final

friendzoned
// fRIENDZONED.
KWON SOONYOUNG ; MYOU MINA
SEVENTEEN ; TWICE

142802929838537370divider.png

“Oi, minggir, minggir!”

Sejenak, gadis bersurai kemerahan itu berhenti pada posisinya—tubuhnya dengan segera merapat pada loker sekolah yang berada di belakangnya. Ia melirik ke arah dalam gedung sekolah ketika mendengar suara berat dan juga derap langkah kaki dari beberapa pemuda yang ia kenali suaranya. Dari posisinya berdiri itu ia memperhatikan mereka, teman laki-laki sekelasnya tengah berlari kearahnya dengan seragam sekolah yang agak berantakan sekaligus keringat yang membasahi kening dan tubuh mereka.

Lantas Mina pun mengerutkan hidungnya, apalagi ketika mendapatkan salah satu dari mereka menampilkan senyum jahil padanya.

Ia bisa memastikan apa yang akan terjadi selanjutnya, perasaannya mengatakan padanya untuk segera bergerak menjauh. Semua terjadi begitu cepat Mina tahu hal itu akan terjadi tapi—ia justru berdiri mematung, terutama ketika pemuda Kwon itu secara sengaja mengelap keringatnya dan menempelkannya pada sang gadis. Gelak tawa teman-teman pemuda itu mengudara ketika melihatnya mematung, membuatnya tersadar sesaat setelahnya sambil mencibirkan bibir kesal. “Kwon Sooyoung!” teriaknya kencang, tak peduli akan tatapan murid lain yang dilemparkan padanya.

“Makanya dibilang minggir itu minggir, bukan merapat ke tembok!” celetuk Sooyoung.

Belum sempat Mina mencurahkan emosinya, pemuda itu sudah melarikan diri dengan kecepatan penuh. Mina yang berada di dalam gedung menggerutu kesal sementara menggunakan tissue basah yang diambilnya dari dalam tas untuk membersihkan tangannya yang terkena keringat pemuda itu. “Lihat saja nanti!” ujarnya sebal sambil menggerutkan kening. Seokmin, salah satu dari gerombolan pemuda itu menepuk pundaknya—mengisyaratkannya untuk lebih sabar menghadapi Soonyoung. “Sabar ya, Mina-ya,”

Begitulah mereka setiap hari. Menuai prihatin baik dari teman sang gadis maupun teman pemuda itu sendiri tiap kali melihat tingkah mereka yang bagaikan anak keci dan pertengkaran-pertengkaran kecil mereka layaknya kucing dan tikus. Tak jarang, teman-teman mereka mengatai mereka layaknya ‘pasangan’ dan tak jarang ada yang menyuruh mereka jadian. Mereka semua memandang hubungan Soonyoung dan Mina ini sebagai hubungan yang antik—sesaat saling cuek lalu perhatian lalu bercanda bagaikan anak kecil.

Hubungan seperti ini pantas membuat iri yang lainnya.Tapi berbeda untuk Mina.

Lama-lama ia sebal diperlakukan demikian, sekalipun rasa yang timbul itu bukanlah rasa benci kepada Soonyoung. Ia menyukainya, kok. Namun jangan salah artikan rasa sukanya pada Soonyoung, kawan! Mina yakin perasaan itu hanya sebatas mengagumi sosok Soonyoung saja. Pemuda itu terlampau ceria, selalu berhasil membuat orang lain tertawa bagaimanapun keadaannya, prestasinya juga diatas rata-rata—tidak heran kalau terlihat beberapa kali ada gadis yang mencoba menyatakan cinta padanya. Ah, kalau Soonyoung tahu Mina berpendapat begini tentangnya pasti pemuda itu jadi besar kepala.

“Oi, Mina-ya!” Panggil pemuda itu.

Sesaat setelah Mina berhasil menjangkau Soonyoung, tangannya segera bergerak untuk menarik telinga pemuda itu kuat-kuat. “Dasar menyebalkan! Keringatmu itu bau dan penuh bakteri tau!” protesnya disela-sela pemuda itu beraduh kesakitan karena jeweran telinganya yang semakin kencang. Soonyoung mungkin memang jahil, tapi kalau sudah menghadapi Mina yang mengomel dan emosi—ia selalu mengalah kok. “I, iya, aduh lepasin, sakit tahu!” ujar pemuda itu. Lantas Mina pun segera melepaskan tangannya dari telinga pemuda itu dengan senyum puas.

“Impas!” ucapnya.

“Iya, iya, terserah kamu!” sahut pemuda itu, tidak mau kalah.

Mina kemudian berjalan meninggalkan Soonyoung, membiarkan teman-teman pemuda itu menertawakannya yang baru saja diperlakukan seperti anak kecil oleh sang gadis. “Hati-hati cewek ganas!” teriak Soonyoung, membuat gadis itu menggelengkan kepalanya. Berani-beraninya mengatai dirinku ganas, batinnya. Langkahnya dipercepat untuk segera berjalan melewati gerbang seraya menoleh ke kanan-kiri untuk mencari sosok yang akan menjemputnya hari itu.

