Final

Shoot

 

Summary: Aku tidak mau terpuruk karena orang jahat.

Hari ini aku bersepeda hanya ditemani kamera SLR kesayanganku. Biasanya aku ditemani Nayoung, sahabatku sejak kelas 1 SMA, sayangnya sekarang-sekarang dia selalu tidak bisa kuajak pergi, ada saja alasannya padahal aku tahu sekarang dia sedang dekat dengan seorang namja. Tapi bukan Nayoung namanya kalau memberitahuku begitu saja. Bisa saja aku meminta namjachinguku menemaniku, tapi kemarin dia bilang tugas kuliahnya sedang menumpuk, jadi tidak bisa menemaniku sesering dulu.

Walaupun begitu, toh aku tidak benar-benar sendiri disini, di taman ini tentu saja banyak orang selain aku. Barangkali malah menambah teman? Mungkin saja kan. Aku mulai berjalan kaki mengelilingi taman, mengabadikan momen-momen yang kutemui sore ini dalam memori SLR Canon kesayanganku, hadiah terakhir dari mendiang ayahku sebelum ia meninggal dunia saat aku masih kelas 6 SD.

Dari jauh kulihat ada penjual es krim. Ada sepasang namja dan yeoja sedang embeli es krim, sepertinya mereka sepasang kekasih karena tangan si namja mengelus-elus rambut yeoja itu. Menjijikkan, aku memang sudah punya namjachingu tapi aku tidak terlalu suka perlakuan-perlakuan seperti itu,  membuatku risih.

Ckrek! *suara bidikan kamera*

Dapat satu. Sekarang mereka saling berhadapan sambil menggenggam es krim masing-masing. Posisi ini memungkinkanku melihat sebagian dari wajah mereka.

Ckrek!

Satu lagi. Aku hendak mendekat namun aku berhenti ketika… rasanya aku mengenal mereka. Dari tadi aku memang merasa aku pernah melihat baju-baju itu dan postur tubuh mereka sangat mirip dengan orang yang kukenal baik tapi tidak mungkin mereka ada disini, mereka kan sedang sibuk. Apalagi berduaan dan mesra seperti itu, tidak mungkin itu mereka. Sekarang mereka berbalik, walaupun jaraknya sejauh ini tapi mataku masih bekerja dengan baik. Benar. Itu memang mereka. Byun Baekhyun, namjachinguku, dan yeoja lain yang kukenal sebagai sahabat pertamaku seumur hidupku, Park Nayoung. Mereka  berhenti berjalan, saling berhadapan, dan… Baekhyun oppa mencium Nayoung. Nayoung tahu siapa namjachinguku, tapi ia tidak menolak sama sekali.

Mereka sama sekali tidak melihatku. Aku dengan jelas melihat mereka.

Ckrek!

Yang terakhir. Bersamaan dengan itu air mata pertamaku sore ini menetes. Ketika itu juga aku berbalik pulang. Namjachinguku mencium sahabatku. Dan aku? Aku tersenyum kecut.

***

“Darling, are you okay?” Tanya eommaku.

“No, mom, absolutely not.” Aku tersenyum lemah pada eommaku. Bagaimana bisa aku baik-baik saja setelah melihat yang kemarin? Aku bahkan belum berani merasakan first kiss.

“tell me.” Eommaku mengelus rambutku pelan.

“I’m gonna fix it soon. I’ll be alright. Anyeong.” Aku mencium pipi eommaku sambil tersenyum ceria. Tapi aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri, juga pada eomma, sakit itu –tentu saja– masih bersarang di hatiku. Ah, klise. Aku tersenyum kecut lagi.

Cuaca hari ini cerah sekali. Kenapa? Apa dunia senang melihatku sakit? Kenapa matahari tersenyum pada lukaku? Kenapa burung-burung bernyanyi mendengar tangisanku?  Kenapa udara begitu segar ketika hatiku masih begitu sesak? Kenapa? Apa ini keputusan yang tepat? Apa karena ini memang yang terbaik untukku? Atau karena kalian mendukung hubungan mereka? Bahkan ketika pertanyaan-pertanyaan soal kemarin belum terjawab, pertanyaan-pertanyaan baru sudah bermunculan. Dan aku selalu tahu jawabannya. Aku selalu bisa menjawab pertanyaanku, tapi aku tetap ingin bertanya. Kenapa?

Aku duduk manis di bangkuku, TEMAN sebangkuku juga sudah duduk manis di tempatnya.

“Shinrae-ah kau menangis?” Tanya TEMANku.

“nde, tadi malam aku menangis. Apa sangat jelas terlihat?” tanyaku pura-pura panik.

“waeyo? Cerita padaku.”

‘padamu? Memang kau siapa? Kau hanya TEMAN yang kubenci.’ Batinku. Segera saja kualihkan pembicaraan.

“Nayoung-ah, aku tahu, kau sudah punya namjachingu kan?” godaku sambil tersenyum jahil. Yup, aku ceria seperti biasa. Nayoung gelagapan. Uh-oh, Kau ketahuan.

“tidak usah nervous begitu. Selama dia baik untukmu, ambil saja dia. Kapan-kapan kenalkan padaku ya, tapi nanti saja. Sekarang-sekarang ini aku sibuk.” sahutku dengan penekanan pada kata ‘ambil’. Aku masih berpura-pura tidak tahu.

“ah, gomawo Shinrae-ah, kau… memang sahabat terbaikku!” balasnya agak terbata-bata.

“oh mian. Aku bukan lagi sahabatmu. Mana mungkin seseorang membenci sahabatnya.” Ucapku halus namun tegas.

“apa maksudmu Nam Shinrae?”

“aku tidak mungkin menjadi sahabatmu lagi. Kita berteman biasa saja Nde?” ucapku sambil tersenyum. Sebenarnya aku mati-matian menahan tangis. Aku tahu mataku berkaca-kaca, maka aku langsung mengalihkan wajahku. Berharap Nayoung tidak melihat genangan air di pelupuk mataku. Oh, ayolah tidak mudah memutuskan tali persahabatan, tapi di mataku kini dia adalah seorang pengkhianat.

***

TENG TENG TENG TENG *suara bel pulang sekolah*

Hari ini di sekolah aku menghabiskan waktu istirahatku di atap gedung sekolah, memakan bekal sendirian. Lalu begitu bel pulang berbunyi aku langsung melesat pergi menghindari Nayoung. Tak ada yang berbeda denganku di sekolah hari ini. Tapi percaya atau tidak, aku masih sangat sakit hati melihat Nayoung. Ketika istirahat, aku makan sambil teringat kenangan-kenanganku bersama Nayoung, dan menangis sendiri, lagi.

“nde chagi?” ujar suara lembut namja di seberang pesawat telepon sana.

“oppa, besok kau libur kan?”

“tentu saja. Besok minggu chagi.”

“ayo main.”

“ok. Jam 10 nde?”

“arasseo. Jaljayo, oppa.”

“jaljayo. Mimpikan aku nde?” aku hanya tertawa garing lalu menutup secara sepihak. Meimpikanmu? Entahlah.

***

“seperti biasa, yeojachinguku selalu manis.” Tapi kau tidak mencintaiku oppa.

“aku memang manis.” Aku menjulurkan lidah pada baekhyun oppa. Seperti biasa, penampilannya memukau. Ia malah tersenyum sambil menatapku. Seperti biasa juga, senyum itu membuatku tersenyum juga. Dulu aku senang akan fakta itu, sekarang aku membencinya. Aku mulai risih dipandangi terus.

“o-o-oppa kajja!” aku mendorong punggungnya.

***

Hari ini berlalu begitu cepat bagi Shinrae. Walaupu melelahkan, tapi menyenangkan bagi Shinrae maupun Baekhyun. Pertama mereka pergi ke festival kebudayaan, lalu dilanjutkan ke Lotte World, dan sekarang mereka sedang menikmati pemandangan malam di pelabuhan. Mereka duduk di ujung jembatan tanpa berkata-kata. Shinrae menyenderkan kepalanya di pundak Baekhyun,

‘Tuhan, sebelum dia menjadi milik orang lain. Biarkan aku merasakan kehangatannya sekali lagi saja, untuk yang terakhir kalinya’ batin Shinrae. Tapi nihil, Shinrae hanya merasa nyaman, walaupun dadanya sesak. Sementara pikiran Baekhyun tiba-tiba melayang ke Nayoung. Entah apa yang dipikirkannya, tapi ia sendiri sama sekali tidak keberatan dengan posisi ini. Dengan begini aroma rambut Shinrae yang segar dan memikat tercium oleh Baekhyun.

“oppa.”

“nde chagi?” mata Shinrae mulai berkaca-kaca mendengar panggilan sayang dari orang yang menurutnya tidak mencintainya.

“apa oppa ingin mengatakan sesuatu padaku?” Baekhyun terdiam sebentar. Posisi mereka masih sama. Air mata Shinrae jatuh tapi Baekhyun tidak menyadarinya. Bukan Baekhyun yang kurang peka, tapi Shinrae memang jago dalam hal menyembunyikan sesuatu, terutama perasaannya sendiri. Ia ingat ketika Baekhyun menembaknya dulu, ia pura-pura berpikir dan memasang tampang ragu, dan semua orang mengira dia akan menolak Baekhyun padahal sebenarnya hatinya melompat-lompat ketika Baekhyun berlutut di hadapannya. Kejadian itu kurang lebih sekitar setahun yang lalu. Dan setelahnya ia bersahabat dengan Nayoung.

“saranghae.” Kata Baekhyun akhirnya sambil mengecup puncak kepala Shinrae.

“oppa tidak takut berdosa mengucapkannya?”

“kenapa harus berdosa gara-gara menyatakan perasaan?” Shinrae tersenyum kecut. Air matanya mulai mengalir mengingat kenangannya dan Baekhyun.

“kapan hubungan oppa dan Nayoung dimulai?” Baekhyun tersentak. Bagaimana anak ini bisa tahu? Pikirnya. Namun kemudian ia tersenyum pasrah dan merasa bersalah.

“kemarin.”

“kenapa oppa berbohong padaku?”

“aku tidak bohong padamu.”

“kenapa oppa berselingkuh?”

“aku… aku menyukai Nayoung.”

“aku tahu. Yang aku tanyakan, kenapa oppa berselingkuh? Kenapa tidak memutuu dulu?” pundak Baekhyun kini sudah basah.

“aku…” Baekhyun tidak berniat melanjutkan kalimatnya.

“Nayoung… dulu... sahabatku. Oppa saja yang jelaskan padanya. Aku sudah merestui kalian.” Baekhyun terkejut. Anak ini benar-benar berbeda. Batinnya.

“kalau begitu mungkin aku menjadi saksi dimulainya hubungan kalian di taman kemarin? Lucu sekali.” Shinrae tertawa. Baekhyun menatapnya kaget.

“kau… melihat kami?”

“aku punya fotonya. Oppa mau? Gratis looh.” Shinrae tersenyum, suarana masih bergetar. Baekhyun menatap Shinrae datar. Senyuman manis di luar itu kini memudar. Shinrae menutup matanya dan menunduk.

“oppa, aku tulus padamu.” Gumamnya pelan. Namun cukup terdengar oleh Baekhyun. Baekhyun hendak memeluk Shinrae tapi Shinrae menepisnya.

“Mian.” Hanya itu yang bisa Baekhyun katakan. Dan kini ada jarak antara tempat mereka duduk. Shinrae yang menjauh. Karena sekarang dia bukan yeojachingu Baekhyun lagi, dan dia tidak mau menjadi seperti Nayoung.

***

“apa aku harus memanggilmu sunbae?”

“oppa saja.”

Mereka sekarang sudah di mobil. Setelah lama menangis di pelabuhan, shinrae malah merengek minta dibelikan milkshake di kios 24 jam. Tapi rengekannya tadi tidak seperti ketika ia masih menjadi yeojachingu Baekhyun, kini Shinrae lebih menjaga jarak.

“oppa, sekarang aku membenci Nayoung. aku tidak ingin menjadi sahabatnya lagi.”

“jangan begitu.” Baekhyun bingung harus menjawab apa. Ia hanya menyahut datar-datar dan singkat-singkat.

“kalau begitu aku ingin membencimu.”

“kau tidak akan bisa.”

“bisa. sekarang saja aku sudah kesal padamu. Aku minta strawberry kenapa dibelikan melon aish!”

“see? Bahkan sekarang kau lebih tertarik pada milkshake?”

“aku tidak ingin terpuruk karena orang jahat.”

“aku memang jahat.”

“memang. Kalian sangat jahat.” Baekhyun menatap Shinrae tajam. Kemudian tatapannya melembut ketika menyadari Shinrae sudah terlelap.

“kau tahu? Bukan aku yang jahat.”gumam baekhyun.

FIN

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet