•One•

Save• Me Save• You
Please log in to read the full chapter

Sakura duduk dalam kafe itu sambil memutar cangkir kopi miliknya. Ia menatap jendela yang ada di sampingnya, memperlihatkan keramaian kota Seoul. Lalu lalang orang berjalan. Mereka dengan segala kesibukan masing-masing. Berharap untuk segera pulang dan beristirahat. Sekedar merebahkan badan di kasur yang empuk mungkin, atau bertemu dengan yang terkasih. Sakura yakin hal itu akan menghilangkan penat orang-orang itu. Rasa lelah setelah seharian bekerja. Akan hilang dalam sekejap.

Sama halnya dengan Sakura yang tengah duduk menanti seseorang. Seorang yang ia kasihi. Namun dalam diam. Yang terkasih pun tak pernah tahu perasaan itu hinggap dalam diri Sakura. Ia terlalu buta untuk melihat setitik rasa itu tumbuh pada diri Sakura. Atau mungkin Sakura yang terlalu dalam dan jauh bersembunyi? Sakura tidak tahu, yang jelas kini semuanya akan berakhir.

"Sudah menunggu lama?"

Yang dinanti pun tiba. Namun tak sendiri. Ada seseorang disisinya. Menggenggam tangannya erat.

"Uhm.. " Sakura menggeleng tanpa melihat dua sosok yang sekarang duduk berhadapan dengannya.

"Tumben sekali kau mengajakku minum kopi? Aku bahkan sampai lupa kapan terakhir kali kita minum kopi bersama."
Jimin membuka jaketnya dan meletakkannya pada punggung kursi.

"Karena kau terlalu sibuk, kita tidak punya waktu luang."

Sakura tersenyum tipis, masih belum mau memandang dua orang di depannya. Ia memilih fokus pada napkin miliknya.

"Bagaimana dengan toko bunga milikmu?" gadis yang datang dengan menggenggam tangan Jimin kini membuka suara, menatap Sakura tajam.

"Berjalan dengan baik. Tapi hanya Taehyung dan Jungkook yang akan menjalankannya."

"Kau sudah tidak melakukannya? Padahal aku ingat betul waktu kecil kau senang sekali merawat bunga." ucap Jimin sembari membuka-buka buku menu yang ada dihadapannya.

Ia kemudian memanggil pelayan dan memesan kopi pilihannya. "To go okay?"

Kali ini Sakura mendongak menatap Jimin. "Kau ingin pergi?"

"Hm, aku ada meeting dengan pemegang saham."

Sakura menunduk lesu, tapi tak sedikitpun kekecewaan itu nampak dalam mukanya.

"Eits, tapi kau yang bayar ya? Kan kau yang mengajakku kemari."

"Tentu saja."

Sakura melirik gadis cantik yang duduk di sebelah Jimin. "Kau tidak memesan sesuatu, Seulgi?"

Si gadis cantik bernama Seulgi itu menggeleng, memutar ponselnya yang tergeletak di meja.

"Sedang tidak ingin kopi."

"Ohh.. Baiklah."

"Oh, Seulgi-ah..setelah meeting selesai, aku ingin kau menungguku di rumah Ibu."

Seulgi menggeleng cepat, menolak. "Tidak mau. Aku tak mau bertemu Ibumu lagi. Apalagi sendirian."

Jimin tertawa geli melihat wajah kekasihnya yang menampakkan kesan horor. "Memangnya kenapa? Minggu lalu kau bertemu dengan Ibu juga bukan?"

"Benar, tapi Ibumu terus menerus menyuruhku untuk memasak sesuai dengan seleranya. Dan kau tahu, Ibumu hanya mencicipi sedikit. Dan kau tahu lagi, akulah yang menjadi korban untuk menghabiskan masakanku sendiri!"

Jimin tertawa terbahak-bahak mendengar kebenaran yang akhirnya terungkap dari mulut kekasihnya.

"Jangan tertawa! Aku yakin berat badanku akan terus bertambah jika aku serumah dengan Ibumu kelak."

"Hahaha... Tidak, tidak. Kita takkan satu rumah dengan Ibu."

"Kalau begitu aku bisa tenang.."

Jimin mengacak sayang rambut panjang Seulgi yang terurai indah. Melupakan Sakura yang hanya bisa tersenyum pahit melihat kemesraan keduanya di depan matanya.

"Oh ya Sakura, kenapa kau tidak berkerja di toko bunga lagi?"

Sakura menggenggam cangkir kopinya erat. Inilah saatnya. Saat semuanya berakhir. Sakura harus melepaskanya, dia sudah bahagia. Saat untuknya memulai yang baru. Meskipun ini terlalu berat.

"Aku akan bertunangan."

Jimin dan Seulgi terbelalak mendengar kata-kata yang keluar dari Sakura.

"Bertunangan? Dengan siapa?"

Please log in to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet