HATRED Chapter 6

HATRED

Jongdae mengetuk ngetukan jarinya dimeja membuat suara kecil tapi cukup terdengar di kafe yang sepi pengunjung itu. Kafe dengan interior sederhana tapi menarik, bertema luar angkasa dimana salah satu dindingnya dilukis mirip dengan langit luar angkasa, kafe milik sepupu Jongdae, Kim Minseok. Terlihat Minseok merapikan beberapa pastry yang terpajang di etalase dekat kasir, sesekali ia juga memandang Hyejeong dan Jongdae yang menurutnya tampak canggung. Sementara itu Hyejeong duduk disamping Jongdae dan sibuk mengutak atik ponselnya tidak jelas. Mereka sedang menunggu seseorang yang terlambat datang sejak hampir 30 menit yang lalu. Tujuan mereka datang kesini saja sudah membuat Hyejeong kesal terlebih harus menunggu selama itu.

“Selamat soreee.. hai... haiii” suara itu menggema membuat penghuni didalamnya menoleh ke arah sumber suara. Seorang gadis datang dengan kemeja polos yang sedikit kusut dan rambut yang sedikit berantakan, tapi kecantikan jelas tampak di parasnya. “Minseok oppa hai!!” gadis itu melambaikan tangan pada Minseok yang membalasnya dengan senyuman lebar. Raut wajah gadis itu berubah saat ia berjalan ke arah Jongdae.

Oh my God i’m so sorry. Tadi mobilku sedikit bermasalah makanya aku terlambat, maafkan aku hihi”

Jongdae memutar bola matanya menanggapi cengiran gadis dihadapannya, dan mereka saling berpelukan. Hyejeong hanya menatap keduanya, memahami yang dari tadi ditunggunya datang juga.

“Hyejeong-ssi perkenalkan ini Soojung.”

“No! Panggil saja Krystal.”

“Hyejeong.”

 “aku kan sudah bilang jangan panggil nama itu disembarang tempat.” Kata gadis itu sambil berbisik dan menggerutu pada Jongdae.

Jongdae hanya tersenyum. “dia yang akan membantu kita mempersiapkan pernikahan.” Dan mereka akhirnya duduk bersama.

“Jadi kau membawa sesuatu?” tanya Jongdae ragu.

“Yes! Hari ini aku mau membahas konsep pernikahan dulu. Jadi kalian mau konsep seperti apa?”

Hyejeong dan Jongdae diam. Jongdae diam karena ia ingin mengetahui pendapat Hyejeong, saat dirinya kecil ibunya pernah berkata bahwa setiap perempuan memiliki pernikahan impian, saat itu ia tidak mengerti dan sekarang mungkin ia akan bisa memahaminya. Tapi sayang Hyejeong seperti larut dalam pikirannya, ia terlihat melamun.

Krystal berdehem pelan merasa tak ada yang bersuara, “baiklah aku akan menunjukkan katalog agar kalian lebih mudah memilih.” Gadis itu menyodorkan sebuah buku besar dengan berbagai pilihan gambar pesta pernikahan. Tapi Hyejeong sama sekali tak mempedulikannya. Membuat Jongdae dan Krystal saling berpandangan dan bingung dengan sikap Hyejeong.

“Hyejeong-ssi apa kau mendengarkanku?” Krystal menyentuh pelan tangan Hyejeong.

“ah ya? apa?”

“ini.. kalau kau masih bingung konsep seperti apa yang akan kalian pilih, kau bisa melihatnya disini.”

Merasa masih mendapatkan tanggapan yang minim akhirnya Krystal menambahkan perkataannya.

“baiklah aku akan memberikan sedikit saran pada kalian. Untuk yang sedang trend kita bisa pakai garden party apalagi dengan musim panas seperti sekarang. Garden party juga ada bermacam-macam, tinggal pilih saja. Atau indoor? Kalian bisa pilih tempat pemberkatan langsung di aula hotel atau..”

“maaf..”

Belum selesai berbicara, perkataan Krystal dipotong oleh Hyejeong. Membuat Jongdae juga ikut menatap Hyejeong.

“aku belum siap untuk menentukan ini semua, aku rasa.... aku rasa aku tidak akan pernah siap.”

“emm.. maafkan aku Hyejeong-ssi tapi pernikahan kalian bukankah akan diadakan kurang dari dua bulan lagi? Akan sangat sulit jika harus ditunda karena mungkin masih banyak yang harus dipersiapkan.”

Hyejeong mencengkeram kuat ujung bajunya mendengar perkataan Krystal.

“maafkan aku tapi kalau kalian masih ingin melakukan persiapan ini, tolong jangan libatkan aku lagi, aku tidak ingin terpaksa melakukan ini. Kalian lakukan saja apa yang kalian mau.”

Suara Hyejeong parau, tapi ia masih bisa tersenyum kecil, sebisa mungkin ia redam emosinya agar tidak meledak dan tetap berkata dengan pelan. “aku pamit dulu.” Gadis itu membungkukkan badannya dan berjalan keluar kafe.

“Hyejeong-ssi tunggu!” Jongdae coba mengejar dengan sedikit menarik lengan Hyejeong, tapi kemudian ia biarkan gadis itu pergi saat melihat matanya memerah dengan air mata yang mendesak untuk keluar.

“yak! Kenapa oppa biarkan dia pergi.”

//////

Hongbin menghela nafas panjang mendengar penjelasan Hyejeong. Ia segera menemui Hyejeong setelah menelpon dan mengatakan ada hal penting yang tidak bisa ditunda sehingga mereka harus bertemu, dan disinilah mereka, di warung sundae pinggir jalan.

“ada apa dengan reaksimu itu, dasar!”

“lalu kau mau aku apa? Menemui mereka dan mengatakan kalau kau tidak setuju dengan pernikahan itu dan meminta mereka membatalkannya?”

“mungkin?”

“mana mungkin! dasar konyol, aku tidak sehebat itu.”

“dasar pengecut.”

Seketika Hongbin memukulkan botol minuman kosong yang dipegangnya pelan ke kepala Hyejeong. Gadis itu memekik tapi tetap melanjutkan memakan sundae.

“setidaknya berikan kata-kata yang bisa membuatku semangat, bukan malah menghela nafas seperti itu.”

“kenapa kau mencintai Sehun?”

“huh?” pertanyaan tergambar jelas di wajah Hyejeong, “kenapa tiba-tiba jadi Sehun.”

“apa karena Sehun kau tidak mau menikah?”

“tentu saja tidak.” Hyejeong mendengus, “maksudku yaaah mungkin hanya salah satunya saja.”

“kenapa kau memanggilku disaat seperti ini?”

“kenapa kau jadi banyak tanya!”

“jawab saja.”

Hyejeong berhenti melahap sundae.

“entahlah, mungkin karena kebetulan tempat ini berada dekat dengan daerah rumahmu.”

“rumah Sehun jauh lebih dekat.”

Hyejeong diam.

“tidakkah kau ingin Sehun saja yang datang pada mereka dan membatalkan pernikahan ini?”

Hyejeong mengerutkan alisnya, dadanya serasa dicengkeram, entah kenapa.

“kenapa kau seperti ini? aku ingin bertemu denganmu karena aku ingin kau membuatku tenang bukan mengajukan pertanyaan tidak berguna seperti itu.”

Gadis itu memalingkan pandangannya dari Hongbin.

“kenapa kau tidak katakan saja kalau kau suka pada Sehun, katakan kau mencintainya. Siapa yang akan tau kalau kau tidak mengatakannya, kita bukan paranormal Hyejeong-ah.”

Hyejeong masih tak menghiraukan Hongbin.

“tapi kau tenang saja sekarang aku yang akan mencegahmu untuk menyatakan perasaanmu pada Sehun.”

Hyejeong kembali menatap Hongbin dengan raut bingung yang tampak jelas.

“Sehun tidak pantas mendapatkan itu. Aku benci kau yang mencintai Sehun, Hyejeong-ah. Kalau kau berpikir aku mengatakan ini karena aku cemburu maka tidak, aku sama sekali tidak cemburu padanya.”

Hongbin benar, sesaat Hyejeong berpikir bahwa apa yang dikatakan Hongbin ini karena dia cemburu, bagaimanapun mereka putus karena perasaan Hyejeong yang berbeda.Lalu kenapa?

“kau tidak akan bahagia kalau kau terus menaruh cinta padanya. Sehun tidak mencintamu Hyejeong.”

Perkataan Hongbin semakin mencengkeram dada Hyejeong.

“apa kau bahagia dengan seperti itu?”

“lalu apa yang membuatmu yakin kalau aku akan bahagia bersama laki-laki yang dijodohkan denganku itu? ! Bahkan aku tidak mengenalnya.”

“karena dia peduli denganmu! Karena dia bersedia melindungimu! Karena dia bersedia mendengarkanmu!”

Mulai gerah dengan perkataan Hongbin, Hyejeong hanya menghela nafas panjang dan tersenyum tidak percaya dengan pernyataan Hongbin. Bagaimana dia bisa seyakin itu?

“kau tidak sadar bagaimana ia memperlakukanmu saat kalian mengumumkan pernikahan di depan umum, menurutmu kenapa dia harus repot-repot mengajakmu bertemu dengan seorang wedding organizer kalau sebenarnya akan lebih mudah jika dia bersikap sama denganmu, menyerahkan langsung kepada mereka. Calon suamimu itu seorang general manager perusahaan besar, waktu sangat berharga baginya, tidakkah kau tau bagaimana ia rela meluangkan waktu hanya untuk mengajakmu berdiskusi tentang pernikahan kalian?”

Hyejeong sudah tidak tahan lagi dengan perkataan Hongbin yang menurutnya semakin lama semakin lancang. Ia berdiri dari tempatnya duduk, matanya kembali berkaca-kaca. Hongbin kembali menghela nafas panjang melihat tingkah Hyejeong.

“sudahlah aku antar kau pulang, sudah malam.” Kata Hongbin memotong apapun itu yang akan dikatakan Hyejeong.

//////

“skillmu sama saja ternyata. Kenapa juga harus mau dijodohkan seperti itu.” Ucap Krystal dengan menghela nafas panjang dan menggelengkan kepalanya melihat Jongdae sekarang sedang membolak balik buku katalog pernikahan yang dibawa oleh Krystal tadi.

Minseok yang duduk disebelahnya hanya tersenyum kecil, dalam hati ikut merutuki sikap Jongdae. Ia memutuskan menutup Kafe 10 menit yang lalu, agar ia bisa ikut berbicara dengan Jongdae dan Krystal tanpa ada pengunjung yang mengganggu karena hari ini hari minggu semua pegawainya libur.

“kau ini sudah akan menikah, tapi masih kalah dengan wanita... aww!” gadis itu mengelus kepalanya karena baru saja dipukul pelan oleh Minseok.

“lalu aku harus bagaimana? Memaksanya kembali dengan menariknya dan melihat dia tertekan, ck!” Jongdae menutup buku katalog itu kesal.

“sudah.. aku rasa sekarang bukan waktunya meributkan itu. Acara pernikahannya kan sudah kurang dari dua bulan lagi dan sepertinya sudah jelas mempelai wanita tidak ingin ikut campur jadi aku percaya padamu untuk mempersiapkan ini dengan fantastis.”

Minseok mengacak rambut Krystal pelan, yang dibalas dengan lenguhan nafas panjang. Selama menjadi seorang WO ia lebih suka kalau bertukar pendapat dengan sang pengantin dengan konsep yang jelas, tapi bagaimanapun juga ia harus tetap membantu. Jongdae adalah sepupu Minseok, kakak tunangannya, Jongin.

-00-

Sehun mengaduk aduk sedotan dalam gelas bubble tea yang sekarang tinggal setengah itu. Disebelahnya Seungwan menyedot bubble tea-nya santai. Hening. Tapi keheningan yang membuat mereka nyaman bukan canggung. Sesekali Sehun melirik Seungwan lewat ekor matanya. Seungwan memainkan kakinya yang menggantung saat duduk di bangku taman yang cukup tinggi itu. Hari ini mereka memutuskan menghabiskan waktu sepulang sekolah bersama, langit sudah gelap tapi tidak satupun dari mereka berniat pulang.

Ponsel Sehun bergetar, ia buka dan hanya melihatnya sekilas, beberapa pesan dari grup yang pada intinya menanyakan keberadaan Sehun, kenapa dirinya tidak datang bergabung bersama mereka. Pertanyaan klasik yang akhir-akhir ini sering dilontarkan mereka. Sehun tak menjawab ia menutup ponselnya dan memasukkannya kembali dalam kantongnya. Suara sedotan Seungwan yang menunjukkan bahwa bubble tea-nya habis membuat Sehun tersenyum. Ia menyodorkan bubble tea miliknya. Seungwan menatapnya bertanya.

“minum saja, aku kenyang.”

Seungwan mengerutkan alisnya. Ia tersenyum kecil. “apa yang membuatmu beranggapan kalau aku belum kenyang?”

“tadi perutmu bilang, Sehun-ah aku masih lapaaar.” Sehun membuat suara aneh yang membuat Seungwan tertawa pelan.

“tidak. Kau mau aku gendut.” Canda Seungwan.

“hmmmm...” Sehun mengetuk-ngetukkan jarinya didagu seolah sedang berpikir. “kau gendutpun aku tetap suka.”

Mendengar perkataan Sehun, Seungwan mengalihkan pandangannya dan tiba-tiba batuk untuk menyembunyikan rasa gugupnya. Ini bukan kali pertama Sehun mengatakan itu dengan seenaknya. Bagaimana bisa Sehun selalu mengatakannya tanpa rasa gugup. Dan dari sekian sering Sehun mengatakannya, Seungwan selalu mengalihkan pembicaraan atau melakukan hal lainnya, walaupun ia sendiri tau rasa itu juga ada dalam hatinya. Dia merasa nyaman berada didekat Sehun, ia bisa melupakan sejenak dendam yang masih ia simpan dalam hatinya, ia bisa lupa kenyataan bahwa Sehun adalah sahabat Hyejeong, perempuan yang saat ini begitu ia benci. Tapi bagaimanapun Sehun tak pernah terlibat dalam masalah keluarga Seungwan.

“sudah malam, aku pulang.”

“hei kuantar.”

“tidak usah, rumahmu kan dekat sini, nanti repot harus bolak-balik.”

“ini sudah malam, kau perempuan.”

Seungwan melihat sekitar dan memang sepi. Ia berdeham gugup, “baiklah.”

Sehun dan Seungwan terlebih dulu berjalan ke rumah Sehun untuk mnegambil mobil. Sehun memaksa karena kalau menunggu bis akan terlalu lama. Selama berjalan mereka hanya saling diam. Mereka sudah sering seperti ini dan mereka menikmatinya, walau sampai sekarang Sehun masih sangat ingin bertanya banyak hal pada Seungwan.

“bagaimana kabar ibumu?” untuk pertama kalinya Seungwan memulai pembicaraan diantara mereka, biasanya Sehun yang memulai.

“baik, dia sering bertanya tentangmu, dia ingin bertemu denganmu, berterima kasih katanya.”

Seungwan tersenyum kecil, “untuk apa..”

“kau tau dia sangat suka dengan cake yang kita buat, ya bukankah aku sering mengatakannya.”

“kan kau sudah mewakilkannya, dan aku menganggap kau juga sudah bilang pada ibumu kalau aku berterima kasih kembali.” Seungwan menyenggol Sehun, berniat mengenai pundaknya tapi karena tinggi mereka yang berbeda lumayan jauh, Seungwan hanya bisa menyenggol lengan Sehun dengan pundaknya.

“tidak. Aku ingin kau ucapkan langsung padanya.”

Seungwan mengernyit bersamaan dengan langkah mereka yang berhenti karena mereka sudah sampai tepat di depan rumah Sehun.

“ayolah, kau juga harus bertanggung jawab karena membawaku sampai selarut ini.”

“yak! Kau kan yang mengajakku.” Seungwan memukul lengan Sehun yang terlambat untuk menghindar.

Pertengkaran kecil mereka berakhir ketika sebuah mobil membunyikan klakson dan berhenti didepan mereka. Seungwan dan Sehun menoleh serempak. Seorang wanita cantik turun dari mobil, matanya mengernyit melihat Seungwan dan Sehun bergantian.

“Seungwan-ssi?”

Seungwan menoleh pada Sehun yang menyeringai dengan alis yang naik turun. Menyadari siapa wanita dihadapannya, Seungwan segera membungkukkan badannya memberi salam.

“akhirnya kita bertemu juga, Sehun sering bercerita tentangmu, ayo kita masuk.” Ajak ibu Sehun dengan memegang kedua pundak Seungwan.

“ah tidak terima kasih, saya kesini hanya mau mengantar Sehun.”

“hei! Kan aku yang mau mengantarmu.” Sehun memprotes, Seungwan hanya tertawa garing dan ibu Sehun hanya geleng-geleng kepala mendengar mereka.

“sudah-sudah, kita masuk ya, sebentar saja, ijinkan aku membalas rasa terimakasihku padamu. Sehun juga sepertinya masih ingin Seungwan disini.”

“ibu!” lagi-lagi Sehun protes.

Merasa tidak enak akhirnya Seungwan menerima ajakan ibu Sehun.

//////

“terima kasih.”

Seungwan menghabiskan waktu lebih lama dari yang ia perkirakan dirumah Sehun, tapi ia senang karena keluarga Sehun penuh dengan orang-orang yang baik dan hangat. Dengan masuk kedalam rumah Sehun, Seungwan bertemu dengan seluruh anggota keluarga Sehun. Ibunya, adik perempuannya, dan neneknya, dan ia juga kini tau kalau ayah Sehun meninggal saat dirinya berusia 10 tahun karena sebuah kecelakaan dan itu membuat dirinya lelaki satu-satunya dalam keluarga.

Sehun menjawab Seungwan dengan anggukan dan senyum yang seolah tak ingin pergi dari wajahnya. Sehun juga senang sekarang dirinya dan Seungwan sudah sedikit menjadi lebih dekat, Seungwan sudah tau hampir semua tentang Sehun dan Sehun berharap dirinya juga akan segera tau semua tentang gadis itu.

“Seungwan...” panggil Sehun saat Seungwan akan memasuki gerbang rumahnya, membuat gadis itu berbalik dan menatap Sehun dengan tanya.

“selamat malam, selamat tidur.”

“selamat malam, Sehun.”

Seungwan tersenyum dan melangkah masuk ke dalam rumah. Saat Seungwan benar-benar menghilang dari pandangannya, Sehun tersenyum menggigit bibir bawahnya dan menutup wajahnya yang memerah, dengan jantung yang berdebar lebih kencang dari biasannya.

-00-

Hyejeong menatap tajam gadis dihadapannya yang sedang makan dengan tenang. Untuk kali pertamanya Hyejeong bersedia sarapan bersama satu meja dengan Seungwan, itu juga karena kakaknya yang meminta. Beruntung ayahnya sudah berangkat ke kantor sejak pagi, sehingga Hyejeong tidak harus merasa lebih muak lagi.

“kenapa tidak dimakan?”

Perkataan Min ah mengundang tatapan Seungwan pada Hyejeong. Benar saja Hyejeong tak menyentuh makanannya sama sekali. Justru sekarang kedua gadis itu saling bertatapan.

“aku sedang malas kak, aku berangkat saja.” Hyejeong beranjak dari duduknya dan meraih tas disampingnya. Ia meninggalkan kakaknya yang hanya bisa menarik nafas panjang. Gerakan Hyejeong diikuti Seungwan yang sebelumnya tersenyum kecil dan membungkuk pelan pada Min ah.

Hari ini Hyejeong kembali memaksa sopir agar ia mengendarai mobilnya sendiri, sementara Seungwan juga tetap pada pendiriannya untuk naik bis. Mereka keluar dari gerbang secara bersamaan, Hyejeong dengan mobilnya dan Seungwan berjalan kaki. Dan sekarang mereka juga berhenti secara bersamaan saat melihat Sehun berdiri dan tersenyum ke arah Seungwan.

Didalam mobil Hyejeong mengerutkan alisnya, berpikir apa yang dilakukan Sehun disini.

“Sehun?”

“selamat pagi.”

Sehun dan Seungwan bertegur sapa.

“apa yang kau lakukan disini?”

“menjemputmu, kita naik mobil saja, aku rasa jam segini bisnya sudah pergi dan kalau harus menunggu bis berikutnya pasti kau terlambat.”

Seungwan berdecak dan tersenyum kecil, ia tau benar bis yang biasa ia tumpangi bahkan masih belum sampai di halte tempat ia biasa menunggu, ini masih cukup pagi.

“jangan mengada-ada.”

“ayolaaah, jangan biarkan aku kesini sia-sia.”

“tidak ada yang memintamu kesini.”

“kau keras kepala juga ternyata.” Sehun menghadang Seungwan yang masih berusaha pergi dari Sehun. Keduanya malah bertatapan, Sehun dengan senyum memohon, Seungwan juga tersenyum merasa konyol dengan tingkah Sehun.

Hyejeong yang melihat adegan dihadapannya langsung membunyikan klakson dengan kencang. Sehun dan Seungwan serentak menoleh. Sehun segera menarik Seungwan untuk menepi saat mobil Hyejeong melaju kencang melewati mereka.

/////

“kenapa dia?” Hongbin berkata seolah berbisik pada Seolhyun, melihat Hyejeong dengan muka masam dan hanya mengaduk-aduk jus dihadapannya. Seolhyun hanya menggedikkan bahunya.

“hey yoo!”

Suara Sehun membuat Hyejeong meletakkan kepala dimeja dengan wajah yang tertutup oleh lengannya. Hari ini suasana cafe seperti biasa tampak sepi dan hanya ada mereka yang duduk di tempat biasa.

“aw!”

“kemana saja kau?!”

Seolhyun memukul kepala Sehun dengan sendok ditangannya.

“kemana? Sekarang aku disini.”

“kau tau apa maksud pertanyaanku Sehun!”

Sehun duduk disamping Hongbin dihadapan Hyejeong. Melihat Hyejeong ia mengingat kejadian pagi tadi didepan rumah Hyejeong. Beberapa saat suasana hening menyelimuti mereka. Entah kenapa akhir-akhir ini sering sekali mereka merasa canggung satu sama lain.

Secara tiba-tiba Hyejeong beranjak dari duduknya.

“aku pergi dulu.”

“hei mau kemana?!”

“Hyejeong..”

Seolhyun dan Hongbin hanya menatap Hyejeong, tapi Sehun ikut beranjak dan sedikit menarik lengan Hyejeong.

“aku rasa kita harus bicara.”

“tidak ada yang perlu dibicarakan Sehun.”

Hyejeong coba melepaskan pegangan Sehun yang semakin kuat di lengannya.

“bukan hanya kita berdua, tapi kita berempat.”

Seolhyun dan Hongbin sedikit tercengang dengan adegan dihadapan mereka, tapi mereka juga tak bisa memungkiri bahwa yang dikatakan Sehun benar. Mereka sudah pasti harus berbicara.

“Sehun benar, kita harus bicara.” Mendengar pernyataan Seolhyun Hyejeong terdiam, perlahan Sehun mulai melepaskan pegangan pada lengan Hyejeong mengetahui gadis itu tak akan kabur. Dan perlahan Hyejeong kembali duduk dikursi yang ditinggalkannya tadi.

“ok, jadi ada apa denganmu Hyejeong?”

Seolhyun memulai pertanyaan.

“beberapa kali aku dan mungkin kami membiarkanmu bersikap seperti ini, murung dan diam, tapi sekarang sudah saatnya kau katakan. Kami diam, kami menunggu, kami tidak mau kau terpaksa mengatakan sesuatu yang mungkin memang berat untuk dikatakan, tapi kami juga tidak mau terpaksa mengabaikan apapun itu yang kau rasakan, berpura-pura seolah semua diantara kita baik-baik saja. Tidak Hyejeong, hubungan kita sedang tidak baik-baik saja. Semua itu aku rasakan saat aku dipaksa untuk bersikap hati-hati saat bersamamu, saat bersama kalian dan aku tak pernah melakukan itu selama kita bersama. Saat itu juga aku merasa semua ini sedang tidak baik-baik saja.”

Perkataan Seolhyun yang panjang lebar itu seolah menggores luka di hati Hyejeong. Seolhyun benar, Hyejeong juga merasakan hal yang sama, Seolhyun seolah bersikap hati-hati saat bersamanya, sedikit menghindar saat suasana hati Hyejeong tidak baik, dan lebih sering menghabiskan waktu dengan Hongbin. Seolhyun tidak pernah melakukan itu, dia akan langsung bertanya dan memaksa jika diantara mereka ada yang terlihat salah, dan mereka dengan senang hati akan bercerita, semuanya. Mereka juga akhir-akhir ini jarang berkumpul hanya untuk sekedar makan siang dan bercerita kegiatan sehari-hari. Tapi pikiran Hyejeong melayang pada Sehun, semua ini juga bukan sepenuhnya salah Hyejeong, bukankah Sehun juga mulai jarang bersama mereka karena gadis itu.

“kalau kau belum siap—“

“tidak Hongbin, Hyejeong harus membuka mulutnya, sekarang juga.”

Penekanan jelas terasa dalam setiap ucapan Seolhyun, dan Hongbin kembali diam. Semua mata kini tertuju pada Hyejeong.

“aku benci pada gadis itu.”

Hyejeong akhirnya bersuara. Sehun, Seolhyun dan Hongbin tau siapa gadis yang dimaksud, Son Seungwan. Tapi mereka seperti tidak puas dengan apa yang dikatakan Hyejeong. Mereka tau Hyejeong membencinya, tapi kenapa? Karena Hyejeong merasa kebahagiaannya direbut? Merasa kasih sayang ayahnya terenggut? Merasa bahwa Seungwan penyebab kematian ibunya? Mungkin saja semua itu yang sekarang dirasakan Hyejeong, tapi apakah ini semua salah Seungwan?

“dan kenapa kau membencinya?”

Hyejeong menatap nanar pada Sehun, kenapa ia masih menanyakan hal seperti itu, bukankah sudah jelas.

“dia yang menyebabkan kematian ibuku Sehun!”

Hyejeong menatap Sehun tajam, Sehun menarik nafas panjang.

“ibumu meninggal karena bunuh diri kita tau itu, tapi itu terjadi sebelum Seungwan datang, bahkan mungkin dia tidak tau kalau ibumu bunuh diri. Ibumu yang mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya, bukan Seungwan. Ini bukan salahnya, kalian hanya korban dari masalah orang tua kalian. Kau tidak bisa menyalahkannya sepihak, dia sama denganmu tidak bersalah.”

Hyejeong mengepalkan tangannya kuat mendengar ucapan Sehun.

“jadi kau membelanya?”

“aku tidak membela siapapun. Aku melihat tidak ada yang salah diantara kalian berdua, tidak ada yang perlu disalahkan. Kalau ada yang salah dengan semua ini itu ayahmu, orang tua kalian, aku tau kau mengerti maksudku Hyejeong.”

Tidak. Hyejeong tidak mengerti maksud Sehun. Seungwan adalah putri wanita yang sudah menghancurkan hidup keluarganya. Sudah cukup selama hidup ayahnya seolah tak sepenuhnya menyayangi dirinya atau kakaknya, dan sekarang dengan kedatangan Seungwan ayahnya akan kembali membuka kenangan lama, dan dirinya akan semakin diabaikan. Jelas ia berhak membenci Seungwan.

“Sehun benar. Aku yakin Seungwan gadis yang baik. Maafkan aku Hyejeong, tapi Seungwan juga berhak mendapat kasih sayang seorang ayah. Dibandingkan denganmu, bukankah lebih menyedihkan jika tidak pernah bertemu dengan sosok ayah.”

 “cukup. Kalian bilang tidak membela, bullsh*t! Kalian sadar sekarang sedang mati-matian membelanya dan memojokkanku. Kalian tidak mengerti, tidak akan pernah mengerti, dan kau Sehun aku tau kau menyukai Seungwan, tentu saja kau akan membelanya. Kalian tidak mengerti, bahkan setelah aku menjelaskan semuanya kalian tidak akan pernah mengerti. Dia, gadis jalang itu—“

“Hyejeong cukup! Aku kecewa padamu.”

Sehun pergi meninggalkan mereka, teriakan Sehun membuat pegawai cafe menatap mereka, tapi kemudian mereka kembali pada apa yang mereka kerjakan saat tau Hongbin disana, keponakan pemilik cafe, dan lagi mereka juga sudah sering kesana.

“Shin Hyejeong, kau berhak membencinya tapi kau tidak berhak membuat orang lain juga benci kepadanya. Mulai sekarang aku tidak peduli kau mau membencinya seperti apapun tapi maafkan aku, aku kecewa dengan sikapmu yang membenci Seungwan, cepat atau lambat aku harap kau mengerti. Ayo Hongbin antarkan aku pulang.”

Seolhyun marah, Hyejeong tau itu. Dan semua ini menjadi masalah yang serius saat Seolhyun marah. Gadis itu pergi meninggalkan Hyejeong, Hongbin hanya bisa mengikutinya. Sedari tadi ia hanya bisa diam, tidak tau apa yang harus dilakukan. Semua yang dikatakan Sehun dan Seolhyun benar, tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa ia mengerti apa yang sedang dialami Hyejeong dan Hongbin tidak bisa membayangkan apa yang selanjutnya terjadi pada Hyejeong dengan kenyataan bahwa sekarang Sehun dan Seolhyun tak akan bersikap sama lagi pada gadis itu.

-00-

Hyejeong mengemas buku-bukunya dari atas meja, disampingnya Seolhyun melakukan hal yang sama. Tapi keheningan menyelimuti mereka, perang dingin masih terjadi. Jauh di lubuk hati Hyejeong ia ingin berbicara dengan Seolhyun, mereka memang bukan tidak bicara sama sekali tapi semua terasa berbeda. Seolhyun hanya bertanya sesekali tentang pelajaran, dan Seolhyun tidak pernah seperti itu, hell! Bahkan ia tidak pernah memperhatikan penjelasan guru dan Hyejeong harus mengomel hingga mereka terlibat ribut kecil yang membuat mereka dikeluarkan dari kelas dan justru itulah yang Seolhyun mau. Namun semuanya berbeda, Seolhyun 100% fokus pada pelajaran dan ia melakukan itu untuk menghindari berbicara banyak dengan Hyejeong.

“aku pulang, kau hati-hati dijalan.”

Kata Seolhyun tanpa menatap Hyejeong, gadis itu kemudian pergi keluar kelas dengan menggandeng salah satu teman kelasnya yang lain. Hyejeong mati-matian menahan tangis, setidaknya Seolhyun masih peduli dengannya.

Dengan lemas Hyejeong berjalan melewati koridor sekolah sendirian. Banyak hal berkutat dalam pikirannya

Apakah dirinya salah?

Kemana mereka semua?

Hari sabtu bukankah seharusnya mereka menghabiskan waktu bersama?

Haruskah ia meminta maaf?

Apa memang dirinya yang terlalu kekanakan?

Semua pikiran itu hilang saat ia melihat sopirnya dan seorang wanita yang tidak asing sedang berdiri didepan mobilnya. Wanita itu tersenyum melihat Hyejeong. Ah...

“selamat siang.”

Hyejeong membungkukkan badan saat menyadari siapa wanita dihadapannya. Ibu  Kim Jongdae, Kim Se jung.

“selamat siang, maaf sudah membuatmu terkejut, tapi ijinkan aku makan siang denganmu. Bukankah sudah lama kita tidak berjumpa? Kita naik mobilku saja nanti sopir yang akan membawa mobilmu pulang, bagaimana?”

Hyejeong bingung bukannya dia tidak mau tapi dia sedikit malas, ia hanya ingin sampai rumah dan tidur sepuasnya.

“ah aku tidak memaksa, kalau—“

“tidak, baiklah.”

Merasa tidak enak, akhirnya Hyejeong menyetujuinya.

Ibu Jongdae mengendarai mobil cukup jauh dari sekolah ataupun rumah Hyejeong. Selama dalam perjalanan tidak banyak pembicaraan terjadi, hanya ibu Jongdae yang bersenandung mengikuti alunan musik yang menggema di dalam mobil. Dan Hyejeong merasa nyaman dengan itu, ia masih belum begitu siap jika harus berbicara panjang lebar. Dalam hati kecilnya Hyejeong terus bertanya apa maksud makan siang ini, apa nantinya Jongdae juga disana, apa ibunya sedang mencoba mengambil hatinya membantu putranya untuk meluluhkan hati Hyejeong, entahlah. Sejenak Hyejeong berpikir pergi bersama seperti ini bagus juga untuk mengalihkan pikirannya dari Seolhyun, Sehun atau Hongbin.

Setelah cukup lama, akhirnya mobil yang mereka tumpangi berhenti juga. Hyejeong kini sedang takjub dengan restoran dihadapannya. Dari luar restoran ini tampak seperti rumah eropa jaman dahulu, tampak mewah dan klasik. Namun saat memasukinya, didalam tampak beberapa kursi sederhana, tak banyak orang berkunjung, suasana ini benar-benar baru bagi Hyejeong, tapi belum saja duduk ia sudah merasa nyaman disana.

Setelah memesan makanan. Hyejeong kembali menyapu pandangannya ke restoran itu. Ibu Jongdae tersenyum melihatnya.

“kau suka tempat ini?”

“ah iya, tempat ini indah sekali.” Jawab Hyejeong sedikit canggung.

“restoran ini aku dirikan sekitar 20 tahun yang lalu bersama dengan ayah Jongdae. Ini adalah impian kami, sebelum sekarang ayah Jongdae sibuk dengan perusahaannya.”

Wanita itu tersenyum penuh kenangan. Jadi ini restoran milik keluarga Kim, pikir Hyejeong.

“aku ingat sekali bagaimana aku ngotot agar aku bisa membangun sebuah restoran yang mengingatkanku pada pertemuanku dengan lelaki itu.”

Hyejeong tersenyum kecil mendengar penuturan ibu Jongdae.

“oh.. apa aku baru saja bilang kalau aku yang memaksa?” wanita itu tertawa renyah, “baiklah mungkin bukan impian kami, tapi impianku.”

Keduanya kini tertawa bersama. Hyejeong seolah lupa dengan fakta bahwa wanita dihadapannya adalah calon mertuanya dari pernikahan yang sangat dibencinya.

“terima kasih.” Ucap Hyejeong pelan pada pelayan, saat makanan mereka datang.

“maafkan aku soal ucapanku tadi, jadi bercerita yang tidak-tidak.”

“ah tidak, saya tidak menyangka berbicara dengan anda bisa senyaman ini.”

“hmm jadi daritadi kau merasa tidak nyaman?”

“tidak.. bukan begitu maksud—“

“sudahlah aku hanya bercanda.” Wanita itu kembali tersenyum.

Sesaat mereka diam, menyantap hidangan dihadapan mereka, hingga sesuatu dalam pikiran Hyejeong seolah mengingatkannya.

“maaf...” Hyejeong berdehem ragu, “tapi apa ada yang ingin anda bicarakan hingga membawa saya makan seperti ini.” Entah kenapa perkataan Hyejeong terdengar tidak sopan bahkan bagi telinga Hyejeong, ia sedikit merutukinya.

Ibu Jongdae menatap Hyejeong beberapa saat lalu tersenyum.

“apa aku tidak boleh hanya mengajakmu makan siang?”

“oh tentu saja—“

“aku hanya ingin makan saja, tidak perlu ada yang kita bicarakan Hyejeong-ssi. Kalau kau pikir aku akan bicarakan tentang Jongdae, tidak. Aku bosan kalau harus berbicara tentangnya. Tidak juga aku akan membahas tentang pernikahan. Sekarang aku hanya ingin kau menemaniku makan. Hanya kita berdua, mengerti?”

Hyejeong tersenyum dan mengangguk. Terbersit rasa lega dalam hatinya. Baiklah kalau begitu ia juga tidak akan berpikir apapun selain hanya makan siang bersama dengan ditemani cerita-cerita kecil dari ibu Jongdae.

////////

Hyejeong membungkukkan badannya saat ia sudah sampai didepan gerbang rumahnya. Ibu Jongdae membalas dengan senyuman dan sebuah pelukan yang cukup lama. Hyejeong menutup mata saat membalas pelukannya, sudah lama ia tidak merasakan pelukan seseorang dengan nyaman. Ia harus menghela nafas, saat pelukan itu berakhir.

“terima kasih untuk hari ini, masuklah kau pasti lelah.”

“saya yang harusnya berterima kasih. Sudah lama tidak makan siang dengan menyenangkan, dan tentu dengan makanan-makanan yang lezat.”

“baiklah, kalau begitu sampai bertemu kembali?”

Ibu Jongdae menaikkan alisnya seolah membuat pernyataan itu sebuah pertanyaan.

“iya sampai bertemu kembali.”

Wanita itu tersenyum, kemudian memasuki mobilnya, dan melambaikan tangannya pada Hyejeong.

Gadis itu membalas lambaian tangan ibu Jongdae dengan senyum lebar. Saat mobilnya sudah pergi, senyum masih terukir dibibir Hyejeong.

Sejenak ia bisa melupakan kebenciannya pada Seungwan, atau pertengkaran dengan sahabatnya, dan ia juga lupa bahwa wanita yang baru saja melewati makan siang menyenangkan dengannya adalah ibu dari laki-laki yang dijodohkan dengannya. Pernikahan yang dibencinya, laki-laki yang asing dengannya. Pernikahan yang menambah sederet kebencian Hyejeong tentang sebuah kehidupan.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ohpearl #1
Chapter 4: lebih seneng kalo wendy yg lebih kesiksa sebenernya di banding hyejeong.... wenhun....lovpisan.... coba kim jongin, aku bkal setuju kalo nanti misal si wendy gantiin hyejeong buat nikahin jongin.... wkwk... abaikan aja author.... apapun yg anda buat saya akan suka.... ditunggu next nya
ara2712 #2
Chapter 2: Yay wenhun!! Somehow, hyejeong cocok juga jadi jahat, tapi semoga ngga lama-lama jahatnya hehe author-nim fighting!
alfors
#3
I wonder what would happen next?