kakak suka merah?", dia balas bertanya sambil terus mengunyah makanannya. Mulut dan pipinya sangat menggemaskan saat dia makan. Sama sekali tidak berubah dari Jin yang berumur 4 tahun dulu.

 

"Because cherries are red", jawabku asal sambil tersenyum.

 

"Oh your smile makes me hard to breath", Jin membalas jawabanku dengan rima yang sedikit meleset, membuat kami sontak tertawa.

 

"Aku membawa jus stroberi, kau måυ͡?", ucapku sambil mengambil tumbler merah berisi jus stroberi yang tadi pagi kublender sendiri.

 

Setelah makan, Jin menenggak jus stroberi yang aku berikan. Dia lalu menutup kotak bekalnya. Kami terdiam duduk berhadapan, hanya saling pandang, dan sesekali saling senyum. Aku memandanginya dan memori kami seakan otomatis terflashback di kepalaku. Jin yang imut saat berumur 3 tahun. Jin yang menggemaskan saat berumur 6 tahun. Jin yang masih menggemaskan saat dia lulus sekolah dasar. Kami sekeluarga bangga saat dia bisa menyelesaikan sekolah menengah pertamanya dengan program akselerasi hingga akhirnya dia bisa di sini, di sekolah yang sama denganku. Lalu memori tentang masturbasi itu tiba-tiba muncul lagi.

 

"Noona, apa kau masih ingat insiden itu?", tiba-tiba Jin menggenggam tanganku dan menatapku serius. Ah, terjadi lagi, kami kan kakak-adik, jadi wajar saja jika sering kebetulan memikirkan hal yang sama.

 

"Apa kau melaporkan aku pada Mama?! Karena tadi pagi saat menyiapkan bentoku, Mama menasehatiku, dia bilang, karena kita sudah dewasa, dia ingin kita pisah kamar, dia menyuruhku pindah ke kamar atas mulai Senin, noona..", jelasnya sambil sedikit merengek.

 

"Oh ya?! Tapi.. Aku tidak mengatakan hal itu pada siapapun..", jawabku terkejut.

 

Sekarang hari Sabtu, jika Mama menyuruhnya pindah kamar mulai Senin artinya malam ini adalah malam terakhir kami tinggal sekamar.

 

"Malam ini malam terakhirku bersamamu", lagi-lagi seakan telepati, dia mengucapkan hal yang sama dengan pikiranku, sambil cemberut dan melepaskan genggaman tangannya.

 

Aku mempukpuknya, "Kau harus belajar tidur sendiri, princess tidak takut gelap dan monsterrr", godaku sambil menyeringai dan meninggalkannya menuju kantin sekolah.

 

"Noona..", dia hanya merengek menanggapi godaanku. Jin walaupun tubuhnya sangat manly, tapi sebenarnya dia sangat manja dan manis.

 

 

 

"Noona..noona..noona", aku terbangun karena suara Jin dari ranjang atas. Kulihat jam digitalku menunjukkan angka 01:11 AM.

 

"Apa sih Jin..?", aku menjawab sambil terpejam.

 

"Boleh aku tidur denganmu di bawah?", Jin melongok dari ranjang atas. Sebelum aku sempat menjawab, dia sudah menyelinap masuk ke dalam selimutku.

 

"Malam ini dingin sekali", Jin mendekatkan tubuhnya pada tubuhku. Memang malam ini cuaca sangat dingin, aku tidur memakai selimut tebal, dan AC kamar kami sudah kumatikan. Kurasakan jemari Jin menyibak poniku.

 

"Jin.. Aku harus tidur.. Besok pagi aku ada janji latihan volly dengan teman-temanku..", ucapku sambil masih tetap terpejam. Aku tidak ingin sikap manja Jin mengganggu istirahatku.

 

"Ini malam terakhirku di kamar ini, tidakkah kau ingin..", aku membuka mataku dan rupanya itu memotong ucapannya.

 

Kulihat kini wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Kami bisa saling merasakan hembus nafas kami yang hangat. Detik selanjutnya, bibirnya sudah beradu dengan bibirku. Aku meronta, tapi Jin malah memelukku erat. Aku memukul dadanya agar dia melepaskan ciumannya, namun dia justru semakin mendekapku. Kurasakan bibirnya yang moist sangat menggairahkan di mulutku, sampai akhirnya aku luluh, kubalas juga ciumannya. Batinku bergolak menolak diriku mencium orang yang pernah berada di rahim yang sama denganku, tapi tubuh Jin sangat hangat dan tidak sepatutnya untuk dienyahkan. 

 

Jin meremas dadaku dan aku balas meremas juniornya. Rupanya juniornya sudah mengeras dan membesar. Aku sungguh tidak ingin ini menjadi lebih jauh, aku berusaha melepaskannya. Namun Jin lebih sigap, ditindihnya tubuhku. Jemarin Jin mulai membuka kancing piyamaku satu persatu. Aku tidak memakai bra, jadi Jin leluasa melihat dadaku setelah kancing piyamaku dibuka semua. Aku menarik kepalanya dan menciumnya. Dengan sigap Jin melucuti celanaku, lalu celananya sendiri, dan disodokkannya juniornya ke dalam milikku.

 

"Ahh", aku aku mendesah saat merasakan juniornya yang besar melesak masuk.

 

"Sst.. Noona.. Jangan berisik..", bisiknya di telingaku.

 

Jin melakukan gerakan push up di atas tubuhku. Juniornya yang keluar-masuk pada diriku membuatku terengah-engah. Selang beberapa lama, diposisikannya tubuhku di atas tubuhnya. Lalu kulakukan bagianku dengan gaya woman on top hingga ranjang kami berdecit.

 

"Sst..", Jin memblokade bibir tebalnya dengan telunjuknya. Hal ini membuatku gemas hingga kuputuskan untuk mencium bibirnya sembari melakukan gerakan twerking pada juniornya.

 

Jin melenguh di sela-sela ciuman kami. Wajah seduktifnya yang terpejam saat merasakan kenikmatan seks bersamaku membuatnya tampak semakin tampan.

 

"Ah..noona..aku", Jin meremas pinggangku dan kurasakan cairannya menjalar ke ujung juniornya. Kupercepat gerakanku sampai akhirnya kami mencapai klimaks bersamaan. Aku rebahkan tubuhku di atas tubuh Jin. Absnya hangat dan nafasnya tersengal-sengal.

 

Dibelainya rambutku, "Noona, besok ayo kita lakukan lagi di kamarku".

Foreword

"Ini malam terakhirku di kamar ini, tidakkah kau ingin..", aku membuka mataku dan rupanya itu memotong ucapan Jin.

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet