end

Asam di Gunung, Garam di Laut

 

Jika seandainya Sunggyu adalah orang Indonesia, maka dia adalah urang sunda dengan kulit putih nan mulus khas geulis bandung (eh, tapi 'kan dia bukan seorang gadis?! Yaah, sudah, terima saja, ya?) Sebagai seorang yang cantik dan imut, dengan gaya bicara yang manis manja menggoda, tentu saja Sunggyu sudah memiliki gandengan (emang truk, gandengan?)

 

Howon, namanya. Arek suroboyo yang mulutnya suka ceplas-ceplos dan tajam jika berbicara, tanpa tedeng aling-aling. Tapi jika sudah di depan Sunggyu semua itu berubah! Setiap kata yang terlontar dari mulutnya menjadi semanis madu, tidak satupun kata kasar yang terucap karena Sunggyu memiliki perangai yang halus dan Howon tidak ingin menyakiti perasaan pujaan hatinya itu. Lihat, betapa cinta dapat merubah sifat seseorang.

 

Keduanya telah memadu kasih selama empat tahun. Mereka bertemu saat jaman perploncoan di tahun pertama mereka di sebuah perguruan tinggi ternama di Jogjakarta. Setelah sempat menerima sebuah hukuman berdua karena sama-sama lupa membawa jas hujan yang menjadi salah satu perlengkapan yang wajib di bawa selama masa pengkaderan, keduanya menjadi akrab, dan karena merasa nyaman dengan keberadaan satu sama lain, akhirnya keduanya memutuskan untuk menjalin hubungan. Memang benar kata pepatah, asam di gunung garam di laut, bertemu di belanga. Kalau memang jodoh, tetap akan bertemu. Sunggyu berasal dari barat pulau jawa, sementara Howon tinggal di ujung timur, tapi tetap bisa bertemu, dan bertemunya di tengah-tengah pulau.

 

Kini, setelah menuntaskan kewajiban mereka sebagai mahasiswa, tiba saatnya mereka untuk diwisuda. Kurang dari satu minggu lagi, prosesi tersebut akan diselenggarakan, dan tentu saja orang tua diundang datang untuk menyaksikan anaknya disahkan menjadi seorang sarjana yang kelak diharapkan untuk dapat membangun negeri tercinta.

 

Namun, sebenarnya ada satu hal yang mengganjal di hati Howon. Telah lama dia menyimpan kekhawatiran tersebut seorang diri, bahkan dia tidak pernah memberitahu Sunggyu akan hal tersebut. Akhirnya setelah tidak tahan lagi, dia memanggil sahabat-sahabatnya untuk berkumpul di sebuah kafe langganan mereka dan menceritakan masalahnya tersebut.

 

“Kalian tahu ‘kan kalau aku sudah cinta mati sama Sunggyu?” Howon membelokkan percakapan ke arah yang dikehendakinya, setelah sebelumnya mereka berbasa-basi bertanya kabar.

 

“Tau ‘lah, bro. Tiap kali gue ketemu sama elo yang diomongin Sunggyu mulu. Sampai-sampai kayanya gue juga jadi kenal luar-dalam sama doi, padahal ketemu orangnya juga cuman pernah beberapa kali doang,” sahut Sungyeol cepat. Myungsoo dan Sungjong mengangguk-angguk kecil setuju, sambil tetap menikmati minuman mereka.

 

“Aku bener-bener cinta sama dia, dan nggak siap kalau sampai harus pisah dan meninggalkan dia,” Howon menghela napas sambil memegangi dada kirinya, supaya agak-agak dramatis.

 

“Sebentar-sebentar,” sergah Sunyeol, “loe mau putus? Kenapa? Bukannya hubungan kalian baik-baik saja? Emangnya kalian lagi bertangkar?”

 

“Kalian mau putus? Kalau Sunggyu ntar uda single, boleh aku gebet ‘kan?” Myungsoo tiba-tiba ikutan angkat bicara, padahal sedari tadi hanya diam saja.

 

“Ih, si Myungsoo teh, naon deui. Teman lagi susah malah ngomong yang nggak-nggak, ntar dulu ‘napa? Ntar aja kalo Howonnya udah pergi baru kita susun rencana buat ngegebet Aa’ Sunggyu,” Sungjong buru-buru membekap mulut Myungsoo dengan tangannya supaya nggak keceplosan ngomong lebih lanjut.

 

“Eh, kalau kalian mau ngemodusin dia, gue jangan ditinggalin, ya. Sebenarnya gue juga ada hati sama Sunggyu,” Sungyeol menjawil-jawil lengan Sungjong, yang segera mengangkat ibu jarinya memberi tanda setuju.

 

Sementara itu Howon melongo melihat kelakuan tiga orang di depannya yang selama ini dianggap sahabat sejati olehnya. “Apa-apaan kalian? Siapa yang bakal putus sama Sunggyu?!” bentaknya kesal.

 

“Eh, tadi bukannya Aa’ sendiri yang bilang mau putus sama Aa’ Sunggyu?” Sungjong mencoba mengklarifikasi.

 

“Aku bilang nggak siap kalau harus putus sama dia, bukan mau putus,” gerutu Howon.

 

“Ooooh…” Sungyeol, Myungsoo dan Sungjong kompak menjawab.

 

“Eh, tadi itu kita bercanda kok, kita nggak berusaha ngedeketin Sunggyu. Kita ‘kan teman baik elo, nggak bakal lah jeruk makan jeruk, hahaha…” kata Sungyeol sambil memaksakan diri tertawa, yang segera disusul oleh Myungsoo dan Sungjong, mereka mengangguk-angguk sambil tertawa-tawa kecil juga.

 

“Ha-ha-ha…” Howon mengeluarkan tawa kaku yang singkat. “Awas ya kalau sampai beneran,” ancamnya, masih curiga. Tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa mereka menyimpan rasa pada kekasihnya, dan bahkan berani mengatakan hal tersebut terang-terangan di hadapannya. Semoga saja mereka memang hanya bercanda tentang hal itu. Ketiga temannya segera menggelengkan kepala dan memasang wajah polos tak berdosa.

 

Untuk meredakan amarah Howon, Sungjong mencoba mengembalikan topik pembicaraan mereka. “Jadi, kenapa tiba-tiba Aa’ bilang takut putus kalau lagi nggak ada konplik sama Aa’ Sunggyu?”

 

“Konflik, pake ef, bukan pake pe,” Myungsoo mencoba membenarkan ucapan Sungjong, tapi malangnya tak ada seorang pun yang memperhatikan kata-katanya. Akhirnya dia kembali menyesap minumannya sambil merengut.

 

“Kalian tahu kan, minggu depan kita wisuda, dan orang tua diundang datang? Nah, Sunggyu bilang kalau pada acara tersebut orang tuanya ingin dikenalkan ke pacarnya, yaitu aku. Orang tuaku juga sempat tanya, apa aku sudah punya PW, dan ingin bertemu juga,” ungkap Howon.

 

“PeWe apaan?” potong Myungsoo.

 

Seolah-olah Myungsoo tidak baru saja memotong ucapannya, Howon melanjutkan ceritanya setelah menarik nafas. “Masalahnya, Sunggyu pernah bilang kalau orang tuanya tidak setuju jika dia pacaran dengan orang yang tidak satu suku dengan mereka. Orang tuaku juga pernah berpesan, ‘Howon, jika kamu mencari istri, janganlah dengan janda, juga jangan dengan orang Sunda.’ Nah, si Sunggyu ini, selain orang Sunda, janda pula. Makanya selama empat tahun kita pacaran, kita belum pernah saling mengenalkan ke orang tua masing-masing dan nggak pernah cerita banyak ke orang tua kita.”

 

“Hah, Sunggyu janda??” Dengan kompak Sungyeol, Myungsoo dan Sungjong sukses terperangah akibat ucapan Howon mengenai Sunggyu. Mereka tak pernah menyangka dan tak pernah menduga, Sunggyu yang masih muda nan cantik itu ternyata adalah seorang janda.

 

“Iya, dia ‘kan jandanya si Wahyu,” jawab Howon sedih.

 

“Wahyu?” Myungsoo lagi-lagi melempar tanya yang tak seorang pun memberi jawabnya.

 

“Yaelah, man. Memangnya Sunggyu pernah menikah sama dia, sampai elu bilangnya jandanya, itu namanya cuman mantan,” Sungyeol menggertakkan gigi kesal.

 

“Kan prinsipnya nyaris sama,” kata Howon ngeyel.

 

Sungjong buru-buru menjauhkan gelas minuman dari Sungyeol, takut kalau Howon disiram es teh sama Sungyeol gara-gara pilihan katanya nggak benar. Akhirnya dia memilih untuk menjawab pertanyaan Myungsoo, karena kasihan sama temannya yang pendiam itu. Gimana nggak jadi pendiam, kalau hampir tiap pertanyaannya nggak ada yang ngejawab, mending diam aja kan daripada dikacangin?

 

“Sebenarnya namanya Woohyun, bukan Wahyu. Ingat ‘kan, Aa’ Howon pernah cerita kalau Aa’ Sunggyu dulu pernah pacaran selama beberapa bulan sama Woohyun sebelum jadian sama dia?”

 

Myungsoo pun manggut-manggut, teringat beberapa tahun silam Howon kalau ngomongin soal Woohyun sampai berapi-api terbakar cemburu. Setelah Sunggyu putus, Howon jadi girang dan buru-buru ngedeketin Sunggyu sebelum yang bersangkutan tersangkut dengan orang lain.

 

Memanfaatkan fakta bahwa Sungjong lagi baik dan mau menjawab pertanyaannya, Myungsoo berpikir untuk sekalian saja mengulang pertanyaannya yang sebelumnya tak terjawab juga. “Kalo PeWe apaan?”

 

“Pendamping Wisuda. Eh, tapi kan kalian sama-sama diwisuda bareng, nggak perlu pendamping dong?” Sungjong malah balik tanya setelah menjawab pertanyaan Myungsoo.

 

That’s not the point, Jjongie-honey. Maksudnya bokap-nyokap-nya Howon itu, ya minta dikenalin ke pacarnya dia,” jawab Sungyeol.

 

Howon mengangguk-angguk, masih bingung dan khawatir, gimana cara mengenalkan Sunggyu ke orang tuanya. Juga cara memperkenalkan dirinya ke orang tua Sunggyu.

 

“Kenapa orang tua kamu nggak setuju sama orang Sunda ‘sih?” Myungsoo jadi penasaran.

 

Tapi Howon hanya bisa angkat bahu. “Aku yo nggak ngerti, rek. Mamaku cuman nerusin ucapan nenekku sih sebenarnya, yang juga dapat nasihat begitu dari neneknya dulu.”

 

“Terus, kenapa orang Sunda juga nggak setuju kalau dapat pasangan orang Jawa?” lagi-lagi Myungsoo melontarkan pertanyaan.

 

“Kalau itu ‘sih, coba kita tanya Sungjong, ‘kan dia orang Sunda juga.”

 

Jadinya Sungjong kini gelagapan dilihatin ketiga temannya. Grogi tiba-tiba jadi pusat perhatian, Sungjong pun buru-buru membuka mulut untuk menjawab. “Duh, Sungjong mah henteu terang oge alesanna. Sababaraha jalmi saleresna berprinsip kitu, nanging sepuh abdi henteu, mangka na abdi henteu terang.”

 

“S-sungjongie… Pake bahasa Indonesia yang baik dan benar dong jawabnya, kita nggak paham nih…” kata Myungsoo setelah selama tujuh detik mereka bengong mendengar jawaban dari Sungjong.

 

“Eh, iya, maap, maap… Haduuu, Sungjong tadi grogi, jadi nggak sadar jawabnya pake basa sunda. Tadi Sungjong bilang, Sungjong juga nggak tahu alasannya kenapa. Beberapa orang memang berprinsip begitu, tapi orang tua Sungjong tidak, makanya Sungjong tidak tahu, hehehe…” Sungjong menerjemahkan ulang jawabannya tadi.

 

“Haduuh… Terus yak opo iki, rek. Bagaimana ini, aku harus ngenalin seseorang ke orang tua aku, karena mereka tau aku sudah punya pacar, tapi aku nggak bisa ngenalin Sunggyu ke mereka karena dia orang Sunda,” kata Howon muram dan gundah gulana, sambil garuk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

 

“Ah, gw tau! Elu pura-pura aja bilang ke bokap-nyokap kalo Sunggyu orang Jawa. Terus pas kenalan sama orang tua Sunggyu, elu pura-pura jadi orang Sunda,” cetus Sungyeol dengan wajah berbinar, seolah-olah baru saja menemukan ide cemerlang.

 

“Pura-pura gimana, ntar kalo orang tuanya Sunggyu ngajak ngomong pake basa Sunda gimana? Tadi Sungjong ngomong apa juga aku nggak paham. Sunggyu juga nggak bisa basa jawa,” sergah Howon.

 

“Halaah, gampang… ‘Kan elu tinggal nambahin teh atau mah di tengah-tengah kalimat. Terus Sunggyu juga tinggal ngeganti semua konsonan a jadi huruf o. Beres kan?“ kata Sungyeol masih dengan mata berbinar-binar.

 

Melihat mata Howon menyiratkan ketidaksetujuan dan sudah siap melontarkan argumen balasan, Sungjong buru-buru menengahi sebelum mereka jadinya berkelahi. “Sudah, sudah… Kalian teh jangan malah jadi berkelahi sendiri. Aa’ Howon ‘kan juga tau sendiri, Aa’ Sungyeol mah kalo ngasi ide suka nggak dipikir dulu, tapi maksudnya ‘kan baik, mau membantu,” sekarang Sungjong menjauhkan gelas dihadapan Howon, karena nggak lucu aja kalau sampai Sungyeol diguyur kopi panas sama Howon.

 

Sebenarnya Myungsoo hendak menyela, bahwa kata-kata Sungyeol nyaris benar, buktinya barusan saja ketika Sungjong ngomong dia menambahkan teh dan mah di tengah-tengah kalimatnya. Tapi keburu disikut sama Sungjong supaya nggak usah ikut ngomong dan malah bikin panas suasana, sepertinya Sungjong nyaris bisa membaca pikiran orang-orang disekitarnya.

 

Walau idenya ditolak mentah-mentah oleh Howon, tapi sepertinya Sungyeol tidak patah semangat dan sedetik kemudian dia telah kembali mencetuskan ide lain. “Kalau gitu, kalian pura-pura saja mengenalkan pacar kalian, tapi sebenarnya orang lain. Cari orang se-suku buat pura-pura dikenalkan sebagai pacar.”

 

“T-tapi kan…” Howon hendak membantah, tapi dipotong oleh Sungyeol lagi.

 

“Iya, sudah… Begitu saja dulu. Ini ‘kan kepepet karena acara wisudanya minggu depan. Nanti ke depannya bagaimana kita pikir lagi cara lain,” paksa Sungyeol. “Nanti elu pikir lagi gimana cara ngomong baik-baik ke nyokap. Wisuda ‘kan harusnya jadi hari yang berbahagia, jangan sampai nyokap ama bokap lu jadi marah ato sedih di hari itu gara-gara pacar yang elu kenalin nggak klop dengan kriteria mereka.”

 

“Setuju! Sungjong setuju sama rencana Aa’ Sungyeol. Sudah, Aa’ Howon nggak usah khawatir, Sungjong rela membantu dan berkorban koq, untuk pura-pura jadi pacarnya Aa’ Sunggyu buat dikenalin ke orang tuanya,” Sungjong buru-buru mendukung ide Sungyeol dan secara tidak langsung menawarkan diri menjadi pasangannya Sunggyu.

 

“Ah, itu sih emang elu-nya yang doyan!” sergah Sungyeol.

 

“Dasar, modus!” desis Myungsoo kesal.

 

“Hehehe…” Sungjong cuma cengar-cengir saja. Asal sama Sunggyu, walau hanya sehari dan hanya pura-pura, Sungjong rela dibentak-bentak sama teman-temannya.

 

“Terus, orang jawa yang jadi pacar aku siapa?” sedikit-sedikit Howon jadi setuju juga dengan ide gila Sungyeol.

 

Segera saja tangan Sungyeol dan Sungjong menunjuk ke arah Myungsoo, si kera ngalam alias arek Malang.

 

 

 

Setelah membicarakan ide mereka lebih lanjut, dan menyusun rencana lebih matang, Howon mengirim pesan kepada Sunggyu, mengundangnya untuk datang bergabung dengan mereka di kafe tempat mereka berkumpul (yang sebenarnya hanyalah warung kopi belakang kampus, tapi biar kesannya elit mereka sebut kafe). Tidak sampai setengah jam Sunggyu sudah datang menyapa mereka dengan senyum manisnya. Howon pun segera menyampaikan maksud dan tujuannya mengundang Sunggyu bertemu dengan teman-temannya, mengenai masalah dengan orang tua mereka dan ide yang Sungyeol ajukan.

 

“Tapi ‘kan Gyu pacarannya sama Aa’ Wonnie, masa’ yang dikenalin ke si mamah malah orang lain?” Sesuai dugaan awal Howon, Sunggyu menolak ide tersebut. Bibir tipisnya yang berwarna merah dimanyunkan, merajuk, membuat Howon jadi gemas ingin mencium. Tapi karena mereka sedang berada di tempat umum, terpaksa diurungkannya niat tersebut.

 

Eleuh, eleuh, geuleuh jadinya denger Howon dipanggil Aa’ Wonnie!” bisik Sungjong pada Myungsoo.

 

Myungsoo mengangguk-angguk tanda setuju, tapi sejurus kemudian malah bertanya. “Geuleuh artinya apaan, ya?”

 

Sungjong mendengus, kesal juga lama-lama, temannya yang satu ini selalu punya sejuta pertanyaan. Tapi salahnya juga sih, pakai bahasa yang tidak dipahami oleh Myungsoo. “Artinya jijik,” jawabnya singkat.

 

“Ooh… Iya, geuleuh, jadi merinding,” Myungsoo kembali mengangguk setuju.

 

“Hihihi, cara kamu ngomong geuleuh aneh,” Sungjong terkikik geli.

 

“Ah, masa’ sih? Perasaan sama aja ah kaya cara kamu ngomong, geuleuh,” Myungsoo kembali mengulangi kata tersebut.

 

“Ih, aneh tau’. Yang bener geuleuh, bukan ge-u-le-uh…”

 

“Sama aja ah kedengarannya…”

 

Saat Sungjong dan Myungsoo tengah asyik berbicara sendiri, ternyata Howon telah berhasil membujuk Sunggyu untuk menyetujui ide pacar pura-pura dari Sungyeol.

 

“Jadi, nanti Myungsoo yang pura-pura jadi pacarnya Aa’ Wonnie, ya?” Sunggyu memperhatikan Myungsoo lekat-lekat, membuat Myungsoo otomatis menghentikan pembicaraannya dengan Sungjong, deg-deg serr gitu dipandang sama Sunggyu. “Ya sudah. Tapi awas ya, jangan sampai Myungsoo jadi jatuh hati beneran sama Aa’ Wonnie, Gyu nggak akan biarkan,” ancamnya. Telunjuk tangan kanannya dituding-tudingkan ke arah Myungsoo untuk menekankan ucapannya, alis ditautkan dan digerakkan naik-turun biar lebih meyakinkan seperti di drama Korea favoritnya. Ada kecurigaan bahwa Sunggyu juga sebenarnya tengah membelalakkan matanya, tapi karena aslinya mata Sunggyu agak-agak kelewat sipit, jadi tidak ada seorangpun yang tahu apakah Sunggyu saat itu sedang melotot atau tidak.

 

Howon hanya tersenyum-senyum kecil, senang karena Sunggyu memiliki perasaan cemburu, itu artinya Sunggyu sayang sama dia ‘kan? Iya ‘kan?

 

Sementara Myungsoo melongo habis diperingatkan untuk tidak jatuh hati pada Howon oleh Sunggyu, padahal ‘kan, Myungsoo ada rasa ke Sunggyu bukan ke Howon.

 

Geuleuh pisan kalo sampai aku pacaran sama Howon,” bisiknya buru-buru ke Sungjong, membuat Sungjong terkikik-kikik geli lagi.

 

 

 

Di pojokan, Sungyeol menyesap kopinya seorang diri dengan sendu, gara-gara nggak ada yang memperhatikan dia lagi. Howon asyik sendiri sama Sunggyu, sementara Myungsoo dan Sungjong sibuk saling berbisik-bisik.

 

Tak lama kemudian, mereka semua pun bubar pulang ke kostan masing-masing, kecuali Howon yang mengantar Sunggyu pulang ke kostannya terlebih dulu sebelum balik ke kostannya sendiri. Tapi demi cinta, jikalau harus mengantar sampai ke bulan pun Howon rela.

 

 

 

* * *

 

Gimana, uda ngenalin Sungjong ke ortu kamu?

-Wonnie

 

 

Belum, ini juga Gyu masih nyariin Sungjong. Tuh anak kemana sih, Gyu telpon daritadi nggak diangkat. Gyu jadi kesal, seharusnya kita jujur saja, nggak usah pakai rencana bohong. Aa’ Wonnie gimana, uda ngenalin Myungsoo ke orang tua Aa’?

-Gyu

 

 

Belum juga. Belum ketemu Myungsoo juga. Sabar ya, Gyu, daripada kita terpaksa putus.

-Wonnie

 

 

Hari wisuda yang dinanti-nanti telah tiba. Acara yang dimulai pukul 8 pagi itu berjalan dengan lancar dan kini Howon telah mengantongi ijazah sarjana. Prosesi telah usai, dan sekarang dia tinggal mencari Myungsoo untuk dikenalkan kepada kedua orang tuanya sebelum kemudian memulangkan kedua orang tuanya ke hotel tempat mereka menginap dari semalam. Sudah lewat dari setengah jam dia berdiri di lobby depan gedung aula kampus tempat mereka janjian namun ‘kekasih’ palsunya itu tidak juga tampak batang hidungnya dan malah tidak bisa dihubungi, dan nampaknya Sunggyu juga kesulitan bertemu dengan ‘pacar’ pura-puranya.

 

Howon menghela nafas setelah membaca pesan dari Sunggyu. Sekali lagi dia mencoba menghubungi handphone Myungsoo dan Sungjong, tapi keduanya tidak jua mengangkat. Howon curiga sepertinya Sungjong terlalu asyik berbagi kebahagiaan dengan berfot-foto ria bersama teman-temannya, sementara Myungsoo terlalu asyik mengambil gambar keramaian sekitar karena dia memiliki hobi fotografi. “Kenapa mereka berdua tidak saling pacaran saja, ya? ‘Kan cocok tuh, yang satu suka difoto, yang satunya suka memfoto,” gerutu Howon dalam hati.

 

“Howon, gimana, pacar kamu uda bisa kamu hubungi?” Papa Howon memanggil anaknya dari tempatnya duduk di salah satu kursi di lobby.

 

“Eh, iya, uda kok Pap, bentar lagi datang katanya,” kata Howon berdusta, supaya orang tuanya tidak kesal karena terlalu lama menunggu.

 

“Suruh cepetan, kasihan tuh Mama kamu uda capek. Katanya korsetnya terlalu kencang, jadi agak-agak sesak nafas sekarang,” kata Papa Howon lagi.

 

“Aih, si Papa, Mama jadi kedengaran gemuk ‘kan. Nggak, koq, Howonnie, Mama nggak apa-apa, kita tunggu aja pacar kamu itu,” sergah Mama Howon sambil cemberut ke suaminya.

 

“Mama nggak gendut koq, Mama langsing dan cantik, seperti waktu masih gadis, waktu kita masih belum punya Howon,” hibur Papa Howon merasa bersalah dan buru-buru memeluk istrinya.

 

Howon segera membuang muka, kesal karena orang tuanya bisa mesra-mesraan di depannya, sementara di tidak bisa bertemu kekasih hatinya. Tiba-tiba hapenya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk.

 

 

Aa’, si mamah minta pulang aja, ketemu sama pacar Gyu kapan-kapan aja katanya. Aa’ jangan lewat pintu timur ya, Gyu mau lewat situ.

-Gyu

 

 

Membaca pesan dari Sunggyu, Howon jadi berpikir untuk mengajak orang tuanya pulang juga.

 

“Pulang aja, yuk, Mam, Pap. Sepertinya pacar Howon masih sibuk foto-foto sama temannya. Kita ketemunya kapan-kapan aja, ya?” tawar Howon yang segera disetujui oleh mamanya. Sepertinya Mama Howon benar-benar sudah lelah, karena beliau tadi pagi bangun lebih awal dari Howon dan suaminya karena harus berdandan dan memakai kebaya serta kain yang merupakan sebuah perjuangan tersendiri yang tidak bakal dipahami oleh Howon karena dia laki-laki.

 

“Eh, lewat sini aja, Mam,” Howon meraih tangan mamanya, mencoba membimbingnya menuju pintu barat.

 

“Tapi, Howon, tadi ‘kan Papa parkir mobilnya di sebelah sana,” Mama Howon menunjuk arah sebaliknya, dan Papa Howon juga mengangguk mengiyakan.

 

“Bi-bisa lewat sini juga koq, Mam,” paksa Howon, tidak ingin orang tuanya lewat pintu timur.

 

“Ah, kamu, jadi anak koq ngeyel, ya? Sudah jelas lebih jauh karena harus memutar.”

 

“Aduh, Mam, Pap… Waduh… jangan lewat situ,” Howon buru-buru mengejar kedua orang tuanya yang sudah berbalik arah, menyelip-nyelip diantara kerumunan para mahasiswa bertoga dan orangtuanya.

 

Tiba-tiba ketika mereka sudah dekat dengan pintu keluar, dari jauh di antara lautan mahasiswa yang nyaris tampak sama karena semua berbalut jubah toga yang sama seperti dirinya, Howon melihat sosok Sunggyu. Kekasihnya itu terbelalak karena tadi jelas-jelas dia mengirim pesan agar Howon tidak lewat pintu itu. Howon hanya bisa memberi kode bahwa dia tidak bisa menahan kedua orangtuanya, lalu menyilangkan kedua tangan sambil menggeleng, kita pura-pura tidak saling kenal saja, demikian bibirnya berucap tanpa suara. Sunggyu pun mengangguk setuju dan segera pura-pura melihat ke arah lain.

 

Selangkah, dua langkah, jarak diantara kedua keluarga itu saling mendekat dan mereka keluar beriringan di pintu. Howon menghela nafas lega ketika setelah keluar keluarga Sunggyu berbelok ke arah yang berlawanan dengan yang diambil oleh keluarganya. Dia menoleh sekilas untuk melihat Sunggyu, yang juga sedang memalingkan wajah ke arahnya, mereka berdua bertukar seulas senyum sebelum berbalik lagi.

 

Tapi kelegaan di hati Howon tidaklah bertahan lama, karena mendadak Mama Howon menghentikan langkahnya. “Sepertinya Mama kenal sama orang tadi,” gumam Mama Howon.

 

Degg. Howon merasa jantungnya berhenti berdetak. Tidak mungkin mamanya mengenali Sunggyu. Howon mencoba mengingat-ingat apakah dia pernah memperlihatkan foto pacarnya pada Mamanya, rasanya tidak pernah. Jangan-jangan Mama pernah mengintip foto di hapenya? Howon yakin dia sudah mengganti wallpaper hapenya yang tadinya adalah foto dirinya berdua dengan Sunggyu, tapi dia masih menyimpan banyak foto Sunggyu di salah satu folder hapenya.

 

“Uh, umm… M-mama pasti salah lihat. Mama ‘kan lagi capek, jadi mungkin berhalusinasi, hahaha…” Howon mencoba mengalihkan perhatian mamanya. “Sudah, ayo kita cepat pulang saja, biar mama bisa cepat istirahat.”

 

“Nggak, Mama yakin Mama nggak salah lihat. Mama kenal sama orang tadi,” Mama Howon bergegas melewati jalan yang tadi diambil Sunggyu dan keluarganya.

 

“Mam, Mama…” Howon memanggil-manggil mamanya sambil bergegas membuntuti, heran juga dirinya akan Mamanya yang entah bagaimana mampu melangkah cepat dalam balutan kain yang cukup ketat membelit kakinya itu. Sementara Papa Howon hanya mengekor mereka dari belakang dalam diam.

 

Selop satin ber-hak rendah yang dipakai Mama Howon berkelotak-kelotak cepat di jalan aspal dan dalam waktu singkat Mama Howon berhasil mengejar Sunggyu sekeluarga tepat sebelum mereka naik mobil. Howon rasanya sudah ingin menangis saja karena takut ketahuan.

 

“Maaf…” kata Mama Howon sambil menahan lengan seorang wanita cantik yang Howon perkirakan sebagai mamanya Sunggyu. Selama beberapa detik keduanya saling berpandangan, sebelum kemudian saling memekik.

 

“Kyaaa… Kamu Naeun ‘kan?”

 

“Iyaaa… Kamu… Eunji?”

 

Tiba-tiba keduanya sudah saling berpelukan layaknya teletubbies sahabat lama, saling bertanya kabar dan macam-macam.

 

“S-siapa, Pap?” Howon bertanya pada papanya setelah melongo beberapa saat.

 

Tapi Papa Howon hanya mengangkat bahu. “Nggak tau, kelihatannya sih teman lama mamamu.”

 

Sesuai dugaan Papa Howon, ternyata wanita itu memang teman lama Mama Howon semasa mereka kuliah dulu, namun setelah lulus dan kembali ke kota masing-masing mereka saling hilang kontak. Yah, namanya juga jaman dulu, hape dan media sosial masih belum berkembang seperti sekarang sehingga orang-orang susah menjaga komunikasi tetap berjalan lancar.

 

“Ini anak aku wisuda hari ini, namanya Howon,” Mama Howon menggamit lengan Howon yang sedari tadi sembunyi di belakang papanya dan menariknya maju. Biasalah, orang tua suka pamer-pamer anak.

 

“Anak aku, si Sunggyu, juga wisuda hari ini. Ya ampun, kebetulan sekaliii… Sesuatu banget, yah?” sahut Mama Sunggyu sambil mengelus-elus kepala Sunggyu, gaya bicaranya sudah seperti seorang artis ibukota. “Kalian saling kenal tidak? Mamah tahu mahasiswa di sini ada ribuan jumlahnya, tapi siapa tahu kalian pernah saling lihat.”

 

Ketika Howon hendak membuka mulut untuk mengatakan bahwa mereka tidak saling kenal, Sunggyu telah lebih dulu menjawab pertanyaan tersebut. “Mamah, Howon itu pacar Gyu,” ucapnya pelan.

 

Howon membelalakkan mata mendengar ucapan jujur Sunggyu. “Oh, tidak! Sunggyu, kenapa kamu berbicara seperti itu? Bagaimana kalau mereka menyuruh kita berpisah sekarang? Bagaimanaaa…” ratap Howon dalam hati.

 

Tapi respon dari kedua mama mereka justru di luar perkiraan Howon.

 

“Oh ya? Waaaah, kenapa tidak dari tadi dikenalkan? Howon, tadi ketika kita berpapasan di pintu keluar kenapa kamu diam saja?” tanya Mama Howon.

 

“Benar Howon itu pacarmu, Gyu? Mamah baru saja tadi mau suruh kamu putus sama pacar kamu, soalnya daritadi nggak muncul-muncul, Mamah mau minta kamu jadian saja sama anaknya Eunji, sahabat Mamah ini, supaya menyambung tali persaudaraan,” ucap Mama Sunggyu.

 

“Eh, Naeun, kamu mau menjodohkan anak kita? Kebetulan aku juga barusan berpikiran hal yang sama,” sahut Mama Howon.

 

“Ya ampun, kita samaan…” pekik Mama Sunggyu dengan gaya seperti masih gadis remaja. “Ya udah dijadiin beneran aja, gimana?”

 

“Setuju! Tapi, balik ke pertanyaan tadi, kenapa kalian tadi pura-pura tidak saling kenal?” sidik Mama Howon bak seorang detektif.

 

Howon dan Sunggyu saling lirik selama beberapa saat, sebelum akhirnya Sunggyu kembali membuka mulut. “Karena Gyu sama Aa’ Wonnie takut Mama-mama tidak setuju dengan hubungan kita, karena kita ‘kan berasal dari suku yang berbeda. Keluarga Gyu dari Sunda dan Keluarga Aa’ Wonnie dari Jawa. Kita tidak mau kalau sampai disuruh memutuskan hubungan kita,” jawab Sunggyu takut-takut, suaranya sedikit bergetar seolah menahan tangis.

 

Sebenarnya Howon kasihan juga dengan Sunggyu, tapi dia sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut karena lidahnya sudah terlanjur kelu. Aih, Howon, kenapa kamu tidak bisa setegar Sunggyu?

 

Jawaban Sunggyu tersebut membuat kedua mama mereka menjadi tertegun, karena memang benar mereka dulu pernah melarang anak mereka untuk menjalin hubungan dengan suku yang disebutkan oleh Sunggyu.

 

Setelah beberapa saat, Mama Sunggyu memeluk anaknya dengan erat dan berkata, “Tapi, kalau itu anaknya Eunji, Mamah rasa tidak apa-apa… ‘Kan Eunji sahabat Mamah… Maaf ya, Gyu, kamu pasti tadi khawatir sekali tadi. Mamah minta maaf, sudah tidak apa-apa kamu lanjutkan saja hubungan kamu dengan Howon.”

 

Berkebalikan dengan Mama Sunggyu yang memperlakukan anaknya dengan lembut, Mama Howon malah menjitak kepala anaknya. “Aduh, sakit, Mam,” pekik Howon. Sudah tidak usah heran darimana sifat Howon yang agak kasaran itu berasal.

 

“Eyy… Sejak kapan Mama ajarkan kamu untuk berbohong? Harusnya kamu bilang dulu ke Mama, kenalkan dulu pacar kamu ke Mama. Lihat, kalau anaknya semanis itu, bagaimana Mama bisa menolak?” Mama Howon menunujuk ke arah Sunggyu yang pipinya kini bersemu kemerah-merahan, nampak malu setelah dibilang manis. Howon jadi ingin mencubit pipi kekasihnya itu karena gemas, tapi karena mereka masih bersama mama mereka, dia jadi terpaksa menahan diri.

 

“Seandainya tahu kalau kedua mama kita saling kenal, kita tidak perlu susah-susah berbohong seperti ini, ya, Gyu?” bisik Howon ke telinga Sunggyu setelah beringsut-ingsut mendekati pacarnya.

 

Sunggyu pun mengangguk setuju. “Iya A’, harusnya dari kemarin-kemarin kita langsung bilang saja, ya. Aa’ juga sih, pakai punya ide pura-pura segala,” Sunggyu pura-pura merajuk.

 

“Berarti sekarang semua sudah setuju, ya, kalau Sunggyu dan Howon menikah?” tiba-tiba Mama Sunggyu menyela.

 

“Eh, kapan kita ngomongin soal pernikahan?” Howon terperangah kaget.

 

Mendengar ucapan Howon, Sunggyu jadi cemberut. “Eh, Aa’ Wonnie tidak mau menikah dengan Gyu, ya?” ucap Sunggyu sedih. Alisnya berkerut dan matanya sudah nampak berkaca-kaca seolah siap mengalirkan air mata.

 

Howon buru-buru merengkuh Sunggyu dalam pelukannya karena tidak ingin pujaan hatinya itu sampai menangis dan sedih. “Bukannya tidak mau, tapi kalau mendadak ditodong seperti ini…”

 

“Jadi mau, ya?” tanya Sunggyu lagi, matanya kini berkilau penuh harap.

 

“Uhm, sebenarnya tentu saja mau…” Tentu saja Howon sebenarnya mau, karena seperti yang pernah dia ucapkan pada teman-temannya, dia itu sudah cinta mati kepada Sunggyu. Tapi seperti yang baru saja dia bilang, kalau tiba-tiba ditodong seperti itu dia belum siap.

 

“Yak, keduanya sudah setuju, bagaimana kalau malam ini langsung saja kita lakukan pertunangan, sebelum aku balik ke Surabaya?” potong Mama Howon.

 

“Setuju, sebelum aku balik ke Bandung juga,” seru Mama Sunggyu.

 

“Hah? Malam ini? T-tapi ‘kan…” sergah Howon.

 

“Eh, Aa’ Wonnie tidak mau bertunangan dengan Gyu?” Lagi-lagi Sunggyu memanyunkan bibirnya, membuat Howon tidak jadi meneruskan bantahannya.

 

“Haduuuuh, bukannya tidak mauu, tapi kalau secepat ini….” Howon ingin menjerit kalau dirinya belum siap karena semua itu terlalu cepat, tapi kedua Mamanya sudah sibuk merancang acara pertunangan untuk nanti malam, dan dia juga harus menghibur Sunggyu yang mengira kalau dirinya tidak diinginkan oleh Howon.

 

 

 

Sementara itu, di bawah sebuah pohon ketapang di pinggir parkiran mobil yang tidak jauh dari tempat Sunggyu, Howon dan mama mereka ribut, Papa Howon dan Papa Sunggyu duduk sambil menikmati es cendol yang mereka beli dari abang-abang di balik pagar.

 

“Sepertinya kita bakal jadi besan,” kata Papa Howon.

 

“Iya, sepertinya begitu,” sahut Papa Sunggyu sambil mengangguk-angguk.

 

Keduanya kemudian meneruskan minum es dengan tenang, menikmati manisnya sirup gula merah dan angin sepoi-sepoi di bawah pohon rindang.

 

*end*

 

 

 

Jangan tanya kenapa ada orang tua yang kurang setuju jika anaknya memiliki pasangan yang berbeda suku ya, soalnya saya juga nggak tahu jawabannya >.<

Ternyata kalo nulis pake bahasa Indonesia tuh lebih bebas dan jadi lebih cepet kelar ya? Tapi maaf kalo jadinya terlalu panjang ceritanya.Hahhaha..

Kalo ada salah-salah dalam basa sunda-nya, mohon maklum, ya, sebenarnya saya nggak bisa basa sunda =__='

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
emarginata
#1
Chapter 1: hanjir baru baca, ngakak parah XD
emarginata
#2
Chapter 1: hanjir baru baca, ngakak parah XD
adrypink #3
parah lawak banget sihh hahahaha plis bikin spin off versi myungjong, kayaknya bkl seru jg deh pasangan arek malang-urang sunda yg satu itu
kekeke
#4
Chapter 2: sumpah ini ngakak abis udah lama banget gk baca fic indo apalagi yg crack kayak gini emang bagusnya kalo baca yg indo ya....aduuh su gjong teh meuni geulis naha atuh resepna jeung anu geulis deui eta mah jeruk makan jeruk atuh #plak aduh ngakak banget ama percakapan mereka di warkop gils. lucu parah ini
PrincessGyu
#5
Chapter 2: eh =_=
harusnya di click judulnya ya wkwk
PrincessGyu
#6
Chapter 2: ohmygod bakal di tunggu banget nih ganteng ganteng seringgalau!!
XD supercrack
onlyforone
#7
Chapter 1: HAHAHAHA OMG kenapa ff bahasa jatohnya selalu crack /kebanyakan baca fic English/

sumpah ini lucu banget...kim sunggyu si manis manja duh imutnyaaa...

btw sungyeol orang mana :)))
howoniesweety #8
Chapter 1: Muahahahahaha mantab pisan dah ini author... ini bener2 moodbuster bgt!! /ngakak sepanjang tahun kuda/
emyuki
#9
Chapter 1: sepanjang cerita ngakak mulu...
jarang-jarang ada ff kayak gini.. bagus...
chanbaekforever
#10
Chapter 1: lucu banget author nim~~ tadi sempet mikir wahyu itu siapa? gataunya woohyun! ngakak parah XD good job!