Dear Woozi

Dear Woozi

"Untuk produser mungil kesayanganku, Lee Jihoon

 

Aku tahu, suratku ini hanya fanmail biasa yang mungkin bahkan tidak akan terbaca, atau kalaupun akan dibaca itu pasti karena kau punya waktu senggang yang cukup, yang aku tahu itu pasti tidak banyak.

 

Aku benar-benar berterimakasih jika kau masih mau meluangkan waktumu untuk membaca suratku ini. Bahkan, aku sudah merasa senang walau kau hanya cukup tahu jika surat ini adalah untukmu.

 

Surat ini adalah surat pertama dan mungkin terakhirku untukmu.

 

Surat ini adalah juga surat permintaan maafku untukmu.

 

Tidak. Bukan aku tidak lagi mencintai Seventeen. Aku masih mencintai Seventeen, dan aku bangga menjadi Carat.

 

Tapi, aku secara pribadi ingin minta maaf padamu.

 

Aku merasa sangat bersalah padamu.

 

Seorang temanku mengenalkanku pada Seventeen. Mengenalkanku padamu. Member paling mungil tapi yang ternyata adalah produser Seventeen.

 

Namanya Lee Jihoon, stage namenya Woozi.

 

Dari awal memang kaulah member favoritnya. Dan juga jadi member favoritku.

 

Inilah yang membuatku merasa sangat bersalah padamu. Dan akhirnya menulis surat ini untukmu.

 

Aku minta maaf karena aku tidak bisa lagi menjadikanmu member favoritku. Aku masih menyukaimu, tapi posisi sebagai member favoritku sudah bukan lagi milikmu.

 

Posisi itu sekarang milik leader Seventeen. S.Coups. Choi Seungcheol.

 

Karena inilah, aku menulis surat ini. Melalui surat ini, aku ingin minta maaf padamu. Aku mohon maafkan aku.

 

Love,

xxx

 

P.s. Lee Jihoon masih jadi kesayangan, kok :)

P.p.s Tolong jangan marah pada leader, ya. Aku suka kalian berdua, kok. Kalian cocok sekali ;)“

 

Lee Jihoon, atau yang lebih dikenal dengan stage name Woozi, memandang sepucuk surat di tangannya. Fanmail. Surat dari fans Seventeen. Surat dari fans-nya.

 

Yang sekarang sudah bukan lagi fans-nya.

 

Sekarang malah menjadi fans leader Seventeen. S.Coups. Choi Seungcheol.

 

Menjadi fans hyungnya.

 

"Ji? Kau belum pulang?"

 

Ah, speak of the devil.

 

"Yang lain sudah pulang, lho. Kau, khan, tidak punya hutang lagu yang harus secepatnya diselesaikan. Kenapa masih di sini?"

 

Jihoon memilih diam.

 

"Ji?"

 

Jihoon masih diam.

 

"Kau kenapa? Sakit?"

 

Seungcheol berjalan mendekati Jihoon. Mengulurkan tangannya mencoba untuk menyentuh dahi Jihoon, memeriksa apakah dongsaengnya baik-baik saja. Tetapi, tangannya malah ditepis oleh Jihoon.

 

"Ji?"

 

Bukannya menjawab, Jihoon malah menyodorkan surat yang tadi dibacanya pada Seungcheol. Seungcheol yang kebingungan dengan tingkah Jihoon hanya bisa menghela napas sambil mengambil surat yang disodorkan oleh Jihoon.

 

"Kau ingin aku membaca ini?"

 

Jihoon mengangguk dengan wajah datar.

 

"Tapi, ini, khan, untukmu. Bukan untukku. Untuk apa aku membacanya?"

 

Jihoon kembali memasang wajah datar sambil memandang Seungcheol dan menunjuk surat tadi.

 

"Tinggal baca saja, apa susahnya?"

 

"Baiklah, baiklah. Akan kubaca. Tak perlu mengeluarkan cakar seperti itu."

 

Sialan. Kenapa malah jadi menggoda seperti itu. Dasar leader sialan.

 

Melihat Jihoon yang sepertinya tidak akan segan untuk melemparinya dengan kursi jika masih saja digoda, Seungcheol akhirnya memilih untuk membaca surat yang disodorkan oleh Jihoon. Tertawa adalah reaksinya.

 

"Astaga. Kau ngambek, Ji? Hahaha… ."

 

Jihoon memincingkan matanya. Marah.

 

"Aahhh. Bahkan Carat tahu jika aku begitu mempesona."

 

Jihoon bersiap melempar kursi.

 

Seungcheol mengangkat tangannya tanda menyerah.

 

"Eits. Letakkan kursinya. Aku tak mau membahas malasah kursi rusak dengan agensi."

 

Jihoon benar-benar akan melemparkan kursi pada Seungcheol.

 

"Kau marah padaku? Atau marah pada fans?"

 

Jihoon diam.

 

"Aku tidak marah. Lagipula, mana bisa aku marah pada fans?"

 

"Tapi kau ngambek. Aku tahu."

 

"Aku tidak ngambek."

 

"Lalu, itu apa, kalau bukan ngambek?"

 

Jihoon diam lagi.

 

Seungcheol mengambil kursi lalu menggesernya mendekati Jihoon.

 

"Kau lihat ini, Ji? Kau masih jadi kesayangan fans, Ji, walau bukan jadi member favorit lagi. Menurutku menjadi kesayangan lebih tinggi derajatnya daripada jadi member favorit."

 

Jihoon melirik Seungcheol. Sudut bibirnya terangkat sedikit.

 

"Menurutmu begitu?"

 

"Tentu saja!"

 

Bibir Jihoon hampir membentuk senyum jika saja,

 

"Lagipula, kenapa kau marah? Fans, kan, melarangmu untuk marah padaku. Tapi dari aku masuk tadi, kerjamu hanya marah-marah padaku."

 

Seungcheol tidak berkata seperti itu.

 

Kali ini, lengan Seungcheol kena pukul.

 

"Jika hyung masih terus menggodaku, benar-benar kulempar kursi nanti."

 

"Eeiii, jangan seperti itu."

 

Jihoon memincingkan matanya.

 

Seungcheol mendekatkan bibirnya pada telinga Jihoon. Berbisik.

 

"Lagipula, kata fans, kita cocok, kok. Dan lagi, kau itu kesayanganku."

 

Lalu, bibirnya dengan cepat menyambar bibir Jihoon untuk sebuah kecupan singkat. Dan kabur keluar dari studio Jihoon.

 

"Yak! Choi Seungcheol! Kembali ke sini kau!"

 

Jihoon berlari mengejar Seungcheol.

 

Pipi Jihoon merah. Semerah tomat matang.


 

Ini sebenarnya adalah pengakuan saya kepada seorang teman (yang fans SVT dan Woozi) tentang saya yang berpindah jadi fansnya leader, dan memperparah leader syndrome saya (istilah dari teman saya yang lainnya).

Dan untuk nama fans dalam surat sengaja tidak saya cantumkan. Biar jadi imajinasi yang membaca saja. Siapa tahu ada yang seperti saya.

:)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
zezezeze #1
Chapter 1: Woozi vocal team leader
zezezeze #2
Chapter 1: Leader syndrome?? ME!!!!!
6112doyeol #3
Chapter 1: Apa cuma gua dari jicheol terakhir lari ke mingyu
FrainZL #4
Chapter 1: Kalau saya kebalikan, dari favoritin S.Coups jadi Woozi :D tapi dua duanya tetep kesayangan hehe. nice fic author nim :)