Tired of Waiting -- ChanNuneo

[SongFic] Tired of Waiting

One Shoot~

Gidarida jichin da YOU KNOW?

(Getting tired while waiting, YOU KNOW?)

#MusicPlaying Tired of Waiting - 2PM

Gidaridaga jichinda... MM~

(Gotten tired while waiting and~)

YOU KNOW non~ non ne mam ani OOH~

(YOU KNOW, do you know how I feel?)

Namaku Chansung. Saat ini aku sedang berada di puncak sebuah bukit. Bukit ini merupakan tempat perjanjian antara aku dan dia. Setiap hari minggu sore, tepat pukul 16.00, aku selalu menghabiskan waktuku disini. Walaupun cuaca sedang hujan, terik, atau bahkan bersalju, aku akan selalu berada di puncak bukit ini.

Aku duduk di rerumputan, membaringkan kepalaku keatasnya. Kulihat langit sore ini begitu indah. Kuperhatikan awan-awan yang melayang-layang di langit biru, bentuknya yang abstrak membuat khayalanku keluar begitu saja. Wajahnya yang tersenyum tiba-tiba terbayang olehku. Tiap lekuk wajahnya tergambar jelas di hamparan langit biru. Sebuah senyuman mengembang secara alami di bibirku tiap aku memikirkan dia.

"Nuneo, apa kau sedang melihat langit yang sama denganku saat ini?" gumamku seorang diri.

Gidaridaga to jichinda... MM~

(Gotten tired while waiting~)

Nonun ajigdo nar gioghani OH NO, NO~~

(Do you still remember me?)

Sebulan...

Dua bulan...

Tiga bulan...

Setahun...

Dua tahun...

Tiga tahun berlalu begitu saja...

Aku terus menanti kedatangan dirimu di puncak bukit namun kau tak kunjung muncul. Kembali kuingat-ingat percakapanku denganmu tiga tahun lalu.

"Channie, aku harus kembali ke Korea." ujar Junho, namjachinguku, orang yang membawaku keluar dari duniaku yang tertutup.

"why??? Apa kau mau meninggalkanku??" kataku sedih.

Tentu saja aku sedih. Orang yang ada di hadapanku ini bukanlah sekedar teman atau pacar biasa. Ia adalah orang yang telah membawa tawa ke duniaku yang suram. Ia membuatku berubah 180 derajat kearah yang lebih baik. Ia menghilangkan sifat egoisku, mengajarkanku untuk peduli pada orang lain, mengajarkanku apa itu kasih dan cinta.

"hahaha, tentu saja tidak Chagiya." tawanya yang selalu lepas sering kali membuatku iri. Seolah ia hidup tanpa beban.

"lalu kenapa harus kembali ke Korea?? Apa terjadi sesuatu dengan orang-tuamu?" tanyaku menduga-duga.

"aku harus ikut Wajib Militer. Kau tahu, keadaan Korea Selatan dan Korea Utara belakangan ini kurang baik. Menurutku inilah saatnya aku masuk Wamil." ucapnya mantap.

Lee Junho adalah seorang yang memiliki rasa nasionalisme dan sikap patriotisme yang tinggi. Tidak seperti aku yang tidak peduli walaupun perang dunia terjadi sekalipun. Selama aku bisa hidup tenang dan bahagia bersama orang yang kusayangi ini.

"aku akan sangat merindukanmu." kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.

"jangan sedih Chagii~ Aku hanya Wamil 2 tahun saja kok, paling lama mungkin 3 tahun. Aku juga tidak mau lama-lama berjauhan denganmu." ucapnya untuk menghiburku.

"really?? Promise me!!" aku memantapkan hatiku untuk membiarkannya kembali ke Korea dengan ikhlas. 'bagaimanapun juga Junho akan kembali lagi padaku.' pikirku.

"Promise about what Chagii??" ia menatapku bingung.

"berjanjilah kau akan kembali 2 atau 3 tahun lagi. Aku akan menunggumu." jelasku padanya.

"aku berjanji." ucapnya sambil mengangkat tangan kanannya seperti pose hormat.

Aku terkekeh melihat tingkahnya. Bukankah seharusnya berjanji menggunakan jari kelingking, tapi ia malah hormat padaku seolah aku Jenderal yang memberinya tugas untuk kembali.

"aku akan menemuimu 2 tahun lagi di bukit biasa pada hari minggu sore." ucapnya lagi.

Sejujurnya aku heran kenapa ia memilih menemuiku di bukit, bukannya langsung saja datang ke apartementku. Bukankah Junho tahu nomor sandi apartementku. Ah iya, bukan hanya nomor sandi apartement, Junho bahkan tahu password atm dan nomor sandi brankasku.

Haruga jinado nan norur mod ijo

(Even if a day goes by, I'll still remember you)

Handari jinado nan norur mod nwajwo

(Even if a month goes by, I'll still won't let you go)

Ajigdo nor wonhan ne mamur ani OH NO~ NO~~~

(Can you understand my desires for you?)

Aku membuka kembali sebuah buku yang berisi kenanganku bersama Junho. Kuperhatikan di setiap foto yang ada kau selalu menunjukkan smile-eyesmu. Mau tidak mau aku selalu ikut tersenyum tiap melihat eyes-smilemu itu. Kubaca tulisan dibuku itu "you are the one who change my world.". Kemudian pikiranku melayang ke saat-saat pertama kali aku bertemu denganmu, dan aku mulai jatuh cinta padamu.

Saat itu, aku baru saja masuk ke sebuah rumah makan dengan sedikit terburu-buru karena waktu jam makan siangku akan sedikit terpotong dengan adanya rapat. Aku menabrakmu yang sedang membawa nampan berisi makanan, menyebabkan bajumu menjadi kotor terkena cipratan makanan. Namun karena ketidakpedulianku, aku mengabaikanmu tanpa meminta maaf sedikit pun. Aku bahkan mengabaikan tatapan kesalmu padaku. Selama makan siang, aku terus memperhatikan dirimu yang duduk satu meja di depanku. Bukan karena rasa bersalah, melainkan karena kau terus saja menaruh saos dan mustard di piringmu yang sudah kosong. Kemudian kau akan menggunakan tanganmu seolah sedang menulis di piring itu.

Karena penasaran, aku sengaja melama-lamakan makanku. Setelah kau pergi keluar, aku langsung menghampiri mejamu dan melihat ke arah piring yang tadi kau tulis-tulis. Aku terkejut. Ternyata kau tidak menulis, melainkan melukis menggunakan saos dan mustard. Kuterka itu adalah gambar pemandangan yang kau lihat selagi makan.

Keesokan paginya, seakan itu sebuah takdir, aku kembali bertemu denganmu saat lari pagi. Kau duduk di bangku taman, berinteraksi dengan seorang anak kecil. Tampaknya kau tidak mengenal anak itu, tapi kau terus berbicara akrab dengannya. Sesekali kulihat kau tertawa senang, tersenyum, dan mengeleng-gelengkan kepalamu.

Aku terjatuh karena menabrak bangku taman di depan kau duduk. Sepertinya perhatianku padamu membuatku tidak melihat sekeliling lagi.

"damn..." umpatku entah pada siapa.

Saat aku hendak berdiri, kulihat sebuah tangan terulur padaku. Kudongakkan kepalaku untuk melihat tangan siapa itu. Ternyata itu kau. Dengan sangat malu kugapai uluran tangan itu.

"are you okay?" tanyamu sopan.

"mm... Yes." ucapku datar.

"bukankah seharusnya kau mengucapkan 'thank you' setelah mendapat bantuan dari orang lain, dan mengatakan 'sorry' ketika melakukan salah pada orang lain." Kau berkata dengan sopan, tapi aku tau jelas kalau kau menyindirku. Kau masih mengingatku yang kemarin menabrakmu.

"thank you. And... sorry." ucapku ragu.

Hanya dengan 4 kata dariku itu kau langsung tersenyum ramah padaku.

"My name is Junho, Lee Junho." Kau memperkenalkan dirimu padaku tanpa kuminta. Kau mengulurkan tanganmu lagi padaku.

"Chansung, Hwan Chansung." Aku menjabat tanganmu. Rasanya hangat.

"kau orang Korea?" Mukamu berubah menjadi senang setelah mendengar namaku.

"bukan. Aku lahir di Italy dan besar di Paris. Ayahku orang Korea, tapi ibuku orang Belanda." jelasku. Namun beberapa detik kemudian aku berpikir kenapa aku harus memberitahu dirimu hal-hal seperti itu.

"sayang sekali, kukira kau orang Korea. Jarang sekali menemui orang Korea disini." Ekspresi wajahmu berubah kecewa.

"apa kau pernah ke Korea?" tanyamu.

Dalam sekejab ekspresi wajahmu berubah lagi menjadi berseri-seri. Aku sedikit takjub dengan perubahan ekspresimu itu. Bagaimana bisa orang begitu ekspresif terhadap orang lain yang baru saja ditemuinya.

"tidak."

Sepertinya kau tidak tersinggung dengan jawaban singkatku. Biasanya orang-orang akan langsung diam, mencoba mencari topik lain atau langsung menghindariku karena sikapku yang jauh dari kata ramah. Tapi tidak denganmu.

"kenapa?? Bukannya ayahmu orang Korea?" tanyamu lagi.

"ayahku juga tidak pernah ke Korea. Beliau hanya lahir disana, namun tinggal dan tumbuh di Belanda." Aku sedikit heran kenapa aku bisa dengan mudah berbicara apa adanya denganmu padahal biasanya aku hanya akan menjawab 'itu sulit dijelaskan.' atau 'itu hal pribadi.' meskipun yang ditanyakan bukan pertanyaan pribadi.

Aku termasuk orang yang sangat tertutup dengan orang lain. Tapi kau... Kau dengan mudahnya masuk kedalam diriku, berteman dan akrab denganku. Percakapan kita terus berlanjut hingga satu jam. Waktu yang cukup lama untuk menceritakan berbagai hal tentang diri kita masing-masing. Bahkan di akhir pertemuan kita yang singkat ini aku meminta nomormu!! Suatu hal yang hampir tidak pernah aku lakukan, meminta nomor ponsel orang lain. Biasanya orang lain yang akan memintanya dariku atau langsung memberikan kartu nama mereka. Semua hal itu tidak berlaku untukmu. Akulah yang takut tidak akan bertemu denganmu lagi. Saat itu juga aku tahu kalau aku sudah terpesona olehmu. Aku sudah jatuh cinta padamu, di pertemuan kedua kita.

Norur gidarida jichyo michigo

(Going insane while waiting) 

To haru haru meir gathi irnyoni gadgo

(And each day feels like a year) 

OH~ nan (na na na~~) gidaridaga nor gidaridaga YEAH

(Oh~ I,I I I~ was waiting and while I was waiting) 

Gumbang irado niga dashi orgodman gadgo

(It felt as if you would come back) 

Dwidorasomyon dashi norur borgodman gatha

(Or if I look back I would see your face) 

OH~ nan (na na na na~~) jichyo michigo nan jichyo michigo YEAH~

(Oh~ I I I I~ am going insane, going insane)

Hari ini genap 5 tahun aku menunggumu di Bukit. Hatiku mulai terasa lelah menunggumu. Selama 5 tahun belakangan ini aku terus menantikan sosokmu. Tiap minggu aku berkhayal menemukan sosokmu sedang melukis di pucak bukit ini seperti biasa. Seperti saat kita menghabiskan waktu bersama, kau melukis dan aku akan sibuk dengan laptopku. Lalu saat kita terasa lelah, kita akan bersender satu sama lain di bawah pohon, mengisi energi masing-masing. Namun hari itu tidak pernah datang.

Lama kelamaan aku mulai merasa gila. Aku terkena penyakit rindu padamu. Penyakit yang sudah akut buatku. Aku bisa membayangkan sosokmu dimana-mana sepanjang hari. Saat makan siang aku mulai membayangkanmu di hadapanku sedang berceloteh dengan riang. Saat melewati toko lukis, aku langsung teringat akan sosokmu yang menghabiskan waktu berjam-jam disana hanya untuk memilih kuas dan kanvas yang akan dibeli. Senyummu terbayang olehku tiap kali aku bertemu orang Korea dijalan. Sadar tak sadar aku jadi sering tersenyum pada orang, karena sosokmu.

Sekarang tak jarang kudengar pegawai-pegawai ku berkata,

"boss kita makin hari makin terlihat berseri. Ketampanannya jadi terpancar jelas."

atau

"senangnya bisa bekerja dengan boss."

Padahal biasanya pegawai-pegawaiku akan berbicara di belakangku mengenai tingkah lakuku yang menyebalkan.

Niga orka bwa to chamnunda

(I am holding back just in case you come back)

norur ajigdo nan gidarinda OH YEAH~~~

(I am still waiting)

Handari jinado nan norur mod ijo

(Even if a month goes by, I'll still remember you)

Irnyoni jinado nan norur mod nwajwo

(Even if a year goes by, I still won't let you go)

Ajigdo nor wonhan ne mamur ani OH NO~ NO~~~

(Can you understand my desires for you?)

Sore ini aku pergi ke Starbucks Coffee, tempat biasa kita menghabiskan waktu sore kita berdua dengan minum segelas kopi. Meski sudah 7 tahun, tempat ini tidak berubah sedikit pun. Taecyeon, pemilik tempat ini, sepertinya tidak berniat mengubah dekorasinya sedikit pun dan aku sangat setuju dengan pemikirannya. Saat aku hendak membayar frapuccino favoriteku, kubuka dompetku dan selalu kutemukan fotomu disitu, tersenyum manis seperti biasa.

Tahukah kau bahwa aku masih saja duduk di tempat favorite kita dulu, di dekat jendela. Taecyeon sengaja memberi tanda 'reservation' diatas meja itu supaya tiap aku datang aku bisa duduk disitu. Dia benar-benar temanku yang paling baik. Bahkan ia membiarkan foto kita tetap menempel di sudut kanan bawah kaca. Kuperhatikan foto itu baik-baik sambil menyeruput frapuccinoku sedikit demi sedikit. Foto bersama kita yang diambil oleh Taecyeon waktu itu. Dibagian bawah foto itu terdapat tulisanku yang mulai pudar 'You are my everything.'

'Nuneo, aku merindukanmu. Aku ingin melihat senyummu lagi secara nyata dihadapanku.' batinku. Kemudian pikiranku melayang ke saat-saat aku mengatakan cinta padamu untuk pertama kalinya.

Hari itu langit tidak secerah hari ini, hujan salju turun sangat lebat. Cuaca membuatku khawatir jika event yang telah kupersiapkan khusus untukmu gagal begitu saja. Aku melirik jam di tanganku, pukul 16.30. Kumasukkan tanganku kedalam saku jaket untuk menghangatkan diriku yang berada diluar cafe, menunggumu. Suhu diluar sekitar -3 derajat celcius karena sekarang memasuki musim dingin.

"Chan, masuklah kedalam dulu. Tidak ada gunanya menunggu Junho diluar. Ia mungkin sedang terjebak di halte bus." teriak Taecyeon dari dalam cafe.

Aku melangkahkan kakiku dengan berat kedalam cafe. Semua dekorasi yang sudah kusiapkan tidak lagi terlihat indah di mataku. Kuambil Wine yang kusiapkan untuk eventku ini. Hampir saja kubuka jika Taecyeon tidak menghalangiku.

"yach! Jangan putus asa begini, event ini pasti akan berhasil, tenang saja." Tangan Taecyeon menahan tanganku.

"ohya Minjun sudah datang, lebih baik kau menemuinya untuk memilih lagu yang akan dimainkannya." ucap Taecyeon lagi.

Aku pun mengikutinya untuk bertemu Minjun, namjachingu Taecyeon. Ia adalah seorang pianis yang memiliki suara malaikat, atau begitulah menurut Taecyeon. Taecyeon juga yang menyarankan Minjun untuk membantu eventku ini. Ah... Andai saja cuacanya lebih bersahabat, event ini pasti sukses. Tidak ada yang tahu kapan hujan salju akan berhenti. Bisa saja sampai malam atau bahkan pagi.

Saat aku tengah berdiskusi dengan Minjun mengenai lagu yang akan dimainkannya, handphoneku berbunyi, kulihat layarnya dan tampak namamu disitu. Aku pergi ke sudut ruangan untuk mengangkat telfon darimu.

"hallo Nuneo," sapaku di telfon.

"Channie, sepertinya aku akan telat 15 menit." suaramu terdengar jelas diantara riuhnya suara angin yang tertangkap saluran telepon ini.

"hah?" Aku bingung. Kulihat di jendela hujan salju masih lebat. Otakku mulai memproses kata-katamu.

"yack Nuneo!! Jangan menerobos salju, itu berbahaya, nanti kau bisa sakit." Aku sedikit berteriak tanpa sadar. Aku tidak tega membayangkanmu berada di luar, berlari menerobos salju sendiriian. Apalagi suhu diluar mungkin sudah dibawah -8 derajat celcius atau mungkin lebih.

"jangan khawatir, aku akan baik-baik saja." ucapmu dengan keyakinan yang tinggi.

Sesudah berkata itu kau memutuskan sambungan telepon. Aku panik sesaat. Kuhampiri Taecyeon yang sedang berduaan dengan Minjun.

"Taec, bagaimana ini?? Junho akan datang 15 menit lagi." Suaraku sedikit bergetar. Bukan karena gugup, apalagi karena takut event ini gagal. Aku mengkhawatirkanmu yang hendak menerobos hujan salju demi janji kita bertemu di cafe ini.

"ayo kita siap-siap..." Taecyeon malah terlihat bersemangat.

Semua sudah berada di posisi masing-masing. Pintu cafe terbuka dan terlihatlah sosokmu yang agak mengenaskan menurutku. Wajahmu sedikit pucat, bibirmu biru karena kedinginan. Kau memasukkan kedua tanganmu kedalam saku jaket. Kemudian mengeleng-gelengkan kepalamu dengan cepat agar salju yang ada di atas rambutmu terjatuh. Refleks, aku langsung mengampirimu dan memelukmu. Kupegang pipimu dengan kedua tanganku. Dingin.

"Sudah kubilang agar kau tidak menerobos salju. Kenapa kau masih melakukannya??" omelku sambil menghangatkan kedua tangannya dengan cara menggosok-gosokkan tanganku diatas tangannya.

Namun kau tidak memperhatikanku. Matamu menatap sekeliling cafe. Melihat dekorasi bentuk hati terbuat dari kuas-kuas yang ditempel di dinding. Takjub, kupikir.

"apa kau melakukan semua ini untukku?" tanyamu.

Aku diam. Jujur aku sedikit lupa dengan event yang kubuat ini. Kemudian Taecyeon datang menghampiri kita dan mengajak kita duduk di dekat jendela.

"apa kau akan terus diam saja menatapku atau kau akan memulai event yang kau siapkan untukku?" tanyamu dengan sakartis.

"eh?" Aku tersadar dari lamunanku, kemudian aku menjentikkan jari diudara. Alunan musik klasik yang dimainkan Minjun menggema di cafe ini.

"kau tahu aku menyiapkan ini semua untukmu?" tanyaku bodoh. Well, aku menjadi sering bersikap bodoh tiap berhadapan denganmu.

"tentu saja tidak, aku baru mengetahuinya saat memasuki cafe ini. Sungguh tidak sia-sia perjuanganku kesini." ucapmu riang.

"jangan pernah melakukan seperti tadi lagi Nuneo, aku benar-benar mengkhawatirkanmu tadi." ucapku tegas.

Taecyeon datang membawa dua gelas kopi hangat kesukaan kami masing-masing.

"silahkan diminum." kata Taecyeon ramah.

"bagaimana jika kita melakukan one-shoot??" usulku. Tentu saja ini bagian dari event yang telah kusiapkan.

"siapa takut." katamu.

Kemudian kami melakukan one-shoot. Kuperhatikan kau sangat terkejut menemukan sebuah benda di dalam minumanmu. Kau mengambil benda itu dari dalam cangkir dan menunjukkannya di depanku.

"I-ini..." ucapmu terbata-bata.

"I Love You Nuneo... Saranghaeyo." ujarku padamu.

Kata-kataku tentu saja memperjelas semuanya. Tapi kulihat kau menatap ragu benda itu.

"apa kau tidak merasakan hal yang sama denganku?" Aku mulai terlihat tidak yakin. Aku terus saja berdoa dalam hati agar kau juga merasakan hal yang sama, agar kau tidak menolakku.

"bukan begitu Channie, hanya saja... Aku kan namja, aku tidak mau pakai cincin." ucapmu sedikit malu.

"hahahha..." gelak tawaku memenuhi ruangan.

Kemudian aku mengeluarkan tali yang sudah kusiapkan. Aku mengambil cincin itu dari tanganmu dan menjadikannya sebuah kalung. Lalu aku memakaikannya di lehermu.

"bagaimana? Lebih baik?" tanyaku.

Kau menatap kalung itu, kemudian berkata, "kenapa hanya ada satu cincin?"

Aku langsung mengeluarkan kalung cincin yang sudah kupakai dari tadi pagi.

"tidakkah kau ingin mengucapkan sesuatu??" Aku memancingmu sedikit.

"gomawo Channie, Thank you very much... and I Love You too. Nado Saranghaeyo." ucapmu kemudian kau mengecup bibirku.

Jepreeet... Taecyeon mengabadikan moment berhargaku dan Junho tanpa aku sadari.

"New Couple, berposelah sedikit. one... two... three..." jepreet.

Norur gidarida jichyo michigo (OH~ NO~) 

(Going insane while waiting)

To haru haru meir gathi irnyoni gadgo (NO, NO~) 

(And each day feels like a year)

OH~ nan (na na na~~) gidaridaga nor gidaridaga YEAH 

(Oh~ I, I I I~ was waiting and while I was waiting)

Gumbang irado niga dashi orgodman gadgo (OOH, OOH~)

(It felt as if you would come back)

Dwidorasomyon dashi norur borgodman gatha

(Or if I look back I would see your face)

OH~ nan (na na na na~~) jichyo michigo nan jichyo michigo YEAH~

(Oh~ I I I I~ am going insane, going insane)

OH YEAH~

Usiaku sekarang 33 tahun. Orang-orang seusiaku biasanya sudah mulai berkeluarga. Tak jarang client-clientku bertanya kapan aku akan menikah. Aku hanya bisa menjawabnya dengan senyuman. Bagaimana bisa aku menikah jika pasanganku belum kembali ke dekapanku? Itu adalah kamu, Lee Junho.

Aku duduk di meja kerjaku, melihat ke figura foto yang berisi fotomu. Foto itu kuambil seminggu setelah aku mengenalmu. Tentu saja aku mengambilnya diam-diam. Saat itu kau sedang melukis di Bukit. Ekspresimu saat melukis adalah yang paling kusuka. Begitu tenang dan damai. Matamu fokus ke kanvas sedangkan tanganmu sibuk mengoleskan kuas.

"Pecahnya perang antara Korea Utara dan Korea Selatan menjadi keprihatinan bagi dunia..."

Aku menoleh kearah TV saat mendengar berita perang yang melibatkan Korea Selatan, tanah kelahiranmu. Berita itu dengan jelas memperlihatkan keadaan perang yang sangat kacau. Rasa takut menjalar diseluruh tubuhku membayangkan dirimu yang masih berada disana.

"permisi pak, ini dokumen yang harus anda tanda tangani." ucap orang kepercayaanku di perusahaan, Jang Wooyoung. Satu-satunya orang Korea yang ada di kantorku.

Aku langsung mengambil dokumen dari tangannya, memeriksanya sebentar sambil sesekali melihat kearah TV.

"Korea Selatan benar-benar menghadapi kehancurannya sendiri. Kenapa mereka tidak memilih berdamai saja, kerugian 3 tahun belakangan ini pasti sangat besar." komentar Wooyoung ketika melihat TV.

"apa maksudmu?" tanyaku bingung. Bukannya perang baru terjadi belakangan ini?

"Perang sebenarnya antara Korea Selatan dan Korea Utara sudah terjadi sejak 3 tahun terakhir, hanya saja kedua belah pihak berusaha menutupinya dari dunia. Untung saja aku berhasil membawa semua keluargaku kesini." jelasnya.

Aku teringat saat Wooyoung minta cuti 3 tahun lalu. Kemudian terpikir olehku, jangan-jangan Junho terjebak di Korea. Oh tidak, apa yang harus kulakukan? Tunggu dulu, jika keadaannya seperti itu Junho pasti akan langsung membawa appa dan eommanya kesini.

"apa yang akan terjadi jika kau masih berada di Korea?" tanyaku.

"hm, tentu saja semua anak laki-laki yang berusia diatas 20 tahun harus menjalani militer. Sedangkan wanita dan anak-anak akan berada di pengungsian sampai perang selesai." Jelas Wooyoung.

"menjalani militer?" Sejujurnya aku mengerti, hanya saja hati dan pikiranku menolak untuk mengerti.

"ya, bisa dibilang ikut berperang." jelas Wooyoung lagi.

Mataku melebar kaget. Kepalaku mulai terasa pusing. Aku kembali menyerahkan dokumen kepadanya.

"Selain mengalami kerugian hingga milliaran won, sekitar 800 orang telah menjadi korban akibat pecahnya perang tersebut..."

"Aku yakin korban sesungguhnya pasti mencapai ribuan orang." Wooyoung kembali berkomentar.

Dadaku terasa nyeri. Aku meremas kuat pulpen yang ada di genggamanku. Kepalaku mulai berdenyut.

"Aku kehilangan kakakku tahun lalu akibat perang." ucap Wooyoung sedih. Matanya masih fokus pada TV, tidak melihat kearahku sedikitpun.

Pandanganku mulai menghilang. Aku memegang dada sebelah kiriku, meremas baju kemejaku. Rasanya bagai ribuan jarum menancap di jantungku. Kepalaku yang semakin berat tidak membantu sedikitpun. Aku pun terjatuh dan tidak sadarkan diri. Hal terakhir yang kudengar hanyalah suara TV.

We irohge nan jaku himdunde

(Why is it so hard)

Moridsogi bogjabhe jugethne (YEAH,YEAH, YEAH~)

(And everything's so complicated in my head)

Gidarigo gidaridon nainde

(I was waiting and waiting)

Ajigdo soshigi obnunde (OH~~)

(And yet no answers from you)

No teme urdon nega aninde

(I didn't cry because of you)

Na teme tonar niga aninde (OOH~ YEAH, YEAH, YEAH..)

(And you didn't leave because of me)

Ocheso iron nega himdunde

(So why is it so hard)

Otohge jigum nomu himnunde

(Why is it so hard?)

Aku berjalan sendirian menuju atas bukit. Sesampainya diatas aku duduk beristirahat dibawah pohon. Aku berusaha menstabilkan nafasku yang terengah-engah. Kurasakan sedikit nyeri di bagian dada. Aku langsung mengeluarkan sebotol obat yang selalu ada di sakuku 5 tahun belakangan ini. Dengan cepat kuminum sebutir, untuk mengurangi rasa sakit. Perlahan rasa sakit itu hilang dan nafasku mulai teratur.

"Nuneo, sudah 15 tahun aku dengan setia menunggumu disini. Cepatlah muncul sebelum aku tidak sanggup lagi. Aku ingin melihat wajahmu untuk terakhir kalinya dalam hidupku." ucapku pelan.

Kubiarkan saja butiran air mata mengalir di pipiku. Aku lelah, sangat lelah. 5 tahun ini kujalani hanya dengan harapan bisa bertemu denganmu lagi. Penyakit yang kuderita mulai menggerogotiku. Tidak hanya secara fisik, tapi juga mentalku. Perkataan dokter terngiang di telingaku hampir setiap hari. Hampir setiap malam aku mengeluarkan air mata karena tak sanggup lagi. Aku benar-benar membutuhkanmu. Aku sangat merindukanmu.

Hari dimana aku melihat berita di TV mengenai perang antara Korea Utara dan Korea Selatan adalah hari dimana aku pertama kalinya mengalami apa itu serangan jantung. Saat kubuka mataku, aku sudah berada di rumah sakit. Disebelahku kulihat Wooyoung dengan muka yang pucat karena panik dan ketakutan.

"apa yang terjadi?" tanyaku pada saat itu.

"anda baru saja terkena serangan jantung." ucapnya pelan.

Aku menaikkan sebelah alisku. Aku tidak mengerti. Aku tidak punya penyakit jantung, bagaimana bisa aku mengalami serangan.

Semua hal itu menjadi sangat jelas saat aku pergi ke ruangan dokter.

"bagaimana mungkin aku mengalami serangan sementara aku tidak punya penyakit jantung?" tanyaku pada seorang dokter yang bernama Nichkhun.

"maaf tapi berdasarkan hasil test yang anda lakukan, anda menderita penyakit lemah jantung." jelas Nichkhun.

"b-bagaimana bisa?" Rasanya bagaikan tersambar petir di siang bolong.

"jantung anda tidak mampu lagi menjalankan tugasnya untuk memompa darah keseluruh tubuh. Kemampuannya mulai menurun. Untuk sementara saya tuliskan resep obat untuk menahan rasa sakitnya jika kondisi seperti tadi mulai muncul. Semoga saja itu bisa megurangi serangannya. Meski begitu anda tetap harus memeriksakan diri ke rumah sakit tiap bulan, untuk memantau perkembangannya." ujar Nichkhun.

Aku mengerjapkan kedua mataku.

"berapa lama lagi waktuku untuk hidup?" tanyaku to the point.

"itu semua tergantung anda." Nichkhun berusaha tidak menjawab pertanyaanku. Aku tahu itu.

"Kumohon jujur saja." Aku sedikit memaksa.

"mungkin 3 tahun, atau mungkin kurang." Nichkhun berkata sangat pelan.

'setidaknya aku masih memiliki waktu untuk menunggumu, Nuneo.' pikirku.

Irnyon irado nan gidarirgoya

(I will wait for a year)

Shib nyonirado nan gidarirgoya

(Or even a decade if I have to)

OH~ nan nan nan nan~ nan nan nan nan~

(Oh~ I I I I I I I I)

Gidaridaga (OH!) nan jichyodo joha (OH~ YEAH)

(Will wait and it's fine if tire myself out)

Kubaringkan diriku diatas rerumputan, memandang kearah langit seperti yang 15 tahun lalu kulakukan tanpa bosan. Kupejamkan mataku sambil menikmati hembusan angin, mendengar suara gemerisik yang ditimbulkan dari daun-daun yang bergesekan ,dan juga suara burung berkicau.

'Nuneo aku mengantuk.' gumamku pelan.

Aku membiarkan diriku terlelap, terombang-ambing di atas awan, memasuki alam mimpiku.

"Channie, bangunlah..."

Suara itu... Suara yang sangat kurindukan. Kubuka mataku yang terasa berat. Kuperhatikan sekelilingku, putih. Semuanya berwarna putih. Lalu kulihat sosokmu sedang berjongkok disampingku. Kau mengenakan pakaian serba putih. Kemeja putih, jas putih, celana putih, bahkan sepatumu berwarna putih. Aku mulai bangun perlahan-lahan, kemudian duduk disampingmu. Kau tersenyum bagaikan malaikat, sama seperti dulu.

"aku terus menunggumu." ucapku.

"aku tahu. Maaf. Aku datang sangat terlambat." ucapmu tulus.

Kuperhatikan wajahmu yang berseri-seri. Namun aku menangkap sedikit tatapan sendu dari matamu. Tanganku membelai pipimu, memastikan ini kenyataan.

"tidak apa-apa. Aku merindukanmu Nuneo, sangat-sangat merindukanmu." ujarku sambil memelukmu.

Kau membalas pelukanku dengan erat. Kemudian kau berbisik di telingaku, "Aku sangat mencintaimu Channie. I really really love you."

"I love you too, more than anything." balasku tanpa melepaskan pelukan ini.

Norur gidarida jichyo michigo (jichyo michigo~~)

(Going insane while waiting)

To haru haru meir gathi irnyoni gadgo (irnyoni gadgo)

(And each day feels like a year)

OH~ nan (na na na~~) gidaridaga nor gidaridaga YEAH (gidaridaga..)

(Oh~ I, I I I~ was waiting and while I was waiting)

Gumbang irado niga dashi orgodman gadgo (OOH OOH~~~~)

(It felt as if you would come back)

Dwidorasomyon dashi norur borgodman gatha

(Or if I look back I would see your face)

OH~ nan (OOH~) (na na na na~~) (YEAH,YEAH~) jichyo michigo nan jichyo michigo YEAH~

(Oh~ I I I I~ am going insane, going insane)



 

~THE END~



 

Catatan Author :

Anyeong readers, makasih banyak buat yang udah nyempet-nyempetin diri buat baca SongFic author yang pertama. Lebih banyak terima kasih buat yang nyempetin diri buat comment disini. Segala kritik dan saran akan diterima author dengan senang hati :))

Ini pertama kalinya author nyoba bikin SongFic. Mungkin masih banyak kekurangan di SongFic ini TT, Mohon dimaklumi hehe .__.

Sebenernya author pengen bikin FF yang banyak Junhonya (Bias Authorkan LEE JUNHO <3), tapi gatau kenapa author malah bikin tokoh utamanya Chansung. Mungkin author ga tega kalo Junho yang harus menunggu haha :3

 ~Kid~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
mannuel_khunyoung
#1
Chapter 1: author daebak,

jdi chan umurnya udh 40an lbih ya?ckk ckk


dan orng tuh jumpanya di surga#amin~plaKK
TikaChan
#2
Chapter 1: wah author daebak !!
penantian yang sangat lama,dan akhirnya mereka bertemu lagi di tempat yg lebih indah
lurvejunho #3
Chapter 1: I really want to cry...this is beautiful.i guess chan finally met junho at the heaven...sweet.thank u for writing this authornim