Three

Daddy's Girl

「Daddy's Girl」

15.02.2013

Min Yoongi

Aku membuka mataku, kepalaku terasa pusing dan rasanya tubuhku sakit semua. Menghela napas, aku mencoba bangun, menguap dengan lebar, aku kini duduk di atas kasur. Mengedip beberapa kali karena ternyata sinar matahari masuk ke sela-sela gorden yang masih tertutup, aku menggosok mataku dengan tangan perlahan berharap bisa bangun sepenuhnya.

Rumble Rumble..

Aku terkejut ketika sesuatu terasa bergerak di dekatku, melirik ke samping kanan aku menemukan tubuh mungil yang sedang tertidur. Kim Jia. Menghela napas sekali lagi namun kali ini jauh lebih berat, aku membenarkan selimut Jia dan menghalangi tubuh kecilnya yang meringkuk dengan bantal berharap dia tidak terjatuh karena tidur di kasur yang bukan miliknya sendiri.

Knock Knock..

Kepala Jungkook menyembul dari balik pintu, "Jimin hyung menyiapkan sarapan, mau makan bersama?" Tanyanya dengan nada berbisik ketika menyadari Jia masih tertidur. Aku mengangguk dan dengan perlahan beranjak dari kasur, mengatur pemanas di kamar aku kemudian turun ke bawah setelah memastikan Jia tidak akan jatuh dan mendekatkan baby cry monitor miliknya yang baru kemarin di belikan Hoseok.

"Wah, kau terlihat sangat berantakan," Suara berat Taehyung terdengar begitu aku berjalan menuruni tangga.

"Bagaimana rasanya menjaga dia semalaman?" Hoseok bertanya, sedikit tertawa.

"Mengerikan!"

Keempatnya tertawa bersamaan, jika di bandingkan keempatnya aku memang jarang sekali mendapat bagian menjaga Jia di malam hari. Itu karena pelangganku kebanyakan datang dari pukul 8 malam dan tergantung tato apa yang akan mereka buat, aku bisa menghabiskan waktu semalaman hanya untuk membuat satu atau dua tato sehingga tak ada waktu bagiku untuk menjaga Jia di malam hari. Tapi ternyata, kemarin salah satu pelanggan membatalkan janjinya dan hujan turun sangat deras sehingga Hoseok, Jimin, Jungkook maupun Taehyung tidak bisa pulang cepat hingga akhirnya aku harus menutup bisnisku sehari demi menjaga Jia.

"Jia jauh lebih aktif di malam hari ketimbang siang, dia hanya akan diam dan menatapmu, kemudian menangis, kemudian mengompol, kemudian buang air besar-"

"Stop."

Aku menghentikan ocehan Taehyung.

"Kenapa? Kau teringat poop yang Jia keluarkan? Yang terkadang encer dan-"

"STOP! Sialan!" Keluhku, dan mereka tertawa seolah-olah tidak membicarakan hal yang menjijikan. "Kalian tidak merasa jijik?" Tanyaku kemudian.

"Aku sudah sangat kebal setelah hampir dua minggu dengannya," Jimin berkomentar, duduk di sebelah Hoseok dan mulai memakan sarapannya.

"Bahkan Jungkook setelah mengganti popok Jia bisa melanjutkan makan malamnya," Ujar Hoseok dan Jungkook tersenyum lebar.

Orang-orang ini....

"Kapan Namjoon hyung akan pulang?" Tanya Jungkook kemudian, sambil membereskan mangkok dan sumpitnya, menyimpannya di wastafel, menuju kulkas dia mengecek siapa hari ini yang mendapat jadwal mencuci piring.

"Aku rasa awal maret dia akan pulang? Dia hanya sedang belajar untuk mempersiapkan ujian susulan yang di minta ayahnya kan?" Hoseok melirik ke arahku, "Iya, dia akan ujian akhir february." Jawabku.

Taehyung, Jimin dan Jungkook mengangguk bersamaan.

"Kalau begitu, aku berangkat duluan." Jungkook mengambil tas di atas sofa dan kemudian bergegas pergi. Kami menatap punggung Jungkook yang menjauh dan menghilang di balik pintu, seperti menatap anak sendiri yang akan pergi ke sekolah.

"Dia akan lulus tahun depan dari Middle School," Hoseok tiba-tiba berbicara.

"Kemudian dia akan masuk High School, kau tahu apa yang dia katakan padaku setelah dia lulus nanti?" Jimin menatapku dan ketiga orang lainnya. "Dia ingin menjadi seorang petinju." Lanjutnya.

Taehyung terdiam dan matanya melirikku dan Hoseok dengan cepat, "Bukankah itu terdengar menakutkan? Dia akan sangat menakutkan jika sudah dewasa.." Ujarnya.

"Bersiaplah, kalian akan di bawah kakinya begitu dia dewasa." Ujarku kemudian dan di balas tatapan kesal mereka. Aku hanya tertawa kecil, dan mengumpulkan piring-piring kotor serta peralatan masak kotor yang di pakai Jimin. Hari ini giliranku untuk mencuci piring.

Kemudian, Jimin dan Taehyung yang pertama pergi untuk bekerja sambilan. Iya, mereka bekerja sambilan sementara kuliah mereka libur musim dingin, kemudian Hoseok juga pergi untuk bekerja.

Setelah menyelesaikan mencuci piring, aku naik ke atas, mengecek Jia yang masih tertidur. Aku turun ke bawah lagi dan menyalakan rokok, menghisapnya sedalam mungkin, mencoba melepaskan penatku setelah semalaman sibuk dengan Jia. Aku akan mandi setelah menghabiskan dua atau tiga batang sebelum Jia bangun, dia masih terlalu kecil untuk menghirup aroma nikotin.

Aku terdiam, mengepulkan asap rokok ke udara, mataku menatap foto kami berenam di atas meja. Foto yang kami ambil ketika Taehyung dan Jimin lulus sekolah. Kalau di pikir-pikir kami bersama sudah hampir empat tahun. Di mulai dari Namjoon yang secara mendadak datang ke tempatku karena pergi dari rumah, kemudian Hoseok yang juga pergi dari rumah karena orangtuanya melarangnya untuk menjadi seorang penari jalanan.

Hoseok, aku dan Namjoon bertemu saat kita sama-sama menjadi rapper underground di kota masing-masing. Di suatu acara underground kami bertemu, setelah mengobrol cukup lama kami rasa kami memiliki kesamaan yang akhirnya membuat kami akrab dan sering keluar bersama. Namjoon bercita-cita menjadi seorang composer, sama sepertiku dulu, namun aku menyerah setelah gagal berkali-kali di Seoul dan malah mendirikan studio tato.

Hoseok meneruskan mimpinya disini, dia bekerja di sebuah Café dan studio menari, dia belajar dan bekerja juga disana. Jimin adalah teman Hoseok di sanggarnya menari ketika dia belajar menari di Busan, anak itu kemudian pergi ke Seoul untuk bersekolah dan mengembangkan bakatnya, karena uangnya tidak cukup untuk hidup bersama sahabatnya Taehyung dia menumpang disini. Jungkook?

"Pft-" Aku tertawa sendiri ketika mengingat Jungkook, kami bertemu dengannya tepat di depan stasiun, dengan celana pendek merah, topi merah, hoodie merah, sepatu merah dan tas merah dia berdiri disana kebingungan. Saat itu, aku dan Namjoon mendekatinya karena dia terlihat tersesat. Namun, dia ketakutan dan berpikir kami berdua adalah preman yang akan memalaknya karena tato-tato di tubuhku dan Namjoon. Ketika Jimin mendekatinya, dia menangis.

Jungkook berencana mencari ibunya disini, ayahnya baru saja meninggal dan dia tidak memiliki siapa-siapa lagi di Busan. Dia juga tidak mengenal kerabatnya di Seoul.

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal, setelah teringat hal-hal yang sudah berlalu aku tersadar, aku harus mandi sekarang, jika tidak Jia akan segera bangun. Aku bergegas masuk ke kamar mandi dan menyelesaikannya dengan singkat setelah mendengar tangis Jia dari Baby cry monitor.

  •  •  • 

Kim Taehyung

"Jia, Jia.." Aku memanggil-manggil nama Jia dan menusuk-nusuk dengan lembut pipinya.

Tidak bergerak.

Melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan angka 3, aku sedikit lega. Pada akhirnya anak ini bisa tertidur dengan nyenyak juga setelah sejak jam 9 malam dia menangis dan hanya berhenti ketika aku gendong. Seluruh badanku terasa remuk. Tidak ada yang bisa menggantikan aku menjaga Jia, karena Jimin hari ini mendapat shift malam di tempat kerjanya dan Jungkook sibuk dengan tugas sekolahnya, Hoseok hyung masih berada di studio tari karena besok dia akan perform di sebuah acara.

Aku turun dari kamar atas, menapaki tangga satu persatu dan berjalan menuju dapur, mencari makanan yang bisa aku kunyah sekarang. Dulu, ketika ibu baru saja melahirkan adikku, aku tidak mengerti mengapa ibu jadi tidak bisa berhenti makan. Sekarang aku tahu, menjaga seorang bayi tidaklah mudah, dan itu membutuhkan tenaga yang banyak.

"Jia tertidur?" Suara Yoongi hyung mengejutkanku, dia berjalan dari arah studio tatonya dengan kacamata yang masih bertengger di hidungnya dan sarung tangan karet di tangannya.

Aku hampir melupakan dia, dia tentu saja ada disini.

"Baru saja, 10 menit lalu?" Jawabku, mengunyah sereal yang sudah aku tuang di atas mangkok bersama susu. Yoongi duduk di sebelahku, membuka sarung tangan karetnya dan mengeluarkan sebatang rokok, kemudian menyulutnya. Dalam beberapa menit ruangan di penuhi kepulan asap, Yoongi masih asik dengan ponselnya ketika aku mengajaknya berbicara, "Lapar?"

Dia menoleh dan menatapku, "Tidak," Jawabnya. Singkat.

Jujur saja, aku tidak terlalu dekat dengan Yoongi. Bukan karena kami tidak punya hubungan yang baik, hanya saja kita tidak punya kesempatan untuk berdua saja. Aku selalu merasa canggung dekat dengannya, mungkin karena tato di tubuhnya? Tapi, Namjoon punya tato yang jauh lebih banyak. Atau mungkin karena setiap kali aku bertanya, jawabannya selalu singkat? Atau karena aku merasa dia tidak peduli padaku?

"Kau lapar?" Pertanyaan Yoongi mengejutkanku, aku menoleh dan mendapati matanya yang menatapku.

"Uh?"

"Kau bertanya padaku apa aku lapar, bukannya kau sendiri yang merasa lapar?" Yoongi melanjutkan ucapannya sambil melirik mangkok kosongku.

"Ah- tidak, aku hanya ingin memakan sesuatu karena setelah beberapa kali naik turun tangga untuk membuat susu Jia aku merasa sedikit-" Yoongi menatapku, aku menelan ludah kasar, jawabanku yang sangat panjang itu terdengar seperti sebuah alasan. "Ya- aku sedikit lapar."

Bodoh.

Kim Taehyung bodoh.

Yoongi mengangguk, kemudian melepaskan kaos hitamnya di depanku. Aku menatapnya kaku.

"Kalau begitu aku akan mandi dan akan menjaga Jia. Kau bisa mencari restoran 24 jam untuk makan," Ujarnya, dia berjalan sebentar kemudian berhenti dan menoleh padaku. "Bisa tolong matikan lampu tanda open di depan?"

Dia mengucapkannya sambil tersenyum, kemudian masuk ke dalam salah satu kamar untuk mandi. Aku terdiam, otakku masih mencerna apa yang terjadi.

Aku, agak sedikit takut pada Yoongi. Mungkin, karena ketika pertama kali datang ke tempatnya dia menolakku dan Jimin untuk tinggal bersama sebelum akhirnya sepakat untuk pembayaran listrik juga air dan membantunya membereskan studionya setiap hari. Mungkin juga karena kami tidak sempat berbicara berduaan saja,

Atau,

Mungkin aku hanya menciptakan ketakutan itu sendiri sebelum mencoba mengenalnya lebih jauh.

Dalam 10 menit Yoongi keluar, dengan celana basket selutut tanpa baju. Aku bisa melihat tubuhnya yang kurus dan kulitnya yang penuh tato.

"Pergilah, aku akan ke kamar Jia sekarang." Ucapnya, berjalan menuju lantai atas sambil terus mengeringkan rambutnya dengan handuk. Kemudian, aku bisa mendengar tangis Jia dari Baby cry monitor yang masih aku simpan di dalam saku hoodie yang kukenakan.

Aku, bisa mendengar suara Yoongi. Suara yang dia buat dengan nada yang sedikit melengking.

"Ouhh, Jia Jia, jangan menangis, lihat siapa ini, iya iya paman Yoongi disini, Jia Jia, kau lapar? Oh tidak! Ternyata, kau mengompol, aduh, ini sudah sangat basah ya? Tidak betah? Mau paman ganti?"

Dan, aku tersenyum.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet