the last...

Mom...

last chapter...

‘kemana Kyunnie? Apa dia juga menghindariku disini?’. Batin Ahra melihat kearah pintu masuk pentas. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Marc.

“maaf saya terlambat”. Kata Marc yang baru memasuki ruangan.

 

****

 

Walau baru 6 menit, tidak biasanya Marc akan terlambat begini, dia terkenal disiplin soal waktu.

Semua memandang Marc sedikit aneh, ya, Marc yang biasanya akan datang dengan setelan Rapih hari ini tampil dengan kaos cream panjang dan celana jeans hitam, mamang Donghae tidak sempat mengantarnya pulang ataupun ke toko baju walau hanya sekedar mengganti kaosnya.

“maaf, sedikit tidak sopan saya berpakaian seperti ini”. Kata Marc menyadari maksud tatapan orang melihat dirinya.

Semua orang yang rata-rata lebih senior darinya menampakan wajah memaklumi.

‘apa semalam dia keluar dengan Donghae? Terimakasih Hae-ah… Umma tau pasti kau membantu Umma’. Batin Ahra kembali.

Gladhi bersih dimulai. Beberapa penyanyi pengisi acara mulai tampil dipanggung.

Marc tampak sedang bercakap-cakap dengan pembawa acara dan juga director acara. Tampak ada sedikit perdebatan dan perubahan ekspresi yang sangat terlihat dari mereka. Dan Ahra selalu melihatnya.

Akhirnya perdebatan itu berakhir. Marc tersenyum puas dan tampak mengucapkan terimakasih. Setelah itu dia kebelakang panggung.

Sampai akhirnya mereka untuk naik panggung dan melakukan Gladhi bersih. Semua berjalan sesuai rencana dan latihan selama ini.

Setelah Gladhi selesai pemain music kembali ke back stage untuk fitting baju terakhir sebelum konser yang akan digelar besok lusa.

“aku heran, baru 2 minggu yang lalu aku mengepas tuxedo Mr. Lee, sekarang aku harus mengepas ukurannya lagi… bagaimana caranya dia bertambah kurus hanya dalam waktu 2 minggu?”. Keluh seseorang diruang rias sambil melihat Tuxedo hitam.

“tadi Mr. Lee kan sudah bilang tidak perlu dikecilkan lagi, diakan bilang dia tidak akan mempermasalahkan ukurannya yang sedikit kebesaran dan akan tetap menggunakannya”. Kata orang yang ada disampingnya sambil membungkus beberapa jas hitam yang ada didepannya.

“tidak bisa… dia akan kelihatan sangat kedodoran… dia orang yang baik, kasihan kalau harus tampil buruk saat konsernya nanti”. Kata yang memegang Tuxedo tadi. “aku akan kecilkan sesuai posturenya, ya hitung-hitung dia sudah membantuku saat hampir kerampokan waktu itu”.

“ya, dia memang sangat baik, baiklah aku akan menemanimu membenahi ukurannya nanti”.

"Jeongmal? Gumawo Ha-in-ah..." kata gadis tadi sambil tersenyum senang.

Ahra mendengar tiap percakapan mereka.

"apa dia tertekan karena aku? apa dia baik-baik saja?" gumamnya dengan raut wajahnya khawatir.

***

Marc menenggak air mineralnya didepan panggung, sekarang dia duduk bersebelahan dengan pembawa acara.

“Are you sure that Hallen will come tomorrow? Bahkan untuk membuat janji saja sangat sulit dengannya”.

“tenang saja… Hallen akan datang dengan senang hati…”. Kata Marc setelah selesai menenggak air mineralnya.

"yakin?".

"hu.ungh..." gumam Marc sambil mengangguk yakin. "dia akan datang dan 'Marc! kemana saja kau selama ini? kenapa tidak menghubungiku! ayo mana janjimu? katanya mau membuatkanku lagu!' ya kira-kira itu yang akan terjadi".

"yeah... kau memang sudah lama menjanjikannya! sialan! dia pasti datang kalau kau bilang akan memberikannya lagu baru" kata pembawa acara itu dengan nada sebal walau dibibirnya tersungging senyum dan tonjokan kecil di lengan Marc. "dan jangan lupa, pengaruh Brian pasti juga sedikit banyak berpengaruh".

"Jangan lupakan, Brian Trevor itu calon kakak iparku, jelas tanpa harus memelas kepadanya dia akan membantuku".

"Allright Marc, I know you!" kata pembawa acara itu sambil memerosotkan duduknya. “katakanlah kau berhasil menyeret Hallen kesini, lalu latihanmu dengannya bagaimana?”.

“itu, lihat saja nanti, pokoknya lakukan apa yang aku minta tadi Dave, oke?”.

“I don’t have any Choice… yeah, its my job, dan ini bantuan terakhirku padamu. Aku tidak akan mau membantumu dalam hal seperti ini selanjutnya”.

"yeah, I think that would be the last..." Marc memamerkan seriangaiannya untuk memplokamirkan dirinya menang perdebatan dengan namja ini lagi.

Lawan bicaranya beranjak pergi.

 

***

 

Ahra menghampiri lelaki berkaus cream yang sepertinya tertidur di depan panggung. Ia mengambil kain merah marun yang membelit lehernya dimalam berangin ini untuk menyelimuti namja berkaus cream itu. Setelah menyelimutinya, dengan lembut dan perlahan di belainya rambut coklat gelap namja itu, lalu perlahan di kecup ringan dahinya.

“istirahatlah sayang… semoga saat matamu terbuka nanti, kebencianmu akan sedikit berkurang dan hatimu bisa sedikit saja memaafkan kesalahan Umma… Umma sangat menyayangimu, nak”. Katanya kemudian berlalu.

Setelah Ahara menjauh, Marc membuka matanya, meraba dahinya pelan, dan entah sejak kapan ada bendungan airmata disudut matanya. Dihirupnya dalam-dalam aroma yang tertinggal di kain syal yang sebelumnya dikenakan Ahra itu.

"Mianhae Umma..." lirihnya.

 

***

 

Marc membuka pintu rumahnya tanpa semangat. Kelelahan? Jangan tanyakan lagi betapa dia lelah. Rumahnya masih gelap gulita. dia meraba saklar.

Ctak..

Lampu menyala.

“darimana? Kenapa baru pulang?” tanya sebuah suara khas yang dikenal telinga Marc tanpa harus buang-buang tenaga untuk menoleh.

“dari rumah Siwon Samchoon...” jawab Marc sambil merebahkan tubuhnya di sofa disamping Donghae. “kenapa kesini?” tanya Marc setelah beberapa saat.

“kau tidak pulang... maka aku kesini dan berniat menarikmu pulang”.

“lupakan... aku lelah untuk kemana-mana lagi...”kata Marc dengan mata hampir tertutup.

“punggung tanganmu kenapa?” tanya Donghae menyadari punggung tangan Marc yang diplester.

“oh, ini... aku lupa melepasnya” jawab Marc sambil melepas plesternya dengan tampang malas.

“bekas infus?” tanya Donghae melihat luka di punggung tangan itu.

“hem...” gumamnya dengan mata hampir terpejam.

“apa yang terjadi?”.

“samchoon yang overprotective itu memberiku satu flash infus...”.

“kau sakit lagi?”.

“anni... hanya kelelahan...” jawabnya hapir tak terdengar, dia sudah setengah tertidur.

“pindah kekamar?” ajak Donghae.

Lamat-lamat Marc bangkit dari duduknya dan dengan mata hampir tertutup untuk berjalan kekamar.

Donghae mengikutinya dari belakang, takut-takut kalau Marc akan oleng.

Marc berhenti berjalan kemudian malah berlari segera menuju kamarnya.

Uhuek.... Huek...

Terdengar dengan jelas oleh telinga Donghae yang ada diluar kamar membuatnya segera berlari menuju sumber suara.

Uhhuek...

Donghae memijat tengkuk sahabat sekaligus saudara angkatnya itu yang masih menghadap toilet untuk mengeluarkan muntahannya.

Uhhuek.. huek...

“Kyu!” sebut Donghae kaget melihat matrial yang keluar dari mulut Marc.

“a-air Hae...” pinta Marc lemah.

Donghae langsung melesat keluar kamar dan ke dapur mengambil air hangat dalam gelas. Saat dia kembali keadaan Kloset sudah bersih, tinggal sisah-sisah yang ada disekitar bibir Marc saja.

“ini airnya...” kata Donghae sambil mengulurkan air yang dibawanya.

Marc mengambilnya untuk berkumur dan membersihkan bibirnya.

Setelah itu Donghae mengulurkan handuk dan diterima oleh Marc.

“kau ini sebenarnya kenapa? 2 kali kau seperti ini... jangan lupakan hidungmu juga sering berdarah... apa tidak bisa kau berhenti beraktifitas dulu sementara untuk memperbaiki lambung dan kelelahan ekstrimmu? Ha?” marah Donghae dengan wajah sarat dengan kekhawatiran.

“nde... setelah konser... aku akan istirahat, Hyungnim...” goda Marc balik setelah keadaannya cukup membaik.

“aku tagih janjimu itu, kalau tidak istirahat setelah konser lusa, aku akan mengikatmu di ranjang dan menyuruh Siwon Samchoon menginfusmu sampai kau benar-benar sembuh!” marah Donghae masih terasa. Dia segera membantu Marc naik keranjang dan memposisikannya senyaman mungkin.

“gumawo Hae...” kata Marc dengan mata hampir terpejam.

“kau hanya akan tidurkan? Bukan pingsankan?” tanya Donghae khawatir.

“just sleep... promise...” lirih Marc terakhir sebelum matanya terpejam.

 

***

 

“Marc….”. panggil Donghae.

Marc menoleh sebelum sempat membuka pintu mobil.

“hari ini, berbaikanlah dengan Umma... maafkan Umma, sapa dia Kyu... kau tahu dia merindukanmu, dan menangis setiap malam hanya ingin kau memaafkannya dan mau kembali kepelukannya... Umma sayang padamu... maafkan Umma, Nde!“.

“berapa kali kau mengatakan hal itu sejak kemarin pagi?”. Kata Marc dengan nada guyonan.

“Aku serius Kyu!”.

Marc tersenyum kecil.

Donghae mendengus sebal.

“ya… sekarang aku juga serius. Bisa aku minta tolong?”. Tanya Marc dengan wajah serius.

“apa? Kalau kau minta aku akan diam dan berhenti mendorongmu berbaikan dengan Umma, aku tidak akan bisa menolongmu”.

“2 hal saja... jangan bahas itu lagi, mulai sekarang… cukup diam dan jaga dia…”. Kata Marc sambil membuka pintu mobil dan melangkah keluar.

“tapi dia Ibumu!”. Kata Donghae cukup keras untuk didengar Marc.

“maka dari itu, jaga dia... untuk kita berdua”. Kata Marc singkat, dia segera menuju gedung, dan berbelok ke ruang khusus untuk menghindari Donghae.

“ck, menyebalkan! Kitakan harus menjaganya bersama-sama” gerutu Donghae menyadari Marc yang menghindarinya.

 

***

 

Kurang dari satu jam kemudian semua pemain ditambah Marc sudah siap diatas panggung. Music dimulai dengan pembukaan suara gesekan lembut cello diikuti biola, oboe, dan alat music lain, dan inti dari music ini adalah dentingan piano yang menyayat hati.

Suasana ruangan konser sangat sendu. Inti lagu tersampaikan dengan baik. 70 orang pemain music dengan seorang kondektur yang berhasil menyatukan jiwa.

Lagu diakhiri dengan dentingan piano yang menggantung. Setelah semua selesai, tirai ditutup, pemain music turun. Tinggal ada Marc dan juga seorang penyanyi perempuan senior ballad terkenal diatas panggung.

Marc duduk menghadap Piano yang tadi dihadap Cho Ahra.

“this is the last present from Marcus Lee, today, 22 Agustus 2009, and this song is present to all mother every where, thank you for loving us, and thank you for all things you do for us… without you, we can’t to stand here now, Mama… Marcus Lee with Hallen Scote”. Kata pembawa acara.

Kemudian tirai terbuka.

Dentingan piano mulai terdengar. Terdengar sangat lembut. Lalu music berhenti sejenak dan lagu dimulai, setelah kata pertama music berlanjut.

Mama thank you for who I am

Thank you for all the things I’m not

Forgive me for the words unsaid

For the times I forgot.

Hallen Scote itu memandang Marc, isyarat meminta Marc untuk mulai memasuki lagunya. Marc mengangguk dan membayangi suara Hallen.

Mama remember all my life

You show me love, you sacrificed

Think of those young and early days.

How I’ve changed along the way.

ia memandang Marc kembali dan memintanya untuk melanjutkan lagu. Marc hanya tersenyum untuk menolak.

And I know you believed

And I know you had dreams

And I’m sorry it took all this time to see

That I’m where I’m because of your truth

And I miss you…

Oh I miss you (sahut Marc akhirnya)

Hallen Scote tersenyum ke Marc dan meminta Marc untuk melanjutkan lagunya.

Mama forgive the times you cried

Forgive me for not making right

All the storms I may have caused

And I’ve been wrong dry your eyes.

Hallen memberi isyarat untuk memulai lagunya berdua.

Cause I know you believed

And I know you had dreams

And I’m sorry it took all this time to see

That I’m where I’m because of your truth

And I miss you…

Oh I miss you…

Marc memberi isyarat lagi kalau dia tidak akan masuk lagi. Sekarang diwajahnya tampak bintik-bintik keringat dingin, ia merasakan kepala dan perutnya mulai bergejolak.

Hallen mengangguk mengerti.

Mama I hope this makes you smile

I hope you’re happy with my life

At peace with every choice I made

How I’ve changed Along the way… Along the way…

 

And I know you believe in all of my dreams

And I owe it all to you. Mama…

 

Permainan berakhir. Marc berdiri dari kursinya perlahan, sungguh lemas sekali badannya sekarang.

Mereka berdua hormat lalu tirai ditutup kembali.

“are you ok Marc?”. Tanya Hallen khawatir dan menahan tangan Marc.

“I’m ok Hall…”. Jawab Marc dengan senyum tipis bertengger diwajah pucatnya.

 

***

 

Marc turun panggung. Tubuhnya terasa semakin lemas, seakan tenaganya habis. Matanya bertemu pandang dengan Ahra, ia tidak berusaha menghindari tatapan itu. Mereka berpandangan cukup lama.

Ahra maju menyongsong Marc.

Marc tidak bergerak untuk menjauh ataupun mendekat. Dia hanya diam ditempat dan menunggu cerita selanjutnya dalam hidupnya.

Ketika jaraknya hanya tinggal kurang dari 2 meter, Ahra berhenti. Ia menatap Marc, putranya sendiri. Ia tersenyum melihat Marc yang tidak berusaha menjauhinya, Marc membalas senyumannya walaupun hanya senyuman lemah. Ahra berjalan perlahan, mengangkat kedua tangannya bersiap memeluk Marc. Setelah didepan Marc, ditariknya Marc kedalam pelukannya, pelukan hangat seorang Ibu.

Marc sama sekali tidak memberontak, malahan perlahan tangannya membalas pelukan itu walaupun sangat lemah.

Ahra sudah menangis didalam pelukan putra yang dirindukannya.

“Kyunnie... Kyuhyunnie....” sebut Ahra lega.

“Saranghae… Bogoshippoyo umma…”. Bisik Marc.

“Mianhe Baby… nado saranghe… nado bogoshippo… ayo kita mulai semuanya dari awal lagi… hiduplah disamping umma… dengan Donghae juga…” kata Ahra melepas pelukannya dan meraih kedua sisi pipi Marc dan mencium kedua pipinya.

Marc masih tersenyum lemah mendapat ciuman seperti yang diingatnya waktu umurnya masih sangat kecil dulu. Ditariknya Ahra kedalam pelukannya lagi. Lalu diletakannya kepalanya di bahu wanita yang telah melahirkannya itu, dan jemari lentik ibunya membelai lembut helaian hitam Marc yang nyaman dalam pelukannya.

“umma...” lirih Marc.

“mulai besok, kita mulai semua dari awal… kita buat keluarga kita yang baha-“. Kata-kata Ahra terhenti, ia merasakan pelukan Marc menghilang dan berat yang ditopangnya semakin berat. “Kyunie… sayang…”. Panggilnya.

Tidak ada jawaban.

“tolong!”. Teriaknya keras saat menyadari ada keanehan.

Banyak mata melihat kejadian itu tanggap menolong keduanya.

“telpon Ambulance!”. Perintah sebuah suara.

Ahra masih terdiam, tak sanggup mengeluarkan suaranya barang sedikit saja.

“tidak perlu menghubungi ambulance… dia sudah meninggal…”. Kata lelaki yang memeriksa Marc.

Pupil mata Ahra melebar, dia terjatuh, tidak ada daya untuk menahan tubuhnya. Ia kemudian merangkak mendekati Marc, ia meraih kepalanya menggantikan bantalnya, kemudian memeluknya erat…

“Bangun nak… bangun sayang… Kyunnie… ini Umma nak… irrona…”. Tangis Ahra semakin pecah.

Tidak ada jawaban sama sekali.

Ahra memandang wajah Marc. Ia melihat mata Marc yang terpejam, ada senyum kecil diwajahnya yang terlelap. Ia membelai rambut, kemudian wajah dan terakhir memeluknya lagi.

 

Selesai...

 

ini Chapter terakhirnya. terimakasih buat yang udah baca, Subscribe dan mem-vote. maaf kalau akhirnya mengecewakan

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
yuchan13 #1
Chapter 4: aigoo, kyu pergi d pelukan sang eomma, kyu srbenernya skit apa ya? apa aq terlewat membacanya? ntah ini sad ending atw happy ending, bsa d bilang ini happy ending krn kyu akhirnya ketemu sang eomma n pergi d pelukannya... T.T tpi sad ending bwt ahra yg nggk bsa kumpul lbh lama sama kyu pdhl selama ini dy mencari anknya... aq penaaaran gmn mrk bsa pisah, apa yg bikin mrk pisah n bikin kyu ngira ahra ahra ninggalin dy...
ditunggu ff brothersgip n family lainnya...
fira_bunny #2
Chapter 4: Sungguh menyentuh namun berakhir sedih.
Hweeeeeeee......
Kenapa harus sad ending???