Final

I'm Straight?!

Sepertinya Baekhyun harus mengunjungi psikiater. Beberapa hari ini pikirannya selalu dipenuhi oleh Jun. Ia sadar kalau Jun adalah namja, tapi ia juga sadar kalau…

 

-:-:-

 

“Bagaimana bisa kita tersesat di sekolah sendiri?!”

 

“....”

 

“Bukankan kau sekolah disini dari kelas 1?”

 

“....”

 

“Wajar jika aku yang tersesat karena aku anak baru. Tapi kau?! Kau sudah 2 tahun di sekolah ini!!!”

 

Sebelah tangannya mencengkram tiang didekatnya. Mencoba mengatur napas dengan menghirup udara sebanyak-banyaknya. Tapi tak dipungkiri kalau matanya terfokus pada sosok tinggi dihadapannya. Yang mana ia harus mendongakkan wajahnya.

 

“Oh, God! Setidaknya bicaralah! Tersesat dan terjebak di ruangan ini, ditambah kesunyian, membuatku stres!”

 

Setidaknya sekarang ia harus mengucapkan selamat tinggal pada rambutnya yang berantakan. Karena baru saja kedua tangannya bergerak liar mengacak rambut hitamnya.

 

“Uhmm... Mi-Mianhaeyo. A-Aku tidak bermaksud m-membuatmu ter-tersesat.”

 

Meski sedikit gagap, setidaknya ia berbicara.

 

So, apa yang kau lakukan selama 2 tahun di sekolah ini? Kau yakin kau tidak salah masuk sekolah?”

 

Si lawan bicara menggeleng. Ujung kemejanya sudah berkerut karena tangannya yang terus bergulat dengan kemeja putihnya itu.

 

“Lalu?”

 

Ada sedikit jeda sebelum ia kembali bicara. “Aku hanya belajar.”

 

Mendengar penekanan pada kata ‘hanya’, si rambut hitam berantakan memutar otaknya. Berpikir dan mencerna dengan baik satu kata itu.

 

“Biar kutebak.” Ia bedeham. Menarik napas sebelum mengutarakan hipotesanya. “Jika kau hanya belajar, jadi selama dua tahun kau hanya di ruang kelas, lalu pergi ke lab untuk pelajaran biologi-fisika-kimia, ruang musik, dan ruang komputer?”

 

Si tinggi mengangguk.

 

“Jangan bilang kau tidak ke toilet?”

 

Ia mengangguk lagi.

 

“Oh My God!” Dan berakhirlah dia duduk bersandar pada tiang. Kedua lututnya terasa lemas melihat anggukkan dari makhluk ‘raksaksa’ dihadapannya.

 

“K-Kau tidak-”

 

“STOP!” Satu kata dengan tangan kanan yang diangkat, membuat situasi kembali diam. Hening. Rasa pening dikepalanya semakin menjadi mendengar kata-kata dari lawan bicaranya.

 

30 menit berlalu...

 

Tidak ada yang bicara diantara mereka. ‘Raksaksa’ berambut hitam berdiri menyandarkan tubuh jangkungnya pada tiang, sedang yang satu lagi sudah –tertidur? Oh bagus! Dalam situasi seperti ini ia malah tidur dengan pulasnya.

 

“Mmm... Ram~ myeon~”

 

Sebuah suara menginterupsi. Disusul suara mengecap yang cukup terdengar telinga. Membuat si tinggi membungkukkan badannya untuk memastikan suara itu berasal dari sang putri tidur. Dia harus meralat kata-katanya. Sosok itu bukan seorang putri. Melainkan namja cantik yang tengah tertidur.

 

Kadang ia melupakan siapa dirinya sendiri. Melupakan ‘status’ penting yang melekat didirinya sejak lahir. Bahwa dia seorang wanita yang mendapat seluruh gen dari ayahnya. Ayah yang pendiam, tertutup, tampan meski sudah berumur, dan beberapa kelebihan yang juga didapatnya. Seperti tinggi badan yang setara dengan namja tertinggi di kelasnya dan juga kecerdasan.

 

Kedua mata yang terpejam itu perlahan mengerjap. Si tinggi harus kembali pada posisinya semula. Lenguhan kecil terdengar saat namja itu meregangkan otot tubuhnya yang kaku.

 

“Hey, kau tidak pegal berdiri sejak tadi? Duduklah.” Ia menepuk-nepuk lantai disebelahnya.

 

“Uhmm...”

 

Wae? Kau takut seragammu kotor?”

 

“Bukan. Itu-”

 

Wae? Bicaralah yang tegas. Seperti lelaki sejati. Sepertiku!” Ia menepuk-nepuk dadanya, bangga.

 

Meski sudah memanjangkan rambutnya seleher, menguncir sedikit rambutnya, dan menyisakan yang lain terurai, tak bisa mengubah first impression seseorang yang mengatakan ia seorang namja.

 

Dengan sekali tarikan napas, ia berkata “Pintunya sudah terbuka.”

 

Mwo?!” matanya membulat melihat pintu yang terbuka lebar. Memperlihatkan keadaan langit yang sudah gelap. Untuk beberapa detik ia hanya bisa termenung.

 

“Kau tidak mau pulang?”

 

“Tentu saja!” Ia segera beranjak. Berlari kearah pintu mendekati si tinggi yang sudah berdiri disana. “Kenapa kau tidak membangunkanku, eoh?”

 

Si lawan bicara hanya mengangkat bahunya, lalu berjalan mendahului si pendek yang terus saja memanggilnya. Mana mungkin ia tega membangunkan orang yang tidur dengan teramat pulas itu.

 

“Jun-ah! Tunggu!”

 

-:-:-

 

Masih terlihat sisa kabut pagi buta tadi. Sedikit menutupi pemandangan sawah yang masih hijau. Embun-embun masih bergelayut manja diujung-ujung daun. Menunggu waktunya meluncur membasahi tanah.

 

Langkahnya ringan. Menikmati pemandangan pedesaan yang masih asri. Penduduk ramah, udara sejuk, dan suara-suara burung berkicau yang tak terkalahkan suara mesin bermotor. Sesekali ia tersenyum sembari menunduk saat berpapasan dengan penduduk yang akan bekerja di swah.

 

Dikejauhan ia melihat beberapa anak kecil yang asik bermain air disungai kecil yang mengalir dipinggir sawah. Tak peduli dengan pakaiannya, anak-anak itu tetap saling berlomba memasukkan kakinya ke air sungai yang dingin.

 

Annyeonghaseyo~” sapanya riang. Tak lupa dengan senyuman yang membuat matanya menyipit.

 

Annyeonghaseyo hyung!” balas anak-anak itu tak kalah riang.

 

“Kalian tidak berangkat ke sekolah? Tidak takut terlambat?” ujar namja yang dipanggil ‘hyung’ tadi.

 

“Nanti, hyung. Kami menunggu seseorang.” ujar salah satu dari mereka yang tidak ikut menceburkan kakinya ke sungai.

 

“Seseorang? Nugu?” tanya namja itu penasaran. Orang seperti apa yang rela mereka tunggu saat jam masuk sekolah dasar sebentar lagi?

 

Oppa!!!” suara nyaring dari seorang anak perempuan yang langsung berlari keluar sungai membuat namja tadi menoleh.

 

Dia melihat anak perempuan itu berlari kearah seseorang yang tengah berjongkok sambil merentangkan tangannya menyambut kedatangan anak itu. Ia langsung memeluk anak itu. Membisikkan sesuatu yang langsung dibalas cengiran khas anak-anak.

 

“Jun?” gumamnya.

 

Annyeonghaseyo, Byun Baekhyun-ssi.”

 

“Sudah kukatakan, panggil aku Baekhyun saja. Dan jangan ada tambahan -ssi dibelakangnya.” ujar Baekhyun sambil mengerucutkan bibirnya, membuat anak-anak itu terkekeh melihat kelakuan orang dewasa yang kekanakan.

 

Akhirnya Baekhyun dan Jun beserta ketujuh anak sekolah dasar itu berangkat bersama. Baekhyun yang tertinggal dibelakang hanya bisa menggerutu melihat Jun yang akrab bercanda dengan tujuh ‘kurcaci’ itu.

 

Kurcaci? Pfftt... Jun memang terlihat sangat besar diantara ketujuh anak itu. Seperti kurcaci yang mengelilingi Putri Salju. Batin Baekhyun yang masih tersenyum sendiri.

 

Harus Baekhyun akui, Jun memang terlihat berbeda dengan kemarin saat pertama kali bertemu. Kemarin sangat pendiam tapi sekarang ia terlihat tersenyum dan tertawa bersama anak-anak kecil itu.

 

Jun adalah teman sebangkunya yang pendiam dan aneh, menurut Baekhyun. Tidak mengeluh saat ulangan mendadak. Bahkan saat Baekhyun baru memulai menuliskan jawaban, Jun sudah beranjak untuk mengumpulkan jawabannya. Aneh karena ia tidak menolak saat Baekhyun memintanya mengelilingi sekolah. Dan berakhir dengan mereka tersesat di gudang belakang.

 

“Sampai kapan kau berdiri disana? Sebentar lagi bel berbunyi.”

 

Suara Jun membuyarkan lamunan Baekhyun. Ia segera berlari menyusul Jun yang sudah memasuki sekolah.

 

-:-:-

 

Meski Baekhyun murid baru di SMA Jungchan, tapi ia sudah bisa bersosialisasi dengan baik. Sifatnya yang ramah, dapat menarik perhatian beberapa yeoja di kelas yang berbeda dengannya. Bagaimana tidak, Baekhyun selalu saja tersenyum jika bertemu dengan murid yang berkeliaran di koridor.

 

“Baekhyun-ah, kau mau ikut kami bermain sepak bola usai sekolah nanti?” Luhan sang kapten sepak bola menghampiri meja Baekhyun.

 

Tanpa berpikir lagi, Baekhyun menerima tawaran Luhan. Kesempatan untuk berteman, tentu tidak akan dilewatkan.

 

“OK! Jam 5 kita bertemu di lapangan dekat bendungan.” ujar Luhan lalu kembali ke tempat duduknya.

 

Baekhyun melirik kearah Jun yang sibuk melihat keluar jendela. Ia sedikit menegakkan tubuhnya untuk melihat apa yang tengah Jun lihat. Dan ternyata, tidak ada hal yang menarik.

 

“Jun-ah.” Baekhyun mencolek bahu Jun.

 

Jun menoleh, melihat Baekhyun yang lagi-lagi tersenyum. “Waeyo?”

 

Aniya. Kau mau ikut bermain sepak bola nanti? Yah meskipun Luhan tadi tidak mengajakmu, tapi kuyakin ia tidak keberatan kalau kau ikut. Otte?”

 

“Tidak. Terimakasih.” Jun langsung terfokus pada Ahn saem yang baru saja masuk.

 

Dua kata itu tidak bertambah sampai bel pulang sekolah. Ya, selama pelajaran berlangsung, Jun tidak berbicara pada Baekhyun. Baekhyun tidak begitu ambil pusing. Ia lebih memilih mengobrol dengan temannya yang duduk diseberangnya, makan di kantin saat istirahat dan bercanda dengan Chanyeol yang tingkahnya seperti anak SD.

 

-:-:-

 

“Lay-ah oper bolanya pada Baekhyun.”

 

“Luhan-ah awas dibelakangmu.”

 

“Kyaaaa Kai oppa~”

 

Suara-suara riuh memenuhi pinggir lapangan bola. Teriakkan dari para yeoja yang melihat lebih mendominasi daripada suara derasnya air yang mengalir dari bendungan.

 

“GOOOOLLL~”

 

Luhan sang kapten sepak bola berhasil memasukkan bola ke gawang lawan yang dijaga oleh Chen. Tubuh kecilnya berlari mengelilingi lapangan sambil merentangkan tangannya.

 

Tidak dipungkiri lagi kalau Luhan memang layak mendapat jabatan sebagai kapten. Baekhyun yang satu tim dengannya tak kalah bersorak girang, meski hanya melihat dari pinggir lapangan. Karena di babak pertama tadi, kakinya terkilir.

 

Nuna, kurasa jika nuna yang menjadi penjaga gawangnya, bola itu tidak akan masuk. Chen hyung terlalu pendek. Tidak seperti Ryu nuna yang sangaaat tinggi.”

 

“Kau bisa saja, Rye. Nuna kan tidak bisa bermain sepak bola.”

 

“Ish, nuna hanya perlu berdiri didepan gawang dan menangkap bola yang masuk.”

 

“Ne, nanti nuna akan belajar dengan Chen oppa. Kajja kita pulang.”

 

Obrolan kedua orang itu membuat Baekhyun mencari sumber suaranya. Tapi terlambat, karena ia hanya bisa melihat punggung seorang yeoja yang mengenakan dres selutut dengan sebelah tangannya menggandeng namja kecil berambut hitam. Mereka sudah pergi menjauh dari lapangan.

 

PRIIIIITTT!

 

Peluit panjang mengakhiri pertandingan sore itu. Dengan tim Luhan sebagai pemenangnya.

 

“Baekhyun-ah, kita menang!” Luhan mengguncang-guncangkan tubuh Baekhyun.

 

Ne, kita menang!” Baekhyun berusaha berdiri dengan dibantu Luhan. Lalu mereka dan anggota tim yang lain saling berpelukan.

 

“Aku akan mentraktir kalian di kedai perbatasan desa.” ujar Baekhyun yang disambut riuh sorakan dari teman-temannya.

 

-:-:-

 

“Bersembunyi dibalik tembok itu! Palli!!!”

 

Ia hanya bisa mengikuti perintah orang itu. Melihat sekitar sepuluh orang murid dari desa seberang mengepung seorang murid Jungchan. Sesekali Baekhyun melirik kebelakang, takut-takut jika salah satu murid itu berdiri dibelakangnya dan menghantamnya dengan batu.

 

BUGH!

 

Satu hantaman tepat mengenai perut Jun. Baekhyun yang melihatnya hanya bisa meringis sambil memegangi perutnya. Ya, murid Jungchan itu adalah Jun. Ia tidak sengaja bertemu dengan Baekhyun yang tengah dikelilingi murid Shindang yang terkenal brandal. Awalnya ia pikir Baekhyun hanya mengobrol, tapi melihat salah satu murid Shindang itu mendorong tubuh Baekhyun dan menarik kerah kemejanya, Jun merasa kalau Baekhyun sedang dalam bahaya.

 

BUGH! BUGH! BUGH!

 

Mata Baekhyun terpejam. Ia tidak berani melihat apa yang terjadi. Rasanya ia ingin berlari mencari bantuan, tapi kakinya yang sedang terkilir tidak memungkinkan. Ia hanya bisa menunggu dan bersembunyi seperti pecundang. Membiarkan teman sebangkunya yang berjuang sendiri.

 

Ini semua salahnya. Salahnya yang terlalu menganggap semua orang baik tanpa maksud tertentu. Baekhyun yang saat itu baru saja pulang dari mini market, bertemu dengan dua murid Shindang yang sedang mencari sesuatu disemak-semak. Setelah membantu mereka menemukan barang yang dicari, alih-alih untuk berterimakasih, Baekhyun malah dikepung dengan beberapa murid Shindang yang memang sudah menunggu saat yang tepat untuk mengepungnya.

 

PUK.

 

“Aaaaaaa~” lengkingan suara Baekhyun membuat orang yang menepuk pundaknya segera menutup telinga.

 

Baekhyun berlutut memegangi kaki orang yang berdiri dibelakangnya. “Mian. Jebal mianhae. Aku akan memberikan apa yang kalian minta. Tapi jangan sakiti aku dan temanku. Jebal~”

 

Tak ada tanggapan. Baekhyun menengadahkan pandangannya. Melihat wajah orang itu yang tengah menoleh kearah lain sambil menahan tawa.

 

“Yak! Kau mengerjaiku?!” teriaknya saat ia sudah berdiri.

 

“Pulanglah.” Jun mengambil kantung belanjaannya yang dititipkan pada Baekhyun. Sebelah tangannya memegangi perutnya yang terasa nyeri.

 

Baekhyun yang menyadari itu, langsung mengambil alih kantung yang dipegang Jun. “Aku antar kau pulang.” ujarnya lalu berjalan mendahului Jun.

 

Jun hanya menatapnya sambil tersenyum. Dengan cepat, Jun sudah menjajarkan langkahnya disamping Baekhyun. Jangan lupakan Jun yang tinggi dengan kaki panjangnya dan Baekhyun yang pendek dengan kaki yang masih terkilir.

 

Gomawo dan mian.” ujar Baekhyun singkat tanpa menoleh sedikitpun. Wajahnya benar-benar merah. Malu karena menjadi pecundang dan malu karena berlutut memohon belas kasihan seperti tadi.

 

-:-:-

 

Keesokan harinya Jun tidak masuk sekolah. Sampai dua hari berikutnya pun begitu. Baekhyun merasa semakin bersalah. Beberapa kemungkinan buruk memenuhi kepalanya. Memikirkan Jun yang sakit parah, harus dirawat di rumah sakit, atau dioperasi. Oke, yang terakhir sangat tidak mungkin. Karena Jun tidak mendapat luka tusukkan atau tembakkan.

 

Bel pulang berbunyi. Baekhyun bergegas meninggalkan kelas. Ia berniat menjenguk Jun ke rumahnya.

 

Lagi-lagi bayangan Jun berkelebat dipikirannya. Bagaimana pertemuan pertama mereka, Jun yang pendiam, dan ia masih ingat bagaimana Jun tersenyum. Sangat manis.

 

Baekhyun menghentikan larinya. “Mwo? Apa yang kupikirkan?!” Ia menepuk kepalanya. Berusaha mengembalikan pikiran jernihnya. “Aku normal! Aku tidak mungkin menyukai namja. Baekhyun-ah, ireona!!!”

 

“Kau curang hyung!”

 

“Hey, aku tidak pernah berbuat curang. Arra?”

 

Suara itu. Baekhyun sangat mengenalnya. Itu suara Jun.

 

Baekhyun semakin mempercepat langkahnya. Mendekat keasal suara. Tepat dibalik pohon rindang itu terlihat Jun yang sedang berlari menghindar dari kejaran anak-anak kecil. Wajahnya sama sekali tidak menampilkan rasa sakit, seperti yang Baekhyun bayangkan. Malah kebalikannya. Jun sangat gembira dan sehat.

 

Jun berlari mundur, dan saat ia berbalik, ia melihat Baekhyun yang tengah mengamatinya. Seketika ia berhenti. Membuat beberapa anak kecil menubruknya.

 

Hyung! Jangan berhenti tiba-tiba!” protes salah satu dari mereka.

 

“Oh, mianhae. Kalian bermain lagi, ne? Aku ada urusan sebentar.”

 

Jun meninggalkan anak-anak itu yang sudah kembali bermain. Baekhyun masih menatap Jun sambil melipat tangannya didada.

 

“Ada apa?” tanya Jun saat ia sudah berada tepat dihadapan Baekhyun.

 

Ada apa katamu? Tiga hari kau tidak masuk sekolah semenjak kejadian itu. Kupikir kau sedang sakit tapi nyatanya kau malah bermain disini. Tertawa dan berlarian?! Kau membuatku khawatir!”

 

Seketika Baekhyun langsung menutup mulutnya. Terlalu banyak kata-kata yang ia keluarkan. Dan kalimat terakhir itu, sunggu ia pun tidak menyadarinya kalau itu akan terlontar begitu saja.

 

Ne? Mworagoyo?”

 

“Ti-Tidak ada siaran ulang!” Baekhyun membalikkan badannya membelakangi Jun. Memukul kepalanya berkali-kali.

 

“Baekhyun-ssi, neo gwenchana?” Jun memegang pundak Baekhyun, membuatnya sedikit terlonjak.

 

Gwenchana. Memangnya aku kenapa? Aku baik-baik saja.” tukasnya.

 

Jun mengangguk. “Gamsahamnida.”

 

Blush~

 

Seulas senyum terukir diwajah Jun. Dan hal itu sukses membuat wajah Baekhyun seketika memerah.

 

Beberapa detik mereka saling diam. Sampai suara-suara nyaring menginterupsi kebisuan diantara mereka.

 

“Eheeeyy Baekhyun hyung mukanya merah.”

 

“Baekhyun hyung menyukai Junnie hyung.”

 

“Hahaha...”

 

Suara tawa anak-anak kecil itu semakin besar saat Baekhyun mengejar mereka.

 

“Yak! Apa yang kalian katakan, eoh? Awas kalian kalau sampai tertangkap nanti.”

 

“Ahahahaha... Tangkap kami hyung!”

 

Tanpa disadari, Jun merasakan hal aneh dalam dirinya. Melihat Baekhyun yang gugup dan wajah merahnya, membuat jantungnya berdegup kencang. Tapi ia harus segera menepisnya. Selama ini Baekhyun menganggapnya seorang namja. Tidak mungkin Baekhyun menyukai seorang namja, kecuali ia berkelainan.

 

“Yak! Jun-ah! Bantu aku menangkap kurcaci ini!”

 

-:-:-

 

Baekhyun menatap bangku kosong disebelahnya. Lagi-lagi Jun tidak masuk sekolah. Sepertinya Baekhyun harus mengunjungi psikiater. Beberapa hari ini pikirannya selalu dipenuhi oleh Jun. Ia sadar kalau Jun adalah ‘namja’, tapi ia juga sadar kalau…

 

“Baekhyun-ah!” suara Luhan membuat Baekhyun terlonjak, menjatuhkan pulpen yang dipegangnya.

 

Wae?”

 

“Kau melamun? Memikirkan apa? Atau kau baru diputuskan pacarmu? Atau kau sedang jatuh cinta? Pada siapa? Ceritakan pada kami!” cerocos Chanyeol tanpa henti.

 

Baekhyun memutar bola matanya. Luhan memukul kepala Chanyeol yang membuatnya meringis.

 

“Dia tidak masuk lagi?” Luhan menolehkan kepalanya kearah bangku Jun.

 

Ne.” jawab Baekhyun datar.

 

“Kurasa yang kau katakan benar, Yeol-ah.” ujar Luhan menyikut lengan Chanyeol.

 

“Mmm! Kurasa begitu!” Chanyeol mengangguk mantap.

 

Baekhyun menatap kedua temannya tak mengerti. “Apa maksud kalian?”

 

“Dua hari yang lalu aku melihat ketua yayasan Jung mengunjungi kantor kepala sekolah. Lalu bibiku yang menjadi wakil kepala sekolah bilang, kalau Jun akan pindah ke Jepang.” jelas Chanyeol.

 

“Jun? Jepang?”

 

“Hey, jika kepala yayasan memergokimu memanggil anaknya Jun, kau akan mati Park Chanyeol!” tegas Luhan yang dibalas cengiran dari Chanyeol.

 

“Ah, kau benar hyung. Aku harus hati-hati. Kepala yayasan masih sering kemari.”

 

“Hey hey, aku tidak mengerti dengan pembicaraan kalian.” Baekhyun sedikit kesal melihat pertanyaannya yang dihiraukan.

 

“Tidak mengerti tentang apa? Tentang kepindahan Jun –ah Ryu maksudku atau tentang aku akan mati ditangan kepala yayasan?”

 

“Keduanya.” jawab Baekhyun singkat. “Dan siapa yang kau maksud Ryu?”

 

“Jangan bilang kau tidak tahu siapa Ryu? Yak! Dia teman sebangkumu. Jung Jun Ryu. Kau lupa?” tanya Luhan.

 

Baekhyun mengingat lagi perkenalan pertamanya dengan Jun. Jung Jun Ryu memang nama lengkap Jun. Tapi kalau panggilan Ryu, ia tidak menyadarinya. “Seorang namja dipanggil Ryu itu sangat lucu, Luhan-ah.” Baekhyun terkekeh.

 

Luhan dan Chanyeol saling pandang. Lalu kembali menatap Baekhyun.

 

“Kau salah paham seperti aku, sobat.” Chanyeol merangkul pundak Baekhyun. Membuat Baekhyun menggeser duduknya karena Chanyeol yang tiba-tiba saja duduk berhimpit dengannya.

 

“Saat upacara penerimaan murid baru, aku juga sama sepertimu. Mengira Ryu itu namja. Saat ia datang dan baris disebelahku, aku langsung merangkulnya. Dan itu membuat kepala yayasan mengambil alih microphone yang dipegang kepala sekolah, lalu berteriak,” Chanyeol berdiri disamping Luhan setelah mengambil kotak pensil Baekhyun. Menggenggamnya seperti memegang mic. “Yak Park Chanyeol! Lepaskan tanganmu dari putriku!”

 

Setelah memperagakan ulang apa yang dikatakan tuan Jung, Chanyeol tertawa keras. Beberapa siswa yang mendengar itu pun ikut tertawa. Seakan membuka kenangan mereka dua tahun yang lalu.

 

“Aku masih tidak mengerti bagaimana kepala yayasan bisa tahu namamu, Yeol-ah.” ujar Luhan disela tawanya.

 

“Kau lupa seberapa cerdasnya beliau, hyung?” Chanyeol merangkul pundak Luhan, lalu tertawa lagi.

 

Baekhyun mengernyitkan dahinya. Mencoba mencerna cerita Chanyeol. Meski pertanyaan tentang kepindahan Jun belum dijawab, tapi cerita tadi membuatnya berpikir keras. Jadi Jun itu…

 

“Ryu atau Jun itu yeoja, Baekhyun-ah. Jika kau bertemu dengan kepala yayasan, kau akan tahu kenapa Ryu terlihat tampan meski ia yeoja. Mereka sangat mirip.” ucap Luhan seperti menjawab pertanyaan yang berkelibat dikepala Baekhyun.

 

-:-:-

 

BRAK!!!

 

Suara gebrakan pintu yang terbuka dengan paksa membuat beberapa siswa dan guru yang tengah menjelaskan materi terlonjak.

 

“Byun Baekhyun-ssi apa yang kau lakukan?” teriak Lee saem selaku wali kelasnya.

 

Baekhyun tidak menjawab. Bahunya naik-turun, susah payah ia mengatur napasnya. Setelah dihukum berlari mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali, ia langsung berlari lagi ke kelas. Menemui seseorang yang sudah beberapa hari ini menyita pikirannya. Seseorang yang tengah berdiri di samping Lee saem yang terus menunduk.

 

“Kau ikut aku!” Baekhyun menarik lengan Jun dan membawanya berlari keluar kelas. Menghiraukan teriakan Lee saem yang memanggil nama mereka.

 

Meski sedikit kesusahan, Baekhyun tetap memaksa berlari. Jun hanya mengikuti Baekhyun yang tak juga melepaskan genggamannya. Berlari hingga sampai di lapangan dekat bendungan.

 

Mereka berdiri bersebelahan, berusaha mengatur napas. Jun melihat wajah Baekhyun yang memerah karena kepanasan. Keringat membasahi rambut hitamnya.

 

“Baekhyun-ah, ta-tanganku sakit.” ujar Jun yang merasakan sakit dipergelangan tangannya karena Baekhyun terlalu kencang menggenggamnya.

 

Mianhae.” Baekhyun melepaskan tangannya.

 

Selama beberapa menit mereka saling diam. Jun tidak tahu apa yang ingin dikatakannya, meski ia ingin mengatakan sesuatu tapi sulit. Baekhyun pun juga begitu. Hanya menunduk memandangi ujung sepatunya.

 

“Kau akan pindah?” Baekhyun bertanya dengan suara yang terdengar seperti bisikkan.

 

Mianhaeyo, a-aku belum se-sempat…”

 

“Sudah kukatakan, bicaralah dengan tegas seperti seorang lelaki!” teriak Baekhyun lalu menatap Jun. Terlihat matanya yang memerah dan bibirnya bergetar menahan tangis.

 

Jun hanya bisa menunduk. Baekhyun masih menganggapnya sebagai namja. Sampai terakhirpun rasanya sulit mengatakan kalau dia adalah yeoja. “Baekhyun-ssi, tapi aku–”

 

Belum sempat Jun menyelesaikan kalimatnya, sebuah kecupan singkat mendarat dibibir mungil Jun. Tentu saja Baekhyun harus berjinjit menggapainya.

 

“Yak! Apa yang kau lakukan?!” Jun mendorong tubuh Baekhyun dan menjauh selangkah dari Baekhyun. “Kenapa kau mencium seorang ‘namja’?”

 

“Namja, eoh?” Baekhyun berjalan perlahan mendekat kearah Jun. Kedua tangannya merengkuh tubuh Jun kedalam pelukannya. “Hanya orang bodoh sepertiku yang melihat seorang yeoja cantik itu namja.”

 

“A-Apa maksudmu, Baekhyun-ssi?” Jun berusaha melepas pelukannya, tapi Baekhyun malah lebih mengeratkan pelukannya.

 

“Kumohon jangan pergi, Ryu-ya.”

 

DEG!

 

Jun tidak menyangka Baekhyun memanggilnya dengan nama itu. Sebutan yang hanya diucapkan oleh orang yang telah mengetahui bahwa ia seorang yeoja. Dan Ryu sadar kalau Baekhyun sudah mengetahuinya.

 

Ryu mendengar suara isak tangis Baekhyun. Ia memegang pundak Baekhyun dan melepaskan pelukan mereka. Menatap Baekhyun yang memang menangis. Ryu tersenyum melihatnya. Sangat lucu.

 

“Hey, aku seperti seorang namja yang menatap seorang yeoja yang menangis.” ujar Ryu sedikit menundukkan kepalanya.

 

“Aku yang namja dan kau yeoja.” sergah Baekhyun masih dengan isak tangisnya.

 

Ne, arrayo.” Ryu mengelus puncak kepala Baekhyun.

 

“Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil, Jung Jun Ryu.”

 

“Ne, ne. Kau adalah pria dewasa.”

 

“Berjanjilah kau akan kembali.” Baekhyun mengacungkan jari kelingkingnya.

 

Ryu sedikit terkekeh melihatnya. Bukankah ia tidak mau diperlakukan seperti anak kecil? Tapi kelakuannya menunjukkan sebaliknya.

 

“Berjanjilah kau akan menungguku.” Jari kelingking Ryu yang sedikit lebih panjang, terkait dengan jari mungil milik Baekhyun.

 

Saranghae, Ryu-ya.”

 

Nado.”

 


 

How? How? How?

Aku suka Baekhyun disini yang seperti adeknya Jun, kecil, mungil, imut, dan ngegemesin. Hehehe..

Comment juseyo ^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ocalin
#1
Chapter 1: ngebayangin kalau baekhyun itu asli gay *nangis di pojokan.
anyway, cute story ^^
Namayou
#2
Chapter 1: Hyaaa....
Unyuuu,,
manis...
Aakkk... Diabetes mendadak;(
sjkaiexo
#3
Chapter 1: bagus banget yaa storynya author-nim. Hope you make more story!
yooyra #4
Chapter 1: kya~~~ biasanya kan karakter si cwe keliatan cwo nya kan badan nya kecil gtu, nah kalo dsn malah sebaliknya. NICE STORY author-nim