I Love Him, But...

The End of Silence

"Yeokshi, Yesung!"

"Dia benar-benar luar biasa!"

"Dia hebat! Dia juga tampan. Benar-benar tipeku!"

"Oppa! Aku mencintaimu!"

"Jadilah pacarku!"

 

Gadis-gadis itu tidak henti-hentinya bersorak untuk Jongwoon.

Ya, dia adalah Kim Jongwoon, pria tampan bersuara emas dari kelas 3-A.

Karena suaranya yang luar biasa itu, ia memiliki nama panggungnya sendiri. Yesung.

Dan aku adalah Han Hyowoo, siswi kelas 3-E. Teman Jongwoon sejak kecil - yang tidak sengaja - selalu sekolah di tempat yang sama dengannya.

Aku menyukai Jongwoon sejak kecil. Bahkan, sampai saat ini, perasaan itu terus bertambah.

Jika kau bertanya mengapa aku tidak mengatakan perasaanku padanya, dengan melihat rupaku saja kau pasti sudah tahu jawabannya.

Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya siswi bodoh yang tidak sengaja bisa masuk ke sekolah terkenal. Aku tidak cantik. Aku juga tidak pandai bergaul seperti yang lainnya.

 

Jongwoon mengangkat mikrofonnya.

"Ah, kalau aku menyebutnya satu-persatu, mungkin sampai besok pun juga belum selesai," Jongwoon tertawa. "Yang jelas, aku ingin berterima kasih pada teman-temanku, pada junior-junior yang ikut membantuku berlatih, para guru, dan... Ah, masih banyak lagi. Aku sangat senang hari ini. Terima kasih telah memilihku sebagai juara satu pada kompetisi bernyanyi ini!"

Seisi gedung memberikan tepuk tangannya untuk Jongwoon.

 

"Hyowoo! Cepat! Kau harus segera kembali ke markas dua untuk merapikan mikrofonnya!" Nayeon memberikan komandonya padaku.

"Siap!" Jawabku.

Aku berlari ke arah markas dua.

Dan di sana, sudah ada Jongwoon.

 

"Jongwoon! Chukhahae!"

"Hei, Hyowoo! Wah, kau di sini rupanya," Jongwoon tersenyum. "Terima kasih."

Aku tersenyum.

"Kau luar biasa! Bahkan penampilanmu yang tadi adalah penampilan terbaik yang pernah kulihat!"

"Kau melihatnya?!"

"Tentu saja! Aku adalah crew dari kompetisi ini, Jongwoon!" Jawabku.

"Hmm," Jongwoon menatapku. "Kau melihatku, tapi aku tidak melihatmu. Aku berada di panggung, dan kau di belakang panggung. Apa artinya, ya?"

Aku tersipu.

 

"Ngomong-ngomong, terima kasih ya, Hyowoo." Kata Jongwoon.

"Terima kasih untuk apa?" tanyaku.

"Ini kemenanganku yang keempat kalinya dalam kompetisi bernyanyi. Dan sudah keempat kali juga kau menjadi orang pertama yang memberiku ucapan selamat. Terima kasih."

"Ini kemenanganmu yang keempat?!" tanyaku histeris. "Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan! Kau harus membuang satu trofi kemenanganmu atau kau harus menang paling tidak satu kali lagi, Jongwoon!"

"Kenapa?"

"Kau tahu kan, empat adalah angka sial. Angka kematian. Kau ingat? Steve Jobs meninggal dunia ketika ia mengeluarkan karya terakhirnya, iPhone 4S!"

Jongwoon tertawa lepas.

"Aku serius!"

"Jadi, kau masih percaya dengan mitos-mitos seperti itu?"

"Tentu saja! Itu benar-benar terjadi!"

"Wah, kau mempunyai perhatian yang besar ya padaku."

"Ya! Itu karena..."

 

"Karena aku menyukaimu," Aku melepaskan pandanganku dari Jongwoon. "Sejak dulu."

 

Jongwoon menghela napas.

 

"Hah, kau ini. Bisa-bisanya kau berkata begitu di hari kemenanganku." Kata Jongwoon.

"Kau ini menyebalkan." Tambah Jongwoon. "Pertama, kau percaya dengan mitos-mitos aneh. Dan yang kedua, ternyata kau menyukaiku. Baiklah."

 

"Kau tahu mitos semanggi berdaun empat, kan?" Tanya Jongwoon.

Aku mengangguk. Tidak menatap wajahnya.

"Semanggi berdaun empat adalah tanda keberuntungan untuk siapa saja yang memilikinya. Anggap saja sekarang aku adalah pemilik semanggi itu. Daun keempat, melambangkan kekayaan. Daun ketiga, melambangkan kemenangan. Daun kedua, kesehatan. Dan daun pertama, kuberikan untukmu."

"Daun pertama?" tanyaku.

"Ya, daun pertama. Agar kau juga tahu bagaimana perasaanku padamu selama ini." Jawabnya.

"Daun pertama, bukankah itu melambangkan..."

"Cinta." Jongwoon mencubit pipiku sembari tersenyum dan berjalan ke arah markas satu.

 

THE END.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Zenitora
#1
Saw this and it looks good; I can't wait to read this!