Seoul, Musim Semi 2010 (1)

Skyfall in Seoul

Hyukjae menguap lebar dan meregangkan tubuhnya sepanjang ia bisa. Kami sengaja beranjak paling akhir. Hyukjae, salah satu sahabatku, tidak begitu senang bergabung dan berdesak-desakan dengan kerumunan orang. Dia bilang, dia tidak suka cara mereka bising bicara di lorong. Sedangkan aku, aku tetap tinggal di tempat dudukku karena alasan lain.

"Donghae-ah," panggil Hyukjae.

"Hmm?" sahutku.

"Kurasa kita harus mulai memikirkan siapa saja yang akan jadi bagian kelompok kerja kita. Kau tahu mata kuliah Dr. Yoo tidak mudah. Aku ingin mempertahankan posisiku sebagai top student, jadi aku ingin memilih yang terbaik," katanya. Ya, aku setuju dengan itu. Hyukjae memang selalu menjadi yang terbaik di antara semua teman seangkatan kami. Aku? Aku mahasiswa yang biasa saja. Tidak terlalu pandai, tapi aku tidak pernah suka tertinggal dan kalah. Jadi, jangan kalian pikir posisiku akan terlalu jauh dari Hyukjae. Memiliki sahabat seperti dia, aku memiliki banyak keuntungan, bukan?

"Aku tahu. Kimia organik memang tidak pernah mudah. Jadi, siapa menurutmu yang akan mau bergabung dengan kita?" tanyaku.

Hyukjae berdecak dan tertawa. "Kau bercanda? Ini aku, Lee Hyukjae. Siapa pun yang bergabung denganku otomatis mendapat nilai A. Tentu saja mereka semua mau bergabung dengan kita. Hahahaha!"

Aku tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu, kita harus bergegas ke perpustakaan. Aku yakin yang terbaik pasti masih ada di sana, bukannya kembali ke kapal induk mereka. Ayo cepat!" kataku, sambil menarik lengan kurusnya.

"Kau ingin cepat ke sana karena alasan lain 'kan? Jangan kira aku lupa, Lee Donghae!" Dia kembali tertawa.

Perpustakaan penuh dengan mahasiswa-mahasiswa dengan berbagai macam keperluan. Beberapa gadis duduk bergerombol di salah satu sudut meja di dekat pintu masuk, sesekali tertawa cekikikan, membuat jengkel Kim Minho, Si Kutu Buku, yang duduk tidak jauh dari situ. Beberapa sedang sibuk mencari-cari buku yang mereka perlukan, menelusur deretan buku dengan jari mereka sambil bergumam tidak jelas. Beberapa sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing di sebuah meja, terlihat sangat berkonsentrasi membaca atau menulis sesuatu. Seseorang  sedang berjalan dengan anggun ke salah satu tempat duduk diikuti seorang temannya. Dan seseorang lagi sedang bersandar di meja Nona Park, Si Pustakawan, sambil tersenyum dan sesekali melucu, membuat Nona Park tertawa kecil dan tersipu.

"Aku hanya tidak mengerti, mengapa gadis secantik kau mau ditenggelamkan ribuan buku begini, Nona Park Inhyun. Seharusnya tempatmu bukan di sini," godanya.

"Lalu, dimana seharusnya tempatku?" tanya Nona Park malu-malu.

"Di sisiku," jawabnya. Tanpa dia sadari, aku sudah berdiri di belakangnya dan menghantam pelan kepalanya dengan buku di tanganku.

"Choi Siwon-ssi, sudah cukup rayuanmu hari ini, dan jangan ganggu Nona Park." Aku dan Hyukjae menariknya ke salah satu sudut yang lengang.

Choi Siwon, sahabatku yang lain, adalah mahasiswa seangkatan kami juga. Dia adalah seorang chaebol, ayahnya adalah direktur salah satu rumah sakit besar di Seoul dan Siwon-lah yang akan menjadi penerusnya seandainya dia bisa berhenti bermain-main dengan kuliahnya dan mencoba fokus.

"Hei, hei, hei! Padahal sedikit lagi aku bisa mengajak Nona Park makan malam denganku!" protesnya padaku.

"Lalu bagaimana dengan Shin Miyoung? Kau sudah bosan?" tanya Hyukjae, sembari duduk di samping Siwon, mulai membuka tas dan mengeluarkan laptopnya.

"Shin Miyoung siapa?" tanya Siwon tanpa rasa bersalah.

"Sudah ku duga. Apa kau juga lupa dengan yang lain? Yoon Mira, Kim Minhwa, Jang Jiyeon, Kim Sunhwa, dan sederet gadis lainnya?" tanyaku bosan.

"Aku tidak ingat! Jangan menyebutkan nama yang tidak ku ingat," sanggahnya, kemudian ia mengeluarkan smartphone-nya. Edisi terbaru dan termahal, tentu.

"Choi Siwon, kau harus ingat, ayahmu mengandalkanmu untuk menggantikannya suatu hari. Jika kau terus begini, apa kau tidak akan menyesal nanti?" kataku.

Siwon mendengus tertawa. 

"Jangan menasihatiku seperti itu. Lihat dirimu, Lee Donghae. Ku rasa kau yang akan menyesal nanti,"

"Apa maksudmu?" tanyaku, pura-pura tidak memahami maksudnya.

"Sampai hari ini, bahkan bicara pada Yoona pun kau tidak berani 'kan? Kau sebut itu suka? Jangan bercanda!" Dia tergelak.

Aku menghela nafas. Mataku kembali menemukan seseorang.

Im YoonaApakah suatu saat kau akan menyukaiku? Menjadi milikku?

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
JennaShin
Give comments yah, Fellas! :D

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet