Bertemu itu Kesempatan, Bersama itu Pilihan
TraveLoveSeoul.
Bermandikan hujan selalu membawa kenangan tersendiri bagiku. Dalam sepinya jalan karna semua orang mencari tempat berteduh. Bus yang kutunggu tampak padat karna pejalan kaki berlomba-lomba untuk naik.
Aku membenarkan posisi duduk begitu seorang pemuda berbadan besar duduk disampingku, hampir memakan separuh tempat duduk yang kutempati.
Pemberhentian berikutnya penumpang semakin membludak, menyesaki ruang kosong diantara tempat duduk. Aku berdiri mempersilahkan seorang Halmoni dengan baju basahnya untuk menempati tempat dudukku.
Aku mengedarkan pandangan ke arah jendela terdekat. Di seberang jalan, disalah-satu toko tempat banyak para siswa-siswa sma berteduh dari hujan yang semakin deras.
“Duduk saja” kata seorang yeoja beberapa bulan yang lalu. Saat itu aku dan dia berteduh di tempat yang sama, di salah satu emperan toko setelah selesai menyantap ddeokkbokki pada hampir tiap jum’at menjelang weekend. Menyambut suka cita hari esok pada malam minggu yang selalu spesial.
Jum’at.
Hari spesial kami. Saat kami mulai menyusun rencana-rencana akhir pekan yang selalu berkesan dan penuh binar mengalahkan matahari pagi.
Aku melangkahkan kaki keluar bus. Halte ini tentu bukan tujuan akhir menuju arah rumah. Melainkan melihat ahjussi si penjual ddeokkbokki yang tengah sibuk melayani para pembeli membuatku tiba-tiba ingin mencicipinya sekali lagi.
Aku melihat amplop putih persegi panjang dan menyimpannya di saku celana, lalu menyeberangi jalan sambil menutupi kepala dengan jaket. Menuruni jembatan penyeberangan sekali lagi membawa nostalgia seorang yeoja yang berdiri menunggu di ujung jembatan dengan seragam kantornya. Tentu tak lupa dengan senyum manis dari bibir berbentuk hati dan juga mata bulat penuh yang membuatku selalu bersedia meluangkan waktu untuk makan siang bersama atau menjemputnya pulang kantor.
Kali ini memang tidak ada lagi seseorang itu yang menunggu di ujung sana. Yang masih setia hanyalah seorang ahjussi dengan mobil berisi dagangannya, ddeokbokki. Aku memesan semangkuk ddeokkbokki hangat dan juga odeng. Ahjussi itu melihatku, masih dengan sorot mata yang ramah seperti dulu. Selepas melihatku, dia melihat sekeliling, berharap menemukan seseorang.
“Sendiri?”
“Eh?” aku mengedik kaget
“Mana yeojamu?” tanyanya lagi.
Air hujan yang tempias di tiup angin membasahi wajahku yang terpukau di tempat. Tentu ini bukan suatu hal yang jarang terjadi. Sudah berbulan-bulan sejak saat terakhir aku bersamanya, ahjussi ini masih memngingat wajahku. Apalagi, saat-saat itu aku jarang membeli dagangannya. Hanya hari jum’at. Hari spesial kami.
“Bukan karna ingatanku yang kuat. Tapi, siapapun yang melihat kalian, pasti akan mengingat kalian. Yeoja manis dengan mata bulat dengan pakaian kantor yang selalu rapi, bersama seorang Namja berkulit sedikit gelap yang memperlakukannya seolah hanya tinggal satu yeoja di dunia ini”
Aku tersenyum dengan wajah memerah, tidak peduli jika kalimat tadi adalah akal-akalan kebanyakan penjual untuk melariskan barang dagangannya.
“Kemana yeojamu?”
“Kami sudah tidak bersama lagi”
“Eh?” giliran si ahjussi yang kaget
Aku tersenyum pahit seraya menerima mangkuk berisi ddeokbokki dengan saus pedas berwarna cerah ini
“Saya pikir kamu akan menjemputnya lagi”
Aku menggeleng pelan, lalu menatap ahjussi penjual yang tengah melirik arlojinya.
“Biasanya jam segini, ia sudah menyebrangi jembatan penyeberangan. Mungkin tertahan dikantornya karna hujan”
Deg!
Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menjalar
Aku ikut memandang di kejauhan gedung kantornya yang menjulang tinggi. Jam seperti inilah ia biasa pulang. Aku baru sadar. Aku mengedarkan pandangan mata di antara banyaknya orang-orang kantoran yang berseliweran.
Tidak ada
Bau tembakau memenuhi indra penciuman. Ahjussi itu malah menawarkan rokoknya. Dengan sopan kutolak. Ahjussi tersebut malah tertawa geli.
“Dulu, setiap selesai makan ddeokbokki, kamu ingin merokok kan? Kamu tidak bisa membohongi seorang perokok berat seperti saya. Kamu nampak sekali menjaga image di hadapan yeoja manis itu”
Aku tersenyum seraya menggeleng takjub.
“Dia sebenarnya tahu kalo kamu seorang perokok”
“Eh?” lagi-lagi saya kaget.
“Bagaimana dia tahu?”
Ahjussi itu kembali terkekeh. Kembali menawarkan rokoknya yang terpaksa saya ambil sebatang dan menyalakannya. Berharap si ahjussi kembali bercerita.
“Dia kini pelanggan tetap saya, nak”
Kini aku tidak mau kaget lagi. Hening, menanti si ahjussi untuk kembali bercerita. Menceritakan kembali bahwa yeoja manis yang kami maksud sepulang kantor sebelum menyebrangi jembatan akan singgah membeli dagangannya.
Hal yang mengaitkan mereka dahulu hanyalah hal sepele tapi cukup mengagetkanku. Ketika yeoja manis itu bertanya apakah tersiksa dan sulit jika seseorang berhenti merokok? Pasti enggak enak ya kalau menahan-nahan keinginan untuk tidak merokok?
Aku menghela napas bagai mengeluarkan beban berat yang tertanggung sembari tersenyum.
“Kenapa kalian tidak bersama lagi? Sudah tidak cinta?”
Aku menggeleng.
“Persis seperti dirinya. Dia juga hanya menggeleng ketika saya bertanya hal yang sama.”
Aku melihat sekeliling. Tidak ada yang membeli dagangannya, tapi kenapa si ahjussi ini malah terlihat membuat satu porsi lagi?
Seolah bisa membaca pikiranku, ahjussi tua menjawab tanpa memperhatikan.
Bergegas pandangan mataku melempar jauh ke arah jalanan tempat gedung perkantoran dan benar kata si ahjussi tua, yeoja manis itu ada disana, menuruni undakan tangga kantornya, masih dengan hoodie favoritnya.
Dengan terburu-buru aku mengeluarkan beberapa lembar uang seribu won dari dompet kulit lalu menyerahkan pada ahjussi tua untuk membayar makananku dan juga yang akan dibeli si yeoja manis itu nanti. Sisa uangnya, tentu saja aku akan dikutuk dewa-dewa jika aku menagihnya.
“Kamu tidak mau bertemu dia lagi?” ahjussi tua berhenti memasukkan sterofoem ke dalam plastik.
Aku menoleh melihat ke kejauhan. Hanya dalam kurang dari hitungan 3 menit, yeoja manis itu pasti akan sampai disini. Aku bergegas pergi menyeberangi jembatan penyebrangan setelah membisikkan sesuatu pada ahjussi tua.
Diantara lalu-lalang pekerja kantoran dan hujan yang berganti gerimis, aku memandang yeoja manis itu dari ketinggian jembatan penyebrangan, sembari mendamaikan hati. Semenjak empat bulan yang lalu saat kami masih bersama, hingga hari ini, yeoja manis itu tidak banyak berubah. Masih seperti dulu.
Entah bagaimana hatinya kini.
Aku menyaksikan dari ketinggian bagaimana namja manis itu memulai pertemuan dengan si ahjussi tua dengan senyum, bahkan ia memberi hadiah sekotak nasi.
Begitu si Ahjussi tua memberikan bungkusan plastik dagangannya dan menolak pemberian uang dari si yeoja manis, ada waktu cukup lama bagi si ahjussi tua untuk menjelaskan sampai pada akhirnya si yeoja manis bereaksi.
Aku refleks membungkukkan badan, menyembunyikan diri, begitu si yeoja manis mulai mengedarkan pandangan matanya diantara keramaian.
“Apa yang harus saya bilang nanti kalo si yeoja manis menanyakan siapa yang sudah membayar ddeokkbokki ini?” tanya si ahjussi tua beberapa saat yang lau, ketika saya bersiap menaiki jembatan penyebrangan.
“Bilang saja... sudah dibayar oleh seseorang yang menganggapnya istimewa”
Pelan kembali aku berjalan. Lalu menyelinap diantara ramainya jembatan penyebrangan. Rambut hitam legamku sudah basah total, berkali-kali harus mengelap wajah dengan lengan jaket, tapi dengan senyum merekah mengingat jawaban si penjual tua beberapa saat yang lalu.
“Ahjussi, kenapa Ahjussi bisa yakin dan tahu kalau hari ini ia akan datang membeli ddeokkbokki ini?” saat itu aku bertanya dengan gugup, begitu menyaksikan si yeoja itu tiba-tiba keluar dari kantornya.
“Kalau hari-hari lain, saya tidak tahu kapan dia datang, tapi tiap hari ini, hari jum’at, yeoja manis itu pasti akan datang kemari, walau entah pukul berapa. Asal jum’at”
“Hari spesial katanya”
Aku menaiki bus yang sudah tidak terlalu penuh. Melanjutkan perjalanan menuju rumah. Amplop putih yang aku simpan dibalik saku celana, untungnya tidak ikut basah.
Aku mengeluarkan kertas didalamnya, selembar tiket yang baru kubeli. Di lembaran itu tercetak jelas destinasi impian. Yang kali ini tidak lagi sekedar merealisasikan mimpi, tapi juga menjadi alasan kuat sebagai tiket untuk mencoba melupakanmu dan tidak lagi menganggapmu istimewa
FIN
A/N
Chapter pertama sudah update~
wah, rasanya bahagia sekali bisa mengupdate sebuah chapter meskipun cerita ini adalah sebuah adaptasi dari novel.
berikan komentar kalian ya~
terima kasih~
enjoy~
Comments