Unexpected (Special) Girl #1

Unexpected (Special) Girl

 

Mungkin memang hanya sekali ini, namun ingatan itu mungkin akan lebih lama dari saat mereka bertemu. ‘Karena kamu tiba-tiba menjadi urusan (spesial) tak terduga…’

 

Berjalan terburu-buru pemuda tinggi dengan rambut hitam gelapnya menuju bangunan bertingkat bermodelkan klasik yang dikelilingi taman. Hampir sampai di pintu depan bangunan tersebut mendadak dia berhenti saat mendengar suara yang sangat dikenalnya memanggil dari arah disekitarnya.

“Yook Sungjae!”


Beberapa pemuda dengan seragam sekolah mereka berjalan cepat mendekati Sungjae yang menunggu mereka tepat di depan pintu. Dia melihat kearah teman-teman sekelasnya dengan wajah bersemangat. Setelah cukup lama di sibukkan dengan jadwal yang padat bersama groupnya bisa datang kesekolah menjadi penyegaran sendiri untuknya. Terutama dengan tiga pemuda yang sekarang berdiri di hadapannya.

“lama tidak melihatmu. Tidak ada schedule hari ini?” Baekho, pemuda tampan yang memakai kacamata bertanya.

Sungjae mengangguk menjawab pertanyaan temannya tersebut. “sore nanti. kenapa kalian masih disini? bukannya sudah masuk dari tadi?”

Ya, makanya kamu harus sering-sering datang kesekolah.” Yeongbin meninju pelan lengan Sungjae sembari tertawa samar. “ada tamu dari sekolah lain, anak-anak lari kesana melihat beberapa murid perempuannya.”

“mereka cantik-cantik?” tanya Sungjae tertarik.

Dengan mengarahkan kedua ibu jari mereka, Baekho dan Daehan mengungkapkan pendapat mereka tentang beberapa siswa dari sekolah lain tersebut. “kamu mau melihatnya?” Yeongbin menawarkan.

“tidak, terima kasih. Sebaiknya aku masuk kelas saja.” tolak Sungjae. “kalian belum mau kembali ke kelas?”

“menurutmu kenapa kami disini? hanya untuk menyambutmu?” canda Daehan.

Mereka semua tertawa dengan candaan yang dilontarkan pemuda dengan rambut coklat tersebut. Meski berbeda dari Sungjae yang seorang idol, ketiga pemuda itu termasuk deretan murid dengan wajah tampan yang diidolakan banyak murid-murid perempuan disekolah mereka. Bahkan terkenal sampai keluar sekolah. Yoon Baekho, selalu menjadi ketua kelas dan anggota organisasi tertinggi sekolah sejak kelas satu ditambah dengan segudang prestasi akademisnya. Lee Yeongbin, seorang atlet muda, kapten tim sepak bola dari sekolah mereka, perempuan mana yang tidak mengidolakannya jika sudah melihat karismanya saat bermain di lapangan. Dan Baek Daehan, si pianist tampan dengan julukan Baek-toven yang langsung membuat semua gadis bertekuk lutut hanya saat mendengar dentingan note dari piano yang dimainkannya.

* * * * *

Keempatnya berjalan bersama menuju kelas mereka di tingkat dua. Untung saja ini sudah jam belajar, bisa dibayangkan jika mereka melalui koridor kelas saat sebelum jam pelajaran dimulai atau saat jam istirahat. Perjalanan menuju kelas mereka yang harusnya lima menit bisa menjadi setengah jam. Karena hampir semua murid perempuan berusaha mendapatkan perhatian mereka dan murid lak-laki berusaha menjadi teman mereka.

“Ah,” Sungjae menoleh pada Yeongbin sesaat mengingat sesuatu. “bukankah kemarin sekolah kita bertanding sepak bola?”

“ehm.” Yeongbin mengangguk.

“mereka benar-benar terobsesi ingin menang, kamu tau? Seolwan bahkan hampir saja berkelahi dengan salah satu pemain mereka.” ujar Daehan.

“benarkah? Lalu bagaimana hasilnya?” tanya Sungjae lebih tertarik pada hasil akhirnya daripada mendengarkan cerita tengahnya.

“tentu saja kita yang menang. 3-1.” Jawab Yoengbin bangga.

“segitu senangnya, kah?”

Mereka tertawa melihat Yeongbin yang seolah membusungkan dada setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Sungjae. Masing-masing dari mereka memang punya tujuan masing-masing yang sangat ingin mereka capai. Berteman baik sejak awal masuk sekolah membuat mereka saling mendukung satu sama lain dalam mencapai keberhasilan. Sambil menceritakan banyak hal yang terlewatkan oleh Sungjae selama dia tidak masuk sekolah tanpa disadari mereka sampai di depan kelas mereka. Setelah masuk kedalam kelas baru Sungjae baru menyadari kalau ternyata kehadiran beberapa murid perempuan dari sekolah lain bisa membuat kelas mereka yang sebagian besar laki-laki hanya tinggal beberapa murid perempuan didalamnya.

“apa murid perempuannya benar-benar semenarik itu?”

“jangan bandingkan dengan banyak girlgroups yang sering kamu lihat. Untuk ukuran anak sekolah biasa seperti kami, mereka memang cantik. Beberapanya manis dan beberapanya sangat cantik.” Jelas Daehan mengomentari rasa penasaran Sungjae.

Sambil meletakkan tasnya keatas meja, Sungjae memandang kesekeliling kelasnya lalu menuju jendela yang menghadap ke lapangan belakang sekolah. Baru beberapa saat memandang keluar, dia melihat seorang murid perempuan dengan seragam yang berbeda dari seragam sekolahnya berjalan sendiri dengan santai seperti sedang menikmati suasana. Dia memperhatikan murid perempuan dengan rambut coklat kemerahannya itu berjalan lalu seperti sadar sedang diperhatikan murid perempuan itu menoleh keatas tepat kearahnya. Sontak Sungjae melangkah mundur menjauhi jendela.

“kenapa aku harus mundur?” bisiknya. Sebelum kembali maju mendekati jendela.

Dia melihat murid perempuan itu masih berdiri disana. Dengan kepala sedikit dimiringkan murid perempuan itu melihat heran kearahnya lalu tersenyum dan menganggukan samar menyapanya.  Tidak tau harus membalas senyum itu atau tetap memasang wajah datar, pada akhirnyanya Sungjae hanya tersenyum kaku. Sekilas dia melihat murid perempuan itu tertawa kecil menunjukkan sederet giginya lalu kembali melanjutkan perjalanannya yang tidak tau mau kemana.

Berbalik membelakangi jendela, Sungjae menyandarkan tubuhnya pada dinding di samping jendela. Meletakkan tangannya di dada dan merasakan jantungnya yang berdetak dengan cepat. Kenapa dia harus merasa gugup seperti itu? pekerjaannya sebagai idol membuatnya bertemu dengan banyak orang dari berbagai kalangan. Mulai dari perempuan biasa saja sampai yang sangat cantik semua sudah pernah dia temui, bahkan dari jarak sangat dekat tapi tidak pernah dia merasa segugup ini dengan detak jantung yang mendadak berdetak dengan cepat setelah melihat gadis itu tersenyum kearahnya. Mungkin murid perempuan itu mengenalinya sebagai seorang idol. Sebelum beranjak dari sana, sekali lagi Sungjae melirik keluar jendela dan hanya menatap tempat kosong dimana murid perempuan itu tadi berdiri dan tersenyum padanya sebelum pergi.

* * * * *

Berencana menonton permainan basket teman-temannya di dalam gedung olahraga, Sungjae berjalan melewati taman sekolahnya yang memang cukup luas. Beberapa kali dia harus berbalik dan mencari jalan lain hanya untuk menghindari kerumunan murid perempuan. Hanya antisipasi kalau mereka melakukan hal yang sama setiap kali melihatnya berjalan sendiri. Sebagai seorang idol, sudah resikonya jika dikejar-kejar penggemar. Tapi terkadang hal itu membuatnya merasa jenuh. Menghindar menjadi satu-satunya jalan yang bisa dia lakukan daripada harus kelepasan emosi saat berada di depan mereka.

Saat sedang melewati dua gedung sekolahnya yang saling bersebelahan dia melihat seorang murid perempuan dengan seragam yang berbeda dari seragam murid perempuan disekolahnya melirik kekanan dan kirinya sambil sesekali menggigit jarinya. Seperti orang tersesat.

“rambut  coklat kemerahan? Bukannya itu gadis di bawah tadi?” Sungjae hanya menuruti kakinya yang melangkah menghampiri murid perempuan itu.

“hai.” Sontak murid perempuan itu terlihat terkejut mendengar sapaan Sungjae.

“oh, kamu mengagetkanku.” Gumam murid perempuan itu setelah berbalik melihatnya. “hai.” Balasnya sambil tersenyum.

Memang dia, batin Sungjae. Senyum yang sama. “tersesat?”

Sambil menyisipkan rambut sebahunya kebelakang telinga dia menyunggingkan senyum salah tingkah dan mengangguk lalu menggeleng dengan cepat. “ah, tidak. Sebenarnya tadi aku mencari kantin sekolah kalian. Tapi aku memang payah dalam penunjuk arah. Jadi aku tidak tau kearah mana aku harus pergi. aku bahkan sudah berjalan di sini tiga kali.”

Dengan kening berkerut, Sungjae menatap tidak percaya pada perempuan di depannya. Memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Berdiri berhadapan dengannya membuat Sungjae menyadari kalau anak perempuan itu cukup mungil jika dibandingkan dengan girl idols yang dikenalnya, tingginya bahkan tidak lebih dari pundaknya. Terpaksa membuat gadis itu mendongak keatas untuk bisa melihat wajah Sungjae.

“siapa namamu?”

“huh? Aku?” masih terdengar canggung gadis itu balik bertanya dan menjawab setelah Sungjae mengangguk. “Chia. Han Chia.”

“Han Chia. Kalau kamu mau ke kantin kamu jalan melalui koridor ini di ujung sana di tangga kedua kamu belok ke kanan lalu setelah sampai di aula kamu ke kiri jalan terus sampai keluar dari situ kamu bisa langsung melihat kantinnya.”

Seakan mengerti, Chia mengangguk lalu tersenyum dengan raut tidak cukup meyakinkan bagi Sungjae. “baiklah. Terima kasih atas bantuannya-“

“Sungjae.”

“yah, terima kasih atas bantuannya, Sungjae.” Lalu melambaikan tangannya sebelum berjalan melewati Sungjae.

“Chia.”

Gadis itu kembali menoleh kebelakang. “ehm?”

“kearah sini.” Tunjuk Sungjae pada arah yang berlawanan dari yang dituju Chia.

“kesana?” tanya Chia balik. Sungjae mengangguk. “baiklah. Terima kasih sekali lagi.”

Apa anak perempuan ini benar-benar payah dalam penunjuk arah? Sedikit merasa khawatir Chia mungkin akan tersesat lagi, akhirnya Sungjae memutuskan untuk mengikuti gadis itu dari belakang. Memang benar dugaannya, sampai di ujung koridor yang diberitahukannya Chia berhenti dan berdiri cukup lama sambil melirik kekanan dan kekiri sebelum akhirnya kembali berjalan melewati tangga pertama dan kembali berhenti di tangga kedua. Kali ini dia benar-benar kebingungan. Saat Chia baru akan berbelok kearah kanan yang sebenarnya menuju kolam renang sekolah, Sungjae berseru menunjukkan arah yang benar.

“kiri!”

Mendengar suaranya, Chia sontak menoleh kebelakang dan memandangnya. Sekilas Sungjae melihat wajah Chia memerah sebelum gadis itu menundukkan kepala. Dengan kedua tangan di dalam saku celananya Sungjae berjalan menghampiri Chia dan berhenti tepat di hadapan gadis itu.

“kamu memang benar-benar payah dalam navigasi.” Gumam Sungjae. “ayo, aku akan antarkan kamu kesana.”

“tidak. Tidak usah. Sungguh. Jangan repot-repot, aku-“

“sebaiknya ada orang yang menunjukkan arah padamu. Atau kalau tidak nanti semua yang datang dari sekolahmu kebingungan mencari keberadaan muridnya yang tersesat dalam sekolah yang sedang mereka kunjungi. Cerita itu terdengar tidak lucu.” Potong Sungjae.

Dia berjalan lebih dulu sebelum berhenti kembali dan menoleh kebelakang, “ayo.”

Tanpa menolak lagi, Chia menuruti Sungjae dan berjalan selangkah dibelakang pemuda itu. Belum beberapa lama berjalan Sungjae kembali berhenti dan melihat kebelakang. Melihat Chia yang berjalan menunduk mengikutinya yang tidak sadar kalau dia sudah berhenti dan berdiri tepat menghadap gadis itu. Benar saja, dua langkah setelah dia berbalik dan berdiri diam menunggu, Chia menabrak tubuhnya.

“oh,” setelah mundur selangkah Chia menoleh keatas melihat wajah Sungjae. “maaf.” Lalu kembali menunduk.

“aku tidak akan tau apa kamu akan tersesat lagi atau tidak kalau jalannya dibelakangku.” Ujar Sungjae. “ayo jalan sama-sama.”

Dia melihat Chia menyinggungkan senyum manis kearahnya dan mengangguk mengerti. setelah itu mereka berjalan berdampingan tanpa mengeluarkan sepatah katapun sampai di aula. Sungjae berhenti dan melihat Chia yang juga ikut berhenti.

“kamu jalan terus kesana. Pintu yang bisa dilihat dari sini, itu pintu masuk kantin.”

Chia mengangguk semangat sebelum melangkah pergi dan berbalik lagi. “terima kasih, Sungjae.” ujarnya pada pemuda itu dan kembali pergi.

Memperhatikan cara Chia berjalan sambil membelakanginya, Sungjae langsung mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan mengarahkannya pada Chia yang sedang melihat lukisan yang ada di dinding aula dengan sebelah tangan di pipi dan terlihat sangat lucu dan menggemaskan bagi Sungjae. Setelah mendapatkan foto Chia sedang mendongak keatas melihat lukisan di sampingnya, Sungjae memperhatikannya dengan seksama dan tersenyum-senyum sendiri sampai tiba-tiba foto tersebut hilang dan digantikan dengan nama Yoon Baekho di layar ponselnya.

"Yoon-ssi?"

"Kalau tidak salah tadi aku dengar kamu akan ke lapangan. Dimana kamu sebenarnya, Yook Sungjae?"

"Setelah aku pikir-pikir sebaiknya aku absen permainan kali ini." Jawab Sungjae sambil tetap melihat Chia yang sudah masuk kedalam kantin. "Aku ada sedikit urusan."

"Ya aku mengerti, kamu terlalu jarang masuk sekolah jadi sedikit-sedikit urusanmu harus segera diselesaikan. Apa? Tandatangan untuk penggemar? Atau foto bersama?" Canda Baekho yang disambut tawa Sungjae.

"Tidak satupun dari itu. Dan aku tidak akan memberitahumu." Balas Sungjae.

Kemudian Sungjae mendengar tawa samar Baekho yang khas, "sayang sekali, padahal banyak penggemarmu sudah berkumpul disini dengan membawa banyak poster dan spanduk."

"Mereka kesana untuk melihat kalian. Anggap saja begitu."

"YA! Mereka juga datang untuk melihat kami. Kamu tau itu!" Baekho berteriak dengan kesal. "Baiklah, cepat selesaikan sedikit urusanmu itu lalu datang kemari sesegera mungkin. Mengerti!"

"Siap Ketua!" Jawab Sungjae lantang sebelum disambut tawa keduanya.

Foto Chia kembali muncul di layar ponselnya setelah pembicaraan dengan Baekho berakhir, dan tepat saat tiba-tiba sekaleng minuman dingin muncul di depannya. Dengan cepat dia menyembunyikan ponselnya takut siapapun itu melihat foto seorang perempuan di ponselnya, memandang heran kearah Sungjae untuk beberapa saat, Chia lalu tersenyum dan menyodorkan minuman dingin padanya sekali lagi.

“Aku bisa melihatmu masih berdiri disini dari dalam kantin. Jadi sebagai ungkapan terima kasih aku belikan kamu ini. Kamu bisa minum cola, kan?”

“Tentu saja.” Jawab Sungjae sambil meraih cola dingin tersebut. “Terima kasih.”

***** Next Chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
shin-pads
#1
Chapter 2: Uwaaahhhh...

Inii maniissss bangetttttt (>﹏<)