Dua

Lies

Malam harinya Leeteuk pulang terlambat, pekerjaan yang tidak bisa ditunda membuatnya mau tidak mau lembur dan melewatkan waktu makan malam bersama adik-adiknya. Ia masuk ke dalam rumah yang nampak lengang, Leeteuk menaruh tas dan dokumen-dokumennya di sofa lalu mengarahkan pandangan ke kamar maknaenya. Perlahan ia naik ke lantai atas lalu membuka pintu kamar Raekyo perlahan. Suasana remang-remang menyambut penglihatannya. Seperti biasa, jendela kamar gadis itu terbuka lebar sedangkan sang empunya kini bergelung di balik selimut memunggungi pintu masuk. Leeteuk tersenyum simpul, setidaknya adiknya mau mendengarkan untuk tidak lupa memakai selimut.

            Pemuda itu menutup pintu perlahan, langkah kakinya mendekat ke arah sang adik. Mencoba tidak membangunkan gadis itu, Leeteuk duduk di pinggir kasur memandangi wajah adik perempuan satu-satunya itu. Tangannya mengusap kening Raekyo yang berkerut mencoba merilekskan raut wajah gadis itu.

            “Bahkan dalam tidur pun kau tidak terlihat damai.” Leeteuk bergumam sendiri. Ia teringat pembicaraannya dengan sang appa tadi siang.

FLASHBACK

            “Appa…” Leeteuk duduk tegap di atas kursi di ruangannya. Tangan kanannya terulur memegang handphone yang kini sedang tersambung dengan sang appa. Video call menjadi satu-satunya sarana menghubungi appanya saat jam-jam kerja begini. Kesibukan mereka berdua juga membuat pertemuan singkat menjadi mustahil.

            “Wae Teuki-ah?” Cho Younghwan menatap balik anak sulungnya. Pria paruh baya itu nampak sedang duduk di kursi belakang mobil. Pemandangan bergerak dari jendela di samping sang appa memberitahu Leeteuk bahwa pria itu sedang dalam perjalanan menuju ke suatu tempat. Diam-diam ia bersyukur, setidaknya sang appa memiliki cukup waktu untuk mereka berbincang dan tidak akan menutup telepon sepihak karena berbagai macam rapat yang seringkali terjadi.

            “Eomma akan pulang. Ke Korea. Appa tahu?”

            “Hm. Kau pikir kenapa appa memindahkan sekolah Raekyo kalau apa tidak tahu?”

            “Jadi.. Itu alasannya Rae harus pindah sekolah? Apa yang kau rencanakan appa? Kalau Rae satu sekolah dengan Kyuhyun dan Kibum bukankah kemungkinan ia bertemu eomma lebih besar? Bagaimana kalau eomma berencana.. ani… apa yang akan terjadi kalau Rae… ani… bagaimana kalau sampai semua terbongkar?” Leeteuk duduk dengan gelisah. Pikirannya melayang ke mana-mana. Cho Younghwan menatap putra sulungnya dalam diam. “Bagaimana kalau sampai Donghae, Kibum dan terlebih Kyuhyun tahu yang sebenarnya appa?”

            “Teuki-ah.. Sudah saatnya mereka tahu yang sebenarnya. Mereka sudah dewasa.”

            “Appa…” Eskpresi terkejut di wajah Leeteuk justru membuat sang appa tersenyum.

            “Sudah waktunya kamu membagi bebanmu pada adik-adikmu juga. Mereka berhak tahu.” Pria paruh baya itu memindahkan handphone yang ia pegang ke tangan satunya, “Lagipula semua juga akan terbongkar pada akhirnya. Appa juga merasa bersalah pada mereka karena menyembunyikan hal ini terlebih padamu, kau harus terus menerus terpaksa berbohong.”

            “Tapi…”

            “Mereka akan kuat. Kau lihat Raekyo, ia saja kuat menghadapinya. Buktinya selama ini ia masih bisa tersenyum dan beraktifitas seperti biasa kan?”

            “Kyuhyun, aku takut Kyuhyun yang akan paling terluka, appa.”Perkataan Leeteuk membuat kedua ayah dan anak itu saling terdiam untuk waktu yang cukup lama. Saling memandang mencoba mencari setitik kejujuran dari mata masing-masing.

            “Appa percaya pada semua anak-anak appa. Untuk Kyuhyun pun begitu Appa percaya nantinya dia yang akan paling kuat.”

            “Kalau Kyuhyun sampai hancur?”

            “Hancur bukan pilihan, Teuki-ah. Appa percaya melihat Raekyo kuat selama ini akan membuat Kyuhyun juga kuat. Mereka berdua tidak selemah itu. Lagipula ada kamu, appa percaya kamu tidak akan membiarkan adik-adikmu hancur kan?”

            “Ne, appa,” Leeteuk mengangguk lemah. Beban baru seakan ditambahkan ke pundaknya, “Kapan appa akan pulang ke rumah? Kami semua merindukan appa.”

            “Appa akan cari waktu luang. Sudah dulu Teuki-ah. Kuatlah, appa menyayangimu.” Leeteuk masih duduk termenung lama setelah telepon mereka terputus.

            Kini Leeteuk menggenggam tangan adiknya. Ia menghela nafas pelan. “Appa salah, Raekyo tidak sekuat itu, dia… dia sudah lama hancur appa. Sampai sekarang pun aku masih belum tahu cara memperbaiki hatinya, kini aku harus dihadapkan dengan kemungkinan adikku yang lain hancur juga. Cepat pulanglah appa, lihat dengan mata kepalamu sendiri seperti yang setiap hari kulakukan, mereka berdua… kami semua tidak sekuat yang appa bayangkan, yang appa inginkan. Aku… aku takut appa…”

            Leeteuk menangis dalam diam. Tubuhnya bergetar namun ia menahan setiap isakan yang mendesak keluar. Ia menggenggam tangan Raekyo semakin erat, membawanya ke wajahnya. Gadis itu bergerak sepintas kemudian kembali tertidur. Tubuh Leeteuk menggigil, bukan karena angin dingin yang dari tadi membelai tubuhnya seolah mengejek, namun karena rasa takut yang kian lama kian mencekiknya.

            Tanpa Leeteuk tahu, seseorang terdiam di balik pintu kamar Raekyo yang tertutup. Sorot matanya nampak kosong, kedua tangannya terkepal erat di samping tubuhnya, ia tahu ia tidak seharusnya menguping, namun semua terjadi begitu saja. Meneguhkan hatinya, ia berbalik, melangkahkan kakinya yang tiba-tiba terasa berat. Terseok-seok, pemuda itu kembali ke kamarnya. Mencoba melupakan apapun yang tadi sempat ia dengar, ia tahu waktunya semakin dekat, ia hanya berharap kalau saja waktu bisa ditunda karena ia tahu semua tidak akan baik-baik saja, semua tidak akan kembali seperti semula.

 

* * *

 

            Raekyo membuka pintu depan rumahnya dengan lesu, ia baru saja pulang sekolah. Ia melihat jajaran sepatu beragam ukuran yang terpampang di teras depan. Dirinya menghela nafas, penghuni-penghuni neraka sedang berkunjung ke rumahnya rupanya. Dengan ogah-ogahan Raekyo mencopot sepatunya, tubuhnya sakit semua, bagaimana tidak setelah tadi ia terpaksa harus berlari mengelilingi lapangan hanya demi sebuah nilai olahraga. Entah memang guru olahraganya terlalu bodoh atau kakaknya yang lupa menyertakan surat keterangan dokter saat mendaftarkan dirinya ke sekolah hingga ia terpaksa harus mengikuti pelajaran olahraga. Tubuhnya lelah luar biasa, ginjalnya yang memang cuma satu memprotes keras kegiatannya, ia hanya ingin berbaring tidur saat ini.

            “Baby, baru pulang?” Seseorang menyambut Raekyo saat dirinya masuk lebih jauh ke dalam rumah. Raekyo menatap teman kakaknya yang selalu memperlakukannya seperti anak bayi itu dengan senyuman. Pemuda itu membawa snack yang tidak sedikit di tangannya, Raekyo mengalihkan pandangan ke ruang tamu. Di situ Kyuhyun dan Jonghyun nampak sedang bertanding game sedangkan teman kakaknya yang kelebihan tinggi asik mengunyah makanan di belakang mereka sambil sesekali meneriakkan dukungan entah pada siapa.

            “Minho-ya!! Cepat mana lagi snacknya!” Suara cempreng Changmin menggelegar membuat Raekyo meringis, “Eh, chagi sudah pulang.”

            Perkataan Changmin membaut Kyuhyun mem-pause gamenya lalu menoleh ke belakang. “Rae! Sini ikut bermain bersama kami! Sudah lama kan kamu tidak melihat mereka dirumah kita? Kau tidak senang?”

            “Ne. Hore.” Raekyo menjawab dengan malas. Gadis itu melanjutkan langkahnya menuju ke tangga, tanggapannya yang seadanya membuat Kyuhyun dan ketiga sahabatnya cemberut. Raekyo merasa semakin lemas, ia berbalik ke arah oppa evilnya.

            “Kyu oppa! Aku mau ke kamar, piggy!!” Raekyo merentangkan kedua tangannya ke arah Kyuhyun.

            “Shireo! Kau itu manja sekali sih. Salah sendiri barusan menolak ajakanku bermain game. Sana ke kamar sendiri.”

            “Ya sudah.” Raekyo berpaling ke arah Jonghyun, “Jongjong oppa! Piggy!!” Jonghyun tersenyum dan sudah siap-siap berdiri. Raekyo tersenyum senang. Ketiga teman oppanya itu memang lebih baik daripada si raja evil. Melihat hal itu Kyuhyun segera mendorong Jonghyun untuk duduk kembali, lalu ia segera menghampiri Raekyo dan berjongkok di depan gadis itu. Kyuhyun memberikan deathglarenya pada ketiga temannya yang kini sedang menertawakan dirinya.

            “Dasar overprotektif!” Kyuhyun tidak menghiraukan ejekan ketiga temannya. Ia kini berdiri dan menyeimbangkan tubuh Raekyo di punggungnya. Raekyo tersenyum penuh kemenangan. Ia merebahkan kepalanya di punggung kakaknya.

            Raekyo membuka matanya saat Kyuhyun dengan perlahan membaringkan tubuhnya di atas kasur, ia merasa begitu lelah hingga perjalanan singkat ke kamarnya saja sudah membuat gadis itu tertidur. Kyuhyun memicingkan matanya menatap wajah adiknya.

            “Apa saja yang sudah kau lakukan di sekolah, Rae? Kau nampak pucat.” Kyuhyun mengecek suhu tubuh adiknya, namun nampaknya normal-normal saja.

            “Ani. Hanya sedikit lelah. Oppa jangan lupa bukakan jendela ya, sudah sana pergi aku mau tidur.” Kyuhyun menggerutu namun mengikuti permintaan gadis itu. Membukakan jendelanya namun tidak dengan pengusirannya. Kyuhyun tahu Raekyo nampak kelelahan, tapi karena apa?

            “Kenapa kau nampak sangat kelelahan? Jawab jujur, Rae. Atau kalau tidak oppa akan tetap di kamar ini sampai ketiga orang di bawah akan menyusul ke sini lalu membuat keributan di kamarmu.”

            “Aiissh oppa!” Raekyo mendelik dengan kesal, “Aku habis ikut pelajaran olahraga, Teuki oppa sepertinya lupa memberikan surat keterangan dokterku pada sekolah, aku jadi tidak bisa mengelak. Sudah sana, aku mau istirahat.”

            “Yak! Dasar bodoh! Kenapa masih kau lakukan? Kenapa tidak menghubungi Teuki hyung atau Kibum hyung atau aku? Kan setidaknya kami bisa menjelaskan pada sonsaengnim.”

            “Hem. Sudahlah oppa. Lagipula cuma berlari saja kok.” Raekyo menutup matanya yang memang terasa sangat berat.

            “Apalagi berlari bodoh! Aiissh anak ini. Pinggangmu sakit? Mau minum obat? Lihat saja akan kuberitahu appa.” Sontak Raekyo membuka matanya dan menarik baju kakaknya. Kyuhyun tetap beranjak namun Raekyo tetap tidak melepaskan Kyuhyun, hingga membuat baju yang dipakai pemuda itu terangkat sebagian. Raekyo tertegun melihat bekas operasi di perut kakaknya. “…Rae? Yak! Lepaskan malah melamun! Kau terpesona dengan abs di perutku eoh?”

            “Eoh? Argh! Appoooo..” Kyuhyun menjitak kepala Raekyo keras.

            “Lepaskan tanganmu! Bajuku jadi melar!”

            “Oppa sih makanya jangan mengancamku! Lagipula abs apaan, perutmu buncit begitu! Janji ya oppa jangan bilang pada appa, aku tidak akan mengulangi lagi. Oke? Lagipula aku baik-baik saja, hanya butuh tidur sebentar.”

            “Ck!” Kyuhyun duduk di pinggir kasur, “Kau itu, sudah tau ginjalmu bermasalah, kau itu tidak boleh terlalu cape tahu!”

            “Aku… hanya ingin seperti anak lainnya. Bisa bebas berlari dan melompat.” Raekyo berucap lirih, matanya kembali terpejam. Kyuhyun menghela nafasnya.

            “Bersabarlah sebentar, ne? Kita tunggu sampai ada pendonor untukmu. Lihat oppa, oppa juga dulu sama sepertimu, karena oppa bersabar akhirnya oppa mendapatkan donor ginjal.” Tanpa sadar Kyuhyun meraba bekas jahitan di perutnya, “Kau harus bersabar, arrachi? Nanti setelah kau juga menemukan pendonor yang cocok, kita akan berlari bersama. Melompat sepuasmu. Eotte?” Tangan Raekyo terulur tanpa sadar, gadis itu memegang bekas operasi kakaknya.

            “Apa rasanya sakit?”

            “Proses pencangkokan ginjalnya? Mwolla, oppa tidak ingat.”

            “Aku juga tidak ingat.” Ucapan Raekyo hanya tinggal gumaman samar. Nampaknya gadis itu mulai terlelap. Kyuhyun memandang wajah adiknya sebentar, kemudian setelah menyelimuti gadis itu, ia beranjak keluar kamar. Masih ada tiga sahabatnya di bawah yang harus ia urus dan pertandingan yang harus ia menangkan.

            Mata Raekyo terbuka kembali, tangannya meraba sebuah garis melintang yang terpampang di perut ratanya. Garis yang sama persis dengan milik oppanya. Kemudian ia menutup matanya kembali, benar-benar membiarkan tubuhnya terlelap kali ini. Masuk tepat ke dalam sebuah mimpi.

 

* * *

 

            Sepasang kaki kecil berderap terburu-buru, tangannya memegang sebuah buku gambar dengan erat di dadanya. Rambut cokelatnya yang panjang berkibar seiring derap langkahnya. Ketika dilihatnya tujuannya sudah dekat, ia mempercepat lajunya.Matanya yang bulat berbinar riang, senyumnya terkembang sempurna.

            “Kenapa kau lari-lari, princess? Nanti jatuh bagaimana?” Sepasang tangan kekar mengangkatnya dalam gendongan. Gadis kecil itu cemberut, ia menggeliatkan tubuhnya dari dekapan sang appa, minta diturunkan.

            “Appa turunkan Rae! Nanti gambar Rae rusak, appa.” Sang appa hanya terkekeh geli mendengar ocehan putri bungsunya, ia mencubit pipi gadis kecil itu gemas, bagaimana tidak kini bibir Raekyo ikut maju beberapa centi.

            “Aigoo, lihat dirimu, princess. Pipi dan bibirmu itu rasanya appa kenal baik ekspresi itu. Kyuhyun oppamu mengajarkanmu dengan baik rupanya ya?”

            “Appa! Turun!” Raekyo mengeluarkan jurus terakhir yang dipelajari dari oppanya, ia memberikan deathglarenya pada sang appa. Membuat pria itu tertawa lebar, namun akhirnya ia mengalah. Diturunkannya tubuh mungil itu hingga kakinya menjejak lantai. Tanpa buang waktu gadis itu kembali berlari ke arah anggota keluarganya berkumpul. Raekyo tidak mengindahkan kehadiran Leeteuk dan Donghae yang sedang asik bermain mobil-mobilan, atau Kibum yang sedang meminum susunya, ia melihat hanya pada eommanya.

            Sang eomma duduk bersandar di sofa, matanya memperhatikan tayangan televisi di hadapannya. Tangannya sibuk menepuk-nepuk perlahan bocah laki-laki yang tiduran di pangkuannya. Bocah itu nampak pucat, matanya terlihat asik mengamati dua kakaknya yang sedang bermain.

            “Eomma lihat!” Raekyo memperlihatkan guratan-guratan warna-warni di buku gambarnya sambil tersenyum manis. Gadis kecil itu menggambar anggota keluarganya dengan lengkap, dalam gambar itu mereka bertujuh sedang berjalan bergandengan tangan bersama. Sang eomma memperhatikan gambar itu sejenak, lalu memalingkan wajahnya kembali ke arah televisi.

            “Jangan berlari-lari seperti tadi, Rae. Sudah berapa kali eomma bilang? Nanti Kyuhyun meniru.”

            “Gambarnya?” Raekyo memilih mengabaikan nasihat eommanya, ia sedang bersemangat memperlihatkan gambar buatannya.

            “Itu bagus, Rae. Berikan pada oppa, oppa mau menggambar juga.” Kyuhyun, bocah yang tadi tertidur kini berusaha bangkit duduk. Sang eomma memberikan tatapan menegur pada Raekyo sebentar lalu membantu Kyuhyun untuk duduk bersandar di sofa.

            “Shireo! Kyu oppa kan punya buku gambar sendiri. Ini punya Rae. Kyu oppa menggambar di buku sendiri saja.” Raekyo menyembunyikan buku gambarnya di belakang punggung.

            “Wae? Oppa mau menggambar di situ juga. Berikan!” Kyuhyun mengulurkan tangannya meminta, dua-duanya sama-sama memberikan deathglare mereka. Kibum melirik mereka sepintas lalu berjalan ke atas, nampaknya ia mau mengambilkan buku gambar Kyuhyun agar kedua adiknya tidak bertengkar. Sementara itu Leeteuk dan Donghae sudah berhenti bermain dan kini memperhatikan lomba tatap mata yang sengit itu.

            “Kyu, ini buku gambarmu, sudah kalian jangan berantem.” Kibum kembali membawa buku gambar Kyuhyun dan menyerahkan itu pada adiknya. Kyuhyun memilih mengalah pada si bungsu, ia sadar ia sudah jadi kakak sekarang, tangannya beralih mengambil buku gambarnya yang disodorkan Kibum. Namun belum juga tangan mungilnya menyentuh buku itu, eommanya sudah terlanjur mengambil buku gambarnya.

            “Raekyo, kamu lupa apa yang sering eomma bilang padamu?”sang eomma memegang kedua pundak Raekyo dan menghadapkan gadis itu padanya. Raekyo menunduk. Matanya mulai berembun.

            “Rae harus berbagi dengan Kyu oppa. Milik Rae milik Kyu oppa juga. Rae tidak boleh egois.” Suara kecilnya tersendat-sendat, gadis itu mati-matian menahan tangisnya, “Tapi eomma, karena kali ini Kyu oppa juga memiliki buku yang sama seperti Rae, bolehkah sekali ini saja Rae tidak berbagi dengan oppa?”

            “Tidak apa-apa eomma, itu kan memang bukunya Rae.” Kyuhyun menyentuh tangan eommanya, “Rae, maafkan oppa ya, tadi oppa tidak sengaja mau merebut buku gambarmu.” Kyuhyun mengelus kepala adiknya dengan sayang. Kibum dan Donghae mengacungkan jempolnya pada Kyuhyun.

            “Huh, jangan diulangi Cho Raekyo. Ayo Kyunnie sayang, sudah waktunya kau check up ke dokter.” Sang eomma menggendong Kyuhyun lalu berjalan ke luar rumah, menghampiri suaminya yang sudah berada lebih dahulu di dalam mobil. Donghae dan Kibum berjalan beriringan mengantarkan kedua orangtuanya beserta Kyuhyun. Meninggalkan Leeteuk dan Raekyo yang masih terdiam di tempatnya.

            “Rae, gwenchana?” Leeteuk menggandeng tangan adiknya untuk duduk di sampingnya.

            “Oppa kata temen Rae di sekolah, Rae terlalu sering mengalah, terutama pada Kyu oppa.” Mata itu mengerjap lucu, “Apa mengalah itu hal yang jahat?”

            “Tidak, rae. Mengalah itu baik dalam hal tertentu. Rae tidak suka mengalah pada oppamu, hm?”

            “Ani! Ani! Rae suka mengalah pada Kyu oppa.” Raekyo menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Memang benar, ia tidak masalah mengalah terus pada oppanya terutama Kyuhyun. Rasa sayangnya pada mereka sangat besar. “Oppa, Kyu oppa kenapa sakit terus?”

            “Kenapa kau berkata begitu?”

            “Kata sonsaengnim di sekolah orang yang ke rumah sakit hanya orang sakit. Kyu oppa tiap minggu ke rumah sakit. Kapan Kyu oppa berhenti sakitnya?”

            “Aigoo, Kyuhyun hanya memeriksakan dirinya, Rae. Tapi memang dia mudah sakit karena tubuhnya tidak seperti kita.”

            “Ginjalnya rusak satu ya? Ginjal ada dua tapi punya Kyu oppa satu sudah rusak. Harus diganti.” Leeteuk terkejut adiknya yang masih kecil bisa tahu tentang itu.

            “Ba-bagaimana Rae bisa tahu?” Ucapnya setelah terdiam sejenak.

            “Dari eomma. Minggu lalu di rumah sakit.”

            “Minggu lalu? Rasanya Kyuhyun tidak check up minggu lalu. Kau ke sana bersama eomma? Lalu appa?”

            “Tidak ikut. Kata eomma kemarin harinya khusus yeoja jadi hanya kami berdua.”

            “Lalu apa yang kalian lakukan di sana?”

            “Oppa banyak tanya.” Gadis itu menggembungkan pipinya, “Rae diperiksa macam-macam. Disuntik juga, darah Rae diambil pake suntikan sebesar ini nih oppa.” Raekyo melebarkan telapak tangannya, “Terus Rae dan eomma jalan-jalan ke mall, beli es krim makan banyak makanan enak. Sorenya Rae balik lagi ke rumah sakit, dokternya ngasih eomma kertas amplop, eomma nangis setelah baca itu. Tapi Rae ga ngerti, oppa, Rae belum bisa baca. Oppa ajarkan Rae baca ne, ne?”

            “La-lalu Rae? Eomma menangis lalu?”

            “Eomma peluk Rae kencang sekali, oppa. Rae sampai tidak bisa nafas. Tapi Rae senang, eomma juga mencium pipi Rae. Eomma bilang Kyuhyun oppa bisa sehat, Kyuhyunnya eomma bisa berlari seperti anak lainnya, itu semua karena Rae. Cuma Rae yang bisa bantu Kyu oppa. Rae harus mau berbagi. Karena Rae sayang Kyu oppa, Rae mau berbagi.”Raekyo berucap polos. Leeteuk yang sudah bisa menebak apa yang terjadi hanya terdiam. Dia mungkin masih anak SD namun otaknya dapat menyimpulkan secara tepat apa yang akan terjadi di kemudian hari. Leetetuk memeluk adik bungsunya erat-erat. Raekyo yang terkejut hanya terdiam dan menikmati pelukan oppa tertuanya itu.

            “Hyung? Rae? Kalian sedang apa?” Donghae memandang keduanya bingung. Ia kini menggandeng Kibum yang juga memandang bingung. Mereka berdua baru saja mengantar kedua orangtua dan Kyuhyun yang akan check up di rumah sakit. Leeteuk melepas pelukannya perlahan, ditatapnya mata adik bungsunya itu lekat.

            “Rae, mianhe…”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Awaefkyu1311 #1
Chapter 7: please buat kyuhyun tau secepatnya.... hihiiii
Awaefkyu1311 #2
Chapter 5: ff mu yg ni jg baguussss.... aku suka... please cepet di update...