Chapter 1

The Savage Prince

"Apa kau melekat kan magnet dimatamu??" Aku ingin bertanya langsung pada pemilik mata itu, namun hanya menatap nya untuk waktu 1 menit saja jantung ku sudah berdebar 2 kali lipat dari biasa nya, membayangkan untuk mengajak nya berbicara dengan mata kami yg terhubung membuat tubuhku membeku seketika..Tidak.. itu ide buruk. Image cool yg slama ini melekat padaku akan hilang. Tapi aku sungguh ingin bertanya dan mengetahui kebenarannya. Jika iya mungkin itu alasan knp aku selalu tertarik untuk melihatmu dari kejauhan, tapi tunggu-memangnya tubuh ku ini terbuat dari besi yg bisa tertarik oleh magnet??? Oke mungkin itu sedikit berlebihan. Apapun alasan dibalik itu yang jelas aku hanya ingin tau kenapa kau selalu bisa nengalihkan perhatianku. Hanya dengan tatapan savage nya saja aku bisa melupakan hal apapun itu yg ada dihadapanku. Onxy bening itu, bulu mata lentiknya dan seringaian nya yg dingin, ntah apa yg menjadi daya tarik dari dirinya-mungkin gabungan dari semua itu yg menjadi magnet-yg menarik perhatianku saat aku tanpa sengja menjatuhkan pandangan ku padanya. Hanya tatapan mengintimidasi, tatapan yg seolah berkata "wtf dude~" saat aku tanpa sengaja menjatuhkan handphone yg sedang dia pegang saat itu.

Flashback

"Saya hanya memberikan tenggang waktu untuk keterlabatan selama 10 menit-lebih dari itu saya akan mengosongkan kehadiran anda, mengerti?!" Suara merdu dosen itu seperti sebuah lagu pengantar kematian -terngiang2 ditelingaku. Sial, umpatku sambil berlari secepat mungkin. Jika lazim nya org berlomba dengan orang lainnya tapi lain hal nya denganku. Lawanku bukan lagi manusia tapi waktu. Sial, lagi2 umpatan ku keluar ditengah2 napas menderu ku. Kulirik jam yg menempel disebelah kiri pergelangan tanganku, 5 menit sisa yang aku punya untuk berlari menaiki anak tangga hingga ke lantai 3 bangunan ini. Tanpa memperhatikan lalu lalang orang-orang disekitarku, aku menembus, menyalip dan menikung siapa pun yang menghalangi jalanku. Selipan akhir diantara beberapa org2 yg berjalan berdampingan berhasil aku lalui, sayangnya aku tak sempat menghindar saat seseorang berjalan dengan earphone tersambung kekedua telinganya dan mata nya yg fokus melihat layar handphone itu ditangan nya,berjalan menurunin anak tangga dengan santainya. Hitungan detik kemudian tabrakan itu pun tak bisa dihindari. Suara benda terbanting menjadi background sound dari scene dimana 2 org saling terkejut dengan tatapan mata yg tertuju pada satu objek dilantai. Oh . Lagi2 aku mengumpat dengan menatap ngeri pada benda kotak hitam dengan layar kaca yg retak itu dilantai. Aku mengangkat pandangan ku dari benda menyedihkan itu untuk melihat reaksi si pemilik benda yg tergelatak tak berdaya dilantai. Darah ku langsung berdesir saat mataku langsung bertatapan dengan onyx bening namun ada kilatan api sedang menatap tajam kearahku. Aku menelan ludah pelan. Mencoba untuk mencairkan kilatan api itu dengan tatapan memelasku. Aku berdehem sebelum mengeluarkan seribu alasan yg telah aku pikirkan sebelumnya.

"Eum... aku.. minta maaf. Sungguh aku tidak sengaja.. dengar, ini bukan seutuhnya salahku. Jika saja kau melihat jalan didepan mu mungkin kau bisa minggir saat melihatku berlari manaiki tangga tadi. Jadi eum.. kurasa kita berdua bersalah. Benarkan??" Aku menggaruk kepala ku yg sebenarnya tidak gatal sama sekali.

Ia hanya mendengus sambil meraih handphone nya yg tergeletak dilantai akibat dari tabrakan hebat kami tadi. Tangannya sedikit mengusap layar depannya yg retak. Dia menyeringai sambil mengangkat handphone nya kearahku, memperlihatkan layar handphone nya padaku.

"Lalu bagaimana dengan ini em?? Apa ini jga salahku? Apa menghancurkan benda milikku juga salahku?"

Aku lagi-lagi berdehem sebelum menjawab pertanyaan nya yg bernada mengejek itu.

"Aku bisa menggantinya. Katakan saja berapa harga handphone itu dan aku akan memberikannya pada mu. Kau boleh menghubungiku nanti. Sekarang aku sungguh harus pergi.." aku melirik jam dipergelangan tanganku lagi dan terbelalak saat waktu 10 menit itu telah berlalu kurang lebih 10 menit yang lalu. , sudah tidak ada harapan lagi. 

 

*sorry for typos 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet