Final - Cinta yang Tak Teraih

Selamat Tinggal (Oneshot)

“Bulannya nampak indah.”

Malam ini begitu dingin. Angin berhembus menerpa wajahku yang basah, seolah-olah ingin menghapus air mata di kedua pipiku. Kerlipan bintang-bintang membuat wajahku mendongak, cahaya bulan purnama yang menyilaukan menyadarkan lamunanku. Oh, sungguh seharusnya ini menjadi malam yang indah.

Tapi tidak bagiku. Aku melangkah ke depan seraya menghapus jejak basah di pipi kiriku. Entah bagaimana awalnya aku bisa sampai di atap gedung hotel ini, tapi di sinilah aku, menatap kesibukan kota metropolitan di malam hari di ketinggian beberapa ratus kaki. Neon-neon lampu jalanan berbaris, cahaya-cahaya kendaraan saling berkejaran, rumah dan gedung yang berjejer, menandakan ada penghuninya di sana.

Aku kembali menatap langit malam. Ah, itu dia bulannya. Benakku kembali menerawang. Sekarang aku tahu mengapa sang bulan hanya tampakkan rupanya di malam hari. Dia takut dengan perkasanya sang matahari yang dapat terangi dunia darikegelapan. Sang bulan iri padanya. Sang bulan kagum padanya. Kemudian, sang bulan jatuh cinta padanya. Tetapi apa daya, Sang Pencipta tidak menghalalkan. Karenanya, dipisahkan mereka di tiap putaran bumi.

Sang bulan menangis. Air mata dahsyatnya pantulkan cahaya sendu pada tubuhnya. Jadikan tiap malam berselimut dingin dan gelap. Meski bintang-bintang, sahabat-sahabat terdekatnya tetap setia menemaninya, tetap saja...

Usahaku membasuh air mataku sia-sia saja. Mereka akan kembali muncul dari kedua mataku yang kini memerah. Mungkin aku sudah gila, menganggap diriku sebagi bulan, dan dia sebagai matahari.

Siwon, bagaimana ini berawal, aku tidak tahu. Bagaimana ini bisa terjadi, sungguh aku tidak memiliki jawabannya. Andai semua bisa ditarik kembali, mungkin aku memilih untuk tidak bertemu denganmu.Di saat kita pertama kali bertatap muka, saat itulah aku tahu, kau akan menjadi sosok yang lebih dekat dengan bayanganku, sosok yang membuat denyut nadiku selalu berdetak kencang, sosok yang bisa menghapus air mata ini dengan senyumanmu yang mempesona.

Aku memejamkan mata, berusaha mengingat kembali di masa-masa kita bersama-sama. Meski Eunhyuk, Leetuk-hyung, dan yang lain ada di sana, entah kenapa, hanya bersamamulah ketenangan dan kenyamanan menyelimuti hati ini.

Lesung pipitmu ketika kau tertawa mendengar lelucon-leluconku, desah nafasmu saat kau beberapa kali berbisik di telingaku, suaramu yang hangat ketika mengatakan betapa kau menyukai kedua bola mataku. Dan pelukanmu, entah sudah berapa jauh aku terhanyut di dalamnya. Andai saja pelukan-pelukan itu tidak pernah lepas. Andai saja pelukan-pelukan itu hanya untukku seorang. Menemaniku saat-saat aku membutuhkan sandaran.

Selelah apapun aku menjalani kesibukan ini, asalkan ada dirimu di hari-hariku, maka semua peluh terasa tak berarti lagi. Terasa semua kerja keras terbayar sudah. Karena di saat-saat terburukku, kau akan selalu ada di sana, mengembalikan di mana aku seharusnya berada. Disaat kepergian Hangeng-hyung, Kibum-ah, Kangin-hyung, hingga disaat kepergian ayahku dari dunia ini. Hanya kau yang bisa membuatku kembali bangkit menatap kehidupan. Kau pernah berkata, jangan pernah ucapkan “selamat tinggal”. “Selamat tinggal” adalah kata yang dapat menghilangkan kesempatan untuk bersua kembali. Karena sejatinya,  bagaimanapun perpisahan terjadi, pasti suatu saat akan kembali terjadi pertemuan. Ya Tuhan, bagaimana engkau bisa menurunkan malaikat-Mu di hidupku?

Aku membuka mataku yang semakin penuh dengan air mata. Air mata yang terbuang sia-sia. Tak bernilai, dan tak ada gunanya. Aku tersentak begitu teringat apa yang kulakukan kemarin malam, setelah sukses mengadakan konser seperti konser-konser sebelumnya. Kita semua lelah dan ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Aku masuk ke kamarnya, memintanya menemaniku, hal yang selalu aku lakukan saat aku tak bisa tidur.

Kau di tempat tidurmu, tertidur dengan amat lelap. Aku tersenyum melihat wajah tidurmu. Wajah yang penuh kedamaian. Kupandangi matamu yang tertutup, terkadang bergerak kelopak matamu saat kau bermimpi. Lalu kupandangi hidungmu, hembusan nafas yang teratur membuatku terhipnotis. Hingga kemudian sampailah pandanganku ke bibir pink mu. Aku tak kuasa, kusentuh bibirmu dengan kedua jariku. Begitu hangat dan lembut. Hasratku timbul, kemudian kucium bibirmu itu. Kucium kau di dalam tidurmu. Ciuman yang singkat, namun sanggup membuat duniaku terbalik.

Engkau tidak pernah tahu, apa yang telah kulakukan dan apa yang telah kusadari. Malam itulah aku sadar. Rasa ini bukanlah persahabatan, bukanlah rasa simpati, bukanlah kekaguman. Tapi lebih dari itu. Jauh lebih dari itu.

Kenyataan aku mencintaimu membuatku sangat sedih lebih dari yang pernah kurasakan selama ini. Karena aku yakin, meski kau mengetahuinya, kau tak akan bisa menerimanya. Karena aku tahu, jenis cinta yang kuharapkan ini bukanlah cinta yang bisa diraih. Cinta yang hanya hidup dalam fatamorgana.

Aku tak sanggup lagi bersama denganmu. Karena bagaimanapun aku berusaha bersikap tak terjadi apa-apa, semuanya tak akan kembali sama. Perasaan maluku menghantui diriku yang telah menodai bibir tak bersalahmu. Meski kau akan memaafkanku, aku tak bisa memaafkan diriku sendiri yang mencintaimu lebih dari siapapun juga.

Aku langkahkan kedua kakiku, berdiri tepat di tepi atap gedung. Aku sangat takut ketinggian, tapi ketakutanku saat bertemu denganmu esok mengalahkan segalanya. Angin malam berhembus semakin kencang menerjang seluruh tubuhku yang menggigil, seolah berusaha menahan apa yang akan kulakukan.

Tenanglah Siwon. Telah kuselipkan sepucuk surat di balik bantalmu. Pesan agar kau tidak perlu merindukan aku. Agar kau bisa melanjutkan hidupmu kembali dengan tenang saat aku tak ada. Dan semoga bila semua ini selesai, aku dapat hidup kembali menjadi makhluk yang lebih baik. Mungkin seperti seekor ikan yang dapat berenang bebas di lautan luas.

Kuangkat salah satu kakiku, kucondongkan tubuhku ke depan. Detik berikutnya, kubiarkan tubuh ini tertarik oleh gravitasi bumi. Semakin kencang menuju daratan. Oh, andai saja aku memiliki sayap. Tapi kaulah malaikatnya, Siwon. Bukan aku.Ya Tuhan, mohon ampuni diriku yang melakukan ini. Semoga kau menerima segala dosa-dosaku, dan yang terpenting, kumohon jagalah Siwon dengan berkah-Mu.

Telah kudengar bahwa bila seseorang telah di ujung kematiannya, dia akan melihat seluruh memori dalam hidupnya. Itu benar. Kulihat diriku saat ibu menggendongku untuk pertama kalinya. Kulihat tawa ayahku saat memberikan sepeda sebagai hadiah ulang tahunku. Kulihat ekspresi mereka yang tak kuingat namanya saat penampilan audisi pertamaku.

Mataku tertuju pada langit malam di atas sana yang semakin menjauh. Kulihat wajah-wajah yang pernah singgah dalam hidupku yang begini singkat. Eunhyuk, Leeteuk, Yesung, Kangin, Sungmin, Kyuhyun, Shindong, Heechul, Ryeowook, Hangeng, Kibum, Henry, Zhoumi, dan kemudian... Siwon, bahagianya aku melihat senyummu yang terakhir kalinya. Kuucapkan kata-kata terakhirku, tepat setelah semuanya menjadi gelap....

“Selamat tinggal, Siwon....”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Jeannexta
#1
Chapter 1: Donghae bunuh diri ya? O_O
Kenapaaa??? Apakah dia frustasi karena nggak bisa mendapat cinta Siwon??? O_O
Baru kali ini saya baca fic SiHae yg bahasa Indonesia, biasanya baca yg Inggris sih. :3

Tapi... saya suka dgn kata2 yg kmu gunakan; seolah-olah saya jg bisa merasakan apa yg dirasakan Donghae. T_T

Saya berharap ini ada sekuelnya. ^^
kkbman
#2
sad story....
jarang banget ada cerita pake bahasa indonesia apalagi ttg SiHae ato KiHae *hiihihihih....

bakal sequelny nggak..??