Apel Terbang

The Fortune Teller

"Berhenti mengikutiku!" Haenim menggerutu kesal pada gadis yang sudah mengikutinya sejak ia pindah ke sekolah barunya.

Semua orang di taman sekolah melihat ke arah Haenim dengan tatapan aneh dan bertanya-tanya. Haenim pun merasakan tatapan aneh dari orang -orang di sekelilingnya.

Oh, iya, aku lupa, Haenim membatin.

"Apa yang kalian lihat?! Aku sedang mencoba mengingat naskah dramaku!" Haenim berteriak pada orang-orang yang melihatnya dengan aneh.

Semua orang terkejut dan kemudian kembali melanjutkan aktivitas mereka semula. Hwang Haenim memang terkenal karena kegalakan dan sifatnya yang blak-blakan. Baru satu minggu dia sekolah di sini dan semua orang kelihatannya takut pada Haenim.

Haenim pergi meninggalkan taman dan berjalan menuju atap sekolah. Angin musim gugur menyambut Haenim begitu ia sampai di atap sekolah. Haenim merasa tenang saat ia berada di atap sekolah, hanya ada dia, kartu tarotnya, dan kesunyian-biasanya, tapi sekarang seorang gadis mengikutinya kemana pun dia pergi.

"Baiklah, aku sudah bosan dengan kebiasaan menguntitmu! Apa kau ingin aku melakukan upacara pengusiran arwah?!" Haenim bertanya kesal pada gadis di depannya.

Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya. Wajahnya yang cantik terlihat pucat, begitu juga bibirnya, rambutnya hitam panjang, mata coklat-tuanya menatap dengan tatapan kosong ke arah Haenim - seperti orang yang sudah putus asa, seperti orang yang sudah mati.

"Kalau begitu, katakan apa maumu?" Haenim bertanya dengan nada yang lebih lembut.

Tetapi seperti biasa, arwah itu tak menjawab. Dia hanya menatap Haenim dengan tatapan kosongnya dan menghilang.

Bagus, muncul dan menghilanglah semaumu! Agar nanti kau bisa menggangguku lagi! batin Haenim kesal dengan sarkasme.

Haenim duduk di bangku panjang tua berwarna coklat. Dia mengambil sebuah kotak hitam dari dalam tas gendongnya dan membukanya. Satu set kartu berjumlah 78 buah pun diambilnya dari dalam kotak tersebut. Haenim menatapi kartu-kartu itu. Tanpa ia sadari, seseorang bergabung dengannya di atap sekolah. Dia duduk di samping Haenim.

"Itu kartu apa?" sebuah suara bertanya dari sebelah kiri Haenim dan membuatnya terkejut. Ia hampir menjatuhkan kartu-kartunya.

Haenim menoleh ke sebelah kirinya dan terkejut. Di sebelah Haenim duduklah seorang lelaki tampan dengan mata yang besar, menatap Haenim dengan keingintahuan.

"Uumm..." gumam Haenim. Haenim terlalu terkejut dan terpesona untuk menjawab pertanyaan lelaki itu.

"Boleh aku lihat?" tanya lelaki itu.

Haenim pun menyodorkan kartu-kartu yang ada di tangannya. Lelaki itu mengambil kartu-kartu tersebut dan mengamatinya.

"Aku tahu ini kartu apa," lelaki itu berkata, "Tarot," lanjutnya sambil mengembalikan satu set kartu itu kepada Haenim.

"Kau bisa membaca kartu tarot?" tanya lelaki itu kagum. Haenim hanya menganggukan kepalanya.

"Namaku Do Kyungsoo. Kau boleh memanggilku Kyungsoo. Kau Hwang Haenim, kan?" Kyungsoo bertanya sambil tersenyum.

"Ya. Kau tahu dari mana?"

"Kita kan satu kelas," Kyungsoo tertawa.

Haenim menundukan kepalanya, malu karena tak menyadari Kyungsoo adalah teman sekelasnya, "Maaf," gumam Haenim

"Tak apa. Kau baru satu minggu bersekolah di sini. Kenapa kau sendirian terus?"

Haenim hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum sedih, mana ada yang mau berteman dengan orang aneh sepertiku? Haenim berkata dalam hati.

"Kalau begitu, kita berteman, oke?" Kyungsoo tersenyum lebar.

"Teman," Haenim tersenyum lebar.

'Teman' kata itu terdengar dan terasa asing bagi Haenim. Belum pernah ada orang yang mau berteman dengannya. Mungkin Kyungsoo belum tahu tentang bakat Haenim.

"Aku mau tanya, kenapa kau membawa kartu tarot?"

Haenim terdiam sejenak dan menatap Kyumgsoo, "Kau tak tahu?"

"Tentang?" Kyungsoo bertanya bingung.

"Rumor yang ada di sekolah itu benar,"

Kyungsoo kelihatan semakin bingung. Dia terdiam sejenak untuk berpikir, "Oh, maksudmu tentang bakatmu?"

Haenim mengangguk, " Ya, itu semua benar. Aku bisa melihat dan berbicara pada arwah," Haenim kemudian menarik nafas panjang, "Kuharap itu tak membuatmu takut dan tak mau berteman denganku, Kyungsoo,"

"Itu pemberian dari Tuhan, Haenim. Dan menurutku itu keren," Kyungsoo tersenyum, "Bisakah kau membaca pikiran orang?" Kyungsoo bertanya.

"Tidak," Haenim tertawa kecil.

"Oh, untunglah," Kyungsoo tertawa.

"Memangnya kenapa kalau aku bisa?"

Kyungsoo tertunduk malu, "Kau akan mengetahui rahasiaku, dan itu sangat memalukan. Ceritakan lebih jauh tentang bakatmu, dong," pinta Kyungsoo.

"Well, aku bisa berkomunikasi dengan arwah, aku bisa meramal dengan tarot, dan aku sering mendapatkan pengelihatan tentang hal-hal penting yang akan terjadi,"

"Hal-hal penting seperti apa?"

"Seperti...jika ada yang akan meninggal, aku akan mendapatkan semacam pengelihatan atau peringatan sebelumnya," jelas Haenim.

"Keren! Oh iya, apakah ada arwah penasaran di sekitar sini?" Kyungsoo bertanya, sekarang ekspresinya menunjukkan kegelisahan.

Haenim melihat Kyungsoo yang gelisah dan tertawa, "Jangan khawatir, di sini tidak ada arwah yang jahat. Arwah ada di mana saja, tapi kau perlu mewaspadai yang jahat dan yang usil," jelas Haenim.

"Bagus lah kalau begitu, ayo kita kembali ke kelas," ajak Kyungsoo.

☆☆☆☆☆

Bel pulang pun berbunyi dan semua murid langsung berhamburan keluar kelas, termasuk Haenim. Dia sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam loker ketika seseorang memanggilnya.

"Haenim!"

Haenim menoleh ke arah kelasnya, Kyungsoo dan dua orang temannya sedang berdiri di depan pintu kelas. Mereka pun menghampiri Haenim.

"Ada apa?" Haenim bertanya.

"Kenalkan, ini Kim Jongin dan Oh Sehun," Kyungsoo menunjuk kedua temannya.

Haenim dan Jongin pun saling bertukar sapa, tapi Sehun hanya diam saja.

"Uumm...hari ini kau sibuk tidak?" Kyungsoo bertanya sambil mengusap leher bagian belakangnya.

"Tidak, lagi pula besok kan Sabtu. Kenapa?"

"Aku...aku ingin diramal," Kyungsoo berkata malu.

Haenim tertawa kecil, "Datanglah ke rumahku jam 8 malam,"

"Kau bisa meramal?" tanya Jongin tidak percaya.

"Ya begitulah," Haenim berkata sambil mengangkat bahunya.

"Keren," gumam Jongin.

"Boleh minta nomor ponselmu?" Kyungsoo bertanya malu.

Haenim dan Kyungsoo pun bertukan nomor, "Akan aku SMS alamatku," Haenim berkata.

Lalu gadis itu muncul lagi, gadis yang selalu mengikuti Haenim selama dua minggu ini. Gadis itu berdiri di sebelah Oh Sehun dan menatap pria itu dengan tatapan sedih yang penuh penyesalan. Haenim yang melihat kejadian itu kebingungan.

"Sehun," gadis itu berkata dengan suara rintih. Haenim melihatnya dan merasa iba.

Kenapa dia bisa tahu Sehun? batin Haenim.

"Guys, aku harus pergi dulu ya, bye~" Haenim melambaikan tangannya dan berjalan menuju pintu sekolah.

Seperti yang Haenim duga, gadis itu pun mengikutinya. Haenim masuk ke dalam mobil Audi berwarna hitam yang telah menunggunya dari tadi.

"Jalan, Pak," kata Haenim kepada supirnya. Sepanjang perjalanan Haenim hanya diam begitu pun gadis kasat mata yang duduk di sebelahnya.

☆☆☆☆☆

Haenim tiba di rumahnya yang besar dan dia segera berlari menuju kamaranya. Dia punya banyak pertanyaan untuk gadis itu. Gadis pucat itu pun mengikuti Haenim ke kamarnya. Haenim meletakkan tasnya di atas ranjangnya dan membuka blazer seragamnya.

"Baiklah, sekarang kumohon padamu jawab pertanyaanku," Haenim memohon pada sang gadis.

Gadis itu hanya mengangguk, tanda bahwa ia menyetujui keinginan Haenim.

"Siapa kamu sebenarnya? Apa kau tahu Oh Sehun?"

"Namaku Choi Dalnim. Dan Sehun...Sehun adalah pacarku, dulu saat aku masih hidup," jawab gadis itu dengan ekspresi sedih.

"Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau mengikutiku terus?"

"Aku butuh bantuanmu,"

"Apa? Memberitahu Sehun kalau kau masih mencintainya dan dia tidak boleh punya pacar lagi?" canda Haenim.

Dalnim tersenyum kecil, "Ya, aku masih mencintainya. Tapi dia harus move on dariku dan mencari gadis lain sebagai penggantiku," lalu Dalnim terdiam.

"Dalnim, kau butuh bantuan apa?" tanya Haenim.

"Haenim, aku dibunuh," Haenim sangat terkejut ketika mendengar pengakuan dari Dalnim

"Apa?! Oleh siapa?!"

"Aku tak bisa memberitahumu. Kau tahu kan, kalau aku memberitahu pembunuhku, aku tak akan bisa ke elysium. Aku akan terjebak di bumi selamanya,"

Elysium adalah sebuah tempat yang arwah-arwah tempati sebelum mereka masuk ke surga. Umumnya semua arwah memiliki waktu setahun sebelum mereka pergi ke Elysium.

Mendengar penjelasan Dalnim, Haenim menjadi frustasi. Dia sangat ingin membantu Dalnim.

"Jadi kau mau aku melakukan apa?"

"Kumohon, kau harus mengungkap pembunuhanku,"

"Bagaimana caranya?"

"Bicaralah pada Sehun, minta bantuannya. Dia pasti akan membantumu. Ingat, kau tidak boleh percaya pada siapa pun kecuali Sehun," Dalnim mengingatkan.

"Berapa lama sisa waktumu di bumi?"

"Satu minggu. Setelah itu aku akan benar-benar menghilang dari bumi," jawab Dalnim sedih.

"Apa?! Hanya satu minggu?! Bagaimana kalau 'permainan detektif' ini memakan waktu lebih dari itu? Kau akan berada di elysium terlebih dahulu sebelum aku bisa mengungkap kebenaran!"

"Bukan masalah. Aku tak keberatan, asalkan pembunuhku bisa terungkap. Aku harus pergi," Dalnim pun langsung menghilang.

Haenim menghela nafas panjang. Sungguh merepotkan, batin Haenim.

☆☆☆☆☆

Pukul 7.50 malam, Kyungsoo, Jongin, dan Sehun sudah tiba di rumah Haenim.

"Kalian datang lebih awal," Haenim berkata. Mereka sedang duduk di meja makan. Haenim duduk di sebrang mereka.

"Iya, Kyungsoo tak sabar ingin melihatmu-" Kyungsoo menendang kaki Jongin membuatnya berhenti bicara "Maksudku, dia tak sabar untuk diramal," Jongin dan Kyungsoo tertawa gugup.

Haenim mengambil setumpuk kartu tarot dan mengocoknya. Kemudian menyebarkannya di meja dalam posisi terbalik.

"Tolong, ambil tiga kartu," Haenim meminta.

Tanpa ragu Kyungsoo mengambil tiga kartu. Haenim meletakkan kartu pertama pilihan Kyungsoo di sebelah kirinya, kartu kedua di tengah, dan kartu ketiga di sebelah kanan Haenim.

Three of Swords adalah kartu pertama yang Kyungsoo ambil. "Kau pernah memiliki akhir yang menyakitkan dari sebuah hubungan. Entah itu pertemanan, percintaan, atau hubungan keluarga. Sekaranglah saatnya untuk kau melupakan rasa sakit hati yang pernah kau miliki dengan orang tersebut," Haenim menjelaskan.

Kartu keduanya adalah The Devil, "Kau terikat pada sesuatu, seperti sebuah obsesi. Obsesi yang kau miliki tidak baik untukmu dan orang-orang di sekitarmu. Hati-hati dengan obsesimu, hentikanlah obsesi itu dan memilihlah dengan bijaksana," alam bawah sadar Haenim menjelaskan maksud dari kartu kedua itu.

Haenim membuka kartu ketiga, Justice. "Keadilan akan menghampirimu. Kau akan mendapatkan hal yang setimpal dan pantas dengan apa yang telah kau lakukan. Ada pertanyaan?" Haenim bertanya.

"Tidak," jawab Kyungsoo singkat.

Haenim melihat ke arah Sehun yang sedang menatapnya, "Sehun, bisa ikut aku?"

Sehun, Kyungsoo, dan Jongin kelihatan bingung dengan permintaan Haenim. Tapi tetap, Sehun mengikuti Haenim. Mereka tiba di ruang baca milik Haenim. Ratusan buku berjajar rapi di rak-rak yang mengitari ruangan.

"Kau tahu Choi Dalnim?" Haenim memecah keheningan.

Mimik wajah Sehun langsung berubah. Dari yang semula dingin menjadi terkejut dan sedih. Sehun hanya mengangguk.

"Dia dulu pacarmu, kan dan dia sudah meninggal?"

Lagi-lagi Sehun hanya mengangguk, tak bisa berkata-kata. Sudah hampir setahun Dalnim meninggalkannya dan Sehun mencoba melupakan Dalnim. Tapi Haenim malah mengungkit-ungkit masalah Dalnim.

"Apa yang kau tahu tentang kematiannya?"

Sehun mencoba menemukan suaranya kembali, dia berdeham, "Dalnim bunuh diri," ujar Sehun.

Haenim menggelengkan kepalanya, "Tidak, kau salah,"

"Dengar, Haenim. Kau tidak tahu apa-apa soal ini. Dalnim sudah meninggal sebelum kau masuk ke sekolah kami, sudah hampir setahun. Jangan mengungkit dia lagi," Sehun membalikan badannya dan melangkah keluar.

Sebelum Sehun bisa membuka pintu, Haenim memegang pergelangan tangannya dan menghentikan Sehun, "Dengarkan aku dulu," pinta Haenim.

"Tak ada lagi yang harus dibicarakan," ujar Sehun dingin.

"Dalnim bicara padaku! Dia memberitahuku semuanya!" sekarang Haenim merasa frustasi.

"Jangan bicara yang aneh-aneh," ujar Sehun.

"Kau tahu 'bakatku'!" Haenim membuat tanda kutip di udara saat dia menyebutkan kata 'bakat'.

"Dan aku tidak percaya pada hal seperti itu. Permisi aku harus pulang," dengan itu Sehun pergi keluar dari ruangan baca.

"Ugh...!" Haenim menggerutu.

☆☆☆☆☆

Kyungsoo, Jongin, dan Sehun sudah pulang. Sekarang di rumah hanya ada Haenim dan beberapa asisten rumah tangganya. Orangtua Haenim belum pulang ke rumah. Haenim adalah anak dari konglomerat, pewaris dari Hwang's Corp. Walaupun begitu, Haenim tetap orang yang rendah hati dan tidak sombong.

Haenim sedang berbaring di ranjangnya, memikirkan apa yang harus dilakukannya agar Sehun percaya, saat dia merasakan temperatur di kamarnya turun menjadi lebih dingin. Haenim duduk dari posisi tidurnya dan melihat ke sekeliling kamarnya.

Tidak ada arwah, Haenim membatin.

Tiba-tiba seorang pemuda menembus pintu kamar Haenim. Aku bicara terlalu cepat, Haenim berkata dalam hatinya.

"Apa maumu?" Haenim bertanya sambil memutar matanya.

Arwah yang satu ini sudah terlalu sering mengganggu Haenim. Sejak Haenim pindah ke rumah barunya, arwah ini sudah ada. Dia adalah penunggu rumah Haenim. Luhan tidak akan pernah bisa pergi ke elysium karena dia melanggar 'kode etik arwah'. Percayalah, arwah pun punya peraturan dan kode etik. Entah peraturan mana yang Luhan langgar.

"Galak banget, non," kata arwah itu sambil tersenyum bercanda.

"Luhan, aku tidak dalam mood untuk bercanda, oke? Tolong tinggalkan aku bersama kesengsaraanku sendiri," pinta Haenim.

"Kau menyedihkan, kau tahu itu?" Luhan tertawa.

"Ya, aku tahu. Banyak yang bilang," Haenim tersenyum membalas candaan Luhan.

"Sekarang ada masalah apa, non?" Luhan bertanya, "Kenapa mukamu seperti benang kusut begitu? Maksudku, mukamu memang seperti benang kusut, tapi yang sekarang lebih kusut," Luhan tertawa.

Haenim mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Luhan, tapi bantal itu menembus Luhan tanpa menyakitinya. Luhan hanya tertawa mengejek dan menjulurkan lidahnya.

"Aku benci ketembuspandangan yang bisa kau lakukan!" gerutu Haenim,

"Siapa bilang aku tembus pandang 24 jam? Aku juga bisa memegang benda, tahu," Luhan mengeluh.

"Luhan, aku punya masalah,"

"Masalah apa? Apa ini ada hubungannya dengan tiga pria yang tadi ada di sini?" Luhan bertanya.

Haenim hanya menganggukkan kepalanya ke atas dan ke bawah, "Dan aku tak tahu apa yang harus aku lakukan,"

"Aku tahu itu! Ada sesuatu yang aneh dengan aura pria-pria itu. Yang satu seperti sedang jatuh cinta, yang satu seperti sedang kebingungan, dan yang satu lagi auranya sangat dingin dan menakutkan!"

"Oh, yang benar saja, Luhan, kau itu hantu! Mana ada hantu yang takut dengan aura manusia?" Haenim tertawa.

"Hey! Tolong jangan sebutkan kata yang berawalan huruf 'H' itu, ya. Aku lebih suka roh atau arwah, atau apapun lah, asal jangan kata berawalan 'H' itu,"

Mendengar komplain yang Luhan buat, Haenim tertawa, "Baru satu minggu aku bersekolah di sekolah baruku, sudah ada arwah yang minta tolong,"

"Maksudmu Choi Dalnim?"

"Kau tahu dia?"

Luhan hanya mengangguk, "Dia itu gadis yang malang. Dia dibunuh oleh-" Luhan langsung menutup mulutnya sebelum dia membocorkan pembunuh Dalnim.

"Oleh siapa?! Cepat katakan!"

"Maaf, aku tidak bisa. Kau tahukan itu melanggar peraturan?"

Haenim mengangguk, "Tapi kan kau tidak bisa ke Elysium. Apa salahnya jika memberitahu ku?"

"Tetap saja itu melanggar aturan!" Luhan berkata.

Haenim membuang nafas panjang, "Kau tahu yang lebih parah daripada pemintaan-tolong seorang arwah?"

Luhan mengangkat alisnya.

"Pacarnya, maksudku mantan pacarnya tidak percaya kalau Dalnim dibunuh," lanjut Haenim.

"Kau harus bisa meyakinkannya bagaimana pun caranya! Kau butuh bantuan pacarnya untuk mengungkap pembunuhan Dalnim!" Luhan bicara dengan penuh semangat.

"Ya, aku tahu. Tapi bagaimana caranya?!"

"Biarkan Dalnim yang bicara pada pacarnya,"

"Pacarnya tidak bisa melihat makhluk supernatural, kau tahu. Dan jika Dalnim muncul di hadapan Sehun, dia akan melanggar peraturan yang menyebabkan dia tidak bisa ke Elysium,"

"Kalau begitu, biarkan Dalnim meminjam tubuhmu untuk sesaat," Luhan berkata dengan nada santai.

"Kau gila?! Ingat terakhir kali aku membiarkan tubuhku dipinjam oleh seorang arwah? Aku langsung pingsan dan masuk rumah sakit sesudahnya! Meminjamkan tubuhmu adalah hal yang melelahkan! Lebih melelahkan dibandingkan dengan berlari keliling lapangan!"

"Yang terakhir kali itu juga kan yang pertama kalinya kau mencoba meminjamkan tubuhmu," Luhan bilang.

"Ya, pertama dan terakhir. Aku tak akan pernah melakukannya lagi!"

"Siapa nama pacar Dalnim?"

"Oh Sehun. Dia itu salah satu dari tiga pria yang tadi datang ke sini,"

"Yang kau ajak ke ruang bacamu?"

Haenim mengangguk, "Tumben kau tidak menguping pembicaraanku dengan orang lain,"

"Dia punya aura yang dingin dan menakutkan! Kau harus berhati-hati, Haenim," Luhan memperingatkan.

"Tapi Dalnim bilang kalau aku hanya bisa percaya Sehun,"

"Terserah apa yang dikatakan arwah gadis itu. Yang penting kau harus hati-hati,"

"Oke, boss, aku akan hati-hati," Haenim tersenyum pada Luhan.

"Hey, Luhan..."

"Apa?"

"Ambilkan apel yang ada di dapur dong," pinta Haenim.

"Siap, non," Luhan pergi ke dapur untuk mengambilkan apel untuk Haenim.

Luhan mengambil apel yang paling besar dan paling merah untuk Haenim. Tiba-tiba seorang pelayan rumah Haenim menjerit karena melihat apel yang melayang, dia pun pingsan.

"Oops..." Luhan berkata.

Haenim mendengar suara orang menjerit dan langsung menuju sumber suara. Haenim menemukan salah satu pelayannya pingsan di dapur. Dia pun melihat ke arah Luhan.

"Aku bersumpah, aku tidak bermaksud! Aku tidak tahu kalau dia ada di dapur!" Luhan bilang dengan panik. Namun Haenim hanya tertawa lebar melihat Luhan yang panik.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
aulia-
#1
Chapter 1: yesss. nemu cerita bagus disini. gak perlu ke wordpress ; ; update yang ini dong kaa- kyungsoo agk cute deh udh jatuh cinta kyk gitu asdgjfk- ; ;
keyhobbs
#2
Chapter 1: kenapa aku ngerasa yg ngebunuh pacar sehun itu DO ya?? Oh y,Luhan itu jadi hantu ya?kukira dia bkalan jd saingannya sehun...chap selanjutnya d tunggu^^
beehives #3
Kak! ceritany keren♡
Ditunggu yh nxt chapterny.
osanhs #4
Chapter 1: ceritanya seru...
lanjut ya...
aku tunggu