Biasanya ia selalu pulang dengan menggunakan bus, apalagi halte bus hanya berjarak lima ratus meter dari sekolah. Rumahnya juga tidak jauh, letaknnya dekat dengan sekolah. Kali ini berbeda, kakak tirinya itu—pemuda Yoon, menawarkan diri untuk menjemputnya, katanya hari itu ia tidak ada kelas sore. Ya, dua tahun yang lalu ibunya menikah dengan ayah dari pemuda Yoon itu. Memang cukup mengejutkan, ketika mendapatkan seorang kakak tiri laki-laki yang bisa menerimamu dengan cepat dan menganggapmu sebagai adiknya sendiri.

Dan Mina beruntung, bisa mendapatkan kakak tiri yang perhatian seperti Jeonghan.

“Oppa-ya!” panggilnya dengan senyum ekstra lebar.

Kedua tungkainya segera berlari mendekat kearah pemuda yang bersandar pada motor yang dibawanya itu. Jeonghan yang semua menatap layar ponselnya segera mendongak, menemukan Mina sudah berdiri tak jauh darinya. Pemuda itu tersenyum hangat padanya—kontras dengan penampilannya yang nampak seperti pebalap dengan motor dan jaket kulit, sekaligus aura sulit didekatinya. “Helm dan jaket untuk tuan putri tersayang,” ujarnya seraya menyerahkan kedua item di tangan pada Mina.

Dengan senang hati gadis itu segera menerimanya, mengenakan jaket kulit milik Jeonghan yang sebelumnya dikenakan pemuda itu sementara sang kakak membantunya mengenakan helm. “Jadi kita mau kemana, sekarang?” Tanya gadis Myoui itu riang. Jeonghan pun tertawa selagi menyalakan kembali motor miliknya. Biasanya, tiap kali Jeonghan yang menjemput mereka akan selalu pergi jalan-jalan dulu sebelum kembali ke rumah. “Apakah itu ajakan kencan, nona?” candanya. “Terserah, kalau oppa menganggapnya begitu juga boleh.” Gadis itu menaiki motor sambil menjulurkan lidahnya.

Begitu motor yang dinaikinya itu mulai berjalan, sang gadis segera melingkarkan lengannya pada torso Jeonghan. “Jangan ngebut, masih belum mau mati!” ujar gadis itu untuk memberikan aba-aba. Kali terakhir ia mengendarai motor dan dibonceng oleh Jeonghan, Mina merasa tubuhnya hampir terbawa angin karena kecepatan menyetir pemuda itu yang menggila. Dilihatnya sosok Soonyoung yang berada di depan pagar, melihat kearahnya dan Jeonghan yang berlalu. Mina pun melambaikan tangannya, yang dibalas dengan lambaian serupa oleh pemuda itu.

Soonyoung menghela napas.

Merasa beruntung ia memiliki poni yang cukup panjang untuk menyembunyikan kerutan yang berada di baliknya. Ia sudah memperhatikan kedua orang itu untuk waktu yang cukup lama—cukup lama sampai membuat pemuda Jeon sadar jika kawannya itu memperhatikan Mina dan pemuda lain. “Hei,” ujarnya sambil menyenggol lengan pemuda Kwon itu. “Kau tau... kurasa mereka hanya teman, atau saudara,” lanjut Wonwoo sebagai usaha untuk membesarkan hati Soonyoung.

Ya, semua kawannya tahu jika pemuda itu memendam rasa pada Mina.

Ironis kelompok persahabatan mereka ini menyedihkan, Soonyoung yang agaknya hanya dipandang sebagai sahabat, Wonwoo yang mengalami penolakan bahkan sebelum sempat menyatakan perasaanya, Mingyu yang baru saja diputuskan oleh pacarnya dan Seokmin—ya pemuda itu saja yang bernasib baik diantara mereka berempat. Soonyoung tertawa renyah. “Ya, ya, kuharap juga begitu,” ujarnya.

“Nggak kusangka nasibku jadi sama sialnya seperti kau,” celetuknya dan mendapatkan tatapan sinis dari pemuda Jeon itu. Sekali lagi tertawa, kali itu tawanya tulus.

Ah, siapa yang menyangka kalau nasibnya akan berakhir begini.

 

Ternyata menyukai seseorang itu menyedihkan.

142802929838537370divider.png

AREN'T THEY BEAUTIFULLLLL
 
 
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
nsama48
#1
Chapter 1: aahhh sama2 ga peka.. /gagitu/ bagus banget ini jadi berharap ada lanjutannya:")
byunlight #2
bagus banget.. tapi si Hoshi kasian wkwk btw, ini ada sequelnya kah? keep writing author nim ^^
Jihyo_Yoon
#3
Ini keren banget :'))