Last Sentences from Beloved Brother

Last Sentences from Beloved Brother

youngdinna present

 

Yang kuingat, kalimat terakhir yang ia ucapkan adalah

"Kakak akan selalu merindukanmu. Jangan merindukan kakak, baik-baiklah dengan ibu."

 

Percayakah kalian jika kejadian dalam film atau drama televisi bisa terjadi dalam kehidupan nyata? Ambilah satu contoh, pernikahan puteri raja di negeri dongeng misalnya? Di mana seorang pangeran tampan dan kaya raya ada di sana, sang puteri tampil cantik dengan gaun berbahan mahal yang bercahaya? Bukankah itu membahagiakan?

Tentu. Tentu itu semua akan sangat membahagiakan jika terjadi dalam kehidupan kita. Tapi, ingatkah kalian bahwa tak semua dongeng maupun kisah akan selalu berakhir bahagia?

Aku menghela napas, entah sudah keberapa kalinya gas karbon dioksida itu keluar dari mulutku, membuat layar ponsel sentuh di depanku mengembun. Mataku meredup, gemuruh tak nyaman menghantui relung jiwaku, ada rasa sesak, sakit, dan sedih meski aku tak sampai menangis. Kembali, kuhela napas, kali ini dengan deru yang lebih prihatin, mataku sekali lagi menatap tulisan di depanku, tulisan dari teman dunia mayaku yang mengabarkan suatu berita buruk.

 

January, 2014

From: XXX

Dia telah lama hiatus.. Katanya sakit..

 

Sangsi, aku tahu ada nada sangsi dalam kalimat itu, namun aku tetap menulis jawaban layaknya seperti biasa.

 

January, 2014

To: XXX

Sakit? Hiatus? Ini sudah hampir satu bulan, kan? Dia bukan tipe penulis yang malas-malasan seperti kita..

Katakan padaku. Apa terjadi sesuatu? Kau tahu sesuatu, kan?

 

January, 2014

From: XXX

Tenangkan dirimu.. Baik, baik akan kukatakan yang sebenarnya.. Dia sakit, yah.. Sakit yang cu- tidak! Parah sekali. Dan kuharap kau mempercayai apa yang kukatakan

 

January, 2014

To: XXX

Katakan!

 

January, 2014

From: XXX

Katatonik Stupor atau aku menyebutnya dengan istilah mudah.. Dia menjadi boneka hidup sekarang..

 

***

 

"Hyuung!"

 

Senyum terkembang lebar saat anak berusia sebelas tahunan itu menubruk kaki panjang  sang kakak, si kakak yang juga masih memakai seragam sekolahnya tertawa terpingkal.

"Kau ini. Di tempat umum seperti ini tetap saja manja."

"Aish! Hyung, kan kakakku!" si adik mengerucutkan bibir, hingga nampak begitu runcing dan semakin membuat sang kakak gemas. Beruntung sekali dia memiliki seorang adik yang tampan dan manis.

"Seung-ya.."

"Hn."

"Kau marah pada hyung?" si pemuda yang lebih dewasa mencoba mencari perhatian si muda dengan menoel pelan pipi gembulnya. Nyatanya berhasil.

"Aku tidak marah padamu kok, hyung."

"Geurae.." si kakak kembali tersenyum cerah. "Ayo kita jemput eomma? Sekalian kita beli es krim?"

"Ne, Seunghyun-hyung!"

Dua sosok itu berjalan sembari bergandengan tangan erat.

Cuacanya cerah dengan angin yang bertiup lembut, terasa segar dan sejuk sekali. Beberapa anak seumuran mereka juga terlihat di pinggiran toko. Entah sedang berjalan seperti mereka berdua, atau sekedar berdiri sambil bercengkerama.

Seunghyun tersenyum saat mata tajamnya menangkap seorang gadis -seumuran dengannya- yang bersepeda bersama sang adik perempuan dengan ceria dan penuh tawa. Kebahagiaan begitu terpancar dari kedua sosok itu hingga terasa menyilaukan di mata Seunghyun.

'Apa aku bisa seperti itu terus juga?'

"Hyung?"

Lamunan Seunghyun seketika buyar, sebuah tarikan halus tangan kecil Seungri membuat Seunghyun mau tak mau memfokuskan perhatiannya ke arah sang adik tanpa melupakan senyumannya.

"Hyung sedang memikirkan sesuatu, ya?"

"Tidak juga. Kenapa kau bisa bicara begitu?"

"Hm. Hanya menebak saja.." Seungri berlagak sok berpikir. "Hyung tidak pandai berbohong di depanku.."

"Arraseo.." Seunghyun tersenyum geli. Namun perasaan itu kembali hadir, perasaan yang akhir-akhir ini sering mengganjal hatinya.

'Apa yang akan terjadi? Mengapa batinku terus-terusan berkecamuk? Semoga bukan pertanda buruk..'

 

***

 

Malamnya Seunghyun tidur tak tenang. Entah apa penyebabnya, namun perasaan mengganjal itu kembali datang dan tak segera pergi. Cahaya bulan sudah meninggi, warnanya yang kekuningan bahkan sudah menembus gordin tipis yang menutupi jendela kamar Seunghyun. Malam itu malam padang bulan yang indah, namun Seunghyun belum juga terlelap.

"Aku akan ke kamar Seungri."

Dengan langkah lembut tanpa ribut, Seunghyun berjalan ke arah kamar adiknya. Baru beberapa langkah, pemuda itu berhenti, menatap pintu kamar sang ibu yang sedikit terbuka, menampakkan sang ibu yang terlelap dengan nyenyaknya.

Seunghyun tersenyum, perlahan pemuda itu memasuki kamar sang ibu. Tidak ada yang berubah, kamar ibu tetap rapi meski sekarang tak ada lagi ayah yang menemani. Seunghyun menghela napas, perlahan membetulkan letak selimut ibunya yang melorot.

"Nice dream, eomma.." Seunghyun baru meninggalkan sang ibu setelah ia memberikan kecupan sayang di pipi.

Pemuda itu menutup pelan pintu kamar sang ibu. Langkahnya kembali bergerak menuju kamar sang adik yang tak jauh dari kamar sang ibu tadi. Seunghyun cukup terkejut saat mendapati sang adik ternyata belum tidur juga.

"Seungri? Kau belu-"

"Aku tidak bisa tidur, hyung.."

Lagi, Seunghyun tersenyum. Pemuda itu mendekati si adik yang tengah sibuk membolak-balikkan halaman komik tanpa arti.

Hyung!” Seungri berseru tak terima saat Seunghyun merebut komiknya. Sang kakak malah tersenyum sambil mendesiskan kata ‘Ssh’ padanya.

“Tidurlah. Ini sudah malam, Seung-ya..”

“Aku akan tidur daritadi jika aku bisa..” gerutu Seungri.

“Hm.. Bagaimana kalau hyung menemanimu tidur di sini?”

“Uh? Apa tidak apa-apa? Kasurku kecil, hyung..”

Hyung tidur di bawah.. Hyung juga susah tidur malam ini..” ujar Seunghyun sambil beranjak ke lantai kamar Seungri yang beralaskan karpet bulu. Seungri menatap kakaknya cukup lama.

Hyung?”

“Hm?”

“Terjadi sesuatu, kah?” Seunghyun menatap adiknya dalam, ragu menceritakan kegelisahannya.

“Tidak ada. Hanya merasa gelisah saja.” ujar Seunghyun, pemuda itu lalu tersenyum ke arah adiknya. “Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu.”

“Apa?” tanya Seungri.

“Aku akan selalu merindukanmu.”

“Hah?” Seungri mengernyit dalam demi ucapan sang kakak. Mengapa tiba-tiba kakaknya berkata seperti itu?

“Apa maksudmu, hyung?” tanya Seungri.

“Ada lagi. Jangan merindukanku, Seung-ya.. Baik-baiklah dengan eomma..”

“Kau aneh, hyung!” ujar Seungri sedikit kesal. Pemuda kecil itu lalu membalikkan badan tanpa memandang ke arah sang kakak. “Aku tak mau dengar ucapanmu itu.”

“Seung-ya..”

“Tidurlah, hyung.”

“Maaf jika aku membuatmu khawatir karena bicara begitu.” hela Seunghyun pelan, kemudian ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. “Good Night, my brother..”

 

***

 

Seungri’s pov

Hari ini panas sekali, membuatku tak begitu bersemangat bermain bola bersama teman-temanku sepulang sekolah. Perlahan kurapatkan tudung jaket yang kukenakan guna melindungi serangan terik matahari, namun cuaca panas ini bukanlah faktor utama aku menghindari ajakan Jiyong dan Daesung tadi, aku masih kepikiran dengan ucapan Seunghyun-hyung kemarin.

Aneh. Aku tahu, Seunghyun-hyung memang selalu mengungkapkan rasa sayangnya pada keluarga dengan cara yang tidak biasa, aku dan eomma sudah sangat hafal kebiasaannya itu. Namun, perkataannya semalam entah kenapa justru membuatku kesal dan marah, meski kalimat yang ia ucapkan merupakan sebuah kalimat yang manis.

 

“Aku akan selalu merindukanmu. Jangan merindukanku, Seung-ya.. Baik-baiklah dengan eomma.”

 

Aish!” aku melepas sepatu sekolahku gusar. Rumah masih dalam keadaan sepi, belum ada tanda-tanda Seunghyun-hyung pulang. Sejauh mataku melihat hanya eomma yang sibuk bekerja di depan komputer.

Kasihan eomma. Semenjak appa meninggal dunia, beliau bekerja jauh lebih keras sekarang. Eomma adalah seorang freelancer online di salah satu website terkemuka, entah apa yang ia kerjakan, namun kami bersyukur karena uang hasil banting tulangnya mampu mencukupi kebutuhan pokok hidup kami, termasuk biaya sekolahku dan sekolah Seunghyun-hyung.

Eomma?”

“Oh! Kau sudah pulang? Mau makan siang?” aku menggeleng demi menjawab sambutan hangat eomma, beliau sedang sibuk, aku tak tega memintanya memasakkan makan siang untukku, lagipula aku belum terlalu lapar.

“Tidak usah, eomma.. Aku menunggu Seunghyun-hyung pulang saja di beranda belakang.” eomma tersenyum sambil mengusak kepalaku lembut.

Aku beranjak ke beranda belakang rumah kami setelah sebelumnya mengajak Charlie -anjing keluarga kami- ikut menunggu kedatangan Seunghyun-hyung. Charlie terlihat aneh hari ini, dia tidak menyalak senang seperti biasa, hanya menggonggong pelan dan gelisah.

“Ada apa, dude? Kau lapar, ya?” percuma juga, aku sudah menyodori snack kesukaan Charlie, tapi ia terlihat tak berselera. Aku menghela napas.

“Baiklah. Kita duduk di sini sambil menunggu kedatangan Seunghyun-hyung, ya?” seperti mengiyakan ajakanku, Charlie mendudukkan dirinya di sampingku, aku mengusap lembut bulu-bulunya yang makin memanjang.

“Kau tahu, Charl? Aku sedang mencemaskan sesuatu..” Charlie menatapku, seakan mendengarkan ucapanku. “Sesuatu itu berhubungan dengan Seunghyun-hyung..”

“Aku tahu. Dia memang suka mengungkapkan rasa sayangnya pada keluarga dengan cara yang aneh, dan aku juga tak keberatan soal hal itu. Menurutku itu sudah hal yang biasa. Namun semalam.. Dia mengatakan hal aneh padaku, Charl.. Dia.. dia mengatakannya seolah dia akan pergi meninggalkanku dan eomma, pergi begitu jauh..” aku menggigil sendiri saat merasa merinding di sekujur tubuh. Charlie kembali menggonggong halus, ia lalu beranjak ke pangkuanku, aku kembali mengelus bulu-bulunya.

“Kau merasakan hal yang sama, ya?”

“Membicarakan apa?” aku tersentak dan buru-buru menoleh. Sosok Seunghyun-hyung sudah berada tak jauh dari tempatku mengobrol bersama Charlie. Ia tersenyum kecil.

“Sepertinya kau mengobrolkan hal yang mengasyikkan bersama Charlie.” ucap Seunghyun-hyung sambil mendudukkan diri di samping kursi goyang yang tengah kududuki sekarang bersama Charlie.

“Tidak juga. Bukan hal penting, kok..” ujarku sambil menggerakkan kursi goyang itu ke depan dan ke belakang, membuat tubuh kami kembali bergoyang lembut. Seunghyun-hyung tersenyum lagi, ia lalu ikut menggerakkan kursi goyang yang kami duduki hingga gerakannya berubah cukup kencang.

“Hei, hyung.. Charlie terlihat senang..” aku berucap sambil tersenyum lebar.

“Kalau begitu, kita goyangkan kursi ini lebih kencang lagi.”

Ne!”

Detik berikutnya, kami tertawa sambil terus memainkan kursi yang kami duduki, perasaan gelisah yang tadi menghantuiku perlahan menguap dan menghilang, aku kembali ceria lagi karena Seunghyun-hyung.

“Lebih kencang lagi, hyung!”

“Lagi?”

“Ya! Ini menyenangkan!”

“Baiklah..” baik aku dan Seunghyun-hyung semakin tertawa keras saat gerakan kursi goyang semakin kencang, Charlie juga semakin menyalak girang.

“Akan kupercepat gerakan kursinya.”

“Tunggu. Kupikir ini sudah cukup. Nanti bahaya, hyung.”

“Tidak. Lihat, ya?”

Hyung! Tidak! Kaki kursinya! Seunghyun-hyu-"

GUBRAKH

 

***

 

"Bagaimana bisa itu terjadi?"

"Keadaannya tak bisa di katakan baik, nyonya.. Anak anda.."

"Cukup. Jangan katakan lagi."

"Eomma?"

Dua sosok itu menoleh, menatapku yang sudah tersadar dari pingsan. Hal pertama yang kurasakan adalah pening di kepalaku, seperti di tusuk ribuan jarum.

"Akh!"

"Kau tak apa, Seung-ya?" eomma mendekat, membelai bagian kepalaku yang tak tertutup perban, aku mengangguk pelan.

"Mana hyung?"

Hanya perasaanku saja, atau ekspresi eomma berubah keruh begitu aku menanyakan perihal Seunghyun-hyung. Ada apa?

"Eomma?"

"Eh? Iya, Seung-ya?"

"Hyung.. Apa hyung baik-baik saja?"

"Eh? Ah, eomma.." aku mengernyit dalam mendapati keragu-raguan eomma. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa Seunghyun-hyung terluka parah?

"Eomma."

"Ya?"

"Apa Seunghyun-hyung baik-baik saja?"

"Eomma tidak tahu, nak.."

"Apa?"

"Eomma tidak tahu apakah keadaan kakakmu bisa di katakan baik-baik saja." eomma berujar parau, matanya yang bening mulai memburam dan berkaca-kaca.

"Eomma! Eomma, kenapa menangis?" beliau menggeleng cepat, secepat beliau menarik tubuhku dalam pelukan erat. Aku bingung, namun kubalas pelukan eomma guna menenangkannya.

"Eomma.."

"Tidak. Dia tidak baik, Seung-ya.."

"Mwoya?"

"Seunghyun.. Seunghyun kakakmu.. Kakakmu.. Dia mengalami trauma berat.."

"Maksud eomma apa?"

"Dia.."

"Dia cidera kepala? Amnesia?"

"Tidak!"

"Lalu, apa yang terjadi padanya? Jelaskan eomma." eomma menatapku sendu, kedua matanya kembali beruraian air mata seiring dengan isakannya.

"Eomma.."

"Trauma kepala yang menyerang sistem kerja saraf."

"Apa?"

"Sistem kerja saraf motorik Seunghyun.. Dokter bilang milik Seunghyun sudah tak dapat lagi di gunakan."

Aku mengerjap beberapa kali, belum begitu bisa memahami maksud penjelasan eomma.

"Ini terlalu rumit bagimu, Seung-ya.."

"Jelaskan dengan cara yang lebih mudah eomma.."

"Seung-ya.."

"Kumohon. Aku juga saudara Seunghyun-hyung."

Eomma menghela napas, beliau membelai pipiku lembut.

"Kita temui dokter, beliau yang lebih pandai menjelaskan hal ini padamu, anakku.."

 

And I've lost who I am, and I can't understand..

 

"Nak, ini bukan saat yang tepat."

"Kenapa? Aku saudara kandung Choi Seunghyun. Aku orang yang bersamanya saat kecelakaan itu terjadi."

"Tapi, ini terlalu rumit bagimu.."

"Apa karena aku anak kecil?! Usiaku sudah hampir dua belas tahun! Jelaskan apa yang terjadi pada hyung-ku!"

"Seung-ya.."

"Tidak. Aku perlu tahu, eomma.."

"Mengapa kau begitu ingin tahu, nak?"

'Karena aku kembali merasakan ketakutanku lagi.. Ketakutan itu datang lagi..'

 

Why my heart is so broken, rejecting your love, without, love gone wrong lifeless words carry on..

 

"Itu yang terjadi padanya?"

"Sudah kukatakan ini terlalu rumit untukmu, nak.."

"Jangan bercanda denganku."

"Seung-ya.."

"Mana ada penyakit seperti itu?! Kau bohong!"

"Tenangkan dirimu, Seung-ya."

"Tidak! Dia bohong eomma.."

"Seung-ya.."

"Dia bilang hyung ku sudah kehilangan kemampuan mendeteksi perasaan? Kau pikir ini film?!"

"Choi Seungri!"

"Dia bohong eomma!"

"Tidak, anakku.. Ini kenyataannya.."

"Tidak. Pasti ada yang salah! Seunghyun-hyung tidak mungkin mengalami ini semua!"

"Seungri! Seungri kau mau kemana!"

'Tidak! Tidak! Tidak! Kumohon jangan katakan padaku! Kumohon! Kumohon jangan biarkan ini terjadi!'

 

But I know, all I know, is that the

end's beginning...

 

"Seungri.."

Aku tak menoleh dan membiarkan eomma menghampiriku. Beliau mengatur napas, aku tahu beliau baru saja menangis karena matanya kembali bengkak seperti hari-hari kemarin.

"Ada apa, nak?" kurasakan eomma membelai lembut kepalaku yang sudah tak berbalut perban lagi. Aku menggeleng sebagai jawaban.

"Ceritalah pada eomma.."

"Tidak ada perihal yang ingin kuceritakan eomma, apa yang kupikirkan bukanlah sesuatu yang menarik."

"Seungri.. Lihat aku, sayang.." eomma menarik daguku perlahan, saling mengadu mata kami. "Kau anakku, Seungri.. Apapun. Hal sekecil apapun yang terjadi padamu akan selalu menarik perhatianku."

"Aku lelah."

"Apa?"

"Eomma bertanya apa yang kupikirkan, bukan?" aku berucap tanpa menatapnya. "Apa yang kurasakan saat ini adalah lelah, eomma.."

"Seungri.."

"Tidakkah eomma juga merasakannya?" tanyaku dengan suara gemetar. "Sebulan telah berlalu, musim mulai menunjukkan pergantiannya.. tapi dia belum menunjukkan kemajuan sama sekali.."

"Oh.." aku menyandarkan kepalaku dalam dekapan penuh kasih eomma. Rengekan berupa isak kecil keluar dari kedua belah bibirku, cairan bening kembali mengalir dari kedua mataku, seiring dengan rasa sakit dalam dada yang semakin bertubi.

"Kita sudah melakukan yang terbaik, anakku.."

"Tidak! Ini bukan hal yang terbaik eomma!"

"Seung-ya.." aku menggeleng keras, napasku tersendat-sendat karena terlalu banyak menangis. "Jangan seperti ini, anakku.."

"Tidak, eomma! Tidak!" aku menggeleng keras. "Semakin kemari, aku semakin tersiksa melihat keadaan Seunghyun-hyung! Aku lelah! Lelah mengajaknya berbicara karena ia sama sekali tak membalas ucapanku.."

"Seung-ya.."

"Melihatnya seperti itu.. Itu menyiksaku, eomma.." eomma kembali memelukku, meredakan pergolakan batin yang menyiksa hatiku. Ini sangat menyakitkan.

Cuaca hari ini cerah, namun nyatanya sama sekali tak berhasil mengubah perasaanku.

"Aku akan mengatakan sesuatu. Mungkin ini keputusan yang terbaik." ujar eomma memecah kesunyian. Aku menatapnya bingung.

"Eomma?" eomma tersenyum, ia mengecup pelan puncak kepalaku penuh kasih.

"Eomma mendapatkan saran ini dari dokter, namun berulang kali eomma menolaknya..

 

Eomma terlalu egois. Eomma mengharapkan sesuatu yang lebih, kesembuhan Seunghyun kakakmu.. tanpa mengantisipasi efeknya pada putraku yang lain, yaitu kau Seungri."

Eomma beranjak berdiri, kembali tersenyum setelah sebelumnya menghapus setitik air mata dari pipinya.

"Berjanjilah padaku.."

"Apa eomma?"

"Kau harus menerima dan kembali ceria seperti dulu begitu eomma menetapkan keputusan ini, Seung-ya.."

Aku menatap eomma cukup lama. Dalam nada kalimatnya tadi, terselip begitu banyak beban, meski aku masih dapat merasakan ketegasan seorang ibu di dalamnya. Aku menghela napas, sambil tersenyum tipis aku mengangguk pasti.

"Ne, eomma.."

 

***

 

Author's pov

Aku menghela napas sembari menatap layar ponselku tak fokus. Kedua mataku berair seiring dengan aku yang kembali membaca ulang pesan dari kawanku yang membawa kabar mengejutkan.

 

June, 2014

From: XXX

Keputusan keluarganya sudah final.. Katanya ini adalah keputusan yang terbaik.. Keluarga memutuskan untuk memberinya suntikan eutanasia..

 

"Ini sama sekali bukan keputusan yang terbaik.. Ini adalah sebuah paksaan, karena tak ada pilihan lain." bisikku sambil mengelap pipiku yang basah. Aku menghela napas, perlahan kuketikkan pesan balasan untuk temanku.

 

June, 2014

To: XXX

Kurasa apa yang pernah kukatakan benar, kan?

Seorang penulis mungkin bisa membuat sebuah kisah yang berakhir bahagia, penuh dengan cinta dan keberuntungan..

Tapi, kenyataan tetaplah kenyataan.. Hidup bukanlah sesuatu yang fiktif, kawan.. Hidup adalah fakta, dan sebuah keharusan kita menghadapinya, meski itu menyakitkan..

Aku tak bisa datang ke pemakamannya, jadi kusampaikan dukaku di sini.. Semoga ia bahagia di sana, ia pergi begitu cepat, ia terlalu muda untuk mengalami ini semua.. Tapi mungkin, eutanasia adalah keputusan yang terbaik untuk mengakhiri siksaannya..

Semoga keluarganya di beri lebih banyak kekuatan, terutama adiknya.. Kehilangan kakak di usia semuda itu, pasti cukup mengguncang batinnya..

 

Who I am from the start, take me

home to my heart..

Let me go and I will run, I will not be silent..

 

All this time spent in vain, wasted

years, wasted gain..

All is lost, hope remains, and this

war's not over..

 

There's a light, there's the sun,

taking all shattered ones..

To the place we belong, and his love will conquer all..

 

*FIN

 

*Katatonik stupor: Berhentinya respon kerja saraf motorik yang di sebabkan karena trauma berat pada kepala (bisa karena benturan, atau kecelakaan yang mengenai kepala), akibat dari katatonik stupor adalah pasien akan mengalami kelumpuhan dalam merespon balik, seperti: merasakan rasa sakit, rasa kenyang/lapar, rasa kantuk, rasa lelah, bahagia/sedih, dsb.

 

Eutanasia / suntik mati: praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau meminimalisir rasa sakit. Biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.

 

Fanfiksi ini saya dedikasikan untuk teman saya yang begitu saya sayangi..

Dia adalah seorang pemuda berbakat yang telah pergi ke sisi Allah dalam usia yang begitu dini, ia bahkan tak lebih tua dari saya.. Namun, takdir menyuruhnya pergi begitu cepat..

Saya sengaja tidak menyebutkan nama di sini, cukup kisahnya saja yang saya bagi ke readers sekalian untuk sekedar penyadaran pada kita semua.. Saya ga pernah nyangka, kalau "Katatonik Stupor" benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata, saya selama ini selalu berpikir mungkin hal seperti itu hanya terjadi dalam sebuah fiksi belaka, atau hanya sekedar kasus yang jarang terjadi dalam dunia kesehatan, but at least this really happens now.. Hh, I'll miss him so much..

Nah, tidak banyak omong lagi, silahkan tinggalkan review kalian semua.. Berupa doa buat temen saya juga gak apa-apa.. Doa kalian sangat bermanfaat bagi dia n keluarga mereka..

 

Kansahamnida@youngdinna

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ms_koala #1
Chapter 1: Semoga kluarga yg ditinggalkn di beri kesabaran Dan ketabahan, Dan semoga 'pemuda tsb' mndpt tmpt yg indah di sisi Allah... Aamiin 🙏🙏
kpopartory
#2
Chapter 1: Congratulations being in the random feature, even though I could not read it.
ririrein #3
Chapter 1: semoga dia ditempatkan di tempat terbaik disisi-Nya
dan semoga keluarga terutama adiknya diberi keiklasan kesabaran
ririrein #4
Chapter 1: semoga dia ditempatkan di tempat terbaik disisi-Nya
dan semoga keluarga terutama adiknya diberi keiklasan kesabaran
choiandlee #5
Chapter 1: I'm crying T_T
iwillalways #6
Chapter 1: semoga dia dapat tempat terbaik disisinya- amien-