Thank U, I Love You

Thank U
Please Subscribe to read the full chapter

Apakah mengagumi seseorang adalah langkah yang salah..

 

 

 

Hari ini seperti biasa. Setiap pagi aku menyeberangi jalan komplek perumahanku, untuk menuju rumah yang aku hafal betul.

Yang tak jauh dari rumah kost-kostanku, hanya saja kost-kostannya khusus untuk perempuan. Di depan pinggir pintunya, aku meletakkan suratku seperti biasa. Di atas tumpukan surat-suratku yang utuh tak tersentuh olehnya. Kadang aku selalu berpikir untuk berbicara langsung padanya dan sedikit memarahinya. Tapi aku tak bisa melakukannya begitu saja, karena nanti aku akan terlihat sangat konyol.

Entah kenapa. Padahal ia tahu surat-surat itu dariku, ia memang sudah tahu denganku. Tapi dia pura-pura diam, seperti halnya diriku.

Aku segera kembali lagi. Ke kamar atas kostanku. Melihat kamarnya dari balik tirai jendela kamar yang ku buka sedikit saja. Mengintip,menatap pintunya. Berharap ia akan menyentuhnya dan akan sangat membahagiakan lagi jika sampai ia membacanya. Satu saja. Tidak. Ia hanya meliriknya sejenak lalu segera pergi. Ya, pergi kuliah. Dan aku juga.

 Aku menatap cermin. Apakah aku terlalu buruk untuknya?? Pertanyaan itu selalu saja mengganggu ketentraman otakku.

Aku rela pindah kuliah karenanya, agar aku bisa lebih dekat melihatnya. Mataku tak bisa berhenti mengawasi setiap gerak-geriknya. Dan yang paling aku sangat hafal adalah dia selalu sendirian. Kemanapun. Aku tak tahu mengapa. Tapi pasti dia punya alasan tersendiri. Tetap saja, aku jadi merasa aneh padanya. Keanehan yang membuat aku ingin selalu mengejarnya. Bagaimanapun, kenapa bisa ada seorang seperti itu. Meskipun aku adalah orang yang istilahnya kutu buku dan suka ketenangan, tapi aku tak berlebihan seperti itu. Seakan ia menyingkir dari dunianya. Aku pernah merusak harinya, dari situ ia tahu denganku dan dari situ pula ia terlihat membenciku.

Awalnya surat-surat itu permintaan maafku untuknya. Surat-surat berwarna putih polos biasa, lalu berubah menjadi seperti warna pelangi saat tertumpuk menjadi satu.

Hari ini aku harus berani, sebagai seorang lelaki yang layak untuknya. Sekarang aku sudah melihat pintu kamar kostnya. Bersih , tak tertempelkan benda lengket bertulis atau coretan apapun, seakan menggambarkan dirinya.

Coba menghentikan rasa tegangku dan segera menegaskan tanganku untuk mengetuk pintunya.

Tokk….tokk…tokk.. Akhirnya aku bisa juga melakukanya. Aku mengetuk lagi tanpa ragu. Dan lagi. Hingga beberapa menit berselang. Membuatku jadi sedikit lelah tanpa jawabannya.

“ Nyari Tiffany, ya?? “ Suara seorang perempuan mengagetkanku, yang keluar dari balik pintu kamarnya. Bersebelahan dengan kamar yang sedang aku ketuk ini.

Aku langsung menjawab iya.

“ Baru tadi pagi dia berangkat keluar kota. “

“ kira-kira kemana, ya ?? “

“ Nggak tahu tuch. Tahunya sich Cuma keluar kota doang. “

“ Oh gitu. Ya udach, makasih.. “

 Aku langsung pergi dengan langkah cepat. Padahal aku ingin sekali menanyakan kapan dia akan kembali. Mungkin saja ia juga tahu. Tapi, ya sudahlah. Lagi pula aku sudah terlanjur memutuskan untuk pergi.

Setiap pagi dan malam, ku buka tirai jendelaku yang tak menentukan jawaban. Dia tak juga memulangkan diri. Aku terus bertanya- tanya, apakah ia pindah karena sudah merasa muak denganku. Atau ada hal lain yang kurang cocok untuknya di tempat ini ?? Apa yang tak mengenakkanya hingga ia tak juga pulang. Mungkin ya, karena keluarganya disana. Benar, dia memang pulang ke kampung halamannya. Aku sudah mencari tahu.

Rasanya pasti menyenangkan, bisa berkumpul dengan keluarga. Selain cinta yang mampu menyenangkannya.

Hingga aku merasa mulai lelah. Aku akan tidur untuk menenangkan pikiranku lagi yang lama-lama sedikit tak mengenakkanku.

Tokk…tokk…tokk… Aku tergelak kaget. Aku langsung terbangun, mendengar suara ketukan pintu yang terasa begitu keras di telingaku. Aku segera bangun dan berjalan membuka pintu.

Tekanan tegangku naik 180 derajat secara tiba-tiba saat aku membuka pintu. Melihatnya didepan pintuku, menemuiku ??

“ Hai… “

Dia menyapaku sambil tersenyum manisnya. Senyum yang mahal untuk dia ciptakan. Aku hanya menatapnya penuh kebingungan. Ya, ampun. Apa yang sedang aku lakukan. Sadarlah! Ini adalah kenyataan dan bukan hanya buah mimpiku. PAK!AW! Dengan cepat aku segera menampar pipiku. Ternyata rasanya sakit juga.

“ Kamu nggak pa-pa ?? “

“ Hahhh?? “ Aku sedikit menge

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
yowllen
Aku nggak yakin apa ada orang yang mau baca

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet