the Love Feeling

Description

Author : Ai Yamamoto

Title : the Love Feeling (Perasaan Cinta)

Cast : Lee Donghae, Kim Shinyeong (Bagaimana jika kalian menganggap Shinyeong sebagai Original Character atau mungkin...diri kalian sendiri?) ^w^

Genre : Romance

Rate : PG-13

Lenght : Oneshoot (2100 words)

***

Oke, happy reading, all! Saran dan kritik yang membangun saya tunggu ^w^

***

Hei, apakah kau mengingat hari itu? Hari dimana kita sama sama bertemu, untuk yang pertama kalinya. Apa kau sudah lupa, eoh? Sini, kubantu memulihkan ingatanmu...

Saat itu langit di kota Seoul meneteskan air mata dengan derasnya. Membuatku menggerutu tiada henti dan lupa bersyukur pada Tuhan, bahwa air mata langit dapat menyuburkan makhluk lain selain manusia—tumbuhan, untuk dapat bertahan hidup. Tapi sebagai manusia yang durhaka kepada Tuhan aku malah menggerutu.

“Aigooo... kenapa harus hujan sih?”

Saat itulah sebuah payung hitam terjulur di hadapanku. Dalam hati aku bertanya tanya, siapa yang berani beraninya memberiku benda berwarna suram ini di saat hari tengah bermuram durja. Dan saat itulah, pertama kali aku mendengar suaramu.

“Pakailah, agar kau tidak kehujanan.”

“Bahkan orang bodoh pun tau jika payung dipakai agar tidak kehujanan,” kataku, yang kau balas dengan sebuah senyuman. Namun sayangnya, senyum hangatmu tidak dapat melelehkan hatiku yang sedang membeku saat itu. Maaf.

Dan sialnya, payung pemberianmu tetap aku pakai.

***

Hei, apakah kau mengingat pertemuan kedua kita? Aku ingat, saat itu kau menjatuhkan ice cream stroberi kesukaanku dan mengotori tanganku. Dan kau membuatku marah pada saat itu. Waktu itu kau menyenggolku hingga ice cream ku nyaris saja terjatuh.

“Omonaa! Kenapa aku sial sekali, sih!”

“Hah... kenapa kau selalu mengeluh?”

Kau lagi! Aku nyaris berteriak saat itu. Tapi saat kurasakan sesuatu yang dingin dan lengket dijariku, aku menyadarinya, bahwa ice cream ku sudah tumpah.

“Kau!! Aigooo, kenapa setiap bertemu denganmu aku selalu sial?” aku tak mampu lagi meredam amarahku. “Aku membeli ice cream ini dengan uangku sendiri, dan aku tidak mau tau. Kau harus menggantinya!”

Dan kau hanya mengangkat sebelah alismu dan tersenyum. Senyum yang masih tidak mampu melelehkan hatiku.

“Pertama, itu salahmu sendiri kenapa membawa ice cream dengan posisi miring. Kedua, baru kali ini kau bertemu denganku dan merasa ‘sial’, jadi hilangkan kata kata selalu itu.”  Kau meraih tanganku dan membersihkan ice cream yang meleleh dengan sapu tangan birumu. “Ketiga, kau bukan anak TK lagi yang tidak memiliki uang. Sudah beli lagi, sana!”

Kau begitu menyebalkan. Membuatku ingin merontokkan rambut cokelatmu itu. Juga mencakar wajah tampanmu. Ups, apa? Aku mengatakan tampan? Hahaha, rasanya aku begitu bodoh. Tapi disisi lain di hatiku—yang terdalam, aku berharap bahwa wajahmu lah yang kupandang setiap hari...

Saat itu juga, kau lagi lagi tersenyum dan memberiku 1000 won (kalau tidak salah sekitar 11ribu rupiah, apa benar?). “Maaf, ini untuk membeli ice cream mu lagi.” Katamu. Aku bersikap seolah olah aku masih kesal padamu. Tapi taukah kau, bahwa aku masih menyimpan 1000 won mu di dalam buku diary-ku. Berjanji suatu hari nanti aku akan mengembalikan uangmu. Hei, jangan tertawa. Aku juga tidak tau kenapa saat pertemuan kita yang ketiga kalinya...debaran hati itu...mulai hadir...

***

Di pertemuan kita yang ketiga, kau membuatku merasakan getaran halus yang merambat di jantungku. Dan semakin aku menatap wajahmu, semakin seringlah frekuensi getaran itu hadir.

Aku mengenakan gaun putih untuk misa natal malam ini. Tanganku membawa lilin dengan hati hati agar apinya tidak membakar rambut indahku. Fiuh, akhirnya sampai misa selesai rambutku tetap cantik. Namun dimalam yang penuh kasih ini Heechul, oppaku, malah asik berduaan dengan pacarnya yang dari Taiwan. Oke oke, harusnya aku tidak menggerutu, tapi Heechul oppa yang menyebalkan itu meninggalkanku sendirian di gereja. Perlukah aku mengulangnya sekali lagi? SENDIRIAN.

Tapi berkat Heechul oppa yang meninggalkanku, aku bisa bertemu denganmu lagi. Aku menjinjing stiletto hitamku karena kakiku terkilir saat melihat penampilanmu malam itu. Meskipun kau sedang duduk duduk dipinggir jalan dan memakan jagung bakar, bukan mobil mewah, tetapi dimataku—kau terlihat sangat keren. Sialnya, kenapa kau masih mengenaliku walaupun aku sudah menundukkan kepalaku dalam dalam?

“Hei!”

Aku menoleh kearahmu yang sedang memakan jagung bakar. Dan itu membuatku sadar bahwa aku belum makan apapun malam ini. Rencananya aku akan makan bertiga dengan Heechul oppa dan pacarnya. Oppa sialan!

Mungkin kau melihatku yang sedang mengelus elus perutku, atau ketika aku mengeguk ludah, sampai sampai kau berkata,

“Kau mau jagung?”

Di malam itu, aku baru sadar bahwa kau adalah orang yang menyenangkan. Meskipun matamu setajam elang, namun senyummu menenangkan. Cara bicaramu juga lembut. Dan lagi, kau juga begitu pengertian dengan meminjamkan jas putihmu padaku. Kau mengerti bahwa angin malam membuatku kedinginan.

“Kau dari gereja? Misa?” tanyamu.

Aku menganguk, “Kau juga?”

Sekarang, kaulah yang menganggukkan kepalamu.

Sesaat kemudian, kita tidak melakukan apapun. Hanya menatap langit yang bertabur bintang. Alam sepertinya sedang berbahagia. Karena ini malam natal...atau  karena akhirnya aku bisa akrab, denganmu?

Lalu, tanganmu terulur padaku. “Aku Donghae. Lee Donghae.”

***

Malam itu kau mengantarkan ku pulang. Tapi ternyata, malam malam selanjutnya pun selalu berakhir dengan “Jaljaaa…” darimu sebelum aku turun dari mobilmu. Juga malam malam selanjutnya saat kita makan malam bersama, ke took buku bersama, menonton bioskop bersama. Sampai sampai Heechul oppa dan pacarnya menanyakan tentang ‘kita’ padaku. Kau tau, aku sungguh kewalahan menghadapi pertanyaan pertanyaan konyol mereka.

“Kapan kalian berpacaran?”

“Kau harus mentraktirku dan Heechul oppa!”

Kau pasti tertawa jika melihat ekspresi mereka saat wajah mereka tertimpuk dengan bantal sofa. Mereka sungguh cerewet dan aku tidak tahan mendengarnya.

“Aku tidak berpacaran dengannya!”

Tapi ternyata, keesokan harinya kau membawaku ke taman ria. Kau membuat suaraku habis menaiki roller coaster, kau membuat perutku terkocok saat menaiki suatu permainan—yang aku lupa namanya dan kau memanfaatkan ketakutanku di rumah hantu agar aku memelukmu.

Aku tertawa geli saat kau mengajakku ke dunia teddy bear.

“Kau seperti anak TK saja…hahaha.”

“Terserah apa katamu. Tapi tadi kita sudah menaiki permainan yang menegangkan, sekarang saatnya bersantai.”

Aku masih tertawa saat kau menarikku menuju antrian dunia teddy bear. Yang mengantri kebanyakan adalah anak anak TK dan sepasang kekasih. Salah satu pasangan itu sedang bermesraan didepan kita. Kau tau bahwa aku menginginkanmu memperlakukanku seperti itu. Ya, ya, ya aku tau, aku sudah gila.

Didalam dunia teddy bear, kau terus memainkan jemariku. Kau harus tau, bahwa jantungku berdebar sangat cepat. Kau memperlakukanku seperti namja yang memperlakukan yeojachingunya.

Namun saat kita keluar dari dunia teddy bear, sesuatu yang menyilaukan mata datang dariku. Dari jemariku.

Dan aku bisa melihat cincin perak melingkar di jari manisku.

Sontak aku mendongak, menatapmu dengan kecurigaan.

“Shinyeong-a…” panggilmu. “Menikahlah denganku, ya?”

Suaramu begitu lirih, namun gendang telingaku masih bisa menangkapnnya. Kau memintaku untuk menikahimu sementara kita baru saja kenal satu bulan?! Konyol sekali. Bahkan pacaran saja belum.

Keningmu berkerut heran saat aku tertawa. Ya, tertawa.

“Kau bercanda? Kita baru saja berkenalan sekitar satu bulan yang lalu. Dan aku tidak sepenuhnya tau segala tentangmu Hae-ah…”

Aku berharap dengan begitu kau akan mengatakan padaku bahwa kau bercanda. Tapi tidak, yang kau lakukan malah sebaliknya. Menggenggam tanganku, dan menatap mataku dalam dalam, dan berkata,

“Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dalam waktu 2 minggu.”

***

13 hari berlalu. Sejauh ini kuakui kau berhasil mengalahkan ‘kebekuan’ hatiku. Kau berhasil membuatku hamper jatuh cinta padamu. Hampir, karena masih tersisa satu hari lagi. Bila hari itu kau gagal, maka…mianhae…aku tidak bisa menikah denganmu.

Di hari ke-14 kau memberitau bahwa kau akan berada di kantor seharian. Kau menginginkanku membawakan makan siang. Kau pernah merasakan omelet keju buatanku hingga kau ketagihan memakannya.

Maka hari itu, aku menyediakan hariku, khusus untukmu, Lee Donghae.

Tapi ketika aku sampai dikantormu, aku kecewa. Kau sedang berbicara dengan nada mesra dengan seorang yeoja. Tanganmu pun tidak diam saja. Kadang mengelus rambut yeoja itu lalu mengacaknya.

Lalu apa yang bisa aku lakukan? Aku hanya menitipkan makan siang pada sekretarismu dan berlari. Apakah aku pengecut? Memang, dan aku akui. Aku cemburu pada seorang Lee Donghae.

Dan kau tau? Aku menangis. Di dalam taksi, di jalan setapak, juga dikamarku. Aku menangisimu, Lee Donghae. Dan aku sungguh kecewa.

Dan saat itulah aku sadar bahwa aku jatuh cinta padamu, lebih dari 2 minggu yang lalu. Itulah mengapa ada debaran yang tak menentu di jantungku. Aku jatuh cinta padamu Lee Donghae.

Malam harinya kau datang. Kau memaksaku untuk bertemu denganmu walaupun aku tdak mau, sampai sampai kau meminta Heechul oppa untuk membujukku. Kau curang, Mr. Lee. Akhirnya, walau dengan terpaksa, aku menemuimu. Aku berusaha menyembunyikan bekas air mataku dan mendengarkan penjelasanmu.

“Dia dongsaengku,” katamu. Aku tertawa.

“Terserah.” Kataku.

“Sungguh, yeongi-ya…” dan aku kembali tertawa, sinis.

“Dan aku juga sungguh tidak percaya. Setiap namja playboy selalu mengatakan seperti itu. Dongsaeng, eonni bahkan eomma. Kau mau berbohong?”

Kemudian kau mengeluarkan selembar foto dari dompetmu. Ketika foto itu ada di tanganku, aku dapat melihat kau bersama dua wanita di kiri dan kananmu. Dan aku cemburu. Aku sungguh cemburu. Kau terlihat sangat bahagia di foto ini, sedangkan aku saja belum memiliki satu foto pun.

“Ini Haeri, eonniku, dan ini Ahra, adikku.”

Aku kembali melihat foto ditanganku dan meneliti wajah kalian. Dan aku menemukan kemiripan mereka denganmu. Mata, hidung, serta bibir mereka sama denganmu. Omonaaa! Shinyeong-aah! Neo! Baboyaa!

Kau ingat kan? Karena aku sangat malu aku melempar foto itu dan berlari ke kamarku. Tapi belum sempat aku mencapai tangga, kedua tanganmu telah mengurungku. Dan aku tau, aku telah terkurung selamanya. Bersamamu…

***

heart beats fast

colors and promises

how to be brave, how can I love

when I’m afraid, to fall

Gaun putih ini memang berat. Tiara dikepalaku pun membuatku tidak bisa menggerakkan leherku. Tapi tak apa. Semuanya terkalahkan dengan degup jantungnku. Aku tak sabar bertemu denganmu. Namun, Heechul oppa yang menyebalkan tu sedikit mengangguku.

“Ayo cepat, orang orang sudah datang.”

Kau tau Donghae-ah, ingin sekali aku menyentakkan tangan Oppa-ku kuat kuat saat ia mengalungkan lengangku dengan miliknya. Namun aku tak bisa, karena ini salah satu jalan agar aku bisa mencapaimu.

Namun sebelum menuju pintu, aku berhenti. Heechul oppa pun ikut berhenti. Hae-ah… aku sungguh takut. Bagaimana jika kau meninggalkanku setelah ini? Bagaimana jika ternyata rada cintamu terhadapku hanyalah sementara? Aku takut jika pintu ini terbuka, bukanlah kau yang berada disana, aku…aku sangat takut Hae-ah…

Tapi Heechul oppa mengusap usap lenganku. Menenangkanku. Ketika aku menoleh padanya, ia melemparkan senyum lembut. Aku memejamkan mataku dan kembali melangkah.

Pintu pun terbuka.

But watching you stand, alone

All of my doubt

Suddenly goes away somehow

Aku melihatmu berdiri disana. Begitu tampan dengan senyuman hangatmu dan tuksedo putih. Aigoo, ingin sekali aku tenggelam dalam senyummu. Aku baru sadar satu hal.

Dengan menatapmu, maka kekuatanku kembali. Aku tak lagi ragu. Dengan senyum yang kuharapkan sama menawannya sepertmu, aku melangkah pasti diiringi taburan kelopak bunga mawar. Bersama Heechul oppa, yang mengntarkanku padamu.

One…step…closer…

Hanya satu langkah lagi Hae-ah, satu langkah lagi dan aku akan resmi menjadi milikmu.

Aku menatap tanganmu yang terulur. Tangan itu, yang akan membawaku menuju dunia yang baru. Tangan itu, yang akan membawaku padamu. Dan ketika aku berada dalam genggaman tanganmu, aku merasa sempurna. Dan aku tak akan pernah bosan mengatakan ini padamu, Saranghae…

I have died everyday waiting for you

Darling don’t be afraid

I have loved you for  thousand years

I love you for a thousand more…

Ketika sumpah itu terucapkan, aku tau, bahwa aku sepenuhnya milikmu Hae-ah.

Seperti sumpahku, aku akan mencintaimu sepenuh hatik, meskipun kita nantinya hanya akan memakan udara.

Kau menundukkan kepala, menyingkirkan cadar penghalang kita berdua, dan menciumku, dengan lembut.

“Selamat datang dirumah, chagi-ya…” bisikmu.

Ya. Kau benar. Kau adalah rumahku Hae-ah. Saranghae.

***

“Tidak ada yang membahagiakan selain ini Donghae-ah. Saranghae. Dengan cinta, Kim Shinyeong.”

Aku melotot kesal. Pria itu, meskipun dia suamiku, tetap saja aku malu jika dia membacakan suratku dengan cara menyebalkan seperti itu. Belum lagi bukannya, bukannya tersenyum haru atau menarikku ke dalam pelukannya, dia malah tertawa terpingkal pingkal.

“Hei, yeongi-ya, aku tidak tau bahwa kau sepuitis ini hahahahaha,”

Aku berusaha mengambil surat itu dari tangannya. Menyebalkan!

“Diamlah oppaaa.”

Donghae oppa tampak berusaha menghentikan tawanya walau sia sia. Ah ya, sekarang aku memanggilnya oppa, walaupun kami hanya berbeda beberapa bulan. Ia kemudian mendekapku sambil mengelus elus perut buncitku. Ya, buah cintaku dengan Donghae oppa akan terlahir sebentar lagi.

“Nado saranghae chagi-ya, dari dulu hehe.”

Aku tersenyum. Mataku menerawang menatap langit biru. Namun kebahagiaan itu sirna saat kurasakan perutku seperti tertusuk tusuk jarum. Sakiiit sekali!

“Oppa, sepertinya dia mau lahir! Omo omo, aigooo…oppaaa sakiiitt…” ringisku.

“HAH?! MWO?!”

“Dia mau lahir chagiyaa! Hosh hosh hosh…aigooo sakiitt oppaaa….cepetan bawa aku….hah…hah…kerumah sakiiitt!!!”

Satu, dua. Satu, dua. Aku mencoba bernafas teratur seperti saran dokter jika si bayi akan keluar.

“Aigooo oppaa….kenapa diam saja!! Kau mau anak kita lahir di kamar, hah?!”

 

“Cinta adalah saat dimana kau selalu berdebar debar saat melihatnya. Walaupun sering bertemu dengannya, kau tidak akan berhenti berdebar saat melihat senyumnya, apalagi saat senyum itu hanya untukmu. Cinta, membuat semuanya terasa mati rasa. Kecuali 2 hal, hati dan jantungmu yang tidak akan kembali normal.”

 

-the End-

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet