Our Pain

something we call "Love"

sebentar lagi.... pasti sebentar lagi...

ya... beberapa menit lagi... pasti dia akan menelfon... 

Gayoung menggenggam handphonenya semakin erat dengan air mata yang sudah menggantung siap diteteskan. Berharap handphone itu berdering dan mendengar suara Baek Gu dari sana. Perasaan putus asa dan cemas sudah menghantui hatinya beberapa hari ini. Otaknya benar-benar dipenuhi oleh Baek Gu yang menghilang sejak kecelakaan hari itu.

"Minum lah" Yoona menyodorkan secangkir susu coklat ke tangan adik satu-satunya itu. Gayoung hanya menggelengkan pelan kepalanya dan menarik tangannya menjauh dari cangkir itu. Kedipan mata gayoung membuat air matanya menetes di pipi kanannya. Yoona menghela nafas panjang dan mengerutkan dahinya cemas melihat kondisi gayoung yang sudah 4 hari tidak mau mengisi perutnya,

"Kau boleh menggenggam handphone itu seharian dan menunggunya menelfon, tapi aku mohon jangan membuat dirimu sakit" kata yoona lirih seraya mengusap tetesan air mata adiknya itu. Gayoung hanya terdiam.

"Eonni..." Gayoung mencoba menengok dan menyampingkan duduknya ke arah yoona.

"Ye?"

"Apakah benar-benar tidak ada Baek Gu di rumah sakit saat itu?" Gayoung bertanya dengan serius, wajahnya terlihat sangat penasaran. Lagi-lagi Yoona membuang nafas berat mendengar pertanyaan adiknya itu.

"Gayoung-ah... hanya kau yang ada dirumah sakit itu, aku tidak melihat sama sekali Baek Gu di sana, aku sudah mengatakannya padamu berkali-kali bukan"

"Apa mungkin Baek Gu di bawa ke rumah sakit lain? apa kah dia mengalami luka yang parah? apakah dia selamat?" Gayoung makin terlihat cemas dan kembali membasahi pipinya dengan air mata tanpa ia sadari. Kali ini giliran Yoona yang terdiam dan tidak tau harus menjawab apa. apakah dia selamat? pertanyaan itu yang tidak berani yoona jawab. Dengan mata berkaca-kaca yoona memandangi pilu adiknya yang terdiam menunggunya menjawab pertanyaan itu.

"Wae? eonni... katakan sesuatu... " Gayoung meraba tangan kakaknya dan mengguncangnya pelan. Yoona mengalihkan pandangannya dan menahan agak tidak menetes kan air mata, berusaha menormalkan suaranya agar tidak terdengar bergetar karna menahan tangis.

"Gayoung-ah... aku... hanya mendengar jika lelaki yang di mobil bersamamu lukanya sangat parah, dan dia..." Gayoung semakin membulatkan matanya menunggu Yoona melanjutkan kalimatnya, berharap mendengar kata "selamat" muncul dari bibir yoona.

"Menghilang..." Yoona menyelesaikan kalimatnya perlahan. Tetesan air mata Gayoung kembali membasahi pipi pucatnya. "akan ku cari infonya... akan ku cari dimana Baek Gu berada" Yoona mengelus pelan kepala Gayoung.

"Mungkin dia... masih hidup?" dengan berat Gayoun memastika sekali lagi tetang kondisi Baek Gu. Tidak tahu harus menjawab apa lagi, Yoona hanya menundukkan kepalanya, mengusap wajahnya putus asa dan membiarkan pertanyaan itu mengambang tanpa harus dijawab.

 

Tidak ada kabar sama sekali sejak kecelakaan itu, yang Yonna dengar dari suster yang merawat Gayoung pasca kecelakaan itu hanyalah tentang lelaki yang berada di mobil yang sama pada saat itu mengalami luka sangat parah dan hampir tidak mungkin di selamatkan, ada juga suster yang mengatakan jika lelaki itu sudah meninggal di lokasi, namun tidak ada kejelasan kemana Baek Gu dibawa, apakah ke rumah sakit juga? atau dia memang tidak selamat?. Beberapa kali Yoona mencoba menghubungi handphone Baek Gu, namun nomer itu sudah tidak aktif. 

Yoona memandangi adiknya yang kini tidur dengan tenang, lebih tepatnya dipaksa tidur tenang oleh obat penenang. Masih dengan mendekap handphone di tangannya sesekali gayoung seperti merintih menahan sakit dalam tidurnya. Dia tidak pernah bisa tidur tenang lagi sejak kecelakaan itu. Melihat penderitaan adiknya saat ini membuat yoona tertekan, dia tidak bisa melihat Gayoung terus menerus seperti saat ini. Baginya Gayoung adalah segalanya, satu-satunya yang dia miliki, tidak ada lagi yang dia miliki lagi selain Gayoung.

* * *

"PALI !!!" Sulli berteriak pada adiknya yang berjalan sempoyongan membawa sebungkus besar karangan bunga.

"Yak! Noona benar-benar tidak kira-kira, untuk apa membeli yang sebesar ini?" Taeyoung menggerutu kesal sambil menaruh karangan bunga itu di meja samping ibunya berbaring. Sulli hanya mencibir kesal Taeyong lalu menoleh kearah ibunya.

"Eomma! saengil chuka hamnida... saengil chuka hamnida" Sulli mengembangkan senyum lebar, duduk disamping ibunya dan bernyanyi dengan semangat "...sarang haneun Eomma shi
saengil chuka hamnida... Yeaayyy~~~" dengan girang dia bertepuk tangan sambil mengahkhiri nyanyiannya. Dengan bibir yang masih tersenyum, sulli memperhatikan wajah ibunya lalu menunduk sendiri dengan sedikit tersipu "Eomma, apa kau tau? kau tetap cantik walau kau bertambah tua hehe" Taeyong menoleh pelan mendengar perkataan Sulli dan menghampiri kakaknya itu.

"Apa kau pikir dia bisa mendengarmu?" Taeyong berdiri di samping Sulli dan ikut memandangi Ibunya, Anggukan kepala Sulli menjawab pertanyaan itu.

"Bagaimana bisa? membuka matanya saja dia tidak mampu, apalagi mendengarmu berbicara" Sulli terpaku mendengar perkataan datar Taeyong. Keputus asaan itu kembali menyelimuti hatinya seketika.

"Entahlan, aku hanya tidak ingin dia merasa kesepian" Sulli tersenyum dan menoleh pada adiknya itu. "Pulang sana, Appa pasti sudah menunggumu di rumah" dengan lembut Sulli mengacak rambut adiknya dan beranjak mengambil Apel untuk dilahap.

"Noona, kau sudah 4 hari tidak pulang, Hari ini Appa sudah selesai dinas di luar kota, dan aku juga sudah libur sekolah, Mulai besok biar aku dan Appa yang bergantian menjaga Eomma, kau pulanglah, selesaikan urusan kuliahmu" Taeyong mengambil tas ranselnya dan beranjak membuka pintu kamar tanpa berpamitan pada Sulli.

"Aku... biar aku yang menjaga Eomma..." Teyong menghentikan langkahnya mendengar Sulli berbicara dengan nada lirih dan putus asa. Tanpa membalikkan badan Taeyong berkata "Semua orang memiliki kehidupan yang harus di jalani kan" lalu ia berlalu keluar dari kamar ibunya. Sulli hanya tertunduk memandang Apel di tangannya yang baru sekali ia gigit.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet