Kamu seperti mimpi buruk, terkadang itu yang kurasa.

Pada awalnya, kamu datang bagaikan matahari, bersinar cerah, seakan sekelilingmu hanya rongsokan luar angkasa.

Sinarmu benar-benar menyilaukan, sampai aku tidak bisa menghilangkan cahayamu dari pikiranku walau hanya sedetik.

Satu, dua, tiga,

Perasaanku campur aduk.

Apa aku jatuh cinta padamu? Kurasa ya.

Hari-hari berlalu tanpa sadar keadaan sudah semakin parah, rasa cinta ini sudah tidak terbendung lagi.

Sudah sekian lama aku menunggumu dalam diam, menanti jawaban, ah tidak, menanti kepastian.

Pengecut? Panggil aku seperti itu. Karena pada dasarnya rasa takutku mengalahkan tekadku. Aku takut padamu, dengan reaksimu, dengan tanggapanmu, dan yang paling aku takuti, penolakanmu.

Aku bisa saja menjadi sangat agresif, menyerangmu berkali-kali dengan cintaku.

Tetapi aku sadar, aku tidak sesuai dengan harapanmu. Benar kan?

Kau sudah tahu segalanya, tetapi kau hanya memilih diam tanpa kata. Seolah-olah aku hanyalah angin lalu.

Sakit hati, pasti. Tapi aku lebih memilih bermain dengan rasa sakit ini, terasa lebih menyenangkan dibandingkan aku memilih untuk berhenti.

Menunggu, menunggu hal yang tidak pasti.

Mau sampai kapan? Aku sendiri tak tahu.

Kau adalah mimpi buruk ku, yang membuatku harus merasakan sakit atas penantianmu.

Tetapi, kamu adalah sumber cahayaku, matahariku. Dirimu lebih dari segalanya bagiku. Dengan hanya menatapmu dari jauh, aku merasa lebih baik.

Satu, dua, tiga,

Jika aku berteriak padamu sekarang, memohon cintamu, apakah kau akan mengatakan 'ya'?

Bisa?

Kamu, jika kamu membaca ini. Berarti, waktuku sudah habis.

Mungkin harga diriku sudah terjun bebas.

Persetan dengan tidak tahu malu.

Persetan dengan fakta kita tidak bisa bersatu.

Aku mencintaimu.

Yang aku mau, hanya kamu. Ya. Kamu.