Blind Date

Trapped in Mirror Land

Waktu itu secara tidak sengaja, Seulgi menemukan sebuah jalinan akar berbentuk hati terjatuh dari balik tasnya. Berharap seseorang tak melihatnya — Seulgi sangat malu akan hal ini, ia memungut benda itu dengan hati-hati. Dibelakang benda itu, seukuran telapak tangan, terselip sebuah kertas kecil berwarna merah jambu. Disekeliling kertas itu diwarnai dengan glitter yang gemerlap. Menimbulkan kedutan kecil di ulu hati Seulgi. Ia tersenyum dalam kesunyian.

Dia mendapatkan undangan kencan pertamanya.

Sepulang sekolah tak lupa ia mampir ke sebuah salon kecil di ujung gang rumahnya. Saat masuk, Anantee si pemotong rambut menanyai maksudnya datang ke salon. Dengan tersenyum malu-malu Seulgi berkata ia ingin meluruskan rambutnya. Disepanjang proses Anantee mencatok rambutnya, gadis itu diam-diam mencuri senyum. Saat Anantee menanyakan "Apa kau mau diolesi vitamin rambut?" Seulgi hanya tersenyum yang ia kira sebagai anggukan setuju. Setelah dua jam meluruskan rambut, Seulgi keluar dari salon dan mendapati gaya rambut yang berbeda. Sepanjang jalan ia memainkan jalinan rambutnya yang terasa halus disentuh ujung jarinya.

Sukses!

Melanjutkan pada misi selanjutnya. Seulgi sudah siap dengan tumpukan blus dan rok yang akan ia pilih untuk kencan pertamanya. Seumur-umur baru kali ini ia melaksanakan kencan buta seperti ini. Sebenarnya ia tak tahu mengenai apapun hal yang berbau kencan. Apa yang harus ia pakai, apa yang harus ia bawa dan apa yang harus ia katakan pada orang yang mengajaknya kencan. Oh, untuk yang satu ini Seulgi sudah menyiapkan belasan pertanyaan untuk diajukan pada seseorang yang mengirimkan jalanan hati untuknya. Ngomong-ngomong, ia juga pernah sekali mendapat kejutan seperti ini. Waktu itu umurnya masih 8 tahun. Salah satu temannya, yang belakangan ia ketahui sudah pindah ke Jepang, menyelipkan origami burung di sela-sela bukunya. Lantas Seulgi menemukan burung itu remuk tertindih buku Biologi dan Rumus Matematika. Si pemilik menekuk muka, ia berkata "Saat aku meninggalkanmu, kau baru tahu bagaimana rasanya." Akhirnya lelaki kecil itu benar-benar pergi, bahkan ke lain negara. Seulgi tak pernah menduganya.

Satu blus berwarna hijau lumut tergeletak begitu saja. Rasanya baru dua detik gadis itu menempelkan blus dengan manik-manik di leher itu pada tubuhnya. Berganti dengan rok dengan bahan rajutan yang hangat. Beralih begitu saja, rok itu terlempar ke arah tempat tidurnya. Setelah berkutat dengan beberapa baju, akhirnya ia menemukan sebuah blus bercorak bunga yang lembut. Dengan kerah U yang tak terlalu rendah membuat penampilannya segar tanpa ada kesan tua. Ia menyampirkan sebuah pita diujung poninya lantas menyapukan taburan bedak secara merata.

 

Seulgi menyelinap ke arah ruang televisi lalu melewati ruang tamu. Ruang tengah dan dapur nampak sepi, hingga ia berfikir kedua orang tuanya belum pulang hingga larut. Alhasil ia keluar dari rumah tanpa hambatan. Sebuah sinar menerjap kecil didepan rumahnya. Seulgi menyipitkan mata, mencuri pandang darimana cahaya itu berasal. Setelah ia mengunci rumah dan mengantonginya, ia bergegas menghampiri sinar itu.

Sekuat tenaga Seulgi menyembunyikan senyumnya saat menyadari darimana sinar itu berasal. Disana Tae il, lelaki yang mengiriminya jalinan hati, memutar pedal sepeda kayuhnya agar lampu di ban depan dapat menyala. Saat Seulgi sudah ada dihadapannya, lelaki itu nampak tersenyum malu-malu. "Aku sengaja membawa sepeda kayuh. Aku rasa kau lebih menyukainya ketimbang mengendarai mobil." Seulgi mengangguk begitu saja.

Seulgi duduk di belakang Tae il. Saat Tae il mengayuh, roknya berkibar-kibar hingga ia tak bisa melepaskan peganganannya. Di keranjang depan, beberapa kali terdengar gemerisik yang sedikit membuat Seulgi bertanya. Saat ditanyai, lelaki tiu memilih untuk mengalihkan pertanyaan dan membuang muka.

 

Mereka tiba di hamparan ilalang yang luas. Beberapa pohon apik bertengger di sebelah mereka. Menerbangkan angin malam yang ganas. Suara erikan jangkrik menggema dimana-mana. Tae il masih memutar pedalnya agar Seulgi bisa melihat dalam remang. "Berhentilah. Malam ini sinar bulan bersinar lebih terang." ujar Seulgi. Tae il menghentikan putarannya. Menggosok tangan lalu menghampiri Seulgi. Ia mengusap tengkuknya, keduanya kini merasa canggung. Belum pernah mereka sedekat ini. Mereka hanya sekedar bertukar sapa saat jam olahraga. Selebihnya, Tae il hanya mengawasi Seulgi dari jauh.

Tae il menyerahkan sebuah kotak yang ia ambil dari keranjang sepeda. Yang tadi menimbulkan gemerisik yang sedikit mengganggu. Seulgi meraihnya agak sangsi. Tae il mengangguk saat tatapan Seulgi menelisik apa maksudnya. Kotak itu kemudia berada di tanganya. Gemerisik itu seketika berhenti dan tenang. Setelah mendapat kata 'Bukalah' dari Tae il, Seulgi baru membuka penutup kotaknya.

Dalam kotak itu, menekuk lutut seekor kucing kecil berwarna orangnye. Matanya berkilat memantulkan sinar bulan. Pupilnya membesar dan ia terlihat sangat menggemaskan. Seulgi tak kuasa menahan senyumnya. Ia menyentuh telinga si kucing, dan kucing itu memejamkan matanya menikmati. "Dia suka padamu." ujar Tae il. Seulgi meraih kucing yang seukuran kedua kepalan tanganya itu dalam gendongan. Bulunya yang halus membentur bajunya yang hangat. "Aku tak menyangka kau akan memberiku ini." Lalu mereka bertukar tawa dengan riang.

Mata kucing itu menajam, telinganya menegak saat ia mendengar gemerisik di dahan pohon. Seulgi mencoba menenagkan hewan itu dengan mengelus puncak kepalanya. Si kucing masih tegang, ia menoleh ke sekeliling dengan gusar. Hingga ia mendengar gemerisik lagi, makhluk itu meloncat keluar dari gendongan Selgi. gadis itu serta Tae il mengejar kucing diantara semak yang meninggi. Agak sulit mencari makhluk kecil itu ditengah semak yang bahkan lebih tinggi dari pinggangnya. "Kucing! Kucing!"

Kucing itu berhenti disebuah pohon besar yang rindang. Angin meneiup setiap dahan hingga menimbulkan gemerisik yang keras. Mata kucing itu menyalak ke arah sebuah lubang yang bertengger di tengah pohon. Seulgi yang masih memegangi dadanya yang naik turun, juga Tae il dibelakangnya mengawasi kucing itu dengan heran. Tanpa bergerak si kucing hanya menatap lubang itu seolah ada satu mangsa yang memancingnya untuk menunggu. Hingga sebuah kilatan mengerlip dari dalam lubang. Seperti kunang-kunang namun lebih besar. Sinar itu semakin terang dan seekor makhluk keluar dari lubang pohon.

Seulgi membungkam mulutnya. "Tinkerbell?"

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
fafa_sasazaki
#1
Chapter 3: temen seulgi yg pindah ke jepang kok aku bayanginnya yuta ya?? khkh
ga nyangka klo si cowok mas moon,,
fafa_sasazaki
#2
Chapter 1: seulgi bandelnya ya Allah,,

keluarganya seulgi suka buku! whoa!! aku banget tuh. aku pernah juga jaman sekolah di perpus ada novel yg cover depan belakangnya udah ilang, trus aku pinjam, aku bawa pulang, aku kasih cover bikinan sndri dr karton. seenggaknya stlh itu bukunya jd lbh baik.

hai,, aku new reader here, suka sekali sama RV. salam kenal
Taeminie718 #3
Lah baru foreword? next! next! next!
rapbye0n
#4
Update soon authornim! I really happy that this story is in bahasa, my mother language!♡ fightinggg~^^!!